Tuesday, August 26, 2014

Gugatan Terhadap Penggugat Imam Bukhari


Oleh: Kharis Nugroho, Lc

http://www.darulkautsar.net/article.php?ArticleID=2322
Bagaimana bisa dikatakan ilmiyah sebuah disertasi yang mengkritisi metodologi periwayatan Hadits tapi ia mengambil maraji’ tokoh yang banyak dipermasalahkan?

 Ada sebuah pepatah dalam bahasa Arab yang berbunyi, “Iqta al-asl fa saqata al-far.” (Tebanglah pohonnya, maka runtuhlah dahannya). Pepatah ini digunakan untuk menghilangkan suatu pengaruh pemikiran atau pendapat seseorang agar tidak diikuti oleh orang lain, yaitu dengan memojokkan orang yang mencentuskan pemikiran itu. Dalam konteks ke-Islaman, untuk menghilangkan kepercayaan umat Islam terhadap kedudukan Hadits Nabawi dalam Islam, maka musuh-musuh Islam membuat argumen-argumen yang bersifat melecehkan para ulama Hadits. Salah satu ulama Hadits menjadi sasaran utama pelecehan mereka adalah Imam al-Bukhari (w 256 H), pengarang kitab al-Jami’ as-Shahih.

Adalah Ignaz Goldziher, - seorang orientalis asal Hungaria dari keluarga Yahudi – yang menjadi pelopor penggugat kredibilitas Imam Bukhari dalam periwayatan Hadits. Prof. Dr. MM Azami dalam bukunya Dirasat fil Hadits an-Nabawi wa Tarikh Tadwinih menyatakan bahwa Ignaz Goldziher menuduh penelitian Hadits yang dilakukan oleh ulama klasik (terutama Imam Bukhari) tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah karena kelemahan metodenya. Hal itu menurut Goldziher karena para ulama lebih banyak menggunakan metode Kritik Sanad, dan kurang menggunakan metode Kritik Matan. Karenanya, Goldziher kemudian menawarkan metode kritik baru yaitu Kritik Matan saja.

Sebenarnya para ulama klasik sudah menggunakan metode Kritik Matan. Hanya saja apa yang dimaksud Kritik Matan oleh Goldziher itu berbeda dengan metode Kritik Matan yang digunakan oleh para ulama. Menurutnya, Kritik Matan Hadits itu mencakup berbagai aspek seperti politik, sains, sosio-kultural dan lain-lain. Ia mencontohkan sebuah Hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari dimana menurutnya Bukhari hanya melakukan Kritik Sanad dan tidak melakukan Kritik Matan. Sehingga setelah dilakukan Kritik matan oleh Goldziher, Hadits itu ternyata palsu.

Diantara para penulis modern atau intelektual Islam yang mengikuti cara berfikir kaum orientalis ini adalah Profesor Ahmad Amin. Dalam bukunya Fajr al-Islam, ia ikut melecehkan kredibilitas ulama Hadits secara umum. Kemudian secara khusus, Imam Bukhari dihujatnya. Katanya, “Kita melihat sendiri, meskipun tinggi reputsi ilmiyahnya dan cermat penelitiannya, Imam Bukhari ternyata menetapkan Hadits-hadits yang tidak shahih ditinjau dari segi perkembangan zaman dan penemuan ilmiyah, karena penelitian beliau hanya terbatas pada kritik sanad saja”.

Menurut Ahmad Amin, banyak Hadits-hadits Bukhari yang yang tidak shahih, atau tepatnya palsu. Diantaranya adalah sebuah Hadits di mana Nabi saw. bersabda, “Seratus tahun lagi tidak ada orang yang masih hidup diatas bumi ini”. Hadits ini oleh Ahmad Amin dinilai palsu, karena ternyata setelah seratus tahun sejak Nabi saw. mengatakan hal itu masih banyak orang yang hidup diatas bumi ini.

Ahmad Amin yang ikut ramai-ramai melecehkan Imam Bukhari ini ternyata keliru dalam memahami maksud hadits tersebut. Sebab yang dimaksud oleh Hadits itu bukanlah sesudah seratus tahun semenjak Nabi saw. mengatakan hal itu tidak akan ada lagi yang masih hidup di atas bumi ini, melainkan adalah bahwa orang-orang yang masih hidup ketika Nabi saw. mengatakan hal itu, seratus tahun lagi mereka sudah wafat semua. Dan ternyata memang demikian, sehingga Hadits itu oleh para ulama dinilai sebagi mukjizat Nabi saw.

Di Indonesia, ada salah satu doktor di bidang Hadits yang terpengaruh oleh pemikiran seperti ini, terutama dalam mengkritik Imam Bukhari. Bahkan ia jadikan kritik ini sebagai disertasi dalam meraih gelar doktornya. Adalah Dr. Muhibbin Noor [terindikasi syi'ah ???] , seorang doktor di bidang Hadits lulusan UIN Sunan Kalijaga yang menulis buku Kritik Keshahihan Hadits Imam Bukhari, Telaah Kritis Atas Kitab al-Jami’ al-Shahih, yang menyatakan bahwa di dalam kitab al-Jami’ al-Shahih terdapat Hadits-hadits yang dhaif, palsu dan bertentangan dengan Al-Qur-an.

