Thursday, August 14, 2014

Menyoal Validitas Hadits Syi’ah

Menyoal Validitas Hadits Syi’ah
Oleh: Bahrul Ulum*
http://alfanarku.wordpress.com/2013/12/06/menyoal-validitas-hadits-syiah/

Di beberapa media, Ketua Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaluddin Rahmat, menyatakan bahwa perbedaan antara Sunni dan Syiah terletak pada hadits. Jika hadits Sunni paling besar berasal dari sahabat nabi seperti Abu Hurairah, sedang hadits Syiah berasal dari Ahlul Bait (Keluarga Nabi Muhammad SAW).
Pernyataan ini sepintas lalu nampak benar, padahal sebenarnya mengandung kekeliruan. Pada kenyataannya, hadits Syiah yang diakui berasal dari Ahlul Bait perlu ditelisik kebenerannya.
Berdasar ilmu jarh wa ta’dil hadits-hadits Syiah mengandung banyak kecacatan. Yang paling menonjol yaitu jalur periwayatannya tidak memenuhi kreteria hadits yang sahih. Hal ini diakui oleh ulama mereka seperti Muhammad bin Hasan Al Hurr Al Amili dalam kitabnya Wasa’il Syi’ah. Ia mengatakan bahwa hadits shahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang penganut imamiyah yang adil dan kuat hapalannya di seluruh tingkatan periwayatan. Namun setelah menelisik kitab-kitab hadits seperti Al-Kafi, Tahdzib al-Ahkam, Man La Yadluruhu al-Faqih, ia kemudian mengakui bahwa kriteria itu tidak bisa diberlakukan terhadap kitab-kitab tersebut. Jika hal itu diberlakukan maka seluruh hadits Syi’ah tidak ada yang shahih karena ulama Syi’ah jarang sekali menyatakan status keadilan seorang perawi. Mereka hanya menyatakan status tauthiq (terpercaya), yang sama sekali tidak berarti perawi itu adil. Al Amili menambahkan bahwa para ahli ilmu di kalangan mereka mengakui jika perawi Syiah tidak bisa dinilai adil, karena perawi yang dianggap kafir dan fasiq dimasukkan sebagai perawi terpercaya. (Lihat Wasa’il Syi’ah, juz 30 hal 260)

Akibat dari kelemahan tersebut banyak sekali kontradiksi dalam hadits-hadits Syiah, termasuk menyangkut masalah akidah yang penting. Kontradiksi ini akibat dari tidak adanya usaha membedakan antara hadits shahih dan dhaif. Salah satu ulama Syiah yang mengeluh adalah Muhammad bin Hasan At Thusi, karena setiap hadits pasti ada hadits lain yang berlawanan. (Muhammad bin Hasan At-Thusy, Tahdzibul Ahkam, juz I, hal 45).

Karenanya banyak diantara ulama Syiah sendiri yang meragukan ketsiqahan perawi mereka. Dampaknya, mereka ragu apakah periwayatan tersebut berasal dari para Imam atau tidak. Sebab pada faktanya, banyak hadits-hadits palsu yang isinya mustahil dinyatakan oleh para Imam. Jika memang Imam benar mengatakannnya, namun perawinya tidak bisa dipercaya, atau jika perawinya bisa dipercaya, tetapi tidak bisa dilakukan pembuktian karena sanadnya terputus, dan perawi-perawinya majhul, tidak dikenal orangnya maupun statusnya.

Hal ini bisa dimaklumi karena para perawi Syiah banyak yang tinggal di Kufah, sedang para imam Syiah, khsususnya Imam Baqir dan Imam Ja’far Shadiq, yang periwayatannya paling banyak dinukil, tinggal di Madinah yang notabena Ahlu Sunnah. Yang tinggal di Kufah hanya para Imam setelahnya seperti Musa Al Kazhim, atau Hasan Al Askari yang tidak banyak dinukil oleh Syiah.

Apalagi masyarakat Kufah yang Syiah juga dikenal sebagai kelompok yang tidak bisa dipercaya. Hal ini diakui sendiri oleh Imam Ali Ridha. Diriwayatkan dari Musa bin Bakr al-Wasithi katanya, Abu al-Hasan (Imam Ali ar-Ridha) berkata: “Kalau saya mengklasifikasikan Syi’ahku, pasti aku tidak akan mendapati mereka kecuali orang-orang yang mengaku saja (yaitu mencintai Ahl al-Bait). Kalau aku akan menguji mereka pasti aku tidak akan temui kecuali orang-orang yang murtad. Kalau aku mau membersihkan mereka (dari dakwaan mereka) tentu tidak akan tinggal walaupun seorang dari seribu. Kalau aku mau menyelidiki keadaan mereka (yang sebenarnya) pasti tidak akan tinggal dari kalangan mereka kecuali aku dapati mereka sambil berbaring di atas sofa-sofa (dengan sombong) mengatakan bahwa kami adalah Syi’ah Ali sedangkan Syi’ah Ali yang benar yaitu orang yang perbuatannya membenarkan kata-katanya”. (al-Kulaini ar-Raudhah min al-Kafi juzl. 8 hal. 228)

Berdasar keterangan tersebut, klaim Syiah yang mengatakan bahwa haditsnya berasal dari Ahlul Bait, masih perlu dipertanyakan. Kemungkinan terjadinya penisbatan tanpa ada persambungan kepada Imam Ja’far atau Imam Baqir sangat mungkin. Sebagai contoh sebagaimana yang dilakukan oleh Jabir Al Ju’fi, salah satu perawi Syiah yang banyak meriwayatkan hadits dari para Imam. Ia meriwayatkan tujuh puluh ribu hadits dari Al Baqir, dan meriwayatkan seratus empat puluh ribu hadits dari Imam lainnya seperti Imam Ja’far. (Al Hurr Al Amili, Wasa’il Syi’ah, juz XX, hal 151)

Ironisnya, dengan jumlah hadits sebanyak itu, ternyata Jabir hanya sekali menemui Imam Baqir dan belum pernah bertemu Imam Ja’far. Hal ini dinyatakan oleh Imam Ja’far ketika ditanya tentang Jabir. “Demi Allah aku hanya melihat dia menemui ayahku sekali saja, dia belum pernah masuk menemuiku sama sekali.” (Ibnu Amr, Rijalul Kisyi, hal 196)

Selain itu Syiah juga tidak memiliki standar untuk penilaian hadits atau riwayat. Sedangkan kontradiksi yang ada pada riwayat-riwayat mereka begitu banyak. Dalam hal ini Al Faidh Al Kasyani menyatakan: “Kita lihat mereka berbeda pendapat dalam sebuah masalah, hingga mencapai dua puluh pendapat, tiga puluh pendapat atau lebih, bahkan aku bisa mengatakan tidak ada masalah furu’ yang tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya, atau dalam masalah lain yang terkait.” (Al Faidh Husein Al-Khasani, Al Wafi, Muqaddimah, hal 9)

Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa sesungguhnya kitab-kitab hadits Syiah, yang menyertakan sanad di dalamnya, masih terdapat banyak kontradiksi di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa kitab-kitab tersebut sengaja dibuat oleh orang-orang yang tidak mendalami ilmu hadits. Hal seperti ini tidak akan terjadi pada ulama Sunni yang memiliki metodologi yang mapan dalam masalah ini.[hdy].

*Penulis adalaha Peneliti pada Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya.

