Thursday, August 14, 2014

Benarkah Abu Thalib Muslim?

Benarkah Abu Thalib Muslim? (Koreksi Atas Ketergelinciran dewa Gilang)
Abdullah Al-jakarty

Sengaja saya membuat judul dengan kata “tergelincir”, sebab saya berprasangka baik, mungkin dewa gilang ketika menulis tulisannya itu dalam keadaan lupa atau salah tulis atau ia sedang tak sadarkan diri ketika itu, entah mengantuk berat atau sebab lainnya.
Baik, sebelum mengoreksi apa yang ditulis dewa gilang dalam tulisannya, saya sebutkan dulu beberapa point keyakinan Ahlussunnah dalam masalah Akidah.
1. Sahabat nabi bukan munafik dan munafik bukan shahabat
2. Seluruh sahabat Nabi adalah adil, maka tak boleh mencela , melaknat dan mengkafirkan mereka.
3. Shahih Bukhari dan Muslim adalah kitab  tersahihsetelah Al-Quran. Semuanya adalah kitab pedomanagama bagi umat islam.
Sekarang, saatnya mengulik tulisan dewa gilang.
1. Dewa gilang menolak hadits yang menerangkan bahwa Abu Thalib mati dalam keadaan tidak berislam sedangkan hadits itu jelas-jelas diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim.
Hadits yang dimaksud adalah berikut ini:
Diriwayatkan dari Sa’id bin Al-Musayyab dari bapaknya, ia berkata; “Tatkala kematian mendekati Abu Thalib, datanglah Rasulullah kepadanya sedangkan di sisinya ada Abdullah Ibn Umayyah dan Abu Jahl. Maka Rasulullah pun berkatanya, ‘Wahai Pamanku, ucapkanlah Laa ilaaha illallah. Suatu kalimat yang akan aku jadikan bukti untuk membelamu di sisi Allah. ‘ Maka Abdullah Ibn Umayyah dan Abu Jahl pun berkata kepada Abu Thalib, ‘Apakah engkau membenci agamanya Abdulmuthalib? ‘ Nabi pun mengulangi lagi perkataan sebelumnya, namun keduanya pun mengulangi pula perkataan mereka sebelumnya. Akhirnya, ucapan terakhirnya adalah dia di atas agama Abdulmuthalib dan enggan untuk mengucapkan  Laa ilaaha illallah. Maka Nabi pun berkata, “Sungguh aku akan memohonkan ampun untukmu selama tidak dilarang. ” Maka Allah pun menurunkan ayat:
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. ” (QS. At-Taubah: 113)
Dan Allah menurunkan perihal Abu Thalib:
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, ” (QS. Al-Qashshash: 56)
Dalam riwayat Muslim, Abu Hurairah berkata, “Rasulullah bersabda kepada pamannya tatkala hendak meninggal, ‘Ucapkanlah Laa ilaaha illallah. ‘ aku akan bersaksi untukmu dengan kalimat itu hari kiamat. Akan tetapi Abu Thalib enggan mengucapkannya, maka Allah pun menurunkan ayat: (Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi…) (HR. Muslim)
2. Dewa gilang menolak hadits di atas dengan alasan hadist riwayat Muslim di atas diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah. Dan riwayat itu tertolak. Kenapa? Abu Hurairah masuk islam di akhir kehidupan Nabi yaitu tahun ke-7 Hijriyyah sedangkan peristiwa Abu Thalib wafat adalah satu atau dua tahun sebelum Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah
Dewa gilang berkata: “Yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana Abu Hurairah dapat meriwayatkan hadist tentang wafatnya Abu Thalib sementara ia tak hadir di sana?, bahkan jika kita meniilik dari bahasa hadist, seakan Ia -Abu Hurairah- turut hadir dan menyaksikan peristiwa wafatnya Abu Thalib. Bukankah ia belum masuk Islam pada waktu itu?”
Koreksi:
1.Seandainya (ingat, seandainya) hadits riwayat muslim itu tidak bisa diterima, bukankah masih ada riwayat lain yang bisa diterima yaitu yang diriwayatkan dalam shahih bukhari yang menyebutkan tentang kisah abu thalib tersebut? Itu seandainya kita mau menolak riwayat muslim tersebut.
2. Termasuk yang disepakati oleh mayoritas ulama dalam periwayatan hadits yaitu diterimanya marasiil ash-shahabah. Apa itu marasil ash-shahabah? Yaitu periwayatan sahabat bahwa Rasulullah berkata atau berbuat demikian dan demikian sedangkan ia tak menyaksikannya.
Berkata Imam Ash-Shan’ani:
مراسيل الصحابة مقبولة عندنا وعند المحدثين وعند الأكثرين من طوائف العلماء
“Marasil Ash-Shahabah itu diterima menurut kami dan menurut ahli hadits dan menurut kebanyakan ulama. ” (Taudhihu alafkar lima’ani tanqihi alanzhar juz 1 hal. 287 (maktabah syamilah)) bahkan Ibnu Abdilbarr menyebutkan ijma’ (kesepakatan ) ulama tentang diterimanya marasil ash shahabah (Taudhihu alafkar lima’ani tanqihi alanzhar juz 1 hal.287 (maktabah syamilah))
Lihat juga: http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=49&idto=49&bk_no=82&ID=44
Kalau memang Marasil Ash-Shahabah itu bisa diterima, bukankah kita bisa menerima marasil Abu Hurairah dalam riwayat muslim itu?
3. Akan tetapi kalau yang dimaksudkan dewa gilang dengan tidak diterimanya Abu Hurairah dalam riwayat ini karena ia orang yang tidak dipercaya, pendusta dll…innaa lillahi wainnaa ilaihi raji’un…lihat:
http://almanhaj.or.id/content/3093/slash/0
http://almanhaj.or.id/content/3094/slash/0
3. dewa gilang menolak hadits tentang Abu Thalib di atas dengan alasan bahwa:
1- QS: At-Taubah 113 ayat terakhir yang turun di Madinah sedangkan QS: Al-Qashash turun pada waktu perang Uhud.
2- Dan juga karena QS: At-Taubah 113  ialah ayat yang turun di Madinah, sementara Abu Thalib wafat di Makkah (sebelum hijrah).
Ia berkata:
“Dari sini kita telah mendapatkan kejanggalan, yaitu jarak bertahun2 yang menjadi selisih antara turunnya kedua ayat tersebut. Jadi ayat tersebut tidak turun pada satu kesempatan untuk menjelaskan peristiwa yang sama, yaitu wafatnya Abu Thalibb.”
Ia juga berkata: “Bukankah suatu kejanggalan bahwa ayat yang turun di Madinah menjadi penjelasan terhadap peristiwa yang turun di Makkah? “
Koreksi:
1. Imam Ath-Thabari dalam tafsir Ath-Thabari telah menyebutkan 3 pendapat ulama tentang turunnya QS: At-Taubah 113 yaitu:
Pertama: ayat itu turun tentang Abu Thalib
Kedua: ayat itu turun tentang ibu Nabi kita (Aminah)
Ketiga: ayat itu turun tentang sebagian para sahabat yang mendoakan orang tua mereka yang mati di atas kekufuran
2. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata menjelaskan hadits di atas dalam Fathulbari:
أَمَّا نُزُول هَذِهِ الْآيَة الثَّانِيَة فَوَاضِح فِي قِصَّة أَبِي طَالِب ، وَأَمَّا نُزُول الَّتِي قَبْلهَا فَفِيهِ نَظَر ، وَيَظْهَر أَنَّ الْمُرَاد أَنَّ الْآيَة الْمُتَعَلِّقَة بِالِاسْتِغْفَارِ نَزَلَتْ بَعْد أَبِي طَالِب بِمُدَّةٍ ، وَهِيَ عَامَّة فِي حَقّه وَفِي حَقّ غَيْره ، وَيُوَضِّح ذَلِكَ مَا سَيَأْتِي فِي التَّفْسِير بِلَفْظِ ” فَأَنْزَلَ اللَّه بَعْد ذَلِكَ ( مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَاَلَّذِينَ آمَنُوا ) الْآيَة . وَأَنْزَلَ فِي أَبِي طَالِب ( إِنَّك لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْت ) وَلِأَحْمَد مِنْ طَرِيق أَبِي حَازِم عَنْ أَبِي هُرَيْرَة فِي قِصَّة أَبِي طَالِب ” قَالَ فَأَنْزَلَ اللَّه ( إِنَّك لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْت ) وَهَذَا كُلّه ظَاهِر فِي أَنَّهُ مَاتَ عَلَى غَيْر الْإِسْلَام .
“Adapun turunnya ayat yang kedua (QS. Al-Qashshash: 56) maka itu jelas turun tentang Abu Thalib. Adapun terkait turunnya ayat yang sebelumnya (QS: At-Taubah 113) perlu ditinjau. Dan yang nampak adalah bahwasanya ayat yang terkait dengan permohonan ampun Nabi untuk pamannya ini (QS: At-Taubah 113) turun beberapa waktu setelah kematian Abu Thalib, dan ayat ini berlaku umum untuk Abu Thalib dan selainnya. Dan yang memperjelas demikian adalah apa yang akan datang di tafsir dengan lafazh: “Maka Allah pun menurunkan ayat setelah itu (kematian Abu Thalib): “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik…. ” (QS. At-Taubah: 113)
Dan Allah menurunkan perihal Abu Thalib:
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi…  ” (QS. Al-Qashshash: 56) dan keterangan ini seluruhnya merupakan sesuatu yang jelas menunjukkan bahwa Abu Thalib mati di atas selain islam. “
Demikianlah penjelasan seorang faqih’,  alim, muhaddits, Ibnu Hajar Al-Atsqalani.
4. Dewa gilang menolak hadits yang lagi-lagi diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim
Haditsnya yaitu: Bersumber dari Abdullah bin Al Harits, beliau berkata, “Aku mendengar Al Abbas berkata, Aku bertanya kepada Rasullulah saw., ‘Ya Rasulullah! Abu Thalib dulu merawatmu dan menolongmu. Lalu apakah itu ada manfaatnya baginya?” Rasullulah saw. Bersabda: “Ya! Aku menemukannya berada diluapan neraka, lalu aku mengeluarkannya ke kedangkalan.” Bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa Rasullulah saw. Bersabda: “Ahli neraka yang paling ringan adalah Abu Thalib. Dia memakai sepasang terompah yang menyebabkan otaknya mendidih.”
Dewa gilang menolak hadits ini dengan alasan bahwa di dalam riwayat ini terdapat rangkaian para pendusta dan mudallis.
Ia berkata: “Jika kita perhatikan orang-orang yang meriwayatkan hadis (rijal), hamper semuanya termasuk rangkaian para pendusta dan mudallis, atau tidak dikenal. Muslim menerima hadis ini dari Ibnu Abi ‘Umar yang dinilai para ahli sebagai majhul. Ibnu Abi ‘Umar menerimanya dari Sufyan al-Tsauri. Syufan disebutkan oleh Al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal sebagai “innahu yudallis wa yaktubu mi al-kadzdzabin”, ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta. Syufan menerimanya dari Abdul Malik bin ‘Umayr, yang panjang usianya dan buruk hafalannya. Kata Abu Hatim: Tidak bisa dipercaya hafalannya. Dengan demikian hadis ini wajib kita pertanyakan kembali kevaliditasannya. “
Koreksi:
1. Seandainya (ingat, seandainya) hadits riwayat muslim ini tidak bisa diterima, bukankah masih ada beberapa riwayat lain di shahih bukhari yang menceritakan kisah abu thalib ini? Itu kalau kita mau menolak shahih muslim ini.
2. Dari perkataan dewa gilang ini ada 3 orang dalam riwayat hadits di SHAHIH MUSLIM  ini yang dikritik (menurut dewa gilang) sehingga dengan sebab itu tertolaklah riwayat  tentang kisah Abu Thalib tersebut.
3 orang itu adalah:
1. Sufyan al-Tsauri. Dewa gilang berkata, ” Syufan disebutkan oleh Al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal sebagai “innahu yudallis wa yaktubu mi al-kadzdzabin. “
Koreksi: subhanallah! Sufyan ats-tsauri, seorang tabi’in alim  yang kata imam Sufyan bin ‘Uyainah:
أصحاب الحديث ثلاثة: ابن عباس في زمانه، والشعبي في زمانه، والثوري في زمانه.
Para ahli hadits ada 3: ‘Ibnu Abbas di zamannya, Asy-Sya’bi di zamannya dan Ats-Tsauri di zamannya. ” (juz 11 hal.166 tahdzibul kamal karya imam Al-Mizzi (maktabah syamilah))
Lantas apakah imam Adz-Dzahabi sampai lupa kedudukan imam Sufyan ats-Tsauri?
Saya sudah mencari di Mizan al-I’tidal, dan saya tidak menemukan ucapan iman Al-Dzahabi seperti yang disebutkan oleh dewa gilang. Karena itu saya harap dewa gilang mau menyebutkan di juz berapa dan hal berapa dalam kitab itu. Dan untuk mempermudah itu bisa disebutkan dari maktabah syamilah; di halaman berapa dan juz berapa kitab tersebut. Agar saya bisa mengeceknya.  Saya akan tunggu. Kalau dia tak bisa menyebutnya, berarti ini fitnah yang sangat nyata terhadap tabi’in yang alim ini.
Dan bagaimana mungkin Adz-Dzahabi menyebutkan demikian, padahal beliau sendiri dalam kitab Siyar ‘alam annubala (juz 7 hal 246(maktabah syamilah) menyebutkan perkataan imam Yahya Al-Qathan:
سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ فَوْقَ مَالِكٍ فِي كُلِّ شَيْءٍ.
“Sufyan Ats-Tsauri di atas (imam) Malik dalam segala hal. “
2. Ibnu Abi ‘Umair (Abdulmalik bin Abi ‘Umair)
Dewa gilang berkata: “Ibnu Abi ‘Umar yang dinilai para ahli sebagai majhul. “
ia  juga berkata: “Syufan menerimanya dari Abdul Malik bin ‘Umayr, yang panjang usianya dan buruk hafalannya. Kata Abu Hatim: Tidak bisa dipercaya hafalannya. Dengan demikian hadis ini wajib kita pertanyakan kembali kevaliditasannya. “
koreksi: Siapa maksud para ahli ini? Ahli hadits? Atau ulama syiah yang memang tak menerima hadits-haditsselain yang diriwayatkan ahlulbait?
Kalau memang maksudnya ahli hadits, tolong sebutkan dalam kitab apa.
Tapi kalau maksudnya adalah ulama-ulama syiah, ya tak perlu dia jelaskan. Jangankan Ibnu Abi ‘Umair mereka tolak, para shahabat nabi pun mereka tolak, cela bahkanmereka kafirkan.
Dan dewa gilang juga menyebutkan bahwa abu hatim berkata tentang Abdulmalik ibnu Abi ‘Umair ini: “Tidak bisa dipercaya hafalannya. “
Dari kitab apa ini dan di hal berapa? Saya akan mengeceknya langsung dari maktabah syamilah..saya tunggu.
Teman-teman, hadits tentang Abu Thalib di atas sekali lagi diriwayatkan dalam 2 kitab tersahih setelah Al-Quran, yang telah disepakati oleh umat islam akan kesahihannya. Lantas apakah kita akan menolak hadits ini lalu membuangnya ke belakang punggung kita.
Kalau masalah kebaikan Abu Thalib terhadap Nabi kita dan juga dakwah islam, jelas tidak diragukan lagi akan hal itu. Siapa yang mengingkarinya jelas layaknya orang yang buta di siang hari. Namun, masalahnya, apakah dengan begitu kita akan mengingkari keterangan yang jelas dalam Al-Quran dan hadits yang SHAHIH tentang kematiannya di luar islam? Bukankah itu secara tidak langsung menolak firman-Nya dan juga sabda rasul-Nya? Dan bukankah itu secara tidak langsung mendustakan para sahabat Nabi yang mengakuinya?
---------------------------------------------------------------------------------
Buka :
[komen terakhir 10 Januari 2014 20.48]
http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/04/akidah-kedua-orang-tua-nabi-muhammad_6041.htmlf
dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/04/akidah-kedua-orang-tua-nabi-muhammad_6041.htm
085331111119.blogspot.com/2013/05/dalil-kafirnya-paman-nabi-abu-tholib.html+&cd=7 &hl= en& ct=clnk
http://www.konsultasisyariah.com/apakah-abu-thalib-paman-nabi-mati-kafir/
---------------------------------------------------------------------------------
Dewa Gilang Vs. Abdullah Al-Jakarti
01 July 2012 | 15:49 