Dalam bukunya, Dr Muhibbin menyebutkan riwayat-riwayat yang bertentangan dengan Al-Qur-an ataupun dengan Hadits yang lain, antar lain Hadits tentang siksa mayit karena ditangisi keluarganya, Hadits tentang Isra Mi’raj, Hadits tentang Nabi saw. terkena sihir dan masih banyak lagi. Di dalam buku tersebut ada sekitar delapan riwayat yang dijadikan sample dalam mengkritisi kitab Jami’ as-Shahih. Amat disayangkan sekali, Dr. Muhibbin tidak banyak mengambil pendapat-pendapat ulama Hadits yang sudah mu’tabar dan mempunyai otoritas dalam keilmuan ini, akan tetapi rujukan yang dia ambil adalah orang-orang yang dalam mengkritisi Hadits banyak dipermasalahkan para ulama Hadits seperti Ahmad Amin, Syeikh Muhammad Ghozali, dan Abu Rayyah.

Bagaimana bisa dikatakan ilmiyah sebuah disertasi yang mengkritisi metodologi periwayatan Hadits dalam al-Jami al-Shahih, ia mengambil maraji’ (sumber surjukan) tokoh yang banyak dipermasalahkan. Bagaimana Dr. Muhibbin mengklaim salah satu Hadits yang ada di dalam al-Jami al-Shahih bahwa Hadits itu bertentangan dengan Al-Qur’an dengan menukil pendapat Abu Rayyah yang mana tokoh ini oleh banyak ulama dianggap sebagai tokoh Inkarussunnah.

Dalam bukunya Adwa Ala as-Sunnah al-Muhammadiyah, Abu Rayyah juga memposisikan sahabat sebagaimana layaknya para perawi yang lain. Seorang sahabat bisa saja melakukan perbuatan sesuai dengan karakter manusia biasa. Diantara para sahabat mempunyai tingkatan yang berbeda-beda dalam menjaga moralitas dan integritasnya. Kalau sahabat yang mempunyai moralitas tinggi, bagi Abu Rayyah tidak menjadi masalah, tapi bagi para sahabat yang moralitasnya rendah, maka tidak layak untuk mendapatkan peringkat al-Adaalah. Dia tidak setuju dengan konsep `Adalah as-Sahaabah dalam periwayatan Hadits secara keseluruhan. Padahal, disamping adanya rekomendasi dari Allah dan Rasul-Nya, kredibilitas Sahabat (‘Adalah as-Shohabah) sebagai periwayat Hadits juga telah disepakati oleh para Ulama. Dalam buku al-Kifayah fi ‘Ilm ar-Riwayah, Al-Khatib Al-Baghdadi (w 463) menuturkan bahwa seluruh Sahabat memiliki kredibilitas sebagai periwayat Hadits adalah merupakan madzhab semua ulama, baik ulama Hadits maupun ulama Fiqh.

Menanggapi tentang salah satu riwayat yang dikutip oleh Dr Muhibbin, yaitu Hadits Umar r.a. tentang siksa mayit karena ditangisi keluarganya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. “Sesungguhnya mayat itu disiksa disebabkan karena sebagian tangis keluarganya terhadap mayat tersebut”. Di dalam bukunya, dia juga menyertakan riwayat Aisyah yang bertentangan dengan riwayat Umar tersebut yang berbunyi “Sesungguhnya Allah akan menambah siksa orang kafir karena ditangisi keluarganya”. Selain menyebutkan riwayat Aisyah ini, Dr Muhibbin juga mengutip Ayat-ayat Al-Qur’an yang menurutnya bertentangan dengan Hadits ini diantaranya An-Najm ayat 38-41 dan Al-An’am ayat 164.

Dari argumen-argumen Dr. Muhibbin diatas, kalau kita lihat sepintas memang masuk akal, apalagi bagi masyarakat umum. Sebenarnya, cara semacam ini hampir sama dengan cara orientalis dalam mengecoh pembaca, yaitu dengan mendistorsi pendapat-pendapat ulama Hadits tentang penyelesaian suatu Hadits yang kelihatannya bertolak belakang atau kotroversial.

Para Ulama sudah mempunyai metodologi dalam memaknai Hadits seperti ini. Karena Aisyah maupun Umar sama-sama tidak mungkin berdusta, maka para ulama telah menetapkan bahwa kedua versi hadits (riwayat Umar dan Aisyah) tersebut adalah shahih. Kedua Hadits itu memang kontroversial, maka para ulama kemudian memahaminya dengan melakukan pendekatan jamak, yaitu menggabungkan pengertian kedua versi tersebut. Sehingga maksud Hadits itu berbunyi: “Mayat yang kafir akan ditambahi siksanya apabila ditangisi keluarganya, dan mayat yang muslim akan disiksa apabila ia – sebelum mati – berpesan agar ditangisi keluarganya.” Adapun ayat-ayat yang disebutkan itu berkaitan dengan keduniaan. Sebagaimana surat al-An’am 164, yang menurut Ibn Qutaibah ini berkaitan dengan hukum dunia. Jadi di dunia, manusia tidak akan menanggung kesalahan orang lain.