Kaum Syiah, Golongan Pemalsu Hadits Terdepan
Jumat, 19 Juli 2013 21:54:44 WIB
Kategori : Dakwah : Firaq 
Oleh
Ustadz DR. Ali Musri Semjan Putra
http://almanhaj.or.id/content/3674/slash/0/kaum-syiah-golongan-pemalsu-hadits-terdepan/

Kemunculan orang-orang yang berkepentingan duniawi dan dengki terhadap Islam, dan manusia-manusia yang masuk Islam dengan membawa kepentingan untuk merusaknya dari dalam menjadi penyebab tersulutnya fitnah besar di tengah umat Islam yang berujung pada terbunuhnya Khalifah ‘Utsmân Radhiyallahu anhu dan berkobarnya peperangan-peperangan yang memecah kesatuan umat. Selanjutnya, timbullah golongan-golongan (sesat) dalam Islam. Masing-masing golongan berupaya membenarkan pendapat (ideologi)nya dengan memalsukan hadits-hadits atas nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dari situlah, hadits-hadits palsu berkembang. Tema-temanya pun beragam, di antaranya berisi keutamaan seseorang, madzhab, wilayah tertentu atau sebaliknya menyerang orang-orang maupun kelompok tertentu.

SEBAB PEMALSUAN HADITS
Usaha-usaha pemalsuan hadits atas nama Rasûlullâh n didorong oleh berbagai motivasi dan kepentingan. Di antaranya, bertujuan merusak aqidah Islam, mencari popularitas, fanatisme madzhab, mengais penghidupan seperti yang dilakukan oleh qushshâsh (para tukang cerita).

“Pemalsuan hadits yang terjadi, bukanlah fenomena kebetulan yang muncul tanpa direncanakan.
Akan tetapi, merupakan gerakan dengan orientasi tertentu dan perencanaan yang komprehensif. Gerakan ini memiliki bahaya dan dampak buruk besar. Di antara dampak buruknya yang langsung mengenai sekian banyak generasi Islam di banyak negeri, tersebarnya pendapat-pendapat yang aneh, kaedah-kaedah fiqih yang syadz, dan keyakinan menyimpang serta pandangan-pandangan yang lucu. Hal-hal yang menyimpang ini didukung dan dipropagandakan oleh golongan-golongan sesat dan kelompok-kelompok tertentu…Sering kali hadits-hadits palsu ini bertentangan dengan akhlak dan akal yang lurus, dan apalagi dengan Kitabullâh dan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “.[1]

KAUM SYIAH, GOLONGAN TERDEPAN YANG MEMALSUKAN HADITS
Salah satu langkah yang ditempuh golongan batil untuk mencari pengikut, yaitu melalui pengadaan hadits-hadits palsu dan menyebarluaskannya di tengah manusia. Pasalnya, mereka tahu benar bahwa kaum Muslimin sangat mencintai sunnah (hadits-hadits) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ingin mengetahui lebih mendalam. Selanjutnya, mereka ini (golongan batil) mereka-reka hadits-hadits (palsu) dan menisbatkannya kepada Rasûlullâh Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika kaum Muslimin mendengarkannya, umat akan memahami itu merupakan perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga menganggapnya sebagai kebenaran. Padahal sejatinya itu adalah hadits palsu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengucapkan atau melakukannya sama sekali. !

Golongan batil ini tidak hanya berdusta atas Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, akan tetapi juga memalsukan riwayat-riwayat dengan mencatut nama-nama Ulama Islam yang menjadi teladan bagi umat agar kebatilan mereka lebih dikenal khalayak.

Kaum Syiah, inilah golongan terdepan yang memalsukan hadits-hadits atas nama Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang paling nekat dalam usaha ini. Mereka sudah terbiasa berdusta dan berbohong. Orang yang sudah terbiasa berdusta, tidak akan berpikir panjang saat akan berdusta atas nama Allâh Azza wa Jalla , Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi atas nama manusia biasa. Kedustaan-kedustaan itu sama saja dalam pandangan mereka. Terutama bila tujuan mereka ialah untuk menyesatkan dan mendangkalkan keyakinan orang di luar kaum Syiah. Apapun dipandang boleh, demi mencapai tujuan yang diinginkan. Persoalan moral tidak diperhatikan selama bertujuan mewujudkan langkah yang telah direncanakan. !!? Kaidah yang mereka tempuh ialah ‘tujuan menghalalkan segala cara’. Setiap cara apapun –paling buruk sekalipun- akan dipandang boleh jika merealisasikan tujuan dan mengantarkan mereka menuju target yang diinginkan.

USHUL KAFI, KITAB RUJUKAN TERPENTING KAUM SYIAH, BERISI RIBUAN HADITS PALSU
Cukuplah Anda tahu bahwa kitab terpenting kaum Syiah, yaitu Ushûl Kâfi sebagai bukti kedustaan kaum Syiah. Mereka katakan sendiri bahwa kitab ini memuat ribuan hadits palsu. Seorang Ulama kontemporer kaum Syiah, at-Tijâni ,mengakuinya sendiri dalam buku yang ia tulis dengan judul Fas alû Ahladz Dzkir.[2]

Bila sedemikian banyak hadits palsu dalam satu kitab saja, berapa banyak lagi hadits-hadits yang mereka palsukan di dalam kitab-kitab mereka yang lain? Bagaimana mungkin buku-buku yang berisi kedustaan seperti ini dipercaya?

KEUTAMAAN HADITS ZIARAH KUBUR WALI, BUATAN KAUM SYIAH
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyampaikan bahwa orang terdepan yang memalsukan hadits tentang disyariatkannya safar (bepergian jauh) untuk mengunjungi kubur-kubur wali adalah kaum Syiah. Mereka telah menyebabkan masjid-masjid kosong, dan sebaliknya meramaikan kompleks makam. Mereka tinggalkan rumah-rumah Allâh Azza wa Jalla (masjid-masjid) yang menjadi tempat dzikrullâh, sementara makam-makam wali yang sering kali menjadi tempat praktek perbuatan syirik mereka agung-agungkan. Padahal al-Qur`an dan Hadits memerintahkan untuk mengagungkan masjid-masjid, bukan kuburan[3]

ANDIL KAUM SYIAH DALAM MENCORENG SEJARAH ISLAM
Kaum Syiah berkepentingan untuk menyuguhkan sejarah Islam yang buruk di mata umatnya dan memalsukan hadits. Sahabat-sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkemuka, Abu Bakar Radhyallahu anhu, ‘Umar Radhiyallahu anhu dan ‘Utsmân Radhiyallahu anhu, mereka bidik dengan berbagai cacian dan cercaan.

Apabila kita menelaah buku-buku sejarah yang berbicara tentang fitnah, ternyata riwayat-riwayat yang membekaskan keraguan-keraguan mendalam itu berpangkal dari empat orang saja: Abu Mikhnaf Lûth bin Yahya, al-Wâqidi, Muhammad bin Sâib al-Kalbi, putranya Hisyâm bin Muhammad bin Sâib al-Kalbi. Empat orang ini merupakan tokoh-tokoh yang berjasa dalam pandangan kaum Syiah. Kitab-kitab kaum Syiah sarat dengan pujian bagi mereka berempat tersebut.