Sebenarnya saya sangat menikmati diskusi yang bernas, terutama kajian agama di Kompasiana dari para alim ulama. Maklum, saya sendiri tidak sampai tamat mengaji karena keburu menikah di usia muda dan sibuk untuk memberi nafkah lahir dan batin.
Walau di Kompasiana ini tidak ada kolom agama, namun rupanya orang-orangnya masuk katagori “bengal” dan pintar mensiasatinya dengan masuk pada kolom filsafat an edukasi. Toh pelajaran agama masih pantas masuk kolom edukasi ya. Akibatnya, selalu ada saja artikel dan diskusi tentang agama. Menurut saya, debat agama tidak masalah selama masing-masing menampilkan argumentasi yang punya dasar. Hal tersebut yang ditampilkan oleh Dewa Gilang dan Abdullah Al-Jakarti.
Namun dari mengikuti diskusi dan berbalas antara Dewa Gilang dan Abdullah Al-Jakarti, rasanya Dewa Gilang lebih banyak tidak menjawab sanggahan dari Abdullah Al-Jakarti. Beberapa pertanyaan dari Abdullah terkait kesahihan dasar argumentasi Dewa Gilang yang sering kali menukil kitab-kitab penulis Islam, ternyata tidak dijawab secara langsung. Saya melihat Abudllah Al-Jakarti mencoba untuk fokus mengupas apa yang ditulis oleh Dewa Gilang, namun justru Dewa Gilang memberikan tanggapan yang melebar dan terkesan tidak ilmiah. Jawabannya lebih cenderung curhat ala ABG walau sudah berjenggot ala mullah.
Berikut kronologi diskusi dan berbalas artikel antara Dewa Gilang dan Abdullah Al-Jakarti.
Diskusi dimulai saat Dewa Gilang menampilkan artikel berjudul Benarkah Abu Thalib Kafir? yang memberikan penilai negatif kepada sahabat sekaligus paman Rasulullah SAW, Abu Hurairah. Abdullah Al-Jakartipun membuat tulisan yang mengkritisi tulian Dewa Gilang tersebut dengan judul Benarkah Abu Thalib Muslim? (Koreksi Atas Ketergelinciran Dewa Gilang).
Dewa Gilang menampilkan Syiah Memandang Kemaksuman Nabi. Tulisan inilah yang menguatkan bila Dewa Gilang itu syiah yang bertaqiyah dengan menyebut dirinya “seorang santri muda, Sunni dan NU”. Abdullah Al-Jakarti kemudian menjawabnya dengan artikel Dewa Gilang Mendustakan Hadits Nabi! karena menurutunya, tulisan Dewa Gilang banyak menafikan hadist Bukhari-Muslim.
Tulisan berikutnya Dewa Gilang hanya berisi curhat dan tidak menjawab pertanyaan dan argumentasi dari Abdullah Al-Jakarti seperti pada tulisannya Ciri-ciri yang Benar yang tulisannya lebih pada sikap emosional belaka. Abdullah Al-Jakarti mencoba untuk menarik diskusi kembali ke track semula dengan menanyakannya pada tulisan Pertanyaan Yang Belum Dijawab Dewa Gilang.
Berikutnya saya tidak tertarik lagi dengan diskusi mereka karena Dewa Gilang seperti lari dari ring dan lebih memperlebar diskusi ke banyak hal seperti menulis tentang dirinya sendiri di Siapa Sosok di Balik Akun Dewa Gilang? dan menulis Hati2 Ada yang Merubah Ayat Alquran hanya berdasarkan persepsi dangkal.
Rupanya Dewa Gilang memang terbukti tidak bisa memberikan referensi argumentasi yang diminta oleh Abdullah  Al-Jakarti. Padahal dalam sebuah diskusi ilmiah, argumentasi tidak hanya berdasarkan asumsi dangkal tanpa referensi. Andai kata mengutip atau menggunakan pendapat orang lain, maka referensi dari kitab apa atau buku apa harus jelas dan benar. Jangan sampai si A tidak pernah berkata atau menulis suatu pendapat, namun kemudian dibuat sebuah kebohongan seolah-olah si A tersebut berpendapat yang mendukung karena berlindung di balik alasan ilmiah yang dipaksakan.
Anda boleh tidak setuju dengan pendapat saya ini, namun tetap harus cerdas menyikapinya. Silahkan kunjungi kedua lapak dan baca secara utuh dialog mereka.
Salam cerdas penuh semangat belajar.
---------------------------------------------------------------------------------
Pertanyaan Yang Belum Dijawab Dewa Gilang
OPINI | 29 June 2012 | 14:37

http://filsafat.kompasiana.com/2012/06/29/pertanyaan-yang-belum-dijawab-dewa-gilang-474141.html

Segala puji bagi Allah yang telah menjaga agama-Nya dari kesalahan dan penyimpangan. Segala puji bagi Allah yang telah menjaga agama-Nya dari celaan dan hinaan orang yang membencinya. Segala puji bagi Allah yang telah menjaga agama-Nya dari orang yang berusaha meruntuhkannya dengan berbagai tipuan.
Teman-teman kompasianer, setelah dua kali saya melakukan tanggapan atas apa yang ditulis oleh dewa gilang, saya berharap dia segera menjawab pertanyaan yang telah saya ajukan dalam dua artikel itu di sini dansini, namun yang saya dapati ia malah ‘curhat’ dengan tulisan yang terbarunya.
Teman-teman kompasianer yang saya hormati, sebelum saya membuka tulisan ini, izinkan saya hamba  yang lemah, menjelaskan dulu beberapa point akidah ahlussunnah wal jama’ah:
1. Sahabat nabi bukan munafik dan munafik bukan shahabat
2. Seluruh sahabat Nabi adalah adil, maka tak boleh mencela , melaknat dan mengkafirkan mereka.
3. Shahih Bukhari dan Muslim adalah kitab  tersahihsetelah Al-Quran. Semuanya adalah kitab pedoman agama umat islam menurut kesepakatan umat .
Baik, sebelum saya menanggapi  ’curhatan’nya di postingan terbarunya, saya jelaskan dulu point-point yang belum ditanggapi dewa gilang sampai sekarang.
1. Dewa gilang menolak hadits dalam SHAHIH MUSLIM yang menerangkan bahwa Abu Thalib meninggal dalam keadaan belum bersyahadat dengan alasan bahwa hadits itu diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang tidak menyaksikan kejadian itu.
Pertanyaannya:
1. Jika memang mayoritas ulama ahli hadits (bahkan ibnu Abdill Bar menyatakan sluruh ulama/ijma’) sepakat bahwa marasil shahabat (periwayatan seorang sahahabat tentang suatu hadits yang tidak ia lihat dan ia dengar) itu diterima, apa yang akan dewa gilang katakan?
2. Jika seandainya hadits di SHAHIH MUSLIM ini tidak diterima, lantas apakah riwayat lain di SHAHIH BUKHARI  yang menerangkan tentang itu juga ditolak?
3. Jika memang Abu Hurairah tertolak di riwayat Muslim ini, apakah ia juga tertolak dalam berbagai riwayatnya yang lain, padahal hampir semua riwayat Abu Hurairah adalah dalam bentuk marashil? Sedangkan Ahlussunnah sepakat bahwa Abu Hurairah adalah sahabat Nabi yang terpercaya.
2. Dewa gilang menolak hadits dalam SHAHIH BUKHARI dan SHAHIH MUSLIM tentang Abu Thalib itu, dengan beralasan bahwa 2 ayat yang disebutkan saling berjauhan masanya.
Pertanyaannya: lantas apa tanggapannya terhadap pernyataan seorang ahli hadits Al-Hafizh Ibnu Hajar yang menerangkan tentang hadits itu ?
3. Dewa gilang menolak hadits dalam SHAHIH BUKHARI dan SHAHIH MUSLIM tentang keadaan Abu Thalib di akhirat nanti dengan alasan di riwayat Muslim terdapat rangkaian para pendusta dan mudallis, atau tidak dikenal yaitu Sufyan Ats-Tsauri dan Abdulmalik bin Abi ‘Umair.
Dewa gilang menyebutkan bahwa Syufan disebutkan oleh Al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal sebagai “innahu yudallis wa yaktubu mi al-kadzdzabin”, ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta. Syufan menerimanya dari Abdul Malik bin Abi ‘Umair, yang panjang usianya dan buruk hafalannya. Kata Abu Hatim: Tidak bisa dipercaya hafalannya.
Pertanyaannya:
1. Seandainya (ingat, seandainya) hadits di SHAHIH MUSLIM ini ia tolak, lantas apakah ia juga menolak hadits lain yang ada dalam SHAHIH BUKHARI yang sama kandungannya dengan yang ada dalam SHAHIH MUSLIM yang ia dustakan itu?
2. Dari kitab mana dewa gilang mendapatkan pernyataan Imam Adz-Dzahabi bahwa Sufyan Ats-Tsauri, seorang tabi’in yang alim dan faqih adalah seorang mudallis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta?  Saya telah melakukan pencarian di kitab  Mizan al-I’tidal karya Al-Dzahabi dan saya tidak menemukannya. Yang saya dapati justru Al-Dzahabi memuji beliau dalam siyar alam annubala.  Lantas dari mana dewa gilang mendapatkan ucapan itu? Dari Imam Adz-Dzahabi atau dari imam Syiah?
3. Dari kitab mana dewa gilang memvonis bahwa Abdul Malik bin Abi Umair panjang usianya dan buruk hafalannya? Dan dari kitab mana dewa gilang mendapatkan perkataan Abu Hatim tentang Abdul Malik bin Abi Umair: Tidak bisa dipercaya hafalannya?  Dari kitab ahli hadits atau dari imam Syiah?
4. Dewa gilang menolak hadits dalam SHAHIH BUKHARI dan SHAHIH MUSLIM yang menerangkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah terkena sihir dengan alasan bahwa hadits itu bertentangan dengan kemaksuman Nabi, padahal hadits itu diriwayatkan dalam SHAHIH BUKHARI no. 3175 dan SHAHIH MUSLIM no. 5703! Bahkan diriwayatkan pula dalam MUSNAD AHMAD, SUNAN IBNU MAJAH dan lainnya!
Pertanyaannya:
1. Apakah para imam yang menghabiskan umur mereka untuk berkhidmat terhadap agama dengan menjaga hadits-hadits nabi, seperti IMAM BUKHARI, MUSLIM, AHMAD, IBNU MAJAH dan para ahli hadits lainnya, telah melakukan kesalahan karena telah menshahihkan hadits ini?
2. Apa tanggapan dewa gilang terhadap Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Imam An-Nawawi, Al-Khotobi dan Al-Baghawi dan yang lainnya yang membantah keras orang yang menolak hadits tentang sihir yang terdapat dalam SHAHIH BUKHARI, SHAHIH MUSLIM, MUSNAD AHMAD, SUNAN IBNU MAJAH dan lainnya ini?
5. Dewa gilang mendustakan Hadits shahih yang diriwayatkan Tirmidzi yang menerangkan sebab turunnya surat ‘Abasa, padahal itu telah disepakati (ijma’) akan kesahihannya oleh para ulama. Sebagaimana itu dinukilkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam tafsir Fathulqadir, Imam Qurthubi dalam tafsir beliau dan ulama mufassir lainnya.
Pertanyaannya:
Apakah ia akan menolak pula ijma’ para ulama dalam hal ini? Ataukah ia tetap mengikuti syiah yang tetap menolak hadits-hadits kecuali apa yang diriwayatkan oleh ahlulbait?
Baik itu sementara yang perlu saya jelaskan. Berikutnya, saya akan tanggapi ‘curhatan’nya di tulisannya yang terbaru dalam kesempatan mendatang insya Allah.

Lihat komen black horse 29 June 2012 10:49:17 dijawab

Totok Kusmardiyant 29 June 2012 17:19:11

---------------------------------------------------------------------------------
Apakah Abu Thalib Paman Nabi Mati Kafir?
January 28, 2014
http://www.konsultasisyariah.com/apakah-abu-thalib-paman-nabi-mati-kafir/

Tanya:
Saya membaca buku tentang Ali bin Abi Thalib.
Dalam Bab 5 tentang Keluarga Hasyim, penulis menyampaikan kontroversi tentang keislaman Abu Thalib. Dia mengutip Dr. Muhammad at Tawanjik,yang menulis, mengumpulkan dan mempelajari syair-syair Abu Talib dalam antologi Diwan Abi Talib. di hal 23 penulis menyatakan,
“Ada tiga pendapat tentangkeislaman Abu Talib. Satu golongan menganggap ia mati sebagai musyrik; golongan kedua meyakinkan ia meninggal sebagai Muslim; yang lain mengatakan ia sudah Islam dan beriman tetapi menyembunyikan keimanannya.” (cetakan miring untuk menandai kutipan sesuai asli)
Lebih lanjut, pada hlm yang sama penulis mengutip keterangan Ibn Abi al-Hadid dalam ulasannya mengenai Nahjul Balagah menengaskan:
“Secara ringkas, berita-berita tentang dia sudah menganut Islam banyak sekali, dan sumber yang mengatakan dia meninggal masih dalam kepercayaan masyarakatnya juga tidak sedikit.”
“Golongan yang mengatakan dia sudah Islam berpendapat, bahwa ketika Muhammad sallallahu’alaihi wasallam diutus sebagai nabi, Abu Talib sudah masuk Islam sudah percaya, tetapi dia tidak mau berterus terang menyatakan keimanannya. Bahkan menyembunyikannya suoaya dapat mengadakan pembelaan kepada Rasullullah sallallahu ‘alaihi wasallam. Alasannya kalu ia menyatakan keislamannya, ia akan sama seperti Muslimin yang lain, Quraisy akan menjauhi dan membencinya. Mereka mengemukakan bukti-bukti keislamannya itu, antara lain, perlindungannya terhadap terhadap kemenakannya itu, ia mau menderita bersama-sama, pernyataannya dalam syair-syairnya dengan sumber yang kuat dan saat ia dalam sekarat Abbas mendengar ia mengucapkan kalimat syahadat, La ilaha illa Allah.” (dikutip sesuai asli)
Mohon pencerahannya.
Terima kasih
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Sebelumnya kami perlu sampaikan bahwa pembahasan tentang status islam dan tidaknya Abu Thalib, bukan dalam rangka main vonis takfir atau kapling-kapling neraka untuk orang lain. Apalagi jika dianggap membenci ahlu bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jelas ini tuduhan yang sangat jauh. Kita beriman bahwa Abu Lahab mati kafir, karena Allah mencela habis di surat al-Lahab, meskipun Abu Lahab adalah paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan jelas kita tidak boleh mengatakan, mengkafirkan Abu Lahab berarti membenci ahlul bait Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita membahas status kekafiran Abu Thalib, dalam rangka meluruskan pemahaman, agar sesuai dengan dalil hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bukan mengikuti klaim kelompok tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Terkait status Abu Thalib, terdapat banyak dalil yang menunjukkan bahwa dia mati kafir,
Pertama, peristiwa kematian Abu Thalib,
Dari Musayib bin Hazn, beliau menceritakan,
أَنَّهُ لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ المُغِيرَةِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي طَالِبٍ: ” يَا عَمِّ، قُلْ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ ” فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ؟ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ، وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ المَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ: هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَمَا وَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ» فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ} [التوبة: 113] الآيَةَ
Ketika Abu Thalib hendak meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya. Di dekat Abu Thalib, beliau melihat ada Abu Jahal bin Hisyam, dan Abdullah bin Abi Umayah bin Mughirah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada pamannya, ”Wahai paman, ucapkanlah laa ilaaha illallah, kalimat yang aku jadikan saksi utk membela paman di hadapan Allah.” Namun Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayah menimpali, ’Hai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama Abdul Muthalib?’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mengajak pamannya untuk mengucapkan kalimat tauhid, namun dua orang itu selalu mengulang-ulang ucapannya. Hingga Abu Thalib memilih ucapan terakhir, dia mengikuti agama Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad, ”Demi Allah, aku akan memohonkan ampunan untukmu kepada Allah, selama aku tidak dilarang.”
Lalu Allah menurunkan firman-Nya di surat at-Taubah: 113. dan al-Qashsas: 56. (HR. Bukhari 1360 dan Muslim 24)
Firman Allah di surat at-Taubah:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At-Taubah: 113).
Firman Allah di surat al-Qashsas:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashsas: 56)
Kedua, kesedihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan kematian Abu Thalib yang tidak masuk islam.
Terkait sikap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap kematian Abu Thalib, turun dua ayat di atas.
1. Firman Allah di surat at-Taubah:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At-Taubah: 113).
2. Firman Allah di surat al-Qashas:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashsas: 56)
Ibnu Katsir mengutip keterangan beberapa ulama tafsir sahabat dan Tabiin,
قال ابن عباس، وابن عمر، ومجاهد، والشعبي، وقتادة: إنها نزلت في أبي طالب حين عَرَضَ عليه رسولُ الله صلى الله عليه وسلم أن يقول: “لا إله إلا الله” فأبى عليه ذلك. وكان آخر ما قال: هو على ملة عبد المطلب.
Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Mujahid, as-Sya’bi, dan Qatadah mengatakan, ayat ini turun berkaitan dengan Abu Thalib, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak dia untuk mengucapkan laa ilaaha illallah, namun dia enggan untuk mengucapkannya. Dan terakhir yang dia ucapkan, bahwa dia mengikuti agama Abdul Muthalib. (Tafsir Ibn Katsir, 6/247).
Adanya dua ayat di atas, merupakan bukti sangat nyata bahwa Abu Thalib mati dalam kondisi tidak islam.
Ketiga, beberapa hadis yang menegaskan Abu Thalib mati kafir
1. Hadis dari Abbas bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu, beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا أَغْنَيْتَ عَنْ عَمِّكَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَغْضَبُ لَكَ؟
“Apakah anda tidak bisa menolong paman anda?, karena dia selalu melindungi anda dan marah karena anda.”
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
هُوَ فِي ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ، وَلَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِي الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ
”Dia berada di permukaan neraka. Andai bukan karena aku, niscaya dia berada di kerak neraka.” (HR. Ahmad 1774 dan Bukhari 3883).
2. Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَذُكِرَ عِنْدَهُ عَمُّهُ أَبُو طَالِبٍ، فَقَالَ: «لَعَلَّهُ تَنْفَعُهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، فَيُجْعَلُ فِي ضَحْضَاحٍ مِنَ النَّارِ يَبْلُغُ كَعْبَيْهِ، يَغْلِي مِنْهُ أُمُّ دِمَاغِهِ»
Suatu ketika ada orang yang menyebut tentang paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Abu Thalib di samping beliau. Lalu beliau bersabda,
“Semoga dia mendapat syafaatku pada hari kiamat, sehingga beliau diletakkan di permukaan neraka yang membakar mata kakinya, namun otaknya mendidih.” (HR. Bukhari 6564, Muslim 210, dan yang lainnya).
3. Hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَبِي طَالِبٍ هَلْ تَنْفَعُهُ نُبُوَّتُكَ؟
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang Abu Thalib, apakah status kenabian anda bisa bermanfaat baginya?
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
نَعَمْ، أَخْرَجْتُهُ مِنْ غَمْرَةِ جَهَنَّمَ إِلَى ضَحْضَاحٍ مِنْهَا
”Bisa bermanfaat, aku keluarkan dia dari kerak jahanam ke permukaan neraka” (HR. Abu Ya’la al-Mushili dalam Musnadnya no. 2047).
4. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَهْوَنُ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا أَبُو طَالِبٍ، وَهُوَ مُنْتَعِلٌ بِنَعْلَيْنِ يَغْلِي مِنْهُمَا دِمَاغُهُ
”Penduduk neraka yang paling ringan siksanya adalah Abu Thalib. Dia diberi dua sandal yang menyebabkan otaknya mendidih.” (HR. Ahmad 2636, Muslim 212, dan yang lainnya).
Mengapa Abu Thalib malah disiksa?
Jika Abu Thalib mati muslim, berhasil mengucapkan laa ilaaha illallah, maka status Abu Thalib adalah sahabat yang husnul khotimah. Namun Mengapa Abu Thalib malah disiksa?
Jika dia muslim, tentu beliau tidak akan mendapatkan hukuman dengan kondisi mengerikan seperti itu. Karena ketika orang masuk islam, semua dosa kekufuran di masa silam akan menjadi diampuni Allah. Sehingga jawabannya, dia disiksa karena dia meninggal dalam kondisi kafir.
Dia Penolong Dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kita sepakat hal ini. Abu Thalib memiliki jasa besar, membantu dan melindungi Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam selama dakwah di Mekah. Inipun diakui para sahabat. Dan karena jasa besar Abu Thalib, para sahabat bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah beliau bisa menyelamatkan Abu Thalib?.
Ini menunjukkan bahwa para sahabat telah memahami bahwa Abu Thalib mati kafir. Karena jika Abu Thalib mati muslim, tentu para sahabat tidak akan menanyakan hal itu. Kita tidak jumpai, sahabat bertanya, apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi syafaat kepada Khadijah, Hamzah, Ruqayah atau Ummu Kultsum?, para keluarga beliau yang meninggal mendahului beliau.
Karena mereka semua mati muslim. Berbeda dengan Abu Thalib, para sahabat mempertanyakan apakah posisi beliau bisa memberikan pertolongan kepada Abu Thalib yang membantu sewaktu dakwah di Mekah.
Kesaksian Abbas?
Anda bisa perhatikan hadis dari Abbas bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا أَغْنَيْتَ عَنْ عَمِّكَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَغْضَبُ لَكَ؟
“Apakah anda tidak bisa menolong paman anda?, karena dia selalu melindungi anda dan marah karena anda.”
Kita bisa memahami, Abbas bertanya demikian, karena Abbas juga meyakini bahwa Abu Thalib mati kafir.
Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
هُوَ فِي ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ، وَلَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِي الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ
”Dia berada di permukaan neraka. Andai bukan karena aku, niscaya dia berada di kerak neraka.” (HR. Ahmad 1774 dan Bukhari 3883).
Hadis ini diriwayatkan Imam Ahmad, Bukhari, dan yang lainnya. Inilah keterangan yang lebih meyakinkan tentang sikap Abbas terhadap kematian Abu Thalib. Lalu dimana riwayat yang menyebutkan keterangan Abbas bahwa Abu Thalib telah mengucapkan laa ilaaha illallaahdi detik kematiannya?
Tidak lain, keterangan ini adalah kedustaan Syiah, untuk menguatkan klaim mereka tentang keislaman Abu Thalib.
Keempat, tentang kitab Nahjul Balaghah
Penulis kitab ini Muhamad bin Husain as-Syarif ar-Ridha, tokoh syiah abad 5 H. Kitab ini berisi khutbah, nasehat, dan pesan-pesan sahabat Ali bin Abi Thalib. Namun uniknya, semuanya disampaikan tanpa sanad. Bahkan banyak ulama yang menegaskan bahwa isi buku Nahjul Balaghah adalah kedustaan atas nama Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Berikut beberapa keterangan mereka,
1. Keterangan Imam ad-Dzahabi dalam al-Mizan,
ومن طالع كتابه ” نهج البلاغة ” ؛ جزم بأنه مكذوب على أمير المؤمنين علي (ع)، ففيه السب الصراح والحطُّ على أبي بكر وعمر، وفيه من التناقض والأشياء الركيكة والعبارات التي من له معرفة بنفس القرشيين الصحابة، وبنفس غيرهم ممن بعدهم من المتأخرىن، جزم بأن الكتاب أكثره باطل
Orang yang membaca kitab ‘Nahjul Balaghah’ dia bisa memastikan bahwa itu kedustaan atas nama Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dalam kitab ini terdapat celaan dan penghinaan terang-terangan kepada Abu Bakr dan Umar. Kemudian terdapat pertentangan dan berbagai macam pendapat sangat lemah, serta ungkapan yang jika dinilai oleh orang yang memahami karakter sahabat Quraisy, karakter ulama lainnya setelah mereka, maka dia bisa menyimpulkan bahwa kitab ini umumnya adalah kebatilan. (Mizan al-I’tidal, 3/124).
2. Keterangan Syaikhul Islam,
فأكثر الخطب التي ينقلها صاحب “نهج البلاغة “كذب على علي، الإمام علي (ع) أجلُّ وأعلى قدرا من أن يتكلم بذلك الكلام، ولكن هؤلاء وضعوا أكاذيب وظنوا أنها مدح، فلا هي صدق ولا هي مدح
Umumnya khutbah yang disebutkan penulis ‘Nahjul Balaghah’ adalah kedustaan atas nama Ali bin Abi Thalib. Imam Ali terlalu mulia untuk menyampaikan khutbah demikian. Namun mereka (syiah) membuat kedustaan dan mereka yakini sebagai bentuk pujian. Khutbah ini tidak jujur dan bukan pujian. (Minhajus Sunah, 8/28).
3. Keterangan dalam kitab Mukhtashar at-Tuhfah al-Itsna Asyarah,
ومن مكائدهم – أي الرافضة – أنهم ينسبون إلى الأمير من الروايات ما هو بريء منه ويحرفون عنه، فمن ذلك “نهج البلاغة” الذي ألفه الرضي وقيل أخوه المرتضى، فقد وقع فيه تحريف كثير وأسقط كثيرا من العبارات حتى لا يكون به مستمسك لأهل السنة
Termasuk penipuan mereka – orang syiah –, mereka mengklaim berbagai riwayat atas nama Amirul Mukminin Ali, yang beliau sendiri berlepas diri darinya, sementara mereka menyimpangkannya. Diantaranya kitab ‘Nahjul Balaghah’ yang ditulis oleh ar-Ridha, ada yang mengatakan saudaranya, yaitu al-Murtadha. Dalam buku ini terdapat banyak penyimpangan riwayat dan banyak ungkapan yang tidak layak, sehingga kitab ini tidak dijadikan rujukan dalam ahlus sunah. (Mukhtashar at-Tuhfah al-Itsna Asyarah, hlm 36).
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
---------------------------------------------------------------------------------
Islamkah Abu Thalib?
Ditulis Oleh: Abu Nu’aim Al Atsari  
Comment terakhir by Ali Al-Mujtaba on July 17, 2013 3:08 am