Tampaknya Dr. Muhibbin terlalu tergesa-gesa dalam menganalisa kontroversialitas Hadits ini tanpa melakukan metode jamak sebagaimana yang dilakukan ulama-ulama Hadits. Kalaupun tidak bisa dilakukan dengan metode jamak ini, para ulama juga masih mempunyai metode-metode alternatif lain yaitu metode naskh (Hadits yang dahulu dinyatakan dihapus masa berlakunya oleh hadits yang disabdakan belakangan), metode tarjih (meneliti Hadits yang mana memiliki kualitas ilmiyah tertinggi diantara Hadits-hadits yang kontroversial tadi), dan metode tawaquf (maksudnya Hadits-hadits yang kontroversial dibiarkan saja sementara, seraya terus diteliti mana yang mungkin dapat meningkat kualitasnya), dan tampaknya metode ini juga tidak dilakukannya.

Para Ulama Hadits telah memberikan perhatian serius terhadap masalah ini. Menurut para Ulama Hadits, Imam Syafi’i (w 204 H) adalah orang yang pertama kali membahas kontroversialitas Hadits dalam kitabnya Ikhtilaf Al-Hadits. Kemudian Imam Ibnu Qutaibah ad-Dainuri (w 276 H) juga mengkaji masalah ini dalam kitabnya Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits. Berikutnya, Imam Ibnu Jarir (w 310 H) dan Imam at-Tahawi (w 321 H) juga membahas dalam kitab Musykil al-Atsar. Sementara Imam Ibnu Khuzaimah (w 311 H) disebut-sebut sebagai orang yang melakukan kajian paling bagus dalam masalah ini sampai beliau berkata, “Saya tidak mengetahui lagi ada dua Hadits yang kontroversial maknanya. Apabila masih ada orang yang menemukan hal itu, bawalah kepada saya, saya akan menjelaskan maksud Hadits-hadits itu”.

Seorang pakar Hadits asal Indonesia, Prof. Dr. Ali Musthafa Yaqub dalam bukunya Kritik Hadis menyatakan, adalah suatu tindakan yang sangat gegabah dan tidak ilmiyah sama sekali apabila ada orang yang terburu-buru menvonis bahwa suatu Hadits itu palsu –menurut penilaiannya-  karena bertentangan dengan nalar yang sehat, bertentangan dengan Al-Quran, dan bertentangan dengan Hadits yang lain yang sederajat kualitasnya, sebelum ia memeriksa karya tulis para ulama dahulu yang membahas masalah tersebut. Sebab, ketidaktahuan seseorang dalam memahami maksud suatu Hadits tidak dapat dijadikan alasan untuk menilai bahwa Hadits tersebut palsu.

Di sinilah letak ketidak ilmiyahan Dr. Muhibbin dalam menvonis bahwa dalam Hadits-hadits Bukhari terdapat riwayat-riwayat yang palsu dan bertentangan dengan Al-Quran. Disamping kritik Dr. Muhibbin ini tidak ilmiyah, juga akan berakibat fatal terhadap umat Islam karena manakala kepercayaan umat islam terhadap Imam Bukhari dalam kitabnya al-Jami al-Shahih sudah tumbang, akan tumbang pula kepercayaan mereka terhadap Hadits Nabawi, terutama yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang merupakan kitab paling Shahih setelah Al-Qur’an. Sebuah kritik yang kurang pantas dilakukan oleh seseorang yang mengaku doktor di bidang Hadits.

Peserta Program Kaderisasi Ulama Institut Study Islam Darussalam Gontor



Mahasiswa Mesir Ragukan Keilmuan Guru Besar IAIN Semarang Pengritik Hadits http://www.nahimunkar.com/mahasiswa-mesir-ragukan-keilmuan-guru-besar-iain-semarang-pengritik-hadits

