Monday, March 30, 2015

Siapa hakikat pembunuh Husein

Siapa hakikat pembunuh Husein
Desember 23, 2009 oleh ansharulahlubait
Halaman 11 versi syi’ah
Sebenarnya, Muhammad bin Ali bin Abu Thalib yang populer dengan gelar Ibnu al-Hanif, sudah menasehatkan kepada saudaranya al-Husein radhiyallahu ‘anhum seraya mengatakan: “Wahai saudaraku, penduduk Kufah sudah Anda ketahui betapa pengkhianatan mereka terhadap bapakmu (Ali r.a.) dan saudaramu (al-Hasan r.a.). Saya khawatir nanti keadaanmu akan sama seperti keadaan mereka sebelumnya!” [1]
Seorang penyair tersohor, Farazdaq berpantun berkaitan dengan al-Husein r.a., tatkala ia ditanya tentang Syi’ah beliau yang hendak dijumpai oleh beliau. Ia menjelaskan: “Hati mereka bersama Anda, sedang pedang beliau melawan Anda. Ketetapan turun dari langit, dan Allah kuasa berbuat sekehendak-Nya.” Al-Husein menjawab: “Anda benar, Allahlah yang kuasa menetapkan persoalan. Dan setiap hari ia berada di dalam urusan. Sekiranya datang ketentuan sebagaimana kesukaan dan kerelaan kami, kami pun memuji Allah atas karunia-karunia nikmatnya, bahkan Dialah tempat tujuan selayaknya untuk mengungkapkan syukur. Tetapi apabila terjadi situasi yang di luar harapan, niscaya Dia tidak akan jauh dari orang-orang yang berniat baik dan berbatin takwa.”[2]
Imam al-Husein r.a. tatkala beliau berpidato kepada mereka, beliau telah menyinggung sikap pendahulu mereka dan juga sikap mereka terhadap bapak dan saudara beliau. Di dalam pidato, beliau menyatakan: “ . . ., sekiranya kalian tidak bersedia melaksanakannya dan kalian hendak membatalkan janji kalian, kalian hendak menanggalkan baiat terhadapku dari pundak kalian, maka memang kalian sudah dikenal dengan sikap demikian, karena kalian pun telah bersikap serupa itu terhadap bapakku, saudaraku, dan juga putra pamanku Muslim. Akan tertipulah orang-orang yang cenderung kepada kalian, . . . “[3]
Dan pernyataan-pernyataan Imam al-Husein r.a. sebelumnya yang mana beliau meragukan surat-surat mereka. Kata beliau: “Sesungguhnya mereka itu telah membuat diriku cemas, dan inilah surat-surat penduduk Kufah, sedang mereka memerangiku.”[4]
Pada kesempatan lainnya beliau r.a. mengatakan: “Wahai Allah, turunkanlah ketetapan antara kami dengan kaum yang telah mengundang diri kami hendak membela, tetapi justru memerangi kami!”[5]
Syi’ah (pengikut) al-Husein r.a. telah mengundang (dengan dalih) hendak membelanya, tetapi kemudian memerangi beliau sendiri!”
Salah seorang Syi’i bernama Husein Kurani mengatakan:
“Penduduk Kufah tidak puas sekedar berpisah meninggalkan Imam al-Husein, bahkan mereka berubah sikap, mengubah pendirian mereka ke pendirian ketiga, yaitu kini mereka bergegas berangkat menuju Karbala’ dan memerangi Imam al-Husein a.s. Di Karbala’ mereka saling berlomba menyatakan pendirian mereka yang sesuai dengan kepuasan setan dan mendatangkan murka Sang Maha pemurah. Contohnya, kita lihat, bahwa Amru bin al-Hajjaj, lelaki yang baru kemarin bersiap siaga di Kufah seolah-olah laksana seorang penggembala gembalaan Ahlul Bait, berjuang membela mereka, juga merupakan orang yang telah mengerahkan pasukan untuk menyelamatkan orang besar Hani bin Urwah, secara nyata-nyata telah berbalik pendirian, yaitu dengan menganggap bahwa al-Imam Husein telah keluar dari agama (Islam). Marilah kita renungkan pernyataan berikut: “Ketika itu Amru bin al-Hajjaj berkata kepada rekan-rekannya: “Perangilah orang-orang yang telah keluar dari agama dan meninggalkan jemaah . . , dst.” [6]
Husein Kurani juga menjelaskan: “Kita lihat pendirian lain yang membuktikan sikap munafik penduduk Kufah. Abdullah bin Hauzah at-Taimi datang berdiri di hadapan Imam al-Husein a.s. seraya berteriak: “Adakah di antara kalian yang bernama Husein?”
Orang ini termasuk penduduk Kufah sedang kemarin ia tergolong Syi’