Siapa yang tidak kenal dengan Abu Thalib? Beliau adalah orang yang banyak membantu perjuangan dakwah Islam. Menjadi tameng dari orang-orang jahiliyah yang ingin menghancurkan Islam dan mencelakai Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Alhamdulillah, anak-anak kaum muslimin pun mengenalnya dalam sejarah Islam. Dalam sejarah Islam, Abu Thalib juga disebut sebagai orang yang paling ringan siksanya di Neraka. Dengan kata lain, beliau meninggal dalam keadaan kafir. Padahal, terdapat riwayat, sebagaimana yang sering dibawakan oleh orang-orang Syi’ah, bahwa (sebnarnya) Abu Thalib telah mengucapkan syahadat. Benarkah demikian?
1 (Pendahuluan)
Termasuk aqidah Syi’ah adalah mencintai Ahlul Bait, menurut kriteria mereka walaupun kelewat batas dan menolak hadits yang diriwayatkan kalangan Ahlus Sunnah. Muhammad Husein Ali Kasyif Ghitha’, ulama syi’ah masa kini berkata,
“Sesungguhnya Syi’ah tidak mengakui sunnah (hadits-hadits nabi) kecuali yang diriwayatkan secara shahih dari Ahlu Bait. . . adapun riwayat semisal Abu Hurairah, Samurah bin Jundab, Amr bin Ash dan orang semacam mereka maka menurut Syi’ah Imamiyah tidak ada nilainya. ”1
Lantaran itu mereka meyakini keimanan Abu Thalib dan membuang hadits-hadits shahih yang menginformasikan tentang kekufuran Abu Thalib. Seperti diocehkan tokoh Syi’ah Indonesia, O. Hashem dalam bukunya Saqifah Awal Perselisihan Umat hal 19-27,
“Anak cucu Ali dan Fathimah serta keluarga Rasulullah tidak pernah meragukan keimanan Abu Thalib. Selain madzhab Imamiah, juga kebanyakan penganut Madzhab Zaidiyah dan Madzhab Mu’tazilah menganggap Abu Thalib seorang Mukmin. Dari madzhab ahlu sunnah dapat dibilang satu-satunya hadits shahih yang meriwayatkan kekafiran Abu Thalib adalah dari Abu Hurairah. Tetapi, bagaimana ia dapat menyaksikan peristiwa meninggalnya Abu Thalib sedang pada waktu itu ia berada di desa Daus, Yaman dan baru mencul di Madinah dan masuk islam sepuluh tahun kemudian?2
kemudian menukil dari Tarikh Abi Al Fida’ I/120 dan Kasyf Al Ghummah, Sya’rani, 2/144 bahwa ketika ia akan meninggal ia mengucapkan syahadat. Abbas bin Abdul Muthalib berkata, ” Demi Allah wahai anak saudaraku, ia telah mengucapkan kalimat yang engkau perintahkan untuk diucapkan! Dan Rasulullah bersabda, ”Segala syukur bagi Dia yang memberi hidayat kepadamu, wahai paman!”.
Berkata Ahmad Zaini Dahlan3 dalam tafsirnya4:
”Asy-Syaikh As Suhaimi berkata dalam bukunya Syarh Jauhara serta lain-lain berkata bahwa hadits Abbas memperkuat keyakinan sebagian peneliti (Ahlul Kasyf) bahwa ia (Abu Thalib) adalah seorang muslim. ”
Itulah ocehan O. Hashem. Untuk membantah kedustaan tersebut akan kita nukilkan hadits-hadits yang shahih yang menginformasikan kekafiran Abu Thalib. Takhrij hadits ini kami ambil dari goresan Syaikh Abu Ubaidah Masyhur Hasan Alu Salman dalam Muqodimah Adillatu Mu’taqodi Abi Hanifah Al A’dham Fi Abawai Rasul Alaihis Shalatu Wa Salam hal. 17-23 karya Al Allamah Ali bin Sulthan yang terkenal dengan Mula Ali Al Qori Al Hanafi. Tetapi perlu diingat bahwa para ulama Ahlu Sunnah mengatakan bahwa,
Rafidhah adalah kelompok yang peling berdusta dan mendustakan kebenaran. 5
Diantara contoh kedustaan mereka adalah klaim keimanan Abu Thalib ini dan mendustakan hadits-hadits shahih tentangnya.
2 Hadits Islamnya Abu Thalib
Memang didapati suatu haditas yang mengisahkan bahwa Abu Thalib mengucapkan syahadat ketika akan mati, melalui Ibnu Abbas, berkata;
”Ketika Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam mendatangi Abu Thalib tatkala sakit beliau berkata kepadanya :”Wahai pamanku, ucapkan Laa Ilaaha Illallah, suatu kaliamt yang akan menghalalkan syafaat bagimu pada hari kiamat”. Jawab Abu Thalib, ” Wahai keponakanku, kalaulah bukan karena celaan kepadaku dan kepada keluargaku sepeninggalku, dimana mereka (Quraisy) memandang bahwa aku mengucapkan kalimat itu karena mendekati mati niscaya aku ucapkan. Aku ucapkan kalimat itu untuk menyenangkanmu “, Ketika Abu Thalib mengalami sekarat, terlihat bibirnya bergerak-gerak. Al Abbas mendekatkan telinganya, dia mendengarkan ucapan Abu Thalib, lantas mengangkat kepalanya dan berkata, “Demi Allah, dia telah mengucapkan kalimat yang engkau minta”. Jawab Nabi, Aku tidak mendengarnya”. 6
Derajat hadits
Sanadnya Dha’if, karena ada rawi yang Mubham7. Bahkan hadits dengan redaksi lengkap ini tergolong mungkar8, sebab bertentangan dengan banyak hadits shahih.
Al Hafidz Ibnu Katsir dalam Sirah Nabawiyyah 2/125 berkata, ” Pada sanad hadits ini terdapat rawi mubham, tidak diketahui jati dirinya yaitu “sebagian kelurganya”. Ini termasuk mubham nama dan identitas. Orang seperti ini tidak bisa ditetapkan hukumnya jika dia bersendiri”.
Imam Baihaqi berkata, ”Hadits ini sanadnya terputus, Al Abbas ketika itu belum masuk islam”,
Ibnu Abbas berkata, Abu Thalib sakit, lalu datanglah orang-orang Quraisy dan juga nabi kesana. Disisi Abu Thalib banyak orang laki-laki. Berdirilah Abu Jahl menghalangi nabi. Mereka mengadukan kepada Abu Thalib tentang Nabi. Maka berkatalah Abu Thalib. ”Wahai keponakanku, apa yang engkau inginkan dari kaummu? Jawab Nabi,
“Wahai paman, aku ingin mereka mengucapkan satu kalimat, yang mana orang-orang Arab akan mengikuti agama mereka dan orang-orang ajam (selain Arab) akan membayar jizyah (semacam pajak) kepada mereka”,
Tukas Abu Thalib, ”Satu kalimat!” Jawab Nabi, ”Hanya satu kalimat, yaitu hendaknya mereka mengucapkan Laa Ilaha Illallah. ” Orang-orang Quraisy berkata, “Satu tuhan?! Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir”, Ibnu Abbas berkata, ” lalu turunlah ayat tentang mereka
”Shaad, demi Al qur’an yang mempunyai keagungan. Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. ” Sampai firman Nya “Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir, ini (mengesakan Allah), tidak lain adalah dusta yang diada-adakan”. 9
Sanad lain, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad I/362, Ibnu Jarir dalam Tafsir 23/79, Nasa’i dalam Tafsir 2/218 no. dari jalur Abu Usamah dari Al A’masy dari Abbad bin Ja’far dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas.
Perbedaan nama Al A’masy tidak membuat hadits ini cacat. 10 Karena bisa jadi Al A”masy meriwayatkan dari keduanya. Hanya saja pada gurunya yang pertama (sanad pertama-pen) terjadi perbedaan. Satu kali mengatakan dari Abdun bin Humaid, tapi pada riwayat Tirmidzi, Yahya bin Umarah. Al Bukhari memastikan bahwa yang benar adalah Yahya bin Umarah. Namun Yahya bin Umarah ini majhul karena hanya Al A’masy yang meriwayatkan darinya. Tapi hadits ini shahih lantaran ada Abbad bin Ja’far.
Hadits ini memastikan bahwa Abu Thalib tidak mengucapkan syahdat. Hal ini dikuatkan karena ada kata tambahan pada riwayat Ibnu Jarir pada Tafsirnya 23/80-81 dengan sanad mu’dhal11;
Ketika orang-orang Quraisy keluar, Rasulullah mengajak pamannya untuk mengucapkan Laa Ilaha Illallah Tetapi Abu Thalib tetap menjawab: ”Aku tetap pada agama sesepuh”. Turunlah ayat, ” Sesungguhnya kamu tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi “(Al Qoshosh : 56).


Dari Al Musayyib bin Hazn berkata,

Ketika Abu Thalib hampir mati, Rasulullah mengunjunginya dan mendapati Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah di sisi Abu Thalib. Rasulullah berkata, ”Wahai paman, ucapkan Laa Ilaha Illallah suatu kalimat yang aku akan membelamu karena ucapan itu dihadapan Allah.”
Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata, “Apakah kamu membenci agama Abdul Muthalib?” Beliau terus menerus menawarkan kepada pamannya untuk mengucapkannya, tetapi kedua orang itu terus mengulang-ulang. Hingga akhir ucapan Abu Thalib adalah tetap berada pada agama Abdul Muthalib dan enggan mengucapkan Laa Ilaha Illallah. Rasulullah bersabda,
“Aku benar-benar akan memintakan ampunan bagimu selama tidak dilarang “.
Lalu Allah menurunkan ayat,
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, Walaupun ornag-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik adalah penghuni neraka jahanam. (At Taubah : 113).
Ayat ini diturunkan Allah berkenaan dengan Abu Tholib. Dan Allah berfirman kepada Rasullulah
Sesungguhnya kamu tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (Al-Qoshosh : 56).12


Dari Abu Hurairah, berkata ;

Rasulullah berkata pada pamannya, “ Ucapkan Laa Ilaaha Illallah, aku akan bersaksi untukmu pada hari kiamat “, Abu Thalib menjawab, “ Seandainya orang Quraisy tidak mencelaku dengan mengatakan “ Abu Thalib mengucapkan itu karena hampir mati ”. Lalu Allah menurunkan ayat kepada Rasulullah.13


Dari Al Abbas bin Abdul Muthalib, berkata,


“Wahai Rasullulah, apakah engkau bisa memberi manfaat kepada Abu Thalib, sebab dia dulu memeliharamu dan membelamu?” Jawab beliau, “Benar, dia berada di neraka yang paling dangkal, kalau bukan karenaku niscaya dia berada di neraka yang paling bawah.“14


Dari Abu Sa`id Al Khudri, berkata,

Disebutkan disisi Rasulullah pamannya Abu Thalib, maka beliau bersabda, ” Somoga syafa’atku bermanfaat baginya kelak di hari kiamat. Karena itu dia ditempatkan di neraka yang paling dangkal, api neraka mencapai mata kakinya lantaran itu otaknya mendidih. 15 


Dari Ali bin Abi Thalib, berkata ;

Ketika Abu Thalib mati, aku mendatangi Nabi, kukatakan, “Wahai Rasulullah, pamanmu orang tua yang sesat itu telah mati. Jawab beliau, “Pergilah, kuburkan dia! Aku berkata, “Dia mati dalam keadaan musyrik”, jawab beliau, “Pergilah, kuburkan dia! dan kamu jangan berbuat sesuatu sampai datang kepadaku”. Lantas aku kuburkan kemudian a ku mendatangi Nabi dan beliau memerintahkan aku mandi lalu aku mandi, kemudian beliau berdo`a dengan beberapa do`a yang mana aku tidak suka apabila do`a itu diganti dengan seluruh apa yang ada di permukaan bumi.16