Mahasiswa Mesir Ragukan Keilmuan Guru Besar IAIN Semarang Pengritik Hadits
Mahasiswa Mesir menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin –yang mengkritik hadits Shahih Bukhari karena dia anggap tidak rasional— adalah karena guru besar IAIN Semarang ini kurang referensi dan juga kurang pemahaman bahasa Arab.
alam dialog umum di Kairo, Jum’at 11/12/09, di antaranya tampil Prof. Dr Muhibbin M. Ag (Guru Besar IAIN Walisongo Semarang) yang pernah menulis buku tentang kritik kitab “Shahih Bukhari”. Beliau menyatakan tidak semua hadits dalam Shahih Bukhari itu shahih, bahkan terdapat beberapa hadits termasuk kategori lemah dan palsu.
Setelah para mahasiswa Indonesia di Mesir mendengar hujjah-hujjah Dr Muhibbin, maka mahasiswa menilai, yang sedang dipermasalahkan saat ini tidak murni kritik matan. Yang terjadi adalah mengkritik matan hadits karena belum bisa dipahami oleh si pengkritik. Hal ini tentu saja tidak menurunkan derajat sebuah hadits shahih, tetapi pemahamannyalah yang perlu dikaji kembali.
Semua itu, menurut mahasiswa Mesir, karena hasil penelitian Dr. Muhibbin ini kurang referensi dan juga kurang pemahaman bahasa Arab.
Para mahasiswa tampak lebih geli ketika pengkritik hadits shahih Bukhari dari IAIN Semarang itu menjawab dengan perkataan: “Apabila naql bertentangan dengan akal, maka yang didahulukan adalah akal.” tegasnya.
Sontak mahasiswa yang hadir pada saat itu seakan tertawa meringis akan tanggapan yang diuraikan oleh beliau.
Inilah berita selengkapnya dari eramuslim.com:
Mahasiswa Mesir Tolak Kritikan Dr. Muhibbin Terhadap Shahih Bukhari
Senin, 14/12/2009 13:16 WIB
Geliat aktifitas Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) ternyata masih segar. Di tengah kesibukan mempersiapkan ujian, mereka masih antusias untuk menghadiri acara “ Dialog Umum ” yang diadakan oleh El-Montada, KPMJB dan FATIHA, Jum’at 11/12/09 di auditorium pesanggrahan KPMBJ.
Dialog ini diisi oleh dua nara sumber dari Indonesia yaitu Prof. Dr. Endang Soetari M. Si (Guru Besar UIN Sunan Gunung Jati Bandung) yang menyampaikan materi seputar Problematika Studi Hadits di Indonesia dan Prof. Dr Muhibbin M. Ag (Guru Besar IAIN Walisongo Semarang) yang menyampaikan materi tentang Urgensi Kritik Matan dalam Pembuktian Validitas Hadits. Hadir sebagai Pembanding Ust. Ahmad Ikhwani, Lc. Dipl (Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Al-Azhar jurusan Hadits) dengan moderator Ust. Roni Fajar, Lc. (Mahasiswa Universitas Al-Azhar Jurusan Hadits)
Di awal acara, Ust. Saifuddin M.A. selaku ketua El-Montada (organisasi mahasiswa program pasca sarjana dan doktoral) menyampaikan sambutan yang antara lain menyatakan bahwa antusias para masisir untuk mengkaji kegiatan yang bersifat keilmuan ternyata lebih tinggi daripada mengkaji tentang politik, terbukti dengan jumlah peserta yang hadir melebihi kapasitas auditorium yang disediakan.
Dr. Endang Soetari. M.Si yang mendapat giliran pertama dalam diskusi ini menyebutkan tentang Problematika Ilmu hadits di Indonesia. Hingga saat ini metode digunakan oleh beliau ialah penetapan keshahihan hadits dengan cara Takhrij.
Pemaparan kedua dilanjutkan oleh Dr. Muhibbin. M. Ag. yang pernah menulis buku tentang kritik kitab “Shahih Bukhari”. Beliau menyatakan tidak semua hadits dalam Shahih Bukhari itu shahih, bahkan terdapat beberapa hadits termasuk kategori lemah dan palsu.
Dinginnya kairo yang sempat terkena percikan gerimis sebelumnya berubah menjadi hangat setelah pemaparannya yang mengkritik matan hadits. Menurutnya ini untuk membela Nabi Muhammad sabda beliau yang telah melalui beberapa kurun waktu itu tidak ada yang bertentangan dengan akal.
Contohnya hadits tentang lalat dan tentang mayit yang disiksa karena tangisan keluarganya yang menurutnya tidak rasional. Semua kritikan itu bisa ditanggapi dengan baik oleh pemateri pembanding, Ust. Ahmad Ikhwani, Lc. Dipl.
Acara pun berlanjut ke sesi tanya jawab. Setelah moderator mempersilahkan para hadirin untuk bertanya bak gayung bersambut begitu banyak tangan-tangan yang mengacung ingin bertanya. Tanggapan pertama disampaikan Ust Zulfi Akmal, Lc. Dipl. (Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Tafsir Univ. Al-Azhar) menyampaikan bahwa seorang mahasiswa Al-Azhar tingkat dua pun sanggup mengkonter hadits tersebut dari syubuhat yang disampaikan oleh Dr. Muhibbin tadi. Ust. Zulfi juga menolak adanya proses belajar hadits tanpa guru, seperti yang dilakukan oleh Dr. Muhibbin.
Kemudian Ust Bukhari, Lc. Dipl. (Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Hadits Univ. Al-Azhar) angkat bicara membantah pernyataan keraguan Dr. Muhibbin terhadap hadits pada Shahih Bukhari. Ia menjelaskan secara gamblang status beberapa hadits yang dikritik berikut dalil tentang kedudukan hadits tersebut. Ust. Bukhari Lc menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin ini kurang referensi dan juga kurang pemahaman bahasa Arab.
Pertanyaan-pertanyaan beserta tanggapan-tanggapan yang ditanyakan akhirnya dijawab oleh Dr. Muhibbin dengan berusaha membela argumen beliau. Beliau menganggap hadits-hadits itu diragukan karena irrasional. Sebab mengkaji hadits tidak hanya dari matan dan sanad saja, tapi perlu memperhatikan aspek rasionan, sejarah dan sirah. “Apabila naql bertentangan dengan akal, maka yang didahulukan adalah akal.” tegasnya. Sontak mahasiswa yang hadir pada saat itu seakan tertawa meringis akan tanggapan yang diuraikan oleh beliau.