Dengan ini, dapat diketahui bahwa kaum Syiah termasuk golongan paling berbahaya bagi Islam. Wallâhu a’lam

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XV/1433H/2012. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Muqoddimah muhaqqiq kitab al-Maudhû’ât karya Ibnul Jauzi
[2]. Hlm. 34
[3]. Iqtidhâ Shirâthal Mustaqîm hlm. 391


PASAL KETIGA

Sejarah Singkat Hadits Syi'ah
http://www.alhassanain.com/indonesian/book/book/al_hadith_and_its_sciences_library/various_books/pengantar_ilmu_hadits/005.html

1. Atas usaha yang dilakukan oleh Ahlulbait as dan para sahabatnya, penulisan hadits dalam sejarah mazhab Syi'ah, pada masa pelarangan, tidak pernah mengalami kemandegan dan terus berlanjut dan pada masa kodifikasi dan penyusunan Jawami' Hadits Syi'ah, ia lebih banyak menukil dan menyalin dari tulisan-tulisan yang ada dibanding bersandar kepada penukilan lewat lisan.

2. Pada periode paling awal dari sejarah hadits Syi'ah, telah muncul penulisan-penulisan hadits; seperti Kitab Salman, Kitab Abu Dzar dan lain-lain yang kesemuanya itu sudah tidak ada dihadapan kita dan tinggal sejarah saja yang memberikan informasi tentang keberadaan kitab-kitab yang sangat berharga tersebut. Dan sebagiannya lagi seperti Kitab Imam Ali as yang saat ini berada ditangan mulia Imam Zaman ajf., Nahjul Balaghah, dan Shahifah as Sajjadiyah yang saat ini ada bersama kita.

3. Kitab Imam Ali as merupakan kumpulan riwayat-riwayat yang dibacakan langsung oleh Rasulullah saw dan dicatat langsung pula oleh Imam Ali as. Berdasarkan riwayat-riwayat yang ada, menghikayatkan bahwa ukuran kitab ini sekitar 70 zira' dan di dalamnya berisi tentang hukum-hukum (ahkam) yang dibutuhkan umat sampai hari kiamat, dan hanya sahabat-sahabat spesial para Imam as saja yang pernah melihat langsung kitab tersebut. kitab tersebut merupakan sebuah peninggalan besar dalam bidang riwayat dan hadits yang saat ini berada di tangan Imam Zaman ajf.

4. Mushaf Fathimah adalah kumpulan riwayat dan hadits yang isinya berkaitan dengan masalah-masalah seperti: peristiwa-peristiwa serta fitnah-fitnah umat, khususnya fitnah yang terjadi atas keturunan Sayidah Fathimah as: sampai hari kiamat. Melihat fenomena terkait dengan munculnya berbagai keraguan (syubhat) atas adanya distorsi pada Al Qur'an dan juga munculnya Al Qur'an lain yang berada ditangan Syi'ah bernama Mushaf Fathimah:, maka demi adanya kejelasan para Imam Ma'shum as menegaskannya lewat ayat-ayat Al Qur'an.

5. Dengan bersandar pada riwayat-riwayat sejarah, paska Rasulullah saw wafat , Imam Ali as (atas perintah Nabi saw) mulai menyusun ayat-ayat dan surah-surah Al Qur'an berdasarkan urutan turunnya serta mencatat tafsir dan ta'wil setiap ayat, yang dengan usaha ini terbentuklah Mushaf Imam Ali as. Kitab ini dianggap sebagai salah satu sumber syi'ah paling tua dalam bidang riwayat dikarenakan ia mengandung riwayat-riwayat yang berisi tentang tafsir.

6. Nahjul Balaghah yang berarti metode berbicara secara ideal adalah nama dari kumpulan khutbah-khutbah, surat-surat dan kata-kata hikmah Imam Ali as yang dirampung serta dibukukan oleh almarhum Sayid Radhi (406 H). Sayid Radhi sendiri mengakui bahwa Nahjul Balaghah yang ada ditangan kita saat ini merupakan hasil seleksi dari sepertiga ucapan Imam Ali as. Nahjul Balaghah berisi sekitar 241 khutbah, 79 surat dan 480 hikmah. Dengan muatan yang luar biasa dan keindahan susunan Nahjul Balaghah, maka ia diklaim sebagai "kata-katanya lebih rendah dari Kalam Tuhan dan lebih tinggi dari kata-kata manusia".

7. Shahifah as Sajjadiyah merupakan kumpulan doa-doa Imam Sajjad as. Doa itu diucapkan oleh Imam Sajjad as semasa hayatnya dan dalam berbagai peristiwa dan kejadian. Meskipun sanad kitab ini terputus, namun ketinggian ucapan Imam dan muatannya yang menggambarkan pengetahuan irfan dan ma'arif (pengetahuan) Al Qur'an maka tidak diragukan lagi kalau ia berasal dari manusia suci (Imam Sajjad as). Shahifah as Sajjadiyah sekarang ini memiliki sekitar 54 buah doa.

8. Periode kedua perjalanan sejarah hadits Syi'ah adalah periode yang disebut dengan Periode " Ushul arba'umiah (Prinsip-prinsip 400) ". maksud dari Ushul arba'umiah adalah sebuah kumpulan hadits dan riwayat dari sejak Imam Ali as sampai Imam Hasan al 'Askari as, khususnya hadits dan riwayat yang ada pada masa Shadiqain (Imam Baqir as dan Imam Shadiq as).

9. Ushul (prinsip) pada umumnya kosong dari ijtihad dan pengungkapan pendapat pribadi seorang perawi dan hanya langsung menukil ucapan Imam Ma'shum as. dan hal inilah yang membedakan ia dengan kitab. Berdasarkan hal ini, Ushul (prinsip) merupakan tulisan-tulisan yang mana pada bagian-bagian yang terdapat riwayat-riwayat para Imam Ma'shum as, tidak ditemukan campur tangan atau intervensi serta juga riwayatnya tidak disusun dan diatur secara per-bab.

10. Para penyusun Kutub Arba'ah dalam mewujudkan kitab Jawami' Awwaliyah , mereka menggunakan riwayat-riwayat yang ada pada Ushul arba'umiah. Ini menunjukkah akan penting dan ketinggian posisi tulisan-tulisan ini.

11. Kendatipun Ushul arba'umiah itu ada sampai pada masa Syaikh Thusi (460 H) dan juga sejumlah informasi tentangnya, namun yang sampai pada masa kita, masa Allamah Majlisi (1111 H), hanya sekitar 16 Ushul (prinsip). Kodifikasi Jawami' Riwai (kumpulan riwayat) dan pembakaran atas perpustakaan syaikh Thusi merupakan faktor-faktor yang diprediksi sebagai penyebab hilangnya Ushul arba'umiah.

12. Masa kodifikasi (periode ketiga), terdapat empat kitab hadits, yaitu:

a. al Kafi karya Tsiqatul Islam Muhammad bin Ya'qub Kulaini (329 H).

b. Man La Yahdhuruhu al Faqih karya Muhammad bin Ali bin Babuyah (Syaikh Shaduq) (381 H).

c. Tahzib al Ahkam karya Syaikh al Thaifah Muhammad bin Hasan Thusi (460 H).

d. Al Istibshar Fi'ma'khtalaf min al Akhbar karya Syaikh Thusi.

Perlu diketahui bahwa Madinah al 'Ilm yang merupakan salah satu karya lain Syaikh Shaduq, juga dikalisfikasikan sebagai kitab Jami' hadits Syi'ah yang kelima, kendatipun saat ini tidak lagi bersama kita (hilang).