Dari Anas bin Malik, pada kisah islamnya Abu Quhafah. Anas berkata,

”Ketika Abu Quhafah menjulurkan tangannya untuk baiat, Abu Bakar menangis, maka Nabi berkata, ”Apa yang menyebabkan kamu manangis? Jawab Abu Bakar, “Lebih aku sukai jika tangan pamanmu (Abu Thalib) menggantikan tangannya (Abu Quhafah), lalu dia masuk Islam dan dengan begitu Allah membuat engkau rela”, 17
Al Hafidz dalam Al Ishobah 4/1117 berkata,
”Maksud ucapan Abu bakar adalah keislaman Abu Thalib lebih saya sukai ketimbang keislaman bapak saya”,
Jika Abu Thalib Islam (tetapi dia mati kafir -pen). Lanjut Al Hafidz hal. 118,
”Saya berharap Abdul Muthalib dan keluarganya termasuk orang-orang yang masuk islam dengan taat sehingga selamat. Tetapi berita yang shahih tentang Abu Thalib membantah semua itu. Yaitu apa yang disebutkan dalam suatu ayat di surat Al Bara’ah dan hadits shahih dari Al Abbas . . . ”,
Lantas menyebutkan haditsnya dan berkata,
”Ini adalah keadaan orang yang mati dalam keadaan kafir, seandainya dia mati dalam keadaan bertauhid niscaya dia akan selamat dari api neraka. Hadits-hadits yang shahih dan berita yang meluas sudah banyak”.
Dalam Fathul Bari 7/195 beliau berkata,
”Saya mendapati satu kitab yang disusun oleh orang-orang Syi’ah Rafidhoh, mereka banyak memuat hadits-hadits dha’if yang menunjukan keislaman Abu Thalib. Namun tidak ada satupun yang shahih. Taufiq hanya milik Allah”.
Ayat yang dipakai oleh Syi’ah Rafidhoh adalah ;
Maka orang orang yang beriman kepadanya memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al A’raf : 157).
Mereka mengatakan,
”Abu Thalib memuliakan Nabi sebagaimana yang telah masyhur dan diketahui. Dia melawan orang-orang Quraisy dan memusuhi mereka karena membela keponakannya. Hal itu tidak pernah dilakukan oleh seorangpun, jadilah dia orang yang beruntung”.
Al Hafidz mengomentari,
“Sebatas inilah tingkat keilmuan mereka. Saya akui Abu Thalib membela Nabi bahkan membela dengan mati matian. tetapi dia tidak mengikuti cahaya yang diturunkan kepada beliau, yaitu Al Qur’an yang mulia, penyeru kepada tauhid. Tidak akan memperoleh keberuntungan kecuali dengan memperoleh sifat sifat yang tadi”18 (sifat Al Qur’an tadi-pen).
Syaikh Muhammad Baqir Al Mahmudi telah mengerahkan segala upaya namun sia-sia untuk menolak kekafiran Abu Thalib dalam ta’liqnya (komentar) terhadap kitab Khoshois Ali hal. 266-273. Dia berdalil dengan beberapa hal, dimana orang yang sedang berduka karena kematian anaknya pun akan menertawakannya. Dia juga berdalil dengan riwayat-riwayat yang tidak berdasar dan bertentangan dengan riwayat yang shahih. Ini menunjukan kejahilan dan kedangkalan pemahamannya. Dia memberikan komentar dengan memfasikkan Abu Bakar dan Umar bahkan mengkafirkan keduanya!!
Sebagian orang Syi’ah Rafidhoh mengarang kitab yang dinamakan Asna Matholib Fi Najati Abi Thalib, mereka penuhi kitab-kitab tersebut dengan kata-kata yang buruk, kedustaan, dan cerita dusta kepada Ahlus Sunnah. Untuk membantahnya memerlukan karangan tersendiri. Kesimpulannya, riwayat-riwayat shahih menetapkan bahwa Abu Thalib mati kafir. Inilah pendapat Ahlus Sunnah. Ibnu Asakir ketika menuliskan sejarahnya, berkata,
”Ada yang berpendapat Abu Thalib masuk Islam, (dijawab) keislamannya tidak benar”.
Usai memastikan Abu Thalib mati kafir dalam sirahnya 2/132, Al Hafidz Ibnu Katsir berkata,
”Seandainya Allah tidak melarang kita memintakan ampunan bagi orang-orang musyrik, niscaya kita akan memintakan ampunan kepada Abu Thalib dan mendo’akan agar mendapatkan rahmat”.
Faedah yang dapat diambil dari kisah ini :
Bantahan kepada orang-orang yang berpendapat bahwa Abu Thalib beriman, seperti Syi’ah Rafidhoh.
Yang mampu memberikan hidayah dan taufiq itu hanya Allah bukan selainnya. Jika Nabi memiliki hidayah taufiq ini, menghilangkan kesusahan, menghapuskan dosa, menyelamatkan dari adzab dan semacamnya niscaya orang yang paling pantas mendapatkan adalah Abu Thalib karena dia banyak berkorban bagi Nabi, memelihara dan membela dakwahnya.
Bantahan terhadap orang orang yang meminta, Istighotsah dan bertawassul kepada Rasulullah, karena Rasulullah tidak mampu menolong pamannya ketika beliau masih hidup. Lantas bagaimana mungkin beliau menolong orang orang yang meminta kepadanya sedangkan beliau telah wafat.
Diharamkan meminta ampunan kepada orang kafir walaupun keluarga dekat.
Catatan Kaki
1
Ashlu Syi’ah Wa Ushuluha, hal, 79 , seperti dalam Ushul Madzhab Syi’ah Imamiyah Itsna Asy’ariyah, I/343, Dr. Nashir Al Qifari.
2
Kedustaan O. Hashem terhadap sahabat mulia, Abu Hurairah lihat (Majalah Al-Furqon) edisi 6 th. 3.
3
(Dia adalah -red. vbaitullah) orang yang sangat membenci dakwah tauhid dan banyak membuat kedustaan terhadap imam Muhammad Abdul Wahhab, semoga Allah memberi balasan yang setimpal. Lihat (majalah Al Furqon -red. vbaitullah) edisi 3 tahun 4.
4
Al halbiyyaah, jilid 1/194.
5
Minhajus Sunnah, Ibnu Taimiyah 4/51 dan mukhtasarnya, Imam Dzahabi, hal 21-23 seperti dalam Ushul Madzhab Syi’ah, 1/366.
6
Dikeluarkan oleh Ibnu Ishaq dalam Sirahnya, Al Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah 2/346 dengan sanad yang sama (dengan sanad Ibnu Ishaq) dari Al Abbas bin Abdillah bin Ma’bad dari sebagian keluarganya dari Abbas.
7
Rawi mubham
adalah rawi yang tidak diketahui nama dan jati dirinya.
8
Hadits mungkar
adalah hadits dha’if yang menyelisihi hadits shahih.
9 Diriwayatkan oleh Nasa’i dalam Sunan Kubra, kitab tafsir dalam no. 456, seperti disebutkan dalam Tuhfatul Asyraf 4/456, Tirmizi 3232, Ibnu Jarir dalam Tafsir 23/79, Al Hakim dalam Mustadrak 2/432, Baihaqidalam Dalail Nubuwwah 2/345 dan Sunan Kubra 9/188, dari jalan Sufyan dari Al A’masy, dia berkata,
”menceritakan kepada kami Yahya Bin Umarah dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas dengan tidak menyebut tambahan redaksi islamnya Abu Thalib-berkata. . .
Tirmidzi berkata, ”Ini hadits hasan”. Tetapi Al Mizzi dalam Tuhfah menukil ucapan Tirmidzi, ”Hasan shahih”. Kata Al Mizzi pula, ”Yahya bin Sa’id meriwayatkan hadits semisal ini dari Sufyan dari Al A’masy. Yahya bin Umarah berkata, ”Menceritakan kepada kami Bandar, dia berkata, ” Menceritakan kepada kami, ” Yahya bin Sai’d dari Sufyan Hadits semisal ini dari Al A’masy.
10 Maksudnya pada hadits pertama Al A’masy meriwyatkan dari Yahya bin Umarah tetapi pada hadits kedua (riwayat Ahmad dan lainnya) Al A’masy meriwayatkan dari Abbad bin Ja’far-pen. 11 Mu’dhal adalah gugurnya dua orang rawi atau lebih di tengah sanad secara berurutan. 12 Dikeluarkan oleh Bukhari dalam Shahihnya, kitab tafsir No. 4675 dan 4772, Muslim 24,Nasa`i dalan Sunan Kubro 250, 403 (seperti disebutkan dalam Tuhfatul Asyraf, Al Mizzi 8/387) dan Al Mujtaba 4/90-91, Abu Awanah dalam Musnad I/14-15, Ahmad 5/433, Ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar 3/187,Ibnu Mandah dalam Al Iman No. 37, Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 978, Ibnu Jarir dalam tafsirnya 11/30, 20, Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah 2/342-343, Al Baghawi dalam Syarhu Sunnah 5/55-56, Ibnul Banna`dalam Fadhlul Tahlil no. 47, Al Wahidi dalam Asbabun Nuzul 177, dari berbagai jalan dari Az-Zuhri dari Sa`id Al Musayyib dari bapaknya (Al Musayyib bin Hazn). Ini redaksi bukhari no. 4772.
Al Hakim dalam Mustadraknya 2/335-336 meriwayatkan hadits tersebut dari jalur Sufyan bin Husen dari Az Zuhri dari Sa`id bin Musayyid dari Abu Hurairah, lalu berkata, “Sanadnya Shahih“ dan disetujui Adz Dzahabi.
Sufyan bin Husen ini tsiqoh (terpercaya), tetapi kalau meriwayatkan dari Az Zuhri tidak demikian lantaran berlawanan dengan banyak perawi yang lebih terpercaya dan lebih banyak dari para murid Az Zuhri. Mereka menjadikan hadits ini dari Al Musayyib bin Hazn bukan dari Abu Hurairah. Memang benar didapati juga hadits shahih yang semakna dengan hadits ini dari Abu Hurairah namun sanadnya lain.
13 Dikeluarkan oleh Muslim 25, Abu Awanah dalam Musnad 1/15,Ahmad 2/434, Tirmidzi dalam Al Jami` 5/341 no. 3188, Ibnu Hibbandalam Shahi no. 6237, Ibnu Mandah dalam Al Iman no. 38 dan 39, Ibnu Jarir dalam Tafsir 20/58, Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah 2/344 -345, dan dari jalur Yazid bin Kaisan dari Abi Hazin Al Asyja`i dari Abu Hurairah. 14Dikeluarkan oleh Bukhari no. 3883, 6208, 6572, Muslim 209, AhmadI/206, 207, 210, Al Humaidi dalam Musnad I/219, no. 460, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf 13/165, Abdur Razaq dalam Mushonnaf no. 9939, Ibnu Mandah dalam Al Iman no. 958, 961, Abu Ya`la 12/53, 54, 78, no. 6694, 6695, 6715, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq I05, Al Jauroqonidalam Al Abathil wal Manakir was shihah wal masyahir I/237-238, Baihaqidalam Dalail Nubuwwah 2/346 dan dalam Al Ba`tsu wan Nusyur no. 10-12 dari hadits Al Abbas bin Abdul Muthalib.
Hadits ini menjelaskan kebathilan yang disandarkan kepada Al Abbas di muka bahwa dia mendengar Abu Thalib mengucapkan kalimat Tauhid. Jika dia mendengar tentunya dia tidak akan bertanya kepada Nabi. Perkara ini sangat gamblang. Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Al Ishobah 4/117 berkomentar,
”Inilah yang benar, membantah riwayat yang dituturkan oleh Ibnu Ishaq. Seandainya Abu Thalib mengucapkan kalimat Tauhid niscaya Allah tidak akan melarang Nabi-Nya memintakan ampun baginya. Jawaban ini lebih pas ketimbang jawaban lain yaitu bahwa Al Abbas belum menunaikan syahadat ini yang karenanya dia muslim. Tetapi dia menyebutkan syahadat ini sebelum keislamannya lantaran itu syahadat Al Abbas tidak diterima”.
15 Dikeluarkan Bukhari 3885, 6564, Muslim 210, Ahmad 3/9, 50, 55,Ibnu Hibban dalam shahihnya 6238, Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah 2/347, dan dalam Al Ba`tsu wan Nusyur no. 9, Al jauroqoni dalam Al Abathil I 238 dari hadits Abu Sa`id Al Khudri.
16 Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah 3/269, 347, Abdur Rozzaq dalam Mushonnaf 6/39, Ibnu Sa’d dalam Thobaqot kubra 1/124, Ahmad 1/97, 131, Nasa’i dalam sunan kubra 1/110, Al Mujtaba 1/110, 4/79-80, danKhoshois Ali no. 149, Ath-Thoyalisi no. 122, Abu Dawud no. 3214,Syafi’i dalam Musnad 1/209, Ibnul Jarud dalam Al Muntaqo no. 550, Abu Ya’la dalam Musnad 1/334-335no. 423, Ibnu khuzaimah seperti yang disebutkan dalamdalam Al Ishobah 1/117, Ibnu Hazm dalam Al Muhalla 5/123, Baihaqi dalam Sunan Kubro 1/110, dan dalam Dalail Nubuwwah 2/102, Al Khatib dalam Talkhishul Mutasyabih 2/832, Ibnu Sayidinasdalam Uyun Atsar 1/132 dari jalur Abu Ishaq As Sabi’l dari Najiyah bin Ka’b Al Asadi dari Ali bin Abi Tholib.
Sebagian Ulama menyangka hadits ini dha’if kareana beberapa sebab, diantaranya kedha’ifan Najiyah bin Ka’b, Baihaqi dalam Sunan Kubra mendha’ifkannya, dia menukil dari Ibnul Madini yang mengatakan bahwa tidak ada yang meriwayatkan dari Najiyah selain Abu Ishaq, ‘Adalah (kredibilitas) Najiyah tidak diakui Bukhari dan Muslim dan tidak ada penyebutan di dalam Shahih bukhari dan Muslim bahwa Ali memandikan bapaknya. An Nawawi dalam Al Majmu’ 5/144, juga mendha’ifkannya.
Cacat lainnya Abu Ishaq adalah seorang Mudallis dan Mukhtalath (hafalannya telah goyah), lebih-lebih lagi dia bersendiri dalam riwayat.
Tetapi semua cacat tadi ternyata terbantah. Tentang dha’ifnya Najiyah, Ibnu Ma’in berkata “ Shalih”, Abu Hatim dalam Jarh wa Ta’dil berkata, ” Dia seorang syaikh”. Ucapan Ibnul Madini bahwa Abu Ishaq hanya sendirian meriwayatkan dari Najiyah, ini tidak benar. Sebab ada Rawi lain yang meriwayatkan darinya yaitu Abu Hassan Al A’raj, seperti disebutkan Bukhari dalam Tarikhnya 4/2/107.
Selain Abu Hassan, periwayat dari Najiyah adalah Amr bin Yunus. Ibnu Hajar menukil perkataan Baihaqi dalam Talkhis Habir 2/114, namun dia tidak setuju dengan mengatakan, “ Inti ucapan Baihaqi bahwa Najiyah adalah dha’if, namun tidak nampak nyata kedha’ifannya. Bahkan Ar Rafi’i mengatakan bahwa Najiyah bin Ka’b seorang yang Tsabit (kokoh) dan terkenal. Selain itu dia ditsiqohkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Ats tsiqoh dan Al Ijli dalam Tarikh Tsiqoot.
Adapun Bukhari dan Muslim tidak berhujjah denganya, ini tidak mencacatnya, sebab keduanya tidak mesti mengeluarkan hadits dari setiap orang yang Tsiqoh (terpercaya). Tuduhan Abu Ishaq adalah seorang Mudallis, memang benar. Tetapi dia meriwayatkannya dengan “Tahdist” (Haddatsana / haddatsani mengabarkan kepada kami/ku pen).
Diriwayatkan lagi bahwa Syu’bah meriwayatkan darinya. Telah shahih bahwa Syu’bah mengatakan, “Aku jamin bagi kalian tadlisnya tiga orang; A’masy, Qotadah, dan 
CateAbu Ishaq As Sabi’i”, Tuduhan bahwa Abu Ishaq telah rusak hafalannya, dijawab bahwa Sufyan Ats Tsauri telah meriwayatkan darinya dan dia adalah orang yang terpercaya dalam meriwayatkan dari Abu Ishaq. Tambahan lagi, Ibrohim bin Thohman juga meriwayatkan dari Abu Ishaq. Bahkan lebih dahulu dibanding Sufyan. Adapun sendirinya dalam meriwayatkan dari Najiyah, ini tidak mengapa, apalagi kalau ada riwayat penguat! Yaitu:

Riwayat imam Ahmad 1/103 dan anaknya Abdullah dalam Zawaid Musnad 1/129, Abu Ya’la 1/335-336 no. 424, Ibni Adi dalam Al Kamil 2/738-739, Al Bazzar dalam Al Bahri Az Zikhor 2/207 no. 592, Baihaqi dalam Sunan Kubro 1/304 dan 305, dari jalur Al Hassan bin Yazid Al Ashom dari Ismail bin Abdurahman As Suddi dari Sa’d bin Ubaidah dari Ali, Daruquthni dalam Al ‘Illal no. 484 menilai bahwa sanad petama lebih benar, sebab tambahan nama Sa’d bin Ubaidah adalah kekeliruan. Sanad ini dishahihkan oleh syaikh kami Al Albani dalam Ahkam Janaiz hal. 134, dan dalam penshahihan beliau benar.

17 Al Hafidz berkata, ”Sanadnya Shahih“ diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad 3 /120,Abu Ya’la 5/216-217 no. 2831; Al Bazzar 3/373-374 no. 2981 seperti dalam Kasyful Atsar, Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 1476, Al Hakim 3/244-245 dengan sanad sama seperti diatas namun mereka tidak menyebutkan ucapan Abu Bakar tersebut.
Al Hakim berkata, ”Shahih menurut syarat Bukhari Muslim”, disetujui Adz dzahabi. Tetapi ini salah, sebab Muhammad bin Salamah Al Bahili tidak dipakai oleh Bukhari. Jadi hadits ini menurut syarat Muslim saja.

Al Haitsami berkata dalam Majma’ zawaid 5/159-160, ” Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Ya’la, Al Bazzar dan rijal (perawi) Ahmad adalah perawi kitab shahih”.

18 Al Ishobah 4/118
Related
May 5, 2007
kategories: Manhaj, Sirah Sahabat . . Author: abu ghonam
29 Comments
Comment by abu thalib on December 10, 2008 7:02 pm
bila abu thalib selaku paman nabi yang telah mencurahkan hampir seluruh hidupnya untuk keponakannya bahkan rela untuk menempatkan posisi anaknya ditempat tidur nabi ketika posisi nabi terancam dikatakan kafir bagaimana dengan anda????
Comment by abu on October 6, 2010 4:24 am
sesungguhnya tidak ada kaitan dalam hal ini antara amalan dan keimanan, jika amalan itu boleh tanpa keimanan maka berarti engkau juga menganggap orang2 selain islam bisa masuk surga setelah diutusnya nabi muhammad? karena mereka juga banyak beramal baik walau tidak beriman?? permasalahannya bukan banyak membantu atau hubungan kekeluargaannya, tetapi orang yang tidak mengakui dan mengucap syahadat secara jelas telah kafir terhadap Allah..
Comment by gustree on June 4, 2012 5:39 pm
setuju atas pernyataan antum,laknatulloh bagi pembenci ahlul bait nabi suci saww
Comment by Dirga on June 19, 2009 5:16 am

PERLU HATI2 MENGKAFIRKAN KELUARGA DAN SAHABAT NABI AS

Tuan, Sungguh ngeri mendengar pengkafiran terhadap salah seorang kerabat Nabi saw. Sementara disatu sisi kita begitu menjauhkan diri untuk mengkafirkan sahabat nabi. Apalagi, sudah lazim salah seorang ulama dari mazhab A menganggap lemah hadis yang disampaikan oleh Ulama dari lain atau mazhab B.