Acara yang mulai beranjak malam tersebut tidak mengendurkan semangat para hadirin, terbukti dengan antusias para penanya pada sesi ke dua yang semakin membuat hangat suasana. Diantara pernyataan yang paling menyentak disampaikan oleh Riyadh, Mahasiswa Al-Azhar Fakultas Dirasat Islamiyah konsentrasi Ushuluddin yang menanyakan standarisasi tesis kandidat doktor di Indonesia, karena begitu mudahnya hanya tinggal mengangkat sesuatu yang berbenturan antara nash Al-Quran dengan nash Hadits bisa lulus membondong gelar doktor. “Kalau gitu saya ingin cepat-cepat pulanglah ke Indonesia melihat segampang itu bapak menjadi Doktor” ungkap Riyadh. Sontak seluruh hadirin riuh seketika.
Kemudian disusul dengan pernyataan Umarulfaruq Abubakar, Mahasiswa Fakultas Darul Ulum Universitas Kairo, yang menyebutkan bahwa yang sedang dipermasalahkan saat ini tidak murni kritik matan. Yang terjadi adalah mengkritik matan hadits karena belum bisa dipahami oleh si pengkritik. Hal ini tentu saja tidak menurunkan derajat sebuah hadits shahih, pemahamannyalah yang perlu dikaji kembali.
Antusias masisir dalam menanggapi dialog ini masih berlanjut. “Bahkan sampai pagi pun masih siap” ungkap salah seorang hadirin. Namun karena waktu pula, sesi tanya jawab berakhir setelah adanya kata penutup dari kedua nara sumber. Kedua nara sumber ini adalah anggota bagian dari rombongan para Doktor yang sedang menjalankan studi singkat di Mesir dalam rangka meningkatkan kompetensi selaku dosen di universitas masing-masing. (sn/fjr)
Modal aneh atau sesat
Tokoh-tokoh Indonesia yang bicara aneh bahkan sesat menyesatkan tentang Islam dan kemudian dibantah para mahasiswa di Mesir kadang justru ketika kembali ke Indonesia diangkat jadi pejabat tinggi. Contohnya Prof Dr Quraish Shihab, tahun 1990-an dia berbicara tentang tidak wajibnya pakai jilbab bagi wanita Muslimah. Padahal para ulama menyatakan wajib berdasarkan Al-Qur’an Surat Al-Ahzab/ 33 ayat 59 dan QS An-Nur/ 24 ayat 31. Maka dibantah oleh mahasiswa Mesir, kata Dr Daud Rasyid sewaktu masih berada di Mesir.
Berita itupun kemudian jadi ramai di media massa Islam, di antaranya di Majalah Media Dakwah terbitan Dewan Dakwah di Jakarta.
Namun apa yang terjadi selanjutnya? Justru Quraish Shihab diangkat jadi menteri agama oleh Presiden Soeharto. Walaupun hanya berumur 70 hari, karena Presiden Soeharto lengser dari kursi kepresidenan, namun artinya bersuara aneh dan dibantah oleh mahasiswa Mesir, justru tampaknya jadi modal untuk naik pangkat atau menduduki jabatan tinggi.
Ayat Al-Qur’an telah memperingatkan:
وَآمِنُواْ بِمَا أَنزَلْتُ مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَكُمْ وَلاَ تَكُونُواْ أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ ﴿٤١﴾
041. Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Qur’an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa. (QS Al-baqarah: 41).
Apakah pengkritik hadits shahih Bukhari dengan hujjah yang srampangan ini juga nantinya akan diangkat jadi pejabat tinggi, wallahu a’lam.
Bahkan kalau berhasil menyebarkan keanehan dan kesesatan, maka sudah mati pun masih dipuja puji dengan diadakan acara resmi, dihadiri menteri agama. Contohnya, Harun Nasution yang menyebarkan keraguan aqidah Islam dengan tidak mempercayai taqdir sebagai rukun iman, dan juga Nurcholish Madjid yang menyatakan bahwa iblis kelak akan masuk surga dan surganya tertinggi karena tak mau sujud kepada Adam; maka mereka ini sudah mati pun diberi anugerah. Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bahtiar Effendy,mengadakan acara penganugerahan kepada mendiang Nurcholish Madjid dan mendiang Harun Nasution atas apa yang disebutnya sebagai sumbangannya kepada ilmu pengetahuan di Indonesia, Senin (14/12). Menteri Agama Suryadharma Ali hadir dalam acara itu. (lihat Republika Newsroom, Senin, 14 Desember 2009 pukul 11:35:00).
Untuk mengetahui kesesatan-kesesatan dan bahayanya pemikiran Harun Nasution dan Nurcholish Madjid bisa dibaca buku-buku kritikan terhadap dua mendiang itu, tulisan Prof. Dr. HM Rasjidi, tempo dulu. Adapun buku-buku yang beredar sekarang tentang bahaya dan kesesatan Harun Nsution, Nurcholish Madjid, dan bahkan pengajaran di IAIN, UIN, STAIN, STAIS dan sebagainya bisa dibaca buku-buku Hartono Ahmad jaiz. Di antaranya buku Ada Pemurtadan di IAIN; Menangkal Bahaya JIL dan FLA; Aliran dan Paham Sesat di Indonesia; Islam dan Al-Qur’an pun Diserang;Rekayasa Pembusukan Islam; Pangkal Kekeliruan Golongan Sesat dan lain-lain.
Bantahan mahasiswa Mesir terhadap keanehan dan kesesatan pemikiran dan pemahaman tokoh-tokoh seperti tersebut juga menjadi bukti sejarah tentang masih ditegakkannya amar ma’ruf nahi munkar. Sehingga janji Allah dan peringatannya berikut ini cukup menjadi pegangan dalam menghadapi kesesatan mereka.
Asalkan amar ma’ruf ditegakkan di Ummat Islam ini, maka orang-orang sesat itu tidak akan membahayakan apabila kita telah mendapat petunjuk.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ لاَ يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعاً فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٠٥﴾
105. Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS Al-Maaidah: 105).
(nahimunkar.com)