13. Tsiqatul Islam Muhammad bin Ya'qub Kulaini lahir sekitar tahun 255 H di sebuah desa bernama Kulain yang terletak di kota Rei. Dengan keilmuan dan posisi spiritual yang ia miliki sehingga seluruh ulama syi'ah menyanjungnya. Tulisan-tulisan beliau serta kata-katanya disela-sela riwayat-riwayat yang ada pada kitab Al Kafi menunjukkan bahwa selain dalam bidang hadits, beliau juga adalah seorang yang handal dalam ilmu kalam (teologi), fiqih, tafsir, dan sejarah.

14. Al Kafi merupakan Jami' Riwai (kumpulan Riwayat) Syi'ah paling awal dan sangat penting yang mencakup sekitar 16199 riwayat dan diklasifikasikan ke dalam tiga bagian: Ushul (prinsip-prinsip) dua jilid, Furu' (cabang-cabang) enam jilid, dan Raudhah satu jilid. Al marhum Kulaini menyusun kitab Al Kafi selama
20 tahun yang dimotivasi oleh keinginan untuk meluruskan agama masyarakat dan mencegah dari adanya perpecahan. Nilai plus dan karakter khusus kitab Al Kafi adalah: 1) kolektivisme/ komprehensif , dan 2) sistematis.

15. Kendati ada sebagian kalangan, seperti Mulla Khalil Qazwini, meragukan penisbahan Raudhah kepada Al Kafi, namun umumnya para Muhaddits Syi'ah menafikan keraguan tersebut dengan alasan bahwa melihat adanya kesesuaian riwayat-riwayat Raudhah dengan sanad-sanad seluruh riwayat-riwayat Al Kafi dan bahwa pula adanya jarak masa antara Ibnu Idris dengan level kedelapan atau kesembilan para perawi dan bahwasanya Najasyi dan Syaikh Thusi yang sudah ada pra Ibnu Idris, mengakui serta menganggap bahwa Raudhah itu merupakan bagian dari Al Kafi.

16. Syaikh Shaduq Abu Ja'far Muhammad bin Ali Babuyah al Qumi merupakan salah seorang ulama dan Muhaddits tersohor Syi'ah, dimana berkat doa Imam Zaman afj. Ia lahir kedunia ini di tengah-tengah sebuah keluarga yang berpendidikan. Selama kehidupan ilmiahnya, Syaikh Shaduq sangat dihormati oleh penguasa ketika itu, diantaranya Ali Buyah. Ia memiliki jumlah karya sebanyak 250 tulisan, diantaranya kitab Man Laa yahdhuruh al faqih. Syaikh Shaduq wafat pada tahun 381 H dan dimakamkan di kota Rei.

17. Man Laa yahdhuruh al faqih merupakan Jami' Riwai ( Kumpulan Riwayat) kedua Syi'ah yang dari sisi kekunoan dan validitas berada pada posisi setelah Al Kafi, dan memiliki sekitar 5998 riwayat dimana disusun guna mempelajari fikih secara otodidak (tanpa pembimbing) dan juga ia disusun dalam rangka memenuhi permintaan salah seorang sahabat dekat Syaikh Shaduq serta mencontoh kitab Man Laa yahdhuruh al Thabib karya Muhammad bin Zakaria Razi.
Diantara kekhususan kitab Man Laa yahdhuruh al faqih adalah terbatas hanya pada riwayat-riwayat yang ada kaitannya dengan fikih, tidak mencantumkan sanad-sanad riwayat kecuali perawi terakhir, dan sejumlah riwayat hanya menyebutkan nama Imam Ma'shum as dan ketentuannya di akhir kitab pada Masyaikh dan menyebutkan pandangan-pandangan fikih diantara riwayat-riwayat tersebut.

18. Abu Ja'far Muhammad bin Hasan Thusi, yang lebih dikenal dengan sebutan Syaik al Thaifah, lahir pada tahun 385 H di Thus kota Khurasan dan setelah mengenyam dan menjalani pendidikan serta bimbingan dari beberapa guru besar seperti Syaikh Mufid, beliau pun mencapai maqam dan kedudukan yang tinggi dan setelah peristiwa serangan fanatis ahlusunnah ke rumah beliau di Mahallah Karakh kota Baghdad, beliau berangkat menuju kota Najaf dan disana beliau mendirikan Hauzah Ilmiyah Najaf. Peninggalan-peninggalan (buku-buku, penerjemah.) Syaikh Thusi dalam berbagai tema Islam yang dijadikan sebagai dasar-dasar serta pondasi ajaran Syi'ah merupakan bukti akan keluasan ilmu dan perhatian besar beliau.

19. Tahzib al Ahkam dan Al Istibshar Fi'ma'khtalaf min al Akhbar merupakan dua pusaka kumpulan hadits dari Syaikh Thusi yang dianggap dan dikenal sebagai kitab riwayat yang berada pada urutan ketiga dan keempat kitab hadits Syi'ah dengan alasan bahwa riwayat kitab ini banyak menyandarkan ke Ushul arba'umiah dan juga muatannya yang cukup akurat. Secara istilah kedua kitab ini disebut sebagai Tahzibain.

20. Pada dasarnya Tahzib al Ahkam merupakan penjelasan berdasarkan literatur riwayat atas kitab Al Muqna'ah Syaik Mufid dimana kitab ini mencakup sekitar 13988 riwayat dan dicetak serta dipublikasikan dalam ukuran 10 jilid. Syaikh Thusi menyusun kitab ini dalam rangka memberikan jawaban atas kelompok-kelompok penentang yang menganggap bahwa riwayat-riwayat Syi'ah itu banyak yang paradoks. ( Wasail al Syi'ah juga merupakan penjelasan berdasarkan literatur riwayat atas buku fikih Syarai' al Islam buah karya Muhaqqiq Hilli).
Refleksi lebih sempurna mengenai riwayat-riwayat terkait furu' (cabang-cabang), refleksi riwayat-riwayat yang disepakati dan yang tidak disepakati, adanya penjelasan, tafsir dan ta'wil riwayat-riwayat merupakan ciri khas dari kitab Tahzib al Ahkam.

21. Al Istibshar Fi'ma'khtalaf min al Akhbar merupakan peninggalan kedua kitab hadits yang ditulis oleh Syaikh Thusi dan adalah salah satu kitab keempat dari kutub arba'ah (empat kitab hadits) yang disusun setelah kitab Tahzib al Ahkam dalam rangka menertibkan serta menyempurnakan riwayat-riwayat yang dianggap bertentangan. Kitab ini mencakup sekitar 5511 hadits dan dicetak serta dipublikasikan dalam empat jilid. Syaikh Thusi secara umum riwayat-riwayat dalam kitab Tahzibain, itu tidak menyebutkan sanad-sanadnya atau perawinya kecuali perawi yang terakhir dan diakhir kitab ini terdapat sebuah pasal yang diberi tema Masyaikh yang disana disebutkan metode beliau terhadap para perawi tersebut.

22. Antara kelompok Akhbari dan kelompok Ushuli terdapat perbedaan pandangan dalam menentukan kesahihan riwayat-riwayat yang ada pada Kutub al Arba'ah tersebut. kelompok Akhbari meyakini bahwa dengan memperhatikan isi Kutub al Arba'ah yang mana ia banyak menyandarkan dan mengambil riwayat dari kitab Ushul arba'umiah serta adanya pembelaan para penyusun kitab-kitab tresebut, seperti yang termaktub dalam mukadimah setiap kitab, atas kesahihan riwayat-riwayatnya sehingga kita tidak mungkin bisa meragukan kesahihan dan kebenaran riwayat-riwayat tersebut. Akan tetapi kelompok Ushuli, selain menafikan argumentasi yang dilontarkan oleh kelompok Akhbari, juga memiliki pandangan yang jauh berbeda dengan kelompok tersebut dimana kaum Ushuli berkeyakinan bahwa dengan adanya sejumlah riwayat lemah dalam kitab-kitab ini maka klaim yang menyatakan akan kesahihan serta ketegasan seluruh riwayat tersebut pun terbantahkan dan ternafikan. Dengan alasan inilah maka merupakan sebuah kemestian untuk melakukan analisis terhadap sanad dan teks dari setiap riwayat-riwayat tersebut secara terpisah.