Sebagai sebuah pertimbangan, (semuga pembaca tidak apriori, belum-belum hadis yang saya paparkan dalam tulisan ini akan dianggab lemah atau dhoif), beberapa hadis kita (ahlusunnah) yang menguatkan keimanan Abu Thalib.

SYARH NAHJU AL-BALAGHAH, Ibnu Abil Hadid, juz 14 hal 69, cet Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, menyatakan bahwa Nabi saw bersabda, “Saya dan orang yg menanggung anak yatim seperti dua orang ini akan masuk sorga.”

Yang dimaksud adalah Abu Thalib ra yang menanggung Nabi sjk kecil sbg anak yatim.
Dalam kitab yg sama, juz 14 hal 67 disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jibril mengatakan kepadaku, ‘Sesungguhnya Allah memberi kesempatan kpdmu utk memberi syafaat kpd 6 org: yg mengandungmu (Aminah binti Wahhab, yg memiliki tulang sulbi dmn engkau diturunkan), Abdullah bin Abdul Muthalib (yg menanggung hidupmu), Abu Thalib (yg sll melindungi dan beri pengayoman), Abdul Muthalib, dan saudaramu yg diperuntukkan bgmu pd masa jahiliyah….’
DALAM KITAB YG SAMA, juz 14 hal 70 Ibnu Abil Hadid menyatakan bahwa hadis tentang dibakarnya Abu Thalib di Neraka adlh diriwayatkan oleh banyak org namun ujungnya adalah Mughirah bin Syu’bah. Dimana bkn rahasia lagi bahwa Mughirah dikenal sbg org yang berlebihan kebenciannya kpd Imam Ali dan kpd keluarga Bani Hasyim.
DALAM KITAB YG SAMA, juz 14 hal 71-81, Ibn Abil Hadid menuliskan syair2 Abu Thalib sbb: “Saya berlindung kpd pemilik rmh ALLah ini dr setiap org yg bermaksud jahat dan dr org kafir yg mengadu domba kami, dan dr org2 yg murtad pd agamanya. Demi Allah, sdh ada dlm pundakku kecintaanku pd Ahmad. Aku mcintainya bagai seorang yg saling mencinta. Aku yakin akan kebenaran dirinya. Nampak jelas agamanya yg haq, tak tersentuh sedikitpun oleh kebatilan”
Syair Abu Thalib lainnya adalah, “Wahai saksi Allah, Saksikanlah! Sesungguhnya diriku berada pd agama Nabi Muhammad. Siapa sj dpt mjd sesat dlm agama, namun sesungguhnya diriku telah diberi petunjuk”
DALAM AL-TADZKIRA, Sabath Ibn al-Jauzi, hal 18 cet Beirut, kumpulan syair Abu Thalib. dari sini akan didapati bagaimana keimanan Abu Thalib pd Agama Muhammad saw.
DALAM YANABI’UL MAWADDAH, Hafizh Sulaiman Qunduzi, bab 52, mengutip Abu Usman Amru bin Bahrul Jahizh, “Dia (Abu Thalib) adalah pembela Nabi, penolongnya, pengasihnya, pendidiknya, peengasuhnya. Dia jg mengimani kenabiannya….”
Lalu, setelah itu…
coba kita pelajari sejarah hitam umat Islam pd masa Muawiyah yg telah menghitamkan sejarah kerabat Nabi saw, terutama ketika adanya caci maki yg diperintahkan oleh Bani Umayah itu atas Imam Ali dan kedua putranya (hasan dan Husain) cucu kesayangan Rasul.
Ada indikasi kuat bahwa pd zaman Muawiyah banyak berkeliaran hadis2 palsu. Dan coba pelajari pula tentang diperintahkannya (dan itu tlh terjadi) pembakaran kitab2 selain al-Quran.
Karenanya, mengkafirkan kerabat nabi (yg tdk disepakati oleh semua ulama) adalah hal yg miris. Sementara, kita begitu hampir-hampir mengharamkan mencaci para sahabat..
Bagi penulis, jg pembaca budiman, Abu Thalib adalah tokoh yg msh dlm perdebatan apakah dia menjadi kafir atau tetap mukmin.
Comment by abu on October 6, 2010 4:31 am
mungkin klo tentang masalah abu thalib anda masih ragu, pertama kali lebih baik anda mempelajari apa2 yang anda sebut dgn org2 wahabi dan ajarannya, apakah memang sesat atau sebenarnya itu cuma doktrin dari kaum syiah yang memang terlalu mengagungkan sahabat ali sampai mengkafirkan sahabat2 yang lain??
Comment by Daud on July 2, 2009 4:43 am
KALO HADITSNYA PALSU BUAT APA DIPERCAYA…. APALAGI KALO DIAMBIL DARI ORANG-ORANG RAFIDHOH AL KADZABBBBB…………………
Comment by arsyad al-farisi on December 4, 2010 11:22 pm
@mas daud jangan smbrangan bilang hadist palsu klo cma dhoif.. anda mw termasuk dalam golongan kafir.
@mas abu coba anda fikir klo seandainya tidak ada abu tholib, bagaimana dgn dakwah rasul tentu tidak akn bisa bukan..
Comment by aphik on January 23, 2012 5:29 pm

ijin copas..

koq berani membantah tanpa dalil ya?
Comment by abu imam on April 14, 2013 9:03 am

ANDA MAU TAHU DALILNYA :

lihat coment saya 14 april 2013.

dan tambahan lagi

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengangkat bapak-bapakmu dan saudara-saudaramu sebagai pemimpin jika mereka lebih mencintai kekafiran dari pada keimanan. Barangsiapa diantara kamu mengangkat mereka menjadi pemimpin, mereka adalah orang-orang zalim. (QS. at-Taubah : 23).

Engkau memintakan ampunan atau tidak memintakan ampunan bagi mereka, meskipun engkau memintakan ampunan sebanyak 70 kali, Allah tidak akan mengampuni mereka. Hal yang demikian itu karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang yang fasik.

(QS. at-Taubah: 23 dan 80)
Kedua ayat ini turun sebelum at-Taubah 113 (ayat yang digunakan untuk memusuhi Abu Thalib), dan-kami akan menyimpulkan diskusi ini dengan memberi pernyataan kepada orang-orang yang Menuduh Abu Thalib. Pertama, mungkinkah bahwa Nabi memohon ampunan bagi Abu Thalib (Semoga Allah meridhainya) terutama apabila 2 ayat ini menyatakan bahwa hal itu sia – sia ia, dengan menganggap bahwa Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir? Jika ya, tindakan tersebut bertentangan dengan Quran dan kehendak Allah Yang Maha Besar. Kedua, kenyataannya adalah bahwa ayat 113 hanya perintah kepada Nabi Muhammad secara umum, dan bukan keprihatinan untuk sesuatu yang tidak dilakukan Nabi.
Pembaca sejarah Islam mengetahui bagaimana suku Quraisy memberikan peringatan kepada Abu Thalib untuk menghentikan kemenakannya yang merendahkan nenek moyang mereka, menghinakan tuhan-tuhan mereka dan mengejek pendapat mereka. Jika tidak, Nabi Muhammad akan berhadapan dengan mereka di medan perang hingga salah satu dari mereka hancur. Abu Thalib tidak ragu bahwa menerima tantangan suku Quraisy akan mengakibatkan kemusnahan sukunya. Namun ia tidak menekan kemenakannya untuk menghentikan kampanyenya. la hanya memberitahu tentang peringatan suku Quraisy dan dengan lembut berkata padanya, “Selamatkanlah aku dan dirimu, wahai kemenakanku, dan janganlah engkau bebani aku dengan sesuatu yang, tidak dapat aku pikul !”

Ketika Nabi Muhammad SAW menolak peringatan tersebut, dungan mengatakan pada pamannya bahwa ia tidak akan mengubah pesan pemilik semesta alam, Abu Thalib langsung mengubah sikapnya dan memutuskan untuk bergabung dengan Nabi Muhammad hingga akhir hayat. Hal. ini merupakan bukti pernyataan yang ia sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, “Kembalilah, kemenakanku, lanjutkanlah, katakanlah semua yang engkau sukai. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu setiap saat.”

(i: Sirah Nabi Muhammad, Ibnu Hisyam, jilid 1, hal. 266; Tabaqat ibn Sa’d, jilid 1, hal. 186, Tarikh at-Thabari, jilid 2, hal. 218; Diwan Abu Thalib, hal. 24; Syarh ibn al-Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 2, hal. 258; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 117; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 306)
masih belum juga membuka mata hati antum ?
Comment by abu imam on April 14, 2013 9:08 am
Abu Thalib memenuhi janji besarnya dengan cara yang berbeda. Ketika seorang Mekkah melemparkan kotoran kepada Nabi Muhammad ketika ia tengah shalat, Abu Thalib sambil mengacungkan pedang, pergi mengamit tangan kemenakannya hingga ia sampai ke Mesjid Suci. Sekelompok musuh sedang duduk di sana dan ketika beberapa orang berusaha untuk membela Abu Thalib ia berkata kepada mereka, “Demi Dia yang diyakini Muhammad, jika ada dari kalian yang berdiri, aku akan memukulnya dengan pedangku!”

Perhatikanlah beberapa baris berikut dari referensi hadis Sunni: Ketika seseorang bersumpah, ia bersumpah dengan sesuatu yang memiliki kesucian bagi dirinya, dan bukan sesuatu yang tidak ia yakini. Pernyataan diplomatis tadi membuktikan kepada orang-orang berakal bahwa ia meyakini Tuhannya Muhammad, Yang Maha Esa dan Maha Besar. Kemudian Abu Thalib meminta Nabi Muhammad, orang yang dipermalukan. Dan sebagai jawabannya, Hamzah diperintahkan oleh Abu Thalib untuk mengotori orang yang menunjukkan kebencian kepada Nabi Muhammad dengan tanah. Pada peristiwa inilah Abu Thalib berkata, “Aku meyakini bahwa agama Muhammad adalah agama yang paling benar dari semua agama yang ada di alam semesta.”

( Khazanatal Adab, Khatib Baghdadi, jilid 1, ,hal. 261; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 42; Syarh, Ibnu Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 120; Fathul BRri (syarah Shahih al-Bukhari), jilid 7, hal. 153; al-Ishabah, jilid 4, hal. 116; as-Sirah alHalabiyyah, jilid l, hal. 305; Talba tul Thalib, hal. 5.)
Abu Thalib yang mempercayai kemenakannya sebagai penerima wahyu dari langit, tanpa ragu pergi menemui orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada mereka apa yang telah diceritakan Muhammad kepadanya. Percakapannya dicatat sebagai berikut. -
Muhammad telah memberitahu kami dan aku ingin bertanya kepada kalian untuk membuktikannya kepada kalian. Karena apabila benar, maka aku meminta kalian untuk memikirkan kembali daripada menyengsarakan Muhammad atau munguji kesabaran kami. Percayalah kepada kami, kami lebih suka mempertaruhkan nyawa kami daripada menyerahkan Muhammad kepada kalian. Dan jika Muhammad terbukti salah dalam ucapannya, maka kami akan menyerahkan Muhammad kepada kalian tanpa syarat. Dan kalian bebas memperlakukannya sebagaimana yang kalian kehendaki, membunuhnya atau membiarkannya tetap hidup.

Mendengar tawaran Abu Thalib, suku Quraisy sepakat untuk memeriksa dokumen tersebut, dan mereka terkejut ketika melihat dokumen itu telah dimakan ular, hanya nama Allah saja yang masih tertulis di sana. Mereka berkata bahwa hal itu adalah sihir Muhammad. Abu Thalib berang kepada suku Quraisy dan mendesak mereka agar menyatakan bahwa dokumen tersebut digugurkan dan pelarangan itu dihapuskan. Kemudian ia (abu thalib) menggenggam ujung kain Kabah lalu mengangkat tangan lainnya ke atas lalu berdoa, “Ya Allah! Bantulah kami menghadapi orang-orang yang telah menganiaya kami…!”

(Tabaqat ibn Sa’d, jilid 1, hal. 183; Sirah ibn Hisyam, jilid l, hal. 399 dan 404; Awiwanui Ikbar, Qutaibah, jilid 2, hal. 151; Tarikh, Ya’qubi, jilid 2, hal. 22; al-Istiab, jilid 2, hal. 57; Khazantul Ihbab, Khatib Baghdadi, jilid 1, hal. 252; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 84; al-Khasais al-Kubra, jilid 1, hal. 151; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 286.)
Comment by abu imam on April 14, 2013 9:14 am
Ketika Nabi Muhammad masih kecil, di saat hujan jarang turun, Abu Thalib membawanya ke Rumah Suci Kabah. la berdiri dengan punggung menyentuh dinding Kabah dan mengangkat Nabi Muhammad dengan memangkunya. la menjadikan perantara dalam doanya kepada Allah meminta hujan. Nabi Muhammad juga berdoa bersamanya dengan wajah menghadap ke atas. Belum lagi doa usai, awan hitam muncul di langit dan hujan turun dengan deras. Peristiwa ini ia sebutkan dalam syair yang disusun oleh Abu Thalib:
Tidakkah kalian lihat?
Kami mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang Nabi sebagaimana Musa
la telah diramalkan pada kitab-kitab sebelumnya
Wajahnya yang memancarkan cahaya merupakan perantara tururmya hujan

la adalah mata air bagi para yatim piatu dan pelindung para janda.

(Syarah al-Bukhari, Qastalani, jilid 2, hal. 227; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, ha1.125)
Menjelang ajalnya, Abu Thalib berkata kepada Bani Hasyim:

Aku perintahkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada Muhammad. la adalah orang yang paling terpercaya di antara suku Quraisy dan paling benar di kalangan bangsa Arab. la membawa ayat yang diterima oleh hati dan disangkal oleh bibir karena takut permusuhan. Demi Allah barangsiapa yang mengikuti petunjuknya ia akan mendapat kebahagiaan di masa datang. Dan kalian Bani Hasyim, masuklah kepada seruan Muhammad dan percayailah dia. Kalian akan berhasil dan diberi petunjuk yang benar. Sesungguhnya ia adalah penunjuk ke jalan yang benar.”

(al-Muhabil Bunya, jilid 1, hal. 72; Tarikh alKhantis, jilid 1, hal. 339; Balughul Adab, jilid 1, hal. 327; as-Sirah alHalabiynh, jilid 1, hal. 375; Sunni al Muthalib, jilid 5; Uruzul Anaf, jilid 1, hal. 259; Tabaqat ibn Sa’d, jilid l, hal. 123.)
Diriwayatkan dalam kitab Bayhaqi, Dalail Nubuwwah, bahwa menjelang lepas jiwa Abu Thalib dari raganya, bibirnya terlihat bergerak-gerak. Abbas (paman Nabi Muhammad) mendekatkan diri untuk mendengar apa yang ia katakan. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan berkata, “Demi Allah ia telah mengucapkan kalimat yang engkau minta, ya Rasulullah!”
(Daiail Nubuzuwah, Baihaqi, jilid 2, ha1.101; Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146, sebagairnana yang dikutip pada buku Siraturt Nabi, Syilbi Numani, jilid 1, hal. 219-220)
Pada hadis lain, Imam Jafar Shadiq berkata:

Ketika Imam Ali sedang duduk di Ruhbah di Kufah, dikelilingi oleh sekelompok orang, seorang lelaki berdiri dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Engkau memiliki kedudukan yang teramat tinggi yang Allah anugerahkan kepadamu tetapi ayahmu menderita di neraka.” Imam menjawab, “Tutup mulutmu! Semoga Allah membuat mulutmu buruk. Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan kebenaran, sekiranya ayahku memberi syafaat kepada setiap orang berdosa di muka bumi ini, Allah akan menerima syafaatnya

( al-Ihtijaj, Thabarsi, jilid 1, hal. 341)
kalo semua bukti sudah diberikan dan antum masih menutup mata silahkan saja antum bawa keyakinanmu itu sampai mati dan tetaplah antum seperti itu semoga saja antum tidak ditanya allah diakhirat nanti. atau jangan2 Allah ridho atas ucapan antum yg memvonis abu thalib mati dalam keadaan kafir. …..
Comment by abu imam on April 14, 2013 8:56 am
apa pendapat antum dengan perkataanahli sejarah seperti ibnu ishaq dan ibnu hisyam dalam sirah nabawiyah yg menyatakan abu thalib mati dalam keadaan muslim hal itu terlihat sebelum mati bibir abu thalib bergerak dan mengucapkan 2 kalimat sahadat. berikut pernyataan ibnu hisyam yg mengutip perkataan ibnu ishaq :

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Abu Thalib menjelarag ajal, bibirnya bergerak-gerak. Abbas yang hingga saat itu masih menjadi orang non-Muslim, mendekatkan telinganya ke bibir Abu Thalib dan berkata bahwa ia tengah mengucapkan 2 kalimat syahadat sebagaimana yang Rasulullah inginkan.

(Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146.)
Kami juga menemukan penafsiran yang sangat mengherankan, dari penafsir Sunni yang dihormati, Fakhruddin Razi dalam tafsirnya dengan sumber surah Qashash ayat 56. la menyebutkan ayat ini tentang Abu’ Thalib, ‘bukan’ karena pendapat pribadinya, tetapi dari beberapa ulama lainnya. Anehnya, ia mengakui bahwa ayat ini tidak dapat dikait-kaitkan kepada keimanan Abu Thalib ( Tafsir al-Kabir, jilid 25, hal. 3.)
Hai orang – orang yang beriman ! Jangan kamu memilih orang – orang kafir menjadi pelindung dengan mengesampingkan orang – orang beriman. Apakah kamu memberikan bukti yang jelas kepada Allah yang menentangmu? (QS. an-Nisa : 144).

Surah ini adalah surah Makkiyah, yang menganjurkan orang-orang beriman untuk tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai pelindung dan penolong mereka. Bagaimana bisa Nabi meminta pertolongan dari orang-orang kafir jika kita anggap Abu Thalib adalah orang kafir?’ Tentunya ayat ini turun sebelum surah at-Taubah yang menjadi fokus perhatian kami.