Prof.Dr.Muhibbin: Hadis Palsu Dan Lemah Dalam Sahih Bukhari


Sebagian besar umat Islam di seluruh dunia, yakin dan percaya bahwa kitab hadis Jami' al-Shahih karya Imam Bukhari adalah sebuah kitab yang berisi kumpulan hadis-hadis paling sahih. Karena keyakinan itu pula, sebagian besar ulama pun turut meyakini dan menempatkannya pada urutan pertama kitab hadis sahih.

Benarkah demikian? ''Tidak semua hadis yang terdapat dalam kitab Jami' al-Shahih karya Imam Bukhari itu benar-benar sahih. Terdapat beberapa hadis yang termasuk kategori lemah dan palsu,'' kata Prof Dr H Muhibbin MAg, guru besar dan pembantu Rektor I IAIN Walisongo, Semarang.
Menurutnya, berdasarkan penelitian yang dilakukannya (hasilnya penelitian Muhibbin ini sudah dibukukan--Red), terdapat hadis yang bertentangan dengan Alquran maupun antarhadis di dalam kitab tersebut.
''Hadis palsunya bermacam-macam. Ada yang karena tidak sesuai atau bertentangan dengan Alquran, namun ada pula yang tidak sesuai dengan kondisi kekinian,'' terang mantan dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo ini.
Kepada Syahruddin El-Fikri, wartawan Republika, Prof Muhibbin (sekarang Rektor IAIN Wali Songo Semarang) mengungkapkan berbagai kelemahan hadis yang terdapat dalam kitab Jami' al-Shahih tersebut. Berikut petikannya.
Benarkah hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Jami' al-Shahih karya Imam Bukhari itu semuanya masuk kategori hadis sahih?
Tidak. Tidak semua hadis yang terdapat dalam kitab itu masuk dalam kategori sahih. Terdapat beberapa hadis palsu dan lemah (dlaif). Saya sudah mengungkapkan hal ini dalam disertasi doktoral saya yang sekarang sudah dibukukan.
Perlu diketahui, sebelumnya pengungkapan hadis palsu dan lemah dalam karya Imam Bukhari itu juga sudah pernah diungkapkan para pemikir dan peneliti hadis lainnya. Misalnya, Fazlurrahman (1919-1988 M), Abu Hasan al-Daruquthni (306-385 H), al-Sarkhasi (w 493 H/1098 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935 M), Ahmad Amin (w 1373 H/1945 M), dan Muhammad Ghazali (w 1416 H/1996 M).
Bisa dicontohkan, beberapa hadis palsu yang Anda temukan dalam kitab tersebut?
Misalnya, hadis palsu yang terdapat dalam kitab itu, setelah diteliti, ternyata ada yang tidak sesuai dengan fakta sejarah. Misalnya, tentang Isra Mi'raj. Di dalam kitab itu, disebutkan bahwa terjadinya Isra Mi'raj itu sebelum jadi Nabi. Faktanya, Isra Mi'raj itu setelah Rasulullah diutus menjadi Nabi.
Kemudian, ada pula hadis Nabi yang bertentangan dengan ayat Alquran. Contohnya, tentang seseorang yang meninggal dunia akan disiksa bila si mayit ditangisi oleh ahli warisnya. (Lihat Kitab Jenazah, bab ke-32, hadis ke 648/I--Red). Ini kan bertentangan dengan ayat Alquran, bahwa seseorang itu tidak akan memikul dosa orang lain. (Lihat ayat Alquran surah al-Fathir ayat 18, Al-An'am ayat 164, Az-Zumar ayat 7, Al-Isra ayat 15, dan An-najm ayat 38--Red).
Dan, masih banyak lagi hadis yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ayat Alquran maupun hadis Nabi SAW.
Apa kriterianya sehingga ungkapan itu dikatakan benar-benar hadis Nabi, padahal menurut Anda, itu bukan hadis sahih?
Dalam penelitian yang kami lakukan, ada beberapa kriteria dalam menilai sebuah hadis itu dikatakan sahih atau tidak, mutawatir atau tidak, ahad, atau lainnya.