23. Pada periode keempat dalam sejarah hadits Syi'ah (periode penyempurnaan dan Sistematisasi) terdapat sekelompok Muhadditsin yang berusaha mengumpulkan hadits-hadits serta riwayat Syi'ah yang tidak ditemukan dalam Kutub al Arba'ah dan menyusunnya dalam bentuk sebuah kitab. Kitab-kitab yang disusun berdasarkan cara penulisan diatas diantaranya adalah kitab Bihar al Anwar, Wasail al Syi'ah, Mustadrak al Wasail, dan Jami' Ahadits al Syi'ah.

24. Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi, atau lebih dikenal Allamah Majlisi atau Majlisi kedua (1111 H) lahir pada tahun 1037 di kota Isfahan dan setelah mengenyam pendidkan serta pengajaran dari beberapa guru, seperti Majlisi pertama (ayahnya), dan Mulla Shaleh Mazandarani, beliau mulai menekuni secara mendalam ilmu hadits dan disamping aktifitas-aktifitas kemasyarakatannya, ia berhasil mempersembahkan sekitar 160 buah karya, 86 tema dalam bahasa Persia dan sisanya ditulis dalam bahasa arab. Kitab Bihar al Anwar dan kitab syarah beliau atas kitab Al Kafi ( Mir'ah al 'Uqul ) merupakan dua buah karya monumental beliau dalam bidang riwayat.

25. Bihar al Anwar al Jami'ah Lidurari Akhbar al Aimmah al Athhar (as), merupakan kitab hadits Syi'ah yang paling komprehensif dari pertama sampai abad sekarang. Kitab yang sekarang ini dicetak serta dipublikasikan dalam 110 jilid, di dalamnya terdapat ribuan riwayat dalam berbagai bidang pengetahuan seperti akidah, akhlak, tafsir, sejarah dan juga fikih. Allamah Majlisi telah dengan tekun dan dengan kerja keras berusaha mengumpulkan sumber-sumber yang dijadikan bahan referensi kitab Bihar al Anwar dan dengan membentuk sebuah kelompok kerja ilmiah dan juga atas kerjasama dengan para muridnya, kitab Bihar al Anwar dapat diselesaikan dalam jangka waktu 40 tahun. Diantara motivasi Allamah Majlisi menyusun kitab ini adalah adanya kekhawatiran terhadap hilangnya peninggalan-peninggalan dalam bidang riwayat dan juga munculnya kecenderungan masyarakat terhadap ilmu-ilmu aqli (akal) dan berpaling serta kurang begitu menghiraukan lagi riwayat-riwayat dan hadits.

26. Komprehensif, menjelaskan maksud riwayat, perhatian terhadap perbedaan teks dan tulisan-tulisan, refleksi riwayat-riwayat ahlusunnah, perhatian terhadap adanya konflik dan selisih pada riwayat-riwayat dan lain sebagainya, merupakan cirri khas kitab Bihar al Anwar.

27. Muhammad bin Hasan, yang lebih dikenal dengan nama Syaikh Hurra 'Amili lahir pada tahun 1033 H di Jabal 'Amil Libanon dan setelah 40 tahun tinggal di kota kelahirannya dan menuntut ilmu, beliau bermaksud melakukan perjalanan untuk berziarah ke maqam Suci Imam Ridha as di kota Suci Masyhad dan tinggal di kota tersebut dan pada tahun 1104 H, beliau berpulang kepangkuan Ilahi dan dimakamkan disamping makam mulia Imam Ridha as. Selama hidupnya di kota Masyhad, Syaikh sibuk menyusun berbagai kitab diantaranya kitab Wasail al Syi'ah. Jumlah karya yang beliau tinggalkan sekitar 24 tulisan.

28. Tafshil Wasail al Syi'ah ilaa Tahshil Masail al Syari'ah yang nama pendeknya Wasail al Syi'ah merupakan sebuah kitab hadits yang riwayat-riwayatnya diambil dari Kutub Arba'ah dan didalamnya juga terdapat 70 kitab lain serta mengandung sekitar 3585 riwayat dan dicetak serta dipublikasikan dalam 20 jilid. Diantara kelebihan-kelebihan kitab Wasail al Syi'ah adalah pada bagian penutup kitab ini, penyusun berusaha membahas secara sistematis kajian-kajian penting terkait dengan hadits dan juga ilmu rijal dalam 12 pasal.

29. Mustadrak al Wasail wa Mustanbith al Masail buah karya Mirza Husain Nuri (wafat 1320 H) merupakan sebuah kitab yang mencakup sekitar 23514 riwayat dimana dalam penyusunannya menggunakan berbagai referensi riwayat-riwayat fikih dan disodorkan sebagai penyempurna kitab Wasail al Syi'ah. Diantara kelebihan kitab ini adalah pada bagian penutup kitab ini, mencoba menerangkan serta memaparkan secara khusus kajian-kajian penting seperti pembelaan atas sumber-sumber yang dijadikan bahan referensi dalam kitab ini.

30. Ayatullah Burujurdi (wafat 1380 H) salah seorang marja' agung Syi'ah (periode baru ini) bersama para muridnya, dengan melihat adanya kekurangan-kekurangan pada kitab Wasail al Syi'ah, mencoba serta berhasil menyusun sebuah kitab hadits yang cukup komprehensif dalam beberapa jilid yang diberi nama Jami' Ahadits al Syi'ah. Kitab ini terus berlanjut kendati beliau pun sudah wafat. Diantara ciri khas kitab ini adalah menyebutkan ayat-ayat ahkam, menyebutkan secara sempurna seluruh riwayat tanpa ada pemotongan, penjelasan tentang solusi atas riwayat-riwayat yang bertentangan, menjelaskan tentang perbedaan tulisan atau teks/naskah, pemisahan dan penataan secara sistematis riwayat-riwayat tentang adab-adab dan akhlak, doa-doa serta zikir-zikir, mencantumkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan fatwa dan kemudian riwayat-riwayat yang bertentangan atau berselisih dari sisi madlul (isi)-nya, menentukan tempat kembalinya dhamir (kata ganti) pada tempat-tempat tertentu, dan juga menjelaskan makna dari kata-kata yang dianggap sulit atau pun rumit.

31. Kitab al Wafi karya Mulla Muhsin Faidh Kasyani (wafat 1091 H) merupakan kitab hadits paling awal dan paling sempurna dimana seluruh riwayat-riwayat yang ada pada Kutub al Arba'ah terdapat di dalam kitab ini dengan konsentrasi bahwa ia mencoba menghapus riwayat-riwayat yang disebutkan secara berulang kali dalam Kutub al Arba'ah. Kitab ini terdiri dari 14 pasal. Motivasi beliau dalam menyusun kitab ini adalah menurut anggapannya, setiap dari Kutub al Arba'ah itu kurang begitu komprehensif dan juga adanya penakwilan yang tidak sesuai atas Tahzibain. Kitab Al Wafi, selain menghapus riwayat-riwayat yang disebutkan berulang kali dan menyodorkan model baru sebuah kumpulan riwayat, juga mencakup penjelasan-penjelasan yang sangat bermanfaat serta transparan dari pihak penyusun dalam rangka menghilangkan adanya keburaman serta kekaburan pada riwayat-riwayat tersebut.