( Tafsir, Qurthubi, jilid 5, hal. 1)
fakta menyatakan abu thalib sebagai pelindung dan penolong nabi saw saat awal kenabian bahkan abu thalib rela mengorbankan dirinya, keluarga bahkan bani muthalib dan bani hasyim dia korbankan untuk melindungi nabi saw dari kaum kafir qurasy. Padahal kita tahu dalam sejarah ketika embargo dilakukan kepada bani hasyim karena keenganan abu thalib menyerahkan nabi saw. beliau memilih lapar, kehausan pemutusan kekeluargaan mungkinkah dengan pengorbanan beliau tsb akan sia-sia hanya karena hadist palsu siabu hurairah dan ibnu musayyab tersebut ? pikir dan renungkan wahai orang yg berakal.
Bahkan sejarah mencatat sahabat 2 utama seperti abu bakar, umar dan usman yg telah memeluk islam tidak pernah membantu mensuplay makanan atau berusaha menyakinkan kaumnya seperti bani adiy, bani bakar utk menyetop embargo tersebut.
HANYA ORANG GILA YG MENYATAKAN ABU YHALIB MATI DALAM KEADAAN KAFIR.
Comment by younedi on April 23, 2013 2:14 am

penulis bloq berkata:

Imam Baihaqi berkata, ”Hadits ini sanadnya terputus, Al Abbas ketika itu belum masuk islam”,

jawab

memang antum licik sekali dan kelihatan betul antum itu seorang nashibi ( pembenci keluarga nabi). kalo dalil dari abas antum katakan tidak bisa diterima karena pada saat itu abas bin abdulmuthalib belum memeluk islam, LALU MENGAPA ANTUM TERIMA RIWAYAT DARI ABU HURAIRA DAN MUSAYYAB DIMANA MEREKA BERDUA JUGA BELUM MEMELUK ISLAM. BAHKAN ABAS JAUH LEBIH DAHULU MEMELUK ISLAM KETIMBANG MEREKA BERDUA.
JADI TERBUKTI HUJJAH ANTUM DALAM MEMOJOKAN ABU THALIB ADALAH PEKERJAAN YG SIA-SIA. ANTUM TAHU APA KATA PEPATAH TTG PEKERJAAN YG SIA2 DAN APA CONTOHNYA : ” YAITU KENTUT BUKA CELANA” HEHEHEHEHEHEHEH. ITULAH YG ANTUM LAKUKAN DALAM MEMUSUHI KELUARGA NABI SAW.
Comment by younedi on April 23, 2013 5:21 am

Penulis bloq berkata :

Dalam sejarah Islam, Abu Thalib juga disebut sebagai orang yang paling ringan siksanya di Neraka. Dengan kata lain, beliau meninggal dalam keadaan kafir.

jawab:

ITU SEJARAH VERSI SIAPA BRO ? ITU SEJARAH VERSI NASHIBI SEPERTI ANTUM DAN ULAMA JAHAT.atau siapa ?

Walaupun saya org suni tapi sulit akal saya untuk menerima abu thalib mati dalam keadaan kafir. Hal ini sangat bertentangan dengan fakta.:

1. Jika abu thalib mati dalam keadan kafir, mengapa sejarahwan seperti ibnu ishaq, ath-thabari, dll tidak pernah mencatat bahwa abu thalib menyembah berhala ?

jika anda percaya sama saja anda percaya seorang petani yg menghabiskan waktu muda dan tuanya dlm bertani lalu anda melihatnya mahir memegang senjata modren, tank tempur dan mengoperasikan peluru kendali lewat komputer
2. Kenapa anda lebih percaya ucapan abu hurairah dan musayyab ? Dari segi apa antum begitu mempercayai mereka ?
Apakah karena mereka berstatus sahabt nabi ? Bukankah anda membaca sejarah bahwa mereka berdua tidak pernah berjasa kepada nabi saw semasa beliau saw hidup. bahkan abu hurairah banyak mendapat pertolongan dari rasulullah. Lalu bagaimana bs antum mendahului dan mempercayai mereka daripada ucapan2 abu thalib yg lewat lisannya (puisi-puisi ungkapan hati) dia banyak menyebut nama Allah, dia banyak menolong nabi saw, bahkan sampai matipun jasa beliau belum bisa dibalas oleh rasulullah dari segi perlindungannya, penolong nabi saw, memberi nabi pakaian, makanan, memberi nabi tempat berteduh, mengutamakan nabi dari anak-anaknya, dan mempercayai ucapan pendeta nasrani Buhaira bahwa muhammad adalah seorang nabi dan rasul. lalu abu thalib meyakini dan menuriuti perkataan pendeta nasrani tersebut agar beliau jangan keluar dari tempat tinggalnya karena akan dibunuh oleh yahudi jika mereka melihat tanda kenabian.
Apakah bukti-bukti ini belum juga bs membuka mata dan hati antum ? terlalu……kata bang roma
Comment by younedi on April 23, 2013 7:08 am

penulis bloq berkata :

4 Hadits-hadits Shahih Yang Menyatakan Kekafiran Abu Thalib
1. Dari Al Musayyib bin Hazn berkata,Ketika Abu Thalib hampir mati, Rasulullah mengunjunginya dan mendapati Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah di sisi Abu Thalib. Rasulullah berkata, ”Wahai paman, ucapkan Laa Ilaha Illallah suatu kalimat yang aku akan membelamu karena ucapan itu dihadapan Allah…….turunlah surah at-taubah 113……….lalu turun surah al-qashash 56
2. Dari Abu Hurairah, berkata ;Rasulullah berkata pada pamannya, “ Ucapkan Laa Ilaaha Illallah, aku akan bersaksi untukmu pada hari kiamat “, Abu Thalib menjawa…..lalu turun surah al-qashash 56
jawab:
sebelum sy bahas saya ingin mencantumkan hadist yg serupa dengan kondisi hadist abu hurairah dan mussayab tersebut

3. Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh Al Muhajir telah mengabarkan kepada kami Laits dari Yahya bin Sa’id dari Abu Zubair dari Jabir bin Abdullah ia berkata: Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah saw. di Ji`ranah sepulang dari perang Hunain. Pada pakaian Bilal terdapat perak. Dan Rasulullah saw. mengambilnya untuk diberikan kepada manusia. Orang yang datang itu berkata: Hai Muhammad, berlaku adillah! Beliau bersabda: Celaka engkau! Siapa lagi yang bertindak adil, bila aku tidak adil?…………..dst

(Shahih Muslim No.1761)
Kalo kita perhatiakan dari ketiga hadist tersebut ada beberapa persamaannya sbb:
A. perawi hadist (jabir bin abdullah) adalah saksi peristiwa dimana rasulullah terlibat didalamnya baik dari perkataan dan perbuatan. karena hadist ini dimulai dengan menceritakan kejadian bukan perawi berkata kepada saya.
B. perawi menceritakan kondisi terjadi dengan rinci. Hal ini menandakan perawi pada saat itu berada ditempat kejadian dan bukan diceritakan oleh orang lain.

ANALISA HADIST INI PALSU

BENARKAH ABU HURAIRAH DAN MUSAYYAB BERADA DIRIMH ABU THALIB SAAT KEMATIANNYA ?
ketiga hadist ( abu hurairah, mussayyab dan jabir ) adalah pelaku sejarah (sumber utama informasi ) yg hadir dan melihat langsung kejadian tersebut dimana dalam kejadian tersebut rasulullah terlibat didalamnya.

Pertanyaannya adalah :

1. APAKAH BENAR MUSSAYAB , ABU HURAIRAH HADIR PADA SAAT KEMATIAN ABU THALIB ?
SEJARAH MEMBUKTIKAN ABU HURAIRAH MASUK ISLAM ABAD 7 H. pada saat selesai perang khaibar dan musayyab masuk islam setelah fathu mekah. Dari dari ilmu logika (manthik ini tertolak dan hanya orang yg kurang waras saja yg mempercayai hadist ini disaksikan oleh abu hurairah dan musayyab).

2. Jika ada yg mengklaim mereka hadir pada saat itu ketika kematian abu thalib maka pertanyaannya adalah :

A. Apa kapasitas mereka berdua menghadiri pertemuan kepala2 suku atau kepala kabilah atau kepala kaum arab yg mendatangi abu thalib ?

bukankah kita mengetahui mereka bukan orang yg penting dikalangan kaum quraisy. tidak ada sejarah yg legkap ttg mereka.bahwa mereka mengikuti dan salah seorang pengambil keputusan antara kaum kuffar quraisy dan keluarga nabi saw ?
3. Tolong kaum nashibi yg ngotot mengkafirkan abu thalib memberi alsannya yg logis ttg hadist abu hurairah dan mussayyab JANGAN BERDALIL DGN ASUMSI DAN PERSEPSI.
Barang siapa yang memanggil seseorang dengan “kafir” atau berkata “musuh Allah” padahal tidak demikian maka perkataan itu berbalik kepadanya [Shahih Muslim 1/79 no 61]
: Cukuplah seorang dianggap pendusta karena menceritakan perkataan yang ia dengar” [HR. Muslim]
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
Comment by younedi on April 23, 2013 7:29 am
VERSI-VERSI ULAMA TENTANG TURUNYA SURAH AT-TAUBAH 113 DAN AL-QASHASH 56. Tapi anehnya ayat keduannya diklaim memang turun beberapa kali dan yg lebih mengherankan anda adalah ayat yg lain tersebut juga ditujukan kepada ahlu bait yaitu ibu rasulullah (keluarga nabi saw) dan jg orang lain juga ketika org tersebut dilarang berdoa maka dia berkata ibrahim juga memohon doa kepada orangtuannya.
perhatikan asbabun nuzul surah at-taubah 113
1. Buraidah menceritakan, bahwa ketika saya sedang bersama dengan Nabi saw. dalam suatu perjalanan, tiba-tiba beliau berhenti di Asfan. Lalu Rasulullah saw. melihat kuburan ibunya untuk itu beliau berwudu terlebih dahulu kemudian membacakan doa dan terus menangis. Setelah itu beliau bersabda, “Sesungguhnya aku telah meminta izin kepada Rabbku supaya diperkenankan memintakan ampun buat ibuku, akan tetapi Dia melarangku.” Maka pada saat itu turunlah firman-Nya, “Tiada sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik…” (Q.S. At-Taubah 113)
2. Musnad Ahmad 732: (Bab musnad ali ra) Telah menceritakan kepada kami Yahya Bin Adam Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Ishaq dari Abu Al Khalil dari Ali, dia berkata; aku mendengar seseorang memohonkan ampunan untuk kedua orang tuanya yang musyrik, maka aku berkata; “Apakah boleh seseorang memohonkan ampunan untuk kedua orang tuanya yang musyrik?” Kemudian dia menjawab; “Bukankah Ibrahim memohonkan ampunan untuk kedua orang tuanya?” Maka aku ceritakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga turunlah ayat; (Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan kepada (Allah) bagi orang-orang musyrik), sampai ayat; (Maka Ibrahim berlepas diri darinya.) (Q S At Taubah: 113-114)
3. Musnad Ahmad 1031: Telah menceritakan kepada kami Waki’ dan Sufyan, menurut jalur yang lain; telah menceritakan kepada kami Abdurrahman berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Ishaq dari Abu Al Khalil dari Ali Radhiallah ‘anhu berkata; Saya mendengar seseorang memintakan ampun untuk kedua orang tuanya yang masih musyrik, maka saya bertanya; “Kamu memintakan ampun untuk kedua orang tuamu padahal keduanya adalah musyrik?” Dia menyanggahnya; “Bukankah Ibrahim juga memintakan ampun untuk bapaknya padahal dia musyrik.” Hal itu saya sampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka turunlah ayat: (Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, …” sampai akhir ayat dan ayat setelahnya. Abdurrahman berkata; Maka Allah menurunkan ayat: (Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah Karena suatu janji yang Telah diikrarkannya kepada bapaknya itu.)

bisakah anda tentukan atau memastikan DIMANA ayat at-taubah 113 turun ?

Apakah pada masa abu thalib meninggal, apakah saat rasulullah menziarahi KUBUR ibunya atau ketika peristiwa ali melaporkan PADA RASULULLAH TTG orang muslim yg mendokannya kedua orang tuanya yg masih musryik . ketika nabi saw dimadinah ?

PUTUSKANLAH WAHAI NASHIBI JIKA KAU PUNYA ILMU !!!!!!
Comment by younedi on April 25, 2013 6:19 am
tambahan lagi tentang asbabun nuzul surah at-taubah bahwa surat at-taubah turun dimadinah sedangkan abu thalib wafat dimekah. masuk akalkah ayat ditujukan kpd orang yg sudah wafat ? lihat hadist dibawah ini
Musnad Ahmad 376: Telah menceritakan kepada kami Yahya Bin Sa’id Telah menceritakan kepada kami ‘Auf Telah menceritakan kepada kami Yazid yaitu Al Farisi. Telah berkata bapakku Ahmad Bin Hanbal; dan Telah menceritakan kepada kami Muhammad Bin ja’far Telah menceritakan kepada kami ‘Auf dari Yazid dia berkata Ibnu Abbas berkata kepada kami; aku bertanya kepada Utsman Bin Affan; “Apa yang menyebabkan kalian sengaja meletakkan surat Al Anfal padahal dia termasuk dari al matsani (surat yang ayatnya kurang dari seratus) dan surat Bara’ah (At Taubah) padahal dia termasuk dari mi`in (surat yang ayatnya sampai seratus) kemudian kalian gabungkan antara keduanya dan tidak kalian tulis” -Ibnu ja’far berkata- “dan belum kalian tulis antara keduanya dengan batas “bismillaahir rahmaanir rahiim” dan kalian letakkan pada surat surat yang termasuk tujuh surat panjang, apa yang menyebabkan kalian melakukan hal itu?” Utsman berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika suatu masa datang kepada beliau dan turunlah kepadanya surat surat yang mempunyai jumlah ayat banyak, dan apabila diturunkan kepadanya wahyu beliau memanggil beberapa orang yang menuliskan di sisinya, kemudian beliau berkata: “Letakkan oleh kalian ini dalam surat yang disebutkan di dalamnya begini dan begini, ” dan ketika turun beberapa ayat kepadanya, beliau berkata: “Letakkanlah ayat ini dan ayat ini ke dalam surat yang disebutkan di dalamnya begini dan begini, ” dan ketika turun suatu ayat kepadanya, beliau berkata: “Letakkanlah ayat ini ke dalam surat yang disebutkan di dalamnya begini dan begini, ” dan surat Al Anfal adalah termasuk surat yang pertama diturunkan di Madinah, sedangkan Bara’ah (At Taubah) adalah termasuk surat yang terakhir diturunkan di Madinah, dan kandungannya adalah mirip dengan kandungan yang ada dalam surat Al Anfal, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, sementara belum menjelaskan kepada kami bahwa dia (Bara’ah) termasuk surat dari surat Al Anfal, maka aku menganggapnya dia termasuk darinya sehingga aku menggabungkan antara keduanya dan tidak menulis pembatas antara keduanya dengan” Bismillaahir rahmaanir rahiim” – Ibnu ja’far berkata; – “dan aku letakkan pada kelompok tujuh surat panjang.”
Comment by abu imam on April 28, 2013 6:13 am

penulis bloq berkata:

Al Hafidz ibnu katsir mengomentari,

“Sebatas inilah tingkat keilmuan mereka. Saya akui Abu Thalib MEMBELA NABI bahkan MEMBELA dengan mati matian. tetapi dia tidak mengikuti cahaya yang diturunkan kepada beliau, yaitu Al Qur’an yang mulia, penyeru kepada tauhid. Tidak akan memperoleh keberuntungan kecuali dengan memperoleh sifat sifat yang tadi”18 (sifat Al Qur’an tadi-pen).

jawab

kalo antum nanti mati dan ketemu dengan ibnu katsir tolong ditanya peristiwa yg dimuat oleh ahli sejarah ( khususnya sirah nabawiyah) tentang ucapan nabi saw kepada abu thalib dan abu thalib mempercayainya (apakah perbuatan abu thalib hanya sebagai pembela nabi atau abu thalib percaya (beriman) atas apa yg diucapan nabi saw mengenai SHAHIFAH(nota perjanjian) yg dilakukan kafir quraisy dlm mengembargo bani hasyim, muthalib dan nabi saw: SILAHKAN DISIMAK JANGAN MANYOMAK :

Abu Thalib yang mempercayai kemenakannya sebagai penerima wahyu dari langit, tanpa ragu pergi menemui orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada mereka apa yang telah diceritakan Muhammad kepadanya. Percakapannya dicatat sebagai berikut. -

Muhammad telah memberitahu kami dan aku ingin bertanya kepada kalian untuk membuktikannya kepada kalian. KARENA APABILA BENAR, MAKA AKU MEMINTA KALIAN UNTUK MEMIKIRKAN KEMBALI DARIPADA MENYENGSARAKAN MUHAMMAD ATAU MUNGUJI KESABARAN KAMI. Percayalah kepada kami, kami lebih suka mempertaruhkan nyawa kami daripada menyerahkan Muhammad kepada kalian. Dan JIKA MUHAMMAD TERBUKTI SALAH DALAM UCAPANNYA, MAKA KAMI AKAN MENYERAHKAN MUHAMMAD KEPADA KALIAN TANPA SYARAT. Dan kalian bebas memperlakukannya sebagaimana yang kalian kehendaki, membunuhnya atau membiarkannya tetap hidup.

Mendengar tawaran Abu Thalib, suku Quraisy sepakat untuk memeriksa dokumen tersebut, dan mereka terkejut ketika melihat dokumen itu telah dimakan ular, hanya nama Allah saja yang masih tertulis di sana. Mereka berkata bahwa hal itu adalah sihir Muhammad. Abu Thalib berang kepada suku Quraisy dan mendesak mereka agar menyatakan bahwa dokumen tersebut digugurkan dan pelarangan itu dihapuskan. Kemudian ia (abu thalib) menggenggam ujung kain Kabah lalu mengangkat tangan lainnya ke atas lalu berdoa, “Ya Allah! Bantulah kami menghadapi orang-orang yang telah menganiaya kami…!”