Dalam kitab Bukhari, beliau sendiri tidak memberikan keterangan perinci mengenai kriteria kesahihan hadis. Bukhari hanya mengatakan bahwa semua hadis yang ditulisnya dalam al-Jami' al-Shahih itu sebagai hadis, dari seleksi sekitar 300 ribu hadis. 
Dan, satu-satunya yang dapat ditemukan dari Al-Bukhari adalah kriteria keharusan adanya pertemuan (al-Liqa`) antara satu perawi dengan perawi terdekatnya.
Menurut beberapa ahli hadis, seperti al-Naysaburi (w 405 H/1014 M), al-Maqdisi (w 507 H), al-Hazimi (w 584 H), dan lainnya, kriteria hadis sahih yang dipakai Bukhari adalah kesahihah yang disepakati, diriwayatkan oleh orang yang masyhur sebagai perawi hadis dan minimal dua orang perawi di kalangan sahabat yang tsiqah (adil dan kuat hafalan), serta lainnya.
Padahal, para ulama hadis lainnya menyusun sejumlah kriteria dalam menilai hadis sebuah dapat dikatakan sahih dan tidak, mulai dari segi sanad (tersambungnya para perawi hadis), matan (isi hadis), serta kualitas dan kuantitas para perawi hadis.
Bagaimana tingkat hafalannya, keadilannya, suka berbohong atau tidak, dan lain sebagainya.
Karena itu, kami menilai, kriteria yang dirumuskan oleh al-Bukhari mengandung beberapa kelemahan, terutama bila diverifikasi terhadap kitab al-Jami' al-Shahih itu sendiri.
Apa saja kelemahannya?
Kelemahan itu, antara lain, tentang minimal jumlah perawi hadis yang harus meriwayatkan hadis. Di dalam kitab tersebut, ditemukan cukup banyak hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi.
Begitu juga, dalam hal persambungan sanad hadis juga terdapat kelemahan. Di antaranya, seperti diakui sendiri oleh al-Bukhari, di dalamnya ada hadis yang muallaq, mursal, bahkan munqathi` (terputus).
Juga, ada perawi hadis yang tidak tsiqah, bahkan dituduh majhul (tidak diketahui identitasnya), dianggap kadzab (berbohong), dan lainnya.
Bisa disebutkan beberapa contoh perawi hadis yang diketahui tidak tsiqah atau lemah dalam Shahih Bukhari itu?
Misalnya, Asbath Abu al-Yasa` al-Bashri. Ia tidak diketahui identitasnya atau majhul, dan menyalahi riwayat orang-orang tsiqah. Lalu, ada Ismal bin Mujalad, seorang perawi yang dlaif (lemah) dan tidak termasuk orang yang kuat hafalannya.
Kemudian, ada Hisyam bin Hajir, Ahmad bin Yazid bin Ibrahim Abu al-Hasan al-Harani, dan Salamah bin Raja' sebagai perawi dlaif. Begitu juga, dengan Ubay bin Abbas, dikenal sebagai perawi yang tidak kuat hafalannya dan munkir al-Hadits.
Selain kedua contoh hadis yang ditengarai palsu tadi, apalagi contoh hadis yang diduga palsu dalam kitab al-Jami' al-Shahih tersebut?
Selain ada hadis yang bertentangan dengan Alquran maupun hadis Nabi sendiri dan tidak sesuai dengan fakta sejarah, juga diragukan hadis yang banyak mengungkapkan tentang masa depan. Misalnya, tentang ungkapan, 'Alaikum Bi sunnati wa sunnati khulafa`ur rasyidin (Ikutlah kalian akan sunahku dan sunah khulafa`ur rasyidin). Bagaimana mungkin Rasulullah SAW mengucapkan hadis ini, padahal saat itu belum ada khulafa`ur rasyidin. Khalifah yang empat itu baru ada setelah Rasulullah SAW wafat.
Fathurrahman, seorang peneliti hadis mengungkapkan, dirinya tidak mau sama sekali menerima hadis-hadis Nabi Saw yang menyatakan tentang peristiwa masa depan. Istilahnya seperti ramalan.