32. Jamaluddin Hasan bin Zainuddin (putra Syahid Tsani) (wafat 1011 H) salah seorang ulama dan mujtahid tersohor Syi'ah pada abad kesepuluh yang memiliki sekitar 12 karya dalam berbagai bidang keilmuan Islam. Kitab Ma'alim al Din beliau masih tetap diajarkan di Hauzah-hauzah ilmiah. Dalam usaha beliau yang sangat berharga dimana mencoba membagi serta mengklasifikasikan riwayat-riwayat yang ada pada Kutub al Arba'ah kedalam dua kelompok, yaitu kelompok hadits-hadits yang dianggap sahih dan kelompok hadits-hadits yang dianggap hasan dan dari usaha ini beliau berhasil menyusun sebuah kitab yang diberi nama Muntaqi al Jiman fii al Ahaditsi al Shihah wa al Hisan. Pada permulaan kitab, dalam kaitannya dengan 12 hal yang bermanfaat, penyusun telah memaparkan kajian serta bahasan yang sangat penting lagi berfaedah. Namun perlu diketahui bahwa sangat disayangkan kitab ini terhenti sampai pada bab Haji saja dan tidak sempat diselesaikan.

33. Hadits Syi'ah pada dua dekade, yaitu: 1) abad 5 sampai abad 10. 2) abad 12 dan 13, mengalami kemunduran dan stagnasi. Menjamurnya kajian dalam bidang fikih dan ijtihad menjadi salah satu faktor yang menimbulkan stagnasi perkembangan hadits pada dekade ini. Gerakan kebangkitan dan pemulihan yang dilakukan kelompok Akhbari dibawah pimpinan Muhammad Amin Astar Abadi (wafat 1280 H) dan pendekatan yang dilakukan terhadap riwayat-riwayat tersebut, dapat mehidupkan kembali serta memberikan ruang gerak kepada ilmu hadits dan dengan kepergian Allamah Majlisi (wafat 1111 H) dan munculnya Wahid Bahbahani (wafat 1280 H) budaya dan tradisi yang berkembang pada hadits Syi'ah kembali mengalami stagnasi (?!).

34. Dari sejak abad 14 sampai pada masa kita sekarang, merupakan periode cemerlang dalam ilmu-ilmu hadits. Pada dekade sekarang, yang terjadi adalah munculnya pendekatan terhadap hadits dengan cara yang relatif modern dan baru, dimana poin-poin aslinya itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. penelitian mendalam dan kritis atas sejarah hadits.
2. terbatasnya ruang kajian dan telaah hadits.
3. kritik dan perbaikan riwayat-riwayat.
4. gerakan penyusunan kamus-kamus riwayat.
5. menghidupkan kembali peninggalan-peninggalan ulama terdahulu.
6. pendekatan orientalis terhadap hadits.
7. pemanfaatan teknologi software computer dalam penelitian hadits.



MENGENAL PERAWI SYI'AH
Ditulis Oleh Muhammad Abdurrahman
hakekat.com/content/view/18/1/+&cd=9&hl=id&ct=clnk&gl=id

Kita tidak bisa berguru langsung pada Ali bin Abi Thalib, tapi ajarannya masih dapat kita akses melalui perawi yang menyampaikan ajarannya pada kita, tetapi ketika perawi itu invalid, ucapannya harus kita ragukan. Seorang perawi yang dilaknat oleh Imam Maksum masih dipercaya oleh Syiah
Riwayat yang datang dari para imam sangat banyak jumlahnya, maka kita memerlukan penelitian guna membedakan antara yang sahih dan cacat. Kita harus meneliti mana yang benar-benar perkataan para imam dan mana yang bukan. Mengapa tidak? Mereka juga berdusta atas nama imam para imam, yaitu Muhammad saw, oleh karena itu maka berdusta atas nama para imam sangat mungkin terjadi.

Untuk itu disini kami paparkan salah satu gambaran perawi mereka yang paling terkenal dan masyhur, kita lihat sejauh mana kedudukan dan posisinya dikalangan syiah. Dia adalah Zurarah, siapa sebenarnya Zurarah ???

Dia adalah Zurarah ibn A’yun ibn Sansan, kunyahnya adalah Abul Hasan dan juga Abu Ali. Sanan adalah seorang budak orang Romawi, sebagaimana di katakan dalam  Fahrasat karya ath Thusiy hal. 104.

Zurarah telah banyak meriwayatkan riwayat-riwayat yang jumlahnya mencapai 2094 sebagaimana disebutkan dalam Mu’jamul Hadits juz. 8 hal 254. Oleh karena itu dia diberi gelar  “Gudang Hadits Para Imam” sebagaimana disebutkan dalam Rijal Haulal Ahlul Bait juz 2 hal. 94.

Zurarah juga banyak dikuatkan oleh masyayikh kalangan syiah diantaranya adalah ath Thusiy, an Najasyi, Ibnu Muthahhar dan yang lainnya.

Akan tetapi hal yang aneh tersembunyi di balik sosok Zurarah yang terkenal itu, dia yang terkenal banyak meriwayatkan hadits, dikuatkan para ulama, riwayatnya banyak dijadikan sandaran ternyata telah dianggap lemah. Misalnya apa yang dikatakan Sufyan Atsauri dalam Lisanul Mizan (juz2, hal 474) tentang Zurarah: ”Dia tidak pernah bertemu Abu Ja’far”, dan ketika dikatakan kepadanya Zurarah meriwayatkan dari Ja’far, dia berkata: ”Zurarah tidak pernah melihat Abu Ja’far dia hanya menulis ucapannya saja."

Sebagian para ulama Syiah sekarang ini, seperti Abdul Husein Musawi mengatakan dalam Muraja’at (hal. 313) [diterjemahkan dengan judul Dialog Sunni Syi'ah] : ”Saya tidak mendapatkan satu atsar yang membicarakan tentang Zurarah ibn A’yun, Muhammad ibn Salim dan Mukmin Thoq dan yang semisalnya. Mekipun saya telah membolak-balik dan mengkajinya dengan teliti." Hal itu tidak lain hanyalah kebohongan dan kezaliman semata. Hal ini menunjukkan pembelaan terhadap Zurarah.

Saya berusaha untuk memiliki prasangka yang baik dengan mengatakan: ”Mungkin dia belum pernah menemukan riwayat itu walaupun telah mencari dengan susah payah. Saya sendiri telah menemukan ada kurang lebih 36 hadits  yang disebutkan oleh penulis Mu’jamu Rijal Al Hadits,  dan sebagian dianggap lemah."

Pada tempat yang lain dia juga mengemukakan alasan, dan sebagian lain hanya dikomentari  dengan komentar yang sifatnya umum atau mengatakan bahwa Zurarah berbuat/berkata seperti itu hanya untuk taqiyyah. Untuk itu saya bermaksud memaparkan sebagaian hadits/riwayat tersebut yang berasal dari imam yang mereka yakini  memiliki sifat ma’shum.
Kemudian akan saya beri catatan komentar dan saya persilahkan anda untuk memperhatikan dan mengambil kesimpulan sendiri. Semoga Allah memberikan taufiq, hidayah  dan kebenaran kepada kita semua dan menyelamtkan dari  hawa nafsu dan mengikuti syahwat .