(Tabaqat ibn Sa’d, jilid 1, hal. 183; Sirah ibn Hisyam, jilid l, hal. 399 dan 404; Awiwanui Ikbar, Qutaibah, jilid 2, hal. 151; Tarikh, Ya’qubi, jilid 2, hal. 22; al-Istiab, jilid 2, hal. 57; Khazantul Ihbab, Khatib Baghdadi, jilid 1, hal. 252; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 84; al-Khasais al-Kubra, jilid 1, hal. 151; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 286.)
Comment by abu imam on April 28, 2013 6:31 am
Coba tanggalkan baju nashibi antum lalu pake otak yg telah Allah berikan kepadamu walau hanya sebentar saja tentang coment diatas ( tentang shahifah/nota perjanjian embargo kafir quraisy)
apakah antum mengatakan hal diatas semata-mata pembelaan abu thalib kepada nabi saw dan bukan membuktikan abu thalib beriman kepada nabi saw ? jika antum katakan YA….YA… itu hanya pembelaan seperti kukuhnya ibnu katsir dkk nya memvonis abu thalib mati muysrik, maka hal otu bertolak belakang dengan akal dengan alasan sbb:
1. Jika abu thalib hanya pembela dan bukan beriman kepada nabi saw maka tidak mungkin abu thalib mau menyerahkan nabi saw untuk dibunuh setelah puluhan tahun abu thalib menjaga dan berkorban harta, diri dan keluarganya demi nabi saw lalu begitu gampang menyerahkannya kepada kafir quraisy hanya karena ucapan nabi saw yg mengatakan bahwa “nota perjanjian telah dimakan rayap atas izin Allah.” sedangkan abu thalib tdk mengetahui ttg nota perjanjian tersebut
2.Jika abu thalib hanya pembela dan bukan beriman kepada nabi saw maka tidak mungkin abu thalib berkata :”Muhammad telah memberitahu kami dan aku ingin bertanya kepada kalian untuk membuktikannya kepada kalian. KARENA APABILA BENAR, MAKA AKU MEMINTA KALIAN UNTUK MEMIKIRKAN KEMBALI DARIPADA MENYENGSARAKAN MUHAMMAD ATAU MUNGUJI KESABARAN KAMI. Percayalah kepada kami, kami lebih suka mempertaruhkan nyawa kami daripada menyerahkan Muhammad kepada kalian. Dan JIKA MUHAMMAD TERBUKTI SALAH DALAM UCAPANNYA, MAKA KAMI AKAN MENYERAHKAN MUHAMMAD KEPADA KALIAN TANPA SYARAT. Dan kalian bebas memperlakukannya sebagaimana yang kalian kehendaki, membunuhnya atau membiarkannya tetap hidup”.
jika bukti-bukti ini belum cukup benarlah kata Allah dalam Al-Quran : KAMI telah mengunci hati dan pendengaran mereka dan memandang baik perbuatan mereka..
Comment by abu imam on April 28, 2013 6:46 am

penulis bloq berkata :

Dari Abu Hurairah, berkata ;

Rasulullah berkata pada pamannya, “ Ucapkan Laa Ilaaha Illallah, aku akan bersaksi untukmu pada hari kiamat “, Abu Thalib menjawab, “ Seandainya orang Quraisy tidak mencelaku dengan mengatakan “ Abu Thalib mengucapkan itu karena hampir mati ”. Lalu Allah menurunkan ayat kepada Rasulullah.13

Dari Al Abbas bin Abdul Muthalib, berkata,

“Wahai Rasullulah, apakah engkau bisa memberi manfaat kepada Abu Thalib, sebab dia dulu memeliharamu dan membelamu?” Jawab beliau, “Benar, dia berada di neraka yang paling dangkal, kalau bukan karenaku niscaya dia berada di neraka yang paling bawah.“14

Dari Abu Sa`id Al Khudri, berkata,

Disebutkan disisi Rasulullah pamannya Abu Thalib, maka beliau bersabda, ” Somoga syafa’atku bermanfaat baginya kelak di hari kiamat. Karena itu dia ditempatkan di neraka yang paling dangkal, api neraka mencapai mata kakinya lantaran itu otaknya mendidih.

JAWAB:

ijma ulama menyatakan jika ada suatu hadist yg bertentangan dengan Al-quran maka hadist tersebut adalah palsu atau dhoif.
bahkan nabi saw bersabda jika ada hadist yg bertentangan dengan Al-Quran maka lemparlah ia kedinding
Begitu juga jika kaum nashibi membenarkan kisah diatas maka dia harus menolak Al-quran sebab ayat2 Al-quran bertentangan dengan hadist palsu tersebut. karena dalam cerita hadist tersebut bahwa abu thalib mati dalam keadaan musryik atau kafir. dan orang yg mati dalam keadaan musryik adalah mati dalam keadaan mendustai nabi saw, dan menentang ayat2 Allah sedangkan yg menentang ayat2 Allah adalah musuh Allah dan NabiNYA. konsekwensinya adalah Rasulullah tidak boleh menjadikannya sebagai penolong, pemimpin, berkasih sayang kepada abu thalib karena dia tidak pernah beriman kepada Allah. Dan Allah telah menetapkan bahwa “tidak ditemukan didunia ini orang yg beriman dan orang yg menentang Allah dan rasulNYA saling berkasih sayang, berlemah lembut dan saling membantu perkara agama hal ini tercantum dalam Al-quran :

Allah SWT berfirman:

“Kamu tidak akan dapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipunorang-orang itu adalah bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah Allah tanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun merasa puasterhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (al-Mujadalah: 22)
Firman-Nya lagi: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu sebagai teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih-sayang. Padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu…” (Al-Mumtahanah: 1)
Hai orang – orang yang beriman Jangan kamu memilih orang – orang kafir menjadi pelindung dengan mengesampingkan orang – orang beriman. Apakah kamu memberikan bukti yang jelas kepada Allah yang menentangmu? (QS. an-Nisa : 144).

Surah ini (QS. an-Nisa : 144) adalah surah Makkiyah, yang menganjurkan orang-orang beriman untuk tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai pelindung dan penolong mereka. Bagaimana bisa Nabi meminta pertolongan dari orang-orang kafir jika kita anggap Abu Thalib adalah orang kafir?’ Tentunya ayat ini turun sebelum surah at-Taubah yang menjadi fokus perhatian kami.

( Tafsir, Qurthubi, jilid 5, hal. 1)
Comment by abu imam on April 28, 2013 6:53 am
Mari kita analisa secara akal sehat dan jadikanlah dirimu netral (tidak memihak suni dan syiah) karena yg kita bahas adalah ayat Al-Quran yang tidak perlu lagi ditafsir atau dita’wil lagi:

FAKTANYA:

1. Nabi menjadikan abu thalib sebagi penolong, pelindung dalam dakwah beliau dan keselamatan jiwa beliau dari gangguan dan pembunuhan yg dilakukan kafir quraisy
2. Rasulullah tidak menjadikan abu thalib sebagai musuh beliau bahkan faktanya abu thalib sebagai pelindung beliau pembela beliau dari siapapun yang menyakiti rasulullah. Bukankah siapa yg menyakiti rasulullah berarti menyakiti allah ?
3. Semua perkataan, perbuatan rasulullah semasa hidupnya terhadap abu thalib bertentangan dengan ayat diatas.
4. Apakah antum dan kaum nashibi akan mentakwilkan ayat tersebut untuk membenarkan doktrin mereka ? Atau kaum nashibi akan mengatakan rasulullah tidak mengerti ayat tersebut ? Ataukah kaum nashibi mencari-cari alasan dengan mengatakan itu ayat turun dimadinah jadi belum berlaku pada masa itu ? Bukankah dengan mengatakan itu adalah alasan yg sangat lemah dengan tidak langsung menuduh allah memberikan kompensasi kepada nabi saw untuk mengambil penolong yg menjadi musuh allah ?
5. Bukankah Allah kuasa menciptakan 1000 abu thalib yg beriman atau menjaga rasulullah tanpa abu thalib ? Lalu mengapa allah membiarkan musuhnya bermesraan dengan kekasihnya rasulullah ( salaing berkasih sayang dan saling membantu dalam agamanya) bukankah hal ini bertentangan dengan akal sehat ? Lalu kenapa allah membiarkan abu thalib menjadi pelindung dan pembela nabinya ? Dan mengapa nabi ridho dengan abu thalib yg membantunya dan menjadi penolongnya menghadapi kafir quraisy ? Mengapa nabi sangat bersedih ketika abu thalib meninggal ? Mengapa nabi sangat kehilangan sosok abu thalib sehingga nabi bersabda ketika kepala nabi saw ditebarkan tanah oleh kafir quraisy dengan berkata : andaikata abu thalib masih hidup mereka tidak akan melakukan ini padaku atau dengan ucapan yg serupa yg disabdakan beliau : aku tidak pernah mengalami seperti ini semasa abu thalib masih hidup.
6. Bukankah sabda beliau ini aneh (jika kita menganggap abu thalib mati dalam keadaan kafir /musryik= musuh allah dan nabi saw). Bukankah ini adalah bentuk ucapan yang sangat jelas bahwa nabi mengakui abu thalib sebagai pelindungnya. Dan jika ini benar berarti nabi mengingkari firman allah diatas. Bisakah kalian wahai kaum nashibi memberikan jawabannya ?
Comment by abu imam on April 28, 2013 7:11 am

Mari kita analisa hadist abu hurairah ini yg memvonis abu thalib mati dalam keadaan musryik dengan mengutip ayat al-qashash 56


Andaikan benar ayat al-qashash 56 turun dimekahpun itu juga belum bisa dialamatkan kpd kematian abu thalib. sebab hadist ini yg dibawa oleh abu hurairah adalah jenis Hadist yg menceritakan bahwa abu hurairah berada dirumah abu thalib (abu hurairah sbg saksi sejarah). Hal ini terlihat jelas jika anda jeli melihatnya awal hadist ini abu hurairah mengatakan kondisi kejadian tersebut (perhatikan baik2: “Dari Abu Hurairah berkata ;Rasulullah bersabda pada pamannya, “ Ucapkan Laa Ilaaha Illallah….dst)…..jadi rasulullah bukan berkata pada abu hurairah untuk menceritakan kematian abu thalib tetapi abu hurairah ingin menceritakan kondisi dan situasi ketika kematian abu thalib dimana dia (abu hurairah) saksikan sendiri dengan mata kepalanya..…..sampai disini antum sudah paham ?
Dan bukan pula dikatakan bahwa nabi bersabda kepadaku (abu hurairah). Sedangkan semua ahli sejarah sepakat abu hurairah masuk islam dan dikenal oleh sahabat dan Rasulullah pasca perang khaibar yaitu 7 H.
Pertanyaanya adalah : MASUK DIAKALKAH ABU HURAIRAH BERADA DIRUMAH ABU THALIB DIMEKAH SEDANGKAN KEMUNCULANNYA DIKENAL OLEH RASULULLAH PERTAMA SEKALI DIMADINAH YAITU 9-10 THN SETELAH WAFAT ABU THALIB?
DIMANA NILAI KEBENARANNYA ABU HURAIRAH DAPAT MENYAKSIKAN PERISTIWA ABU THALIB WAFAT DIMAKAH SEDANGKAN abu hurairah tidak pernah menginjak kakinya dibumi Madinah sebelum masuk islam ?
Andaipun kami menyetujui/menerima pendapat dikalangan nashibi yg tak masuk akal demi perdebatan maka pertanyaanya adalah : SEBAGAI APA ABU HYRAIRAH DISANA DAN SIAPA YG MENGAJAK DIA ATAU SIAPA YG DIKENALNYA SEHINGGA DIA BISA LELUASA BERADA DIRUMAH ABU THALIB ?
ANDA TIDAK AKAN BISA MENJAWABNYA DENGAN BENAR KECUALI DENGAN JAWAB DOKTRIN DAN TAQLID BUTA PADA SHEIKH-SHEIKH ANDA DIARAB SAUDI SANA

SUNGGUH HERAN SAYA:

SIAPA YANG MENGAJARI CARA BELAJAR YANG BODOH INI KEPADA ANDA USTAD !!!!!!!

DARIMANA ANDA BELAJAR HAL-HAL BODOH YANG TIDAK LOGIS INI DAN MEMPERTAHANKANNYA PULA !!!!
KASIHANILAH DIRIMU SEBELUM ANTUM MELIHAT AZAB ALLAH KETIKA MATI.
Selama antum berpegang pada paham nashibi selama itu antum tidak memfungsikan akal yg diberikan oleh Allah dengan baik. Lalu Antum buang akal tersebut lalu antum ambil doktrin dan taqlid buta pada para kaum nawashib sehingga jadilah tulisan seperti ini.
Alasan inipun ditiupkan bukan karena mereka meneliti semua kitab hadist bukhari dan muslim dll tapi lebih kepada doktrin dan taqlid buta saja, dan dibelakang mereka ada arab saudi negara kaya minyak yg siap menggelontorkan jutaan real kepada siapa yg bersemangat mempertahankan doktrin (abu thalib mati dalam keadaan kafir) ini dgn tujuan menghina keluarga nabi saw atas nama agama dengan mengatakan abu thalib mati dalam keadaan kafir. Jika racun BERBISA ini bisa diterima sebagian kaum muslim, apakah kaum nashibi ini puas, gembira ? Apakah kaum nashibi ini berhenti hanya sampai pengkafiran abu thalib ? JAWABNYA TIDAK.
Comment by abu imam on April 28, 2013 8:40 am

ABU THALIB HANYA TESTIMONI AWAL SAJA, JIKA INI DITERIMA (BERHASIL) MAKA MEREKA AKAN LEBIH KURANG AJAR LAGI DENGAN MENGATAKAN ORANG TUA NABI DAN ABDUL MUTHALIB KAKEK NABI PUN TIDAK LUPUT DARI PENGKAFIRAN. PEMIRSA TIDAK PERCAYA ? LIHAT PERKATAAN PENULIS BLOQ INI

Jika Abu Thalib Islam (tetapi dia mati kafir -pen). Lanjut Al Hafidz hal. 118,

”Saya berharap ABDUL MUTHALIB DAN KELUARGANYA termasuk orang-orang yang masuk islam dengan taat sehingga selamat. Tetapi berita yang shahih tentang Abu Thalib membantah semua itu. Yaitu apa yang disebutkan dalam suatu ayat di surat Al Bara’ah dan hadits shahih dari Al Abbas . . . ”,

Lantas menyebutkan haditsnya dan berkata,

”Ini adalah keadaan orang yang mati dalam keadaan kafir, seandainya dia mati dalam keadaan bertauhid niscaya dia akan selamat dari api neraka. Hadits-hadits yang shahih dan berita yang meluas sudah banyak”


Jawab

silahkan anda lihat kekurangajaran mereka menghina nabi dan keluarganya yg menyatakan orang tua nabi mati dalam keadaan musryik atau kafir disini :

APA MAKSUD PERKATAAN ANTUM “”Saya berharap ABDUL MUTHALIB DAN KELUARGANYA termasuk orang-orang yang masuk islam dengan taat sehingga selamat. TETAPI BERITA yang shahih….dst

perhatikan : perkataan antum yg sy cetak kapital “ bukankah artinya antum mevonis juga keluarga abdul muthalib ( baca: keluarga abdul muthalib termasuk orang tua nabi saw) mati dalam kekafiran ? walaupun bahasa yg antum cantumkan kelihatan agak samar tapi antum tidak bisa menyembunyikannya kebencian antum kepada ahlul bait dengan kaliamat “ABDUL MUTHALIB DAN KELUARGANYA”
YANG MENGATAKAN ABDULMUTHALIB DAN KEDUA ORANG TUA NABI MATI DALAM KEADAAN MENSYIRIKKAN ALLAH ADALAH CERITA DUSTA

perhatikan ayat ini

HAI ORANG-ORANG YG BERIMAN SESUNGGUHNYA ORANG-ORANG YANG MUSRYIK ITU ADALAH NAJIS (QS AT-TAUBAH 28)
Apakah kaum nashibi menganggap Rasulullah dilahirkan oleh orang tua yang NAJIS (berdasarkan ayat orang musryik = Najis. maka logikanya jika orang tua nabi diklaim sebagai najis (musryik) maka konsekwensinya Rasulullah adalah keturunan dari orang2 najis. ? nauzubillah
Comment by abu imam on April 28, 2013 8:45 am
Apakah masuk diakal anda orang yg paling suci, paling mulia dari semua manusia yg hidup dimuka bumi ini dilahirkan dari seorang wanita NAJIS atau keturunan NAJIS ? Memang ndak ada otak kalian nih. benar2 kelewatan dan melampaui batas kezholiman dan penghinaan kpd nabi saw. Setelah habis antum caci maki nabi saw dan keluarganya, setelah itu tanpa berdosa kalian mengaku umat nabi saw dan mengharapkan pula syafaatnya diakhirat. Dasar kaum munafik kalian ini

Astaqfirullah al adzim 3x. Wahai hamba Allah takutlah engkau mengutip suatu perkataan yg kamu sendiri tidak mengetahui dan yakin. Rasulullah bersabda : cukuplah seseorang itu dianggap pendusta jika dia mengabarkan/mengatakan dari apa yg dia dengar

Hai orang-orang beriman mengapa kamu mengatakan sesuatu yg tidak kamu ketahui. Amat besar murka Allah kepada orang yg mengatakan yg tidak dia ketahui atau tidak diperbuat ( QS 61:2-3)

Mengapa antum mengatakan abdul muthalib + orang tua nabi mati dalam keadaan kafir ( baca : Abdul Muthalib dan keluarganya……dst). Tidak engkau mendengar ayat Allah didalam kitabnya bahwa Allah tidak menghukumi suatu kaum yg diluar beban mereka dan apa2 yg bukan menjadi kesalahan mereka. Coba anda renungi :
1. bukankah abdul thalib dan orang tua nabi meninggal ketika nabi masih kecil dan bapak nabi saw bahkan tidak pernah melihat nabi saw. Lalu bagaimana antum mengatakan mereka mati kafir ? bukankah itu sama saja antum mengatakan semasa mereka hidup mereka hidup dengan kekafiran ? apakah antum sadar dengan berkata seperti itu artinya antum MELECEHKAN NABI SAW secara langsung dengan memvonis bahwa nabi saw dilahirkan dari orang tua yg ingkar kepada Allah (kafir) ?Naudzubillah summa nauzubillah. Apakah ada perkataan yg lebih keji dan lebih melecehkan rasulullah dengan mengatakan orang tua nabi saw dan keturunan rasulullah adalah keturunan-keturanan orang yg ingkar kepada Allah ?

