Wednesday, August 20, 2014

Benarkah Nahjul Balaghah Milik Imam Ali?


Kitab Nahjul Balaghah adalah diantara kitab-kitab yang dinisbatkan kepada Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, didalamnya tedapat banyak hal-hal yang berisi perpecahan yang terjadi diantara kelompok-kelompok yang menisbatkan dirinya ke dalam  Islam.
Bertolak dari kaidah ilmiah yang agung yang diterapkan oleh para imam Islam karena mengikuti perintah syariat untuk mengkroscek/meneliti kebenaran, maka kita harus mengembalikan masalah ini kepada ahli ilmu dan pakarnya untuk meyakini kebenaran penisbatan kitab tersebut kepada Ali, karena setiap apa yang dinukil dari para sahabat memiliki efek kepada syari’at, terlebih jika berasal dari orang semisal Amirul Mu’minin Ali radhiyallahu ‘anhu, karena ada sebagian kelompok yang mengkultuskannya dan sebagian lainnya merendahkannya, dan Allah memberikan taufiknya kepada Ahlus Sunnah untuk bersikap adil.
Dengan merujuk kepada perkataan ahli ilmu terhadap kitab tersebut dan pengamatan serta perbandingan antara riwayat yang berasal dari Ali dengan sanad-sanadnya yang shahih, terungkaplah kontradiksi dan pertentangan dalam kitab Nahjul Balaghah terhadap riwayat-riwayat shahih milik Ali, untuk lebih jelasnya, biarkanlah para Ulama yang menjelaskannya:
Imam Adz Dzahabi rahimahullah ketika menjelaskan riwayat hidup Al Murthadha Ali bin Husain bin Musa Al Musawi (wafat tahun 436 h): Dialah yang menyusun dan mengumpulkan kitab “Nahjul Balaghah”, yang lafalnya dinisbatkan kepada Imam Ali radhiyallahu anhu tanpa sanad, dan sebagiannya penuh kebathilan, meski ada yang haq di dalamnya, akan tetapi banyak kedustaan di dalamnya yang mustahil hal itu keluar dari mulut Imam Ali, lantas dimanakah sikap adil?
Dan disebutkan: bahkan saudaranya As Syarif Ar Ridha terlibat dalam penyusunannya.. dan diantara kontibusinya adalah hinaan dan celaan kepada sahabat Nabi di dalam kitab tersebut, kita berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat. (Siyar A’laam An Nubala’ 589/17)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Mayoritas pernyataan yang dinukil oleh penyusun Nahjul Balaghah adalah dusta atas nama Ali, dan Ali radhiyallahu anhu memiliki kemuliaan dan kedudukan tinggi yang tidak mungkin dia berucap kata-kata rendahan tersebut.
Namun mereka membuat kedustaan yang mereka yakini sebagai pujian untuk Ali, tetapi itu bukanlah kebenaran apalagi pujian, dan siapa yang mengatakan perkataan Ali dan manusia lainnya diatas perkataan seluruh makhluk maka dia telah salah, dan perkataan Nabi diatas perkataan Ali, dan keduanya makhluk.. 
Dan juga makna shahih yang terkandung di dalam ucapan Ali terdapat pada ucapan selainnya, akan tetapi penyusun Nahjul Balaghah dan semisalnya mengambil banyak ucapan manusia dan menisbatkannya kepada ucapan Ali, oleh karena itu terdapat perkataan dalam kitab Al Bayan wa At Tabyiin milik Al Jahidh dan kitab-kitab milik pengarang lainnya adalah perkataan yang bukan milik Ali namun penyusun Nahjul Balaghah menisbatkannya kepada Ali.
Dan seluruh khutbah yang ada di dalam Nahjul Balaghah seandainya berasal dari perkataan Ali maka pasti sudah tercatat di karangan para Ulama lengkap dengan sanadnya…. Maka bisa dipastikan bahwa mereka yang menukil dari Ali adalah orang yang paling jauh dari penukilan ilmiah dan tidak membedakan yang benar dan dusta. (Minhajus Sunnah An Nabawiyah 55/8).
Dan diantara yang memvonis dusta kitab tersebut adalah Al Khatib Al Baghdadi di kitabnya Al Jami’ Liakhlaqi Ar Rawi wa Adaab As Sami’ 161/2, juga  Al Qadhi ibnu Khalkaan, dan As Shofadi dan yang lainnya. Kriktikan mereka semua mengerucut pada hal berikut ini:
Diantara penulis/penyusun kitab dengan Ali ada tujuh tingkatan periwayat yang harus dilalui namun penulis menghilangkan semua periwayat tersebut, oleh karena itu tidak mungkin bisa diterima penisbatan ucapan tersebut kepada Ali tanpa ada rangkaian sanad periwayat, kalaupun seluruh periwayat disebutkan harus diteliti dulu keadilan dan kredibilitas mereka. Kebanyakan khutbah yang belum pernah ditemukan sebelumnya kecuali dalam kitab Nahjul Balaghah membuktikan kepalsuan dan kedustaan kitab tersebut. 
Celaan kepada para Sahabat Nabi yang ada di kitab tersebut lebih dari cukup untuk membuktikan kepalsuannya.. Penerimaan kaum Syiah Rafidhah kitab tersebut secara mentah-mentah dan keyakinan mereka akan kebenarannya sebagaimana keotentikan Al Qur’an sekalipun banyak kritikan ilmiah terhadapnya menunjukkan kalau mereka tidak memiliki kepedulian dalam urusan agama mereka dalam hal kroscek dan meyakini kebenaran dan keasliannya.
Dan berdasarkan pada kritikan Ulama diatas membuktikan ketidak akuratan penisbatan kitab tersebut kepada Ali radhiyallahu anhu, oleh karena itu semua yang ada di dalamnya tidak bisa dijadikan sebagai alasan dan dalil dalam permasalahan syariat apapun itu adapun yang membacanya untuk menelaah sisi keindahan bahasanya maka hukumnya sama dengan kitab-kitab bahasa lainnya, dengan tidak menisbatkan apa yang di dalamnya kepada Amirul Mu’minin Ali radhiyallahu anhu.