RIWAYAT PERTAMA

Kisyi meriwayatkan dari Zurarah bahwasanya dia berkata: ”Saya bertanya kepada Abu Abdillah r.a tentang tasyahud... saya berkata: 'Attahiyatwash sholawat...'  kemudian saya bertanya tentang bulan, maka dia menjawab dengan jawaban yang sama yaitu: 'At Tahiyyatar wash sholawat.'  Dan ketika saya keluar maka saya kentut pada jenggotnya. Kemudian saya berkata: 'Dia tidak akan beruntung selamanya.'" (Ma’rifatu Akhbarir Rijal hal 106)
Penghinaan yang mana yang lebih besar dari hal ini, setiap orang akan merasa dihinakan dengan perlakuan ini, bagaimana halnya dengan seorang Imam seperti Ja’far Shodiq. Barangkali perkataan ini muncul dari diri Zurarah sendiri, adapun keberanian berbuat seperti itu tidak akan pernah ditemukan selain pada dirinya. Riwayat ini cukuplah sebagai  bukti  dan akal pun akan bisa menilainya.

RIWAYAT KEDUA

Wahai pembaca yang budiman jangan heran terhadap penuturan di atas. Riwayat berikut merupakan riwayat yang benar berasal dari Imam Ja’far.  Ziad ibn Abi Halal meriwayatkan, bahwasanya dia berkata: ”Saya bertanya kepada Abu Abdullah: 'Sesungguhnya Zurarah meriwayatkan tentang 'istitha’ah (mampu)' dari kamu  suatu hal, kemudian kami terima riwayat itu dan kami benarkan. Disini kami ingin menanyakan kembali kepada anda.' Maka Abu Abdillah berkata: 'Ya.' Saya berkata: 'Dia mengklaim bahwasanya dia pernah bertanya kepada mu tentang  firman Allah: 'Dan diwajibkan bagi manusia untuk menunaikan ibadah hajji, bagi  siapa saja yang mempunyai kemampuan.' Kemudian kamu menjawab: 'Bagi siapa saja yang memiliki bekal dan kendaraan.' Maka dia berkata kepadanya: 'Siapa saja yang memiliki harta dan kendaraan berarti dia mampu untuk mengerjakan haji, meskipun dia tidak pergi haji ? Maka anda menjawab: 'Ya'"
Maka Abu Abdullah berkata: ”Bukan demikan dia bertanya dan juga bukan demikian saya menjawab, demi Allah dia telah berdusta kepadaku, demi Allah semoga Allah melaknat Zurarah, Zurarah terlaknat, semoga Allah melaknat Zurarah. Sesungguhnya apa yang sebenarnya dia katakan adalah: 'Barang siapa yang memiliki harta dan kendaraan, apakah dia dikatagorikan mampu menunaikan haji?' Saya menjawab: 'Telah wajib baginya.' Dia berkata: 'Apakah dia mampu ?' Maka saya berkata: 'Tidak sehingga diijinkan.'"

Abu Abdillah berkata: "Beritahukan hal ini kepada Zurarah!" Maka ketika kami datang di Kufah dan kami bertemu dengan Zurarah, saya beritahukan kepadanya yang telah dikatakan Abu Abdullah dan dia pun tidak bereaksi dengan ucapan laknat Abu Abdullah. Dia berkata: ”Dia memberi pengertian “istitho’ah” dengan sesuatu yang tidak bisa difahami. Sesungguhnya Abu Abdillah adalah orang yang tidak begitu faham akan orang lain."
Riwayat ini di nukilkan oleh Kasyi  sebagaimana disebutkan Khoui  dalam Mu’jamur Rijalil Hadits (juz. 8, hal. 236-247) dan tidak ada komentar tentangnya.
Tidak diragukan bagi anda sekalian, bahwa laknat adalah diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah,  Laknat ini pun keluar dari  - yang menurut aqidah syiah- orang yang mereka anggap ma’shum. Dengan demikian apakah kiranya orang yang sudah dilaknat oleh imamnya akan masih diterima  dan riwayatnya dianggap kuat?  Ada yang mengatakan hal ini adalah taqiyah, bentuk perlindungan Abu Abdillah kepada Zurarah, sebagaimana dikatakan sebagian ulama syiah. Akan tetapi bukankah yang menjadi lawan bicara Abdullah adalah juga seorang syiah,  untuk kepentingan apa Abu Abdillah mengadakan taqiyah???? Zaid bin Halal dianggap tsiqoh oleh Najasyi, untuk apa Abu Abdillah bertaqiyyah?

Jika memang benar itu untuk taqiyyah, lalu apa alasan Zurarah mencela Abu Abdillah dan mengatakan dia tidak faham omongan orang? Perhatikanlah wahai pembaca, jika anda membaca dan meneliti riwayat-riwayat syiah maka anda akan menemukan kontradiksi yang mengherankan.
Kemudian sebagian ulama syiah mengatakan: "Bahwa ketika Imam mencela Zurarah tujuannya adalah untuk membela dan menjaganya dari aniaya musuh." Hal ini diriwayatkan oleh Abdullah ibn Zurarah. Dan tidak disangsikan lagi bahwa riwayat anak yang tujuannya mengadakan pembelaan terhadap bapaknya, adalah riwayat yang cacat.




RIWAYAT KETIGA

Kisyi menukilkan sebuah riwayat yang disebutkan pengarang kitab Mu’jamu Rijalil Hadits (juz. 8, hal 234)  setelah menyebutkan  urutan sanad  dari Zurarah berkata: ”Berkata kepadaku Abu Ja’far: 'Ceritakan tentang Bani Israel maka (hal itu)tidak apa-apa.' Saya berkata: 'Demi Allah sesungguhnya dalam hadits syiah ada kisah-kisah yang lebih aneh dari kisah Bani Israel.'  Berkata: 'Tentang hal apa wahai Zurarah?' Berkata rowi: 'Maka hatiku seperti tercuri, sehingga aku berdiam untuk beberapa waktu  dan aku tidak mengetahui apa yang aku maksudkan.'  Kemudian dia berkata: 'Barangkali yang anda maksudkan adalah masalah ghaibah.' Saya berkata: 'Ya.' Berkata: ''Percayalah pada hal itu karena itu merupakan kebenaran."
Bukankah riwayat ini menunjukkan keraguan yang ada pada diri Zurarah terhadap aqidah tentang ghaibah. Seolah-olah dia belum yakin dengannya. Padahal soal aqidah tidak boleh ada keraguan di dalamnya. Dan bagaimana mungkin keraguan datang dari seorang yang merupakan gudangnya hadits para imam???

RIWAYAT KEEMPAT

Disebutkan oleh Khoui dalam Mu’jamul Rijalil Hadits (juz 8 hal. 243-244) setelah menyandarkan sanadnya kepada Isa ibn Abi Manshur dan Abi Usamah Asyahham dan Ya’kub ibn Ahmar (semuanya) berkata: ”Kami sedang duduk-duduk bersama Abu Abdillah, kemudian masuklah Zurarah dan berkata: 'Sesungguhnya Hakam ibn ‘Ayyinah  menceritakan dari bapakmu bahwasanya dia berkata: 'Sholatlah maghrib sebelum sampai di Muzdalifah.' Maka berkata Abu Abdillah: 'Setelah saya ingat-ingat, bapakku tidak mengatakan demikian, Hakam telah berdusta kepada bapakku.' Maka keluarlah Zurarah sambil berkata:  'Menurut saya Hakam tidak berdusta pada bapaknya (abu Abdillah).'"