2. Apa pendapat antum wahai kaum nashibi dengan ayat ini :

dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. (QS 26:219)
Mengenai maksud pengertian ayat suci ini Sheikh Sulayman Balkhi Hanafi di dalam Yanabiu’l-Mawadda, jilid II, dan banyak yang lain lagi dari ulama ahlul sunah wal jema’ah, telah menyampaikan dari ibn Abbas, yang berkata: ‘Allah pindahkan benih kejadian nabi yang suci dari Adam kepada para nabi berikutnya, dari satu kepada yang lain, kesemuanya adalah yang beriman, sehingga dia dijadikan dari bapanya melalui pernikahan yang halal dan bukannya haram.’
Comment by abu imam on April 28, 2013 8:47 am
Terdapat juga hadith yang diketahui ramai yang mana semua ulama kamu telah sebutkan. Bahkan Imam Thalabi, yang dikenali sebagai Imam hadith, menulis di dalam ulasannya dan Sulayman Balkhi Hanafi di dalam Yanabiu’l-Mawadda, jilid II, disampaikan dari Ibn Abbas, bahawa nabi telah berkata, ‘Allah menhantar saya kedunia melalui Adam dan dipindahkan kepada Ibrahim. Dia terus memindahkan saya dari tempat peranakan yang mulia dan yang suci sehinggalah dia menjadikan saya dari bapa dan ibu saya, yang tidak pernah berjumpa secara haram.’

Di dalam hadith yang lain dia dikatakan telah berkata, ‘Allah tidak pernah mencampurkan kepada saya sebarang benih yang jahil.’

Di dalam bab yang sama Sulayman Balkhi menyampaikan dari Ibkaru’l-Afkar oleh Sheikh Salahu’d-din Bin Zainu’d-din Bin Ahmad yang di kenali sebagai Ibnu’s-Sala Halbi dan dari Sharh-e-Kibrit-e-Ahmar oleh Sheikh Abdu’l-Qadir telah menyampaikan dari Ala’u’d-Dowlat Semnani, hadith yang mendalam dari Jabir Ibn Abdullah bahawa nabi telah ditanya apa yang Allah jadikan dahulu [yang mula-mula]. Nabi menjawab soalan itu dengan khusus, yang mana saya tidak dapat mengatakannya pada ketika ini. Pada penghujung hadith itu nabi berkata: ‘Begitulah Allah berterusan memindahkan cahaya saya dari yang suci kepada yang suci sehingga dia meletakkan saya kepada bapa saya, Abdullah bin Abdul-Muttalib. Dari sana Dia membawa saya kepada tempat peranakan ibu saya, Amina. Kemudian Dia menjadikan saya hadir didunia ini dan menganugerahkan kepada saya gelaran Sayidul-Mursalin [ketua para rasul] dan Khatamu’n-Nabiyyin [penutup para nabi]
Kenyataan nabi bahawa dia berterusan dipindahkan dari yang suci kepada yang suci, membuktikan bahawa tiada dari datuknya yang terdahulu dari kalangan yang kafir. Menurut dari al-Quran yang mengatakan, ‘Sesungguhnya kafir adalah yang kotor.’ [9:28] setiap musyirik dan kafir adalah kotor. Dia mengatakan bahawa dia telah dipindahkan dari tempat peranakan yang suci ketempat peranakan yang suci, oleh kerana penyembah berhala kotor, maka tidak ada dari keturunannya yang menyembah berhala.
3. hadith Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam yang menyatakan :
والذي نفس بيده لا يوءمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده و ولده والناس أجمعين
رواه البخاري و أحمد

“Demi zat yang diriku berada di dalam genggamanNya, tidak beriman (sempurna) seseorang dari kalian sampai aku lebih ia cintai daripada ibubapanya, anaknya dan manusia seluruhnya

(Hadith riwayat Ahmad, Musnad Ahmad, vol 3 hlm 177 dan Bukhari, Sohih BUkhari, vol 1, hlm 14)
Tidak diragukan lagi bahawa cinta berlawanan dengan hasrat menyakiti terhadap orang yang dicintai,. Demikian juga tidak diragukan bahawa membicarakan yang tidak baik tetang kedua ibubapa Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam menyakiti Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam. Allah subahanahu wa ta’ala berfirman :
‌ۚ وَٱلَّذِينَ يُؤۡذُونَ رَسُولَ ٱللَّهِ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ۬ (٦١)

“Dan orang-orang yang menyakiti RasuluLlah sallaLlahu ‘alaihi wasallam itu, bagi mereka adalah azab yang pedih

(Surah At Taubah ayat 61)
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُؤۡذُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ لَعَنَہُمُ ٱللَّهُ فِى ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأَخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمۡ عَذَابً۬ا مُّهِينً۬ا (٥٧)

“Dan orang-0rang yang menyakiti Allah subahanahu wa Ta’ala dan RasulNya, Allah subahanahu wa Ta’ala akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya seksa yang menghinakan.

(surah Al Ahzab ayat 57)

Al Qadhi (Qadhi Husain radiyaLlahu ‘anhu) berkata,

“Dengan demikian, kita tidak boleh mengatakan sesuatu kecuali apa yang membuat redha Tuhan kita dan membuat redha Rasul kita Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam. Kita tidak boleh memberanikan diri terhadap kedudukannya yang mulia dan menyakiti Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam dengan perkataan yang tidak membuat Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam redha”.
Comment by abu imam on April 28, 2013 8:52 am
Ketahuilah bahawa ibu bapa dan nenek moyang Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam jika sebahagian mereka jatuh dalam sesuatu yang secara zahir merupakan kesyirikan, maka mereka bukanlah orang-orang yang musyrik. Mereka bersikap demikian sebab mereka tidak mendapatkan adanya Rasul yang diutus kepada mereka. Golongan Ahlu Sunnah Waljamaah seluruhnya meyakini siapa yang terjatuh ke dalam kemusyrikan, sedangkan dia berada di dalam masa penggantian syariat-syariat Tauhid dalam rentang masa kosong (fatrah) di antara satu Nabi dengan Nabi selanjutnya, maka dia tidak diseksa.
Dalil-dalil yang menunjukkan hal itu cukup banyak, antara lain berdasarkan Firman Allah subahanahu wa ta’ala :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبۡعَثَ رَسُولاً۬ (١٥)

Artinya : Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutuskan seorang Rasul

(Surah al Isra’ ayat 15)
ذَٲلِكَ أَن لَّمۡ يَكُن رَّبُّكَ مُهۡلِكَ ٱلۡقُرَىٰ بِظُلۡمٍ۬ وَأَهۡلُهَا غَـٰفِلُونَ (١٣١)

Artinya : Yang demikian itu adalah kerana Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedang penduduknya dalam keadaan yang lengah (maksudnya : penduduk suatu kota tidak akan diazab sebelum diutuskan seorang Rasul yang akan memberikan peringatan kepada mereka.)

(Surah al An’am ayat 131)
وَمَآ أَهۡلَكۡنَا مِن قَرۡيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنذِرُونَ (٢٠٨)

Artinya : Dan Kami tidak membinasakan suatu negeripun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberikan peringatan.

(Surah Asy Syu’ara ayat 208)
Al-Qunduzi juga meriwayatkan dalam bab-2 kitab abkaru al afkar, karya syeihk salahudin bin zainuddin yg terkenal dengan sebutan ibnu shalah, dan juga lihat pada al-kibritu al-ahmar karya sheikh Abdul kadir dengan riwayat yg sama dari jabir. ( dalam hadist yg panjang ) yaitu berbunyi:
dari jabir bin Abdullah al-anshori. saya bertanya kepada Rasulullah tentang yg pertama sekali diciptakan Allah.Rasulullah bersabda : ia adalah cahaya nabimu wahai jabir……..Beginilah Allah memindahkan cahayaku dari orang baik-baik keorang baik-baik lainnya. dan dari orang yg suci keorang suci lainnya, Sehingga sampailah kepada ABDUL MUTHALIB.Dan dari dialah Allah memindahkan pada ibuku AMINAH kemudian dia mengeluarkanku kedunia dan menjadikan aku orang yg paling muliadiantara para rasul yg diutus kepada seluruh alam dan menjadi pempinan yg berwibawa serta kharismatik. begitulah awal penciptaan nabimu wahai jabir
Comment by abu imam on April 28, 2013 9:03 am
SUNGGUH ANEH CINTA KALIAN KEPADA NABI SAW DENGAN CARA MENCACI KAKEK DAN ORANG TUA NABI saw MATI DALAM KEADAAN KAFIR SEDANGKAN KITA TAHU MEREKA MENINGGAL SEBELUM RASULULLAH MENJADI RASUL , BAHKAN AYAH RASULULLAH BELUM SEMPAT MELIHAT WAJAH SUCI NABI SAW. DAN TIDAK ADA BUKTI MEREKA MENYEMBAH BERHALA SEMASA HIDUP MEREKA. SUNGGUH LUAR BIASA KEBENCIAN KAUM NASHIBI INI DENGAN KELUARGA NABI SAW ….LALU DENGAN TANPA MALU SETELAH PUAS MENCACI KELUARGA NABI ( ABU THALIB, ABDUL MUTHALIB DAN ORANG TUA NABI SAW) MEREKA BERHARAP NABI SAW MEMBERIKAN SAFAATNYA DAN MEMOHON KEPADA ALLAH BAHWA MEREKA (KAUM NASHIBI) INI ADALAH MENJALANKAN SUNAH NABI. DEMI ALLAH YG JIWAKAU DALAM GENGGAMANNYA KALIAN ADALAH PEMBOHONG DAN MENYAKITI HATI NABI SAW.
SAYA MAU TANYA BAGAIMANA JIKA ADA ORANG YG MENGATAKAN BAHWA IBUMU ADALAH SEORANG PELACUR ? BAGAIMANA SIKAPMU ? SEDANGKAN KAMU DAN KELUARGA MENGETAHUI BAHWA MRK BERKATA BOHONG.
DAN BAGAIMANA PULA SIKAPMU JIKA YG MENGATAKAN IBUMU SEORANG PELACUR ITU BUKAN SATU ATAU DUA ORANG TAPI SATU KECAMATAN ? APAKAH ENGKAU BAHAGIA ? APAKAH ENGKAU MAU BERSAHABAT DENGAN MEREKA YG MENGATAKAN IBU PELACUR ?
ANDAIKAN PERKATAAN MEREKA ITU BENAR SEKALIPUN PASTI ANTUM AKAN MEMBENCI MEREKA KARENA DIDALAM KATA TERSEBUT ADA PELECEHAN DAN PENGHINAAN KEPADAMU. LALU PIKIRKALAH JIKA HAL INI DIALAMATKAN KEPADA NABI SAW. SEDANGKAN ENGKAU TAHU PENZINA/PELACUR MASIH BISA KELUAR DARI NERAKA SEDANGKAN ORANG KAFIR KEKAL DIDALAM NERAKA.
BUKANKAH PENGHINAAN ATAU MENYEMATKAN/MENUDUH ORANG TUA NABI KAFIR LEBIH KEJI DARIPADA MENUDUH IBUMU SEORANG PENZINA/PELACUR ? PIKIRKANLAH JIKA ENGKAU TAKUT PADA TUHANMU ?
BAGAIMANA JIKA SATU KECAMATAN ITU ENGKAU YAKINKAN BAHWA IBUMU SUCI BUKAN PELACUR DAN ENGKAU MENGAMBIL SUMBER DARI KELUARGAMU ( KAKEKMU, ANAKMU, PAMANMU, BIBIMU ATAU AHLI KELUARGAMU SEDANGKAN IBUMU SUDAH WAFAT. ) LALU MEREKA YG MENUDUH TERSEBUT TIDAK PERCAYA TAPI LEBIH PERCAYA DARI SUMBER LAIN YG TIDAK BEGITU MENGENAL BAHKAN MEREKA TERBUKTI MEMBENCI KELUARGAMU. BAGAIMANA PERASAANMU ? APAKAH ENGKAU SENANG ?
ITULAH YG TERJADI KALIAN LEBIH PERCAYA KEPADA ULAMA YG TIDAK JELAS YG MEMUSUHI KELUARGA NABI SAW LALU KALIAN TINGGALKAN PENDAPAT AHLUL BAIT (KELUARGA NABI) YG MANA MEREKALAH YG PALING TAHU TENTANG KETURUNAN MEREKA BAPAK-BAPAK DAN KAKEK MEREKA. LALU KENAPA KALIAN DUSTAI PERNYATAAN MEREKA ?
SAYA BERHARAP ENGKAU MAU MENERIMA DENGAN LAPANG DADA APA YG DIKATAKAN ORANG LAIN TENTANG IBUMU ADALAH SEORANG PELACUR TIDAK USAH MARAH SEBAGAIMANA ENGKAU TELAH MENUDUH KELUARGA NABI SAW MATI DALAM KEADAAN KAFIR.
ITULAH JAWABAN SAYA. JIKA KAMU MERASA SAKIT HATI DAN MARAH ATAS TUDUHAN IBUMU SEORANG PELACUR BEGITU JUGALAH KELUARGA NABI SAW DAN TERMASUK NABI SAW SENDIRI JUGA AKAN MARAH. DAN INGAT MARAHNYA NABI SAW DIJAMAH SAMA ALLAH SEDANGKAN MARAHNYA ANTUM BELUM TENTU DILIRIK SAMA ALLAH. CAMKANLAH INI BAIK2. DAN LEBIH BAIK MENDIAMKAN PERSOALAN YG MASIH DIPERSELISIHKAN. DIA BISA BENAR DAN BISA JUGA SALAH MENURUT ORANG LAIN.
DAN PENDAPAT PRIBADI SAYA JELAS KELUARGA NABI ADALAH TERJAGA DARI KEMUSRIKAN DAN KEKAFIRAN BERDASARKAN DALIL DIATAS KECUALI ADA DALIL LAIN YG JELAS DALAM AL-QURAN YG MENYEBUTKAN NAMA MEREKA DARI KELUARGA NABI SAW YG INGKAR. SELAMA TIDAK ADA, TIDAK PANTAS KITA KITA MENTAFSIRKAN INI DAN ITU MENURUT ILMU KITA YG MINIM.
Comment by abu imam on April 28, 2013 10:18 am

Rafidhah adalah kelompok yang peling berdusta dan mendustakan kebenaran. 5

Diantara contoh kedustaan mereka adalah klaim keimanan Abu Thalib ini dan mendustakan hadits-hadits shahih tentangnya.

jawab

itulah kalo orang bodoh mengeluarkan pendapat (fatwa) mereka sesat dan menyesatkan orang banyak (orang awam) tanpa ilmu, tanpa hujjah yg benar.
yang saya tahu hampir semua ulama syiah dan sebagian ulama ahlul sunah wal jemaah keturunan Rasulullah menolak abu thalib mati dalam keadaan kafir. kalo mengikuti perkataan antum maka semua ulama keturunan nabi tersebut adalah pendusta. anda tahu bahwa ada ratusan bahkan mungkin ribuan keturunan Rasulullah yg hidup dari dulu s/d sekarang yg meyakini abu thalib tidak mati kafir tapi mati sebagai seorang mukmin.
LOGIKA DARI PERKATAAN ANTUM KARENA MEREKA BERBEDA DGN ANTUM MAKA MEREKA SEMUA (KETURUNAN NABI SAW ATAU AHLUL BAIT ) ADALAH KUMPULAN ORANG2 PENDUSTA. BUKANKAH BEGITU BRO. sedangkan antum dan ulama yg bukan keturunan ahlul bait adalah sidik, terpercaya ucapanya dalam kasus abu thalib. HEBAT BENAR ANTUM INI.SUNGGUH LUAR BIASA KEBERANIAN ANTUM MENGKLAIM LEBIH BAIK DARI AHLUL BAIT NABI SAW.

SILAHKAN PEMIRSA YG MEMUTUSKAN APAKAH AHLUL BAIT YG PENDUSTA ATAU SIUSTAD DZOLIM INI : SILAHKAN LIHAT DALIL INI :

Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, HAI AHLUL BAIT dan MEMBERSIHKAN KAMU SEBERSIH-BERSIHNYA.( QS: 33:33)
…….“Ketahuilah wahai manusia sesungguhnya aku hanya seorang manusia. Aku merasa bahwa utusan Tuhanku (malaikat maut) akan segera datang dan Aku akan memenuhi panggilan itu. Dan Aku tinggalkan padamu dua pusaka (Ats-Tsaqalain). Yang pertama Kitabullah (Al-Quran) di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya,maka berpegang teguhlah dengan Kitabullah”. Kemudian Beliau melanjutkan, “dan AHLUL BAIT-KU, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku (Shahih Muslim juz II hal 279 bab Fadhail Ali
Rasulullah SAW bersabda. “Kutinggalkan kepadamu dua peninggalan (Ats Tsaqalain), kitab Allah dan AHLUL BAITKU. Sesungguhnya keduanya tak akan berpisah, sampai keduanya kembali kepadaKu di Al Haudh“)(Hadis shahih dalam Mustadrak As Shahihain Al Hakim juz III hal 148
…..Kemudian Beliau SAW berkata” Wahai manusia, Aku tinggalkan kepadamu dua hal atau perkara, yang apabila kamu mengikuti dan berpegang teguh pada keduanya maka kamu TIDAK AKAN TERSESAT yaitu Kitab Allah (Al Quranul Karim) dan AHLUL BAITKU, ITRAHKU……( Hadis shahih dalam kitab Mustadrak As Shahihain Al Hakim, Juz III hal 110..
‘Sesungguhnya aku tinggalkan padamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yang mana yang satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan ‘ITRAH AHLUL BAITKU. Keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga datang menemuiku di telaga. Maka perhatikanlah aku dengan apa yang kamu laksanakan kepadaku dalam keduanya”( Hadis dalam Sunan Tirmidzi jilid 5 halaman 662 – 663)
Bahwa Rasulullah SAW bersabda “Wahai manusia sesungguhnya Aku meninggalkan untuk kalian apa yang jika kalian berpegang kepadanya niscaya KALIAN TIDAK AKAN SESAT ,Kitab Allah dan ITRATI AHLUL BAITKU”.(Hadis riwayat Tirmidzi,Ahmad,Thabrani,Thahawi dan dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albany dalam kitabnya Silsilah Al Hadits Al Shahihah no 1761).
Comment by Ali Al-Mujtaba on July 17, 2013 3:08 am
Ente dengan bangga menyakiti rosul dengan meyakini kekafiran Abu Thalin ra (juga kekafiran kedua orang tua Rosulullah saww) dan dengan bangga pula meyakini hadist kekafiran Muawiyah yang merupakan musuh ahlulo bayt as. Ane dengan bangga menyatakan bahwa Abu Thalb dan kedua orang tua rosul (Sayyid Abdullah ra dan Sayyidah Aminah ra) itu kesemuanya muslim!