Saya pribadi, masalah ini masa bisa diterima. Sebab, memang ada yang sesuai dan ada pula yang tidak.
Dalam penelitian Anda, ada berapa banyak hadis yang tidak sahih dalam jumlahnya?
Secara spesifik, saya tidak menyebutkan berapa jumlah hadis palsu atau lemah di dalam kitab tersebut. Namun, al-Daruquthni menyatakan, terdapat sekitar 110 hadis palsu di dalam kitab tersebut dari sejumlah 6.000-an hadis. Muhammad al-Ghazali menyebutkan lebih banyak lagi.
Beberapa di antara hadis yang kami nilai lemah dan palsu, yakni tentang hadis masalah poligami, tentang kehidupan dalam rumah tangga, tentang pernikahan. Misalnya, di dalam hadis riwayat Bukhari disebutkan, Rasulullah SAW menikahi Maimunah pada saat berihram.
Ini bertentangan dengan hadis Nabi sendiri yang melarang melakukan pernikahan selama masa haji atau berihram. Kemudian, pernyataan Rasulullah menikahi Maimunah pada waktu ihram itu juga bertentangan dengan hadis yang ditulis al-Bukhari di dalamnya kitabnya itu, yang menyatakan Rasulullah menikahi Maimunah ketika usai bertahalul.

Dari hasil penelitian Anda, bisa ditarik kesimpulan bahwa tidak semua hadis dalam Shahih Bukhari benar-benar sahih?
Ya. Tidak semuanya bisa dikatakan sahih. Sebab, Bukhari sendiri ada yang disebutkannya hadis mursal, hasan, dan lain sebagainya.
Ketidaklayakan disebut sebagai hadis sahih itu meliputi adanya pertentangan atau ketidaksesuaian dengan nas Alquran dan Sunnah Mutawatirah. Materi hadis bertentangan dengan keadaan dan Sirah Nabawiyah (sejarah hidup Nabi), bertentangan dengan fakta sejarah, adanya materi hadis yang mengandung prediksi atau ramalan dan bersifat politis, serta mengandung fanatisme kesukuan.
Lalu, bagaimana sikap umat untuk menggunakan hadis-hadis yang terdapat dalam Shahih Bukhari itu?
Saran saya, umat Islam hendaknya berhati-hati setiap akan menggunakan atau mengamalkan sebuah hadis Nabi. Sebab, sahih menurut perawi hadis A, belum tentu sahih menurut perawi hadis B. Demikian pula yang lainnya. Telitilah kembali sebelum menggunakan dan mengamalkannya.
Bagi para mubalig, kami menyarankan, hendaknya tidak asal mengutip hadis. Jangan selalu mengatakan bahwa itu hadis Nabi. Padahal, sesungguhnya bukan. Rasul menyatakan, barang siapa yang berbohong atas namaku maka tempatnya di neraka. Man Kadzdzaba alayya muta'ammidan fal yatabawwa' maq'adahu minan nar.
Telitilah kembali hadis-hadis yang ada sebelum diamalkan. Sudah benarkah itu hadis Nabi SAW. Jangan asal termuat dalam Shahih Bukhari, lalu diklaim sahih. Tanyakan pada yang lebih paham tentang hadis.
 Sumber: 

Web Results
... hasil penelitian ... Semarang Pengritik Hadits Mahasiswa Mesir menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin –yang mengkritik hadits Shahih Bukhari karena dia ...
Mahasiswa Mesir menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin –yang mengkritik hadits Shahih Bukhari karena dia anggap tidak rasional— adalah ... (nahimunkar.com ...
... pemaparannya yang mengkritik matan hadits. ... Dr. Muhibbin terhadap hadits pada Shahih Bukhari. ... menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin ini ...
Selamat datang di Blog ini. Menebar Dakwah Salafiyyah, Ahlus Sunnah wal Jamma'ah
... pemaparannya yang mengkritik matan hadits. ... Dr. Muhibbin terhadap hadits pada Shahih Bukhari. ... menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin ini ...
... karena hasil penelitian Dr. Muhibbin ... Bukhari Lc menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin ... .Apakah pengkritik hadits shahih Bukhari dengan hujjah yang ...
... karena hasil penelitian Dr. Muhibbin ... Bukhari Lc menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin ... .Apakah pengkritik hadits shahih Bukhari dengan hujjah yang ...
Kegiatan warga IJ yang nampak di masyarakat adalah pengajian al- Qur’an dan Al-Hadits yang ... dan Al-Hadits yang shahih dan ... Bukhari). (nahimunkar ...
Dari hasil penelitian Anda, ... bagaimana sikap umat untuk menggunakan hadis-hadis yang terdapat dalam Shahih Bukhari itu? ... "Prof Dr Muhibbin: ...
Ada yang karena tidak sesuai atau bertentangan ... Dari hasil penelitian Anda, ... 17 Tanggapan to “Prof Dr Muhibbin Berani Mengkritik Sahih Bukhari ...