Perhatikanlah perkataan  Zurarah, bagaimana mendustakan Imam yang ma’shum dan menganggapnya salah hanya karena perkataan imam tadi berbeda dengan perkataannya. Dan bagaimana mungkin orang semacam ini dipercaya?

RIWAYAT KELIMA

Dalam Mu’jam Rijal ul Hadits disebutkan (juz8, hal 239) Kisyi menukilkan dari Jamil ibn Darraj dan yang lainnya bahwasanya dia berkata: ”Zurarah mengutus anaknya yang bernama Ubaid ke Madinah guna mencari berita tentang Abil Hasan dan Abdullah ibn Abi Abdillah. Akan tetapi anaknya meninggal dunia sebelum pulang sampai ke rumahnya.”

Mahasa Suci Allah, seorang nara sumber hadits tidak mengetahui Imam zamannya padahal dia termasuk orang yang paling dekat dengan bapaknya?  Dan pantaskah kalau dia lupa terhadap orang yang sudah jelas di nashkan keimamahannya dan diturunkan wahyu tentang keimamahannya???
Ada yang mengatakan bahwa sebenarnya dia sudah mengetahui Imam pada masa itu akan tetapi dia  mengirim anaknya untuk mengenal lebih dekat dan dengan alasan taqiyah. Bukahkah hal ini bertentangan dengan  perkataannnya sendiri ketika mengatakan: ”Untuk mencari berita tentang Abul Hasan dan Abdullah ibn Abi Abdullah, siapakah diantara keduanya yang menjadi imam???" Maka kita dapati perkataan para imam syiah banyak bertentangan dengan hadits yang mereka sendiri menganggapnya sahih, seperti riwayat ini.

Pembaca yang budiman, ini adalah sebagian riwayat yang hanya saya sebutkan sebagian saja supaya tidak terlalu panjang. Akan tetapi saya sangat terheran-heran ketika saya mendapatkan komentar  tentang sebagian riwayat yang mencela Zurarah. Kita dapati disana sebagian riwayat akan dianggap lemah padahal di buku lain perowinya dianggap kuat oleh sebagian ulama syiah lainnya, seperti Muhammad ibn Isa ibn Ubaid.  Dan apabila Muhammad ibn Isa kebetulan meriwayatkan satu hal yang berisi celaan terhadap Zurarah, maka mereka lemahkan. Sebaliknya apabila meriwayatkan satu riwayat yang mengandung pujian terhadap Zurarah maka mereka bersedia menggunakan Muhammad ibn Isa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Hawil Aqwal Fii Ma’rifatir Rijal (juz.1 hal 393)  ketika memuji Zurarah dalam satu riwayat  dari Abi Abdullah.

Pembaca budiman, ini adalah sebagaian riwayat yang kami paparkan kepada anda. Saya menunggu komentar dan kajian anda  dengan kajian yang teliti. Seandainya benar, maka itu adalah dari Allah, akan tetapi jika salah itu berasal dari  itu adalah dari diriku dan dari setan. Dan jangan sekali-kali menggunakan pandangan orang yang taklid, akan tetapi gunakan akalmu, sehingga kita bisa mengatakan bahwa ini adalah salah dan itu adalah benar. Sehingga kita bisa lebih banyak mendapatkan kesepakatan. Dan semoga Allah menunjukkan kita kepada seluruh jalan menuju kebaikan dan kebenaran. Amin…

http://koepas.org/index.php/opini/647-kalau-bukan-hadits-abu-hurairah-apakah-hadist-syiah-yang-harus-di-ambil
http://koepas.org/images/ahlussunah.png
Semua ulama Islam dari awal sudah sepakat, kalau Abu Hurairah adalah salah satu perawi hadist yang paling banyak meriwayatkan hadits nabi. Banyak hadist yang diriwayatkan dari lidah Abu hurairah sebagai sahabat nabi, yang di sansikan Syiah, dengan satu target melemahkan barisan ahlussunah waljamah. Dan promosi hadist hadist syiah yang tidak berhasil dikalangan sunni, menyebabkan syiah mengambil jalan pintas dengan mencari cela cela yang dapat menghancurkan hadist hadits Abu Hurairah. Usaha mereka terbilang gigi mernacang berbagai cara, agar umat Islam bisa terpedaya dengan ocehan syiah yang menyiramkan air garam pada umat islam.

Pendustaan dan pemalsuan yang terus menerus dilakukan Syiah, jelas merupakan usaha gigih syiah dalam rangka membendung keyakinan sunah yang sudah mengakar, dan bertujuan menarik dan merekrut sunni dengan tipuan tipuannya kedalam Syiah yang di murkai Allah dan rasul-Nya.
Padahal sejak jaman Imam Imam Hadist sebelum Bukhari, hatta gurunya Imam Bukhari dan lainnya tidak ada seorangpun dari mereka yang menolak “Abu Hurairah”. Ribuan imam sunni dari jaman ke jaman tak pernah ada yang melakukan abortus terhadap hadits Abu Hurairah. Kelekar syiah menempatkan Abu Hurairah sebagai perawi palsu justru makin meyakinkan Muslim, kalau syiah bukan Islam. Sejak muncul imam imam fiqih semacam imam Aza’I , Malik, Abu hanifah, Imam syafii, Imam Ahmad bin Hambal, tak terkisahkan dari mereka, kalau hadist hadist Abu Hurairah adalah palsu. Mereka menggunakan hadist hadist Abu Hurairah sebagai hujjah fiqihnya.
Membaca prilaku Syiah melemahkan Abu Hurairah, kelak akan menghasilkan kesimpulan, kalau Imam Imam yang menyandarkan fiqihnya ke Abu Hurairah, atau imam imam mufasir atau imam imam mujtahid sekaliber mujahid dianggap menjadi palsu pula, dan pada gilirannya semua imam yang jumlahnya ribuan mengakui Abu hurairah adalah Imam batil tak pantas diikuti. Sedangkan dijaman khilafah dari masa ke masa tidak ada satupun tim hadist yang melecehkan Abu Hurairah, kecuali syiah yang dengan rancanganya melakukan tipu daya terhadap umat Islam.
Sinergi kesesatan tim syiah melakukan abortus terhadap hadist Abu Hurairah sebenarnya tak pernah berhasil, karena argument apapun yang digunakan Syiah melecehkan Abu hurairah tidak lebih dari basa basi taqiyah syiah yang di marginalkan oleh tokoh sunni.
Buruknya perangan syiah melecehkan sahabat nabi, sudah jelas menempatkan syiah pada posisi terpojok, tidak punya teman gaul, sehingga banyak melakukan aksi pembunuhan karakter terhadap sunni. Al-Quran sudah dilecehkan, hadistpun telah didustakan, masihkah ada pemuda Islam yang cerdas simpati dengan syiah, atau karena ketidakmampuan mereka berada dalam bingkai intelektual yang terpasung oleh logika syiah, sehingga sulit keluar dari paham sesat tersebut. Bisa di kelaskan mereka yang meninggalkan pemahaman sunni tidak ada seorangpun dari mereka yang sederajat dengan sunni hafalan dan kekuatan ingatannya. Melainkan kalangan orang orang pandir yang rakus dengan kesesatan belaka.