Hadits Palsu: Saya Kota Ilmu Dan Ali Pintunya

Diriwayatkan dari jalan Abu Shalt Abdussalam bin Shalih Al Harawi, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari A’masy dari Mujahdi dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’ dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam,
أنا مَدِينَةُ العلمِ وعليٌّ بابُها فمَنْ أرادَ المدينةَ فَلْيَأْتِها من قِبَلِ البابِ
“saya adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya, maka barangsiapa yang menginginkan ilmu hendaklah mendatanginya dari arah pintunya”
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tahdzibul Atsar, Ath Thabrani dalam Al Kabir 1/108, Al Hakim 3/126, Al Khothib dalam Tarikh Baghdad 11/48, Ibnu Asakir 2/159.
Derajat Hadits
Hadits ini palsu.
Berkata Al Hakim: “sanadnya shahih”, namun pernyataan Al Hakim ini dibantah oleh Adz Dzahabi, beliau menyatakan: “bahkan yang benar ini adalah hadits palsu”. Dalam tempat lain bahkan Adz Dzahabi sampai berkata kasar kepada Al Hakim karena beliau menshahihkan hadits palsu ini, “demi Allah hadits ini palsu, Ahmad (salah seorang perawi dalam sanad hadits ini) adalah pendusta, alangkah bodohnya engkau padahal ilmumu luas”.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: “hadits ‘saya adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya‘ lebih parah kelemahannya. Oleh karena itu ia termasuk jajaran hadits palsu meskipun diriwayatkan oleh At Trimidzi dan disebutkan oleh Ibnul Jauzi, namun beliau menjelaskan bahwa semua sanadnya palsu. Kedustaan ini juga bisa dilihat dari matannya sendiri, karena seandainya Rasulullah adalah kota ilmu lalu pintunya hanya satu dan tidak bisa mengambil ilmu dari beliau kecuali dari satu pintu ini, niscaya Islam akan tertutup. Padahal diketahui bahwa ilmu Rasulullah baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah sudah merambah ke seluruh dunia. Sedangkan yang diajarkan oleh Ali bin Abi Thalib sangat sedikit sekali. Kebanyakan tabi’in mempelajari Islam pada zaman Umar dan Utsman, juga yang diajarkan Mu’adz pada penduduk Yaman lebih banyak dari apa yang diajarkan Ali. Sedangkan Ali tatkala datang ke kota Kufah saat itu sudah ada para imam tabi’in semacam Syuraih, Ubaidah, Alqamah, Masruq, dan lainnya” (Minhajus Sunnah 4/138 dengan sedikit peringkasan).
[disalin dari buku "Hadits Lemah dan Palsu yang Populer Di Indonesia" karya Ust. Ahmad Sabiq hal 71-72]
Artikel Muslim.Or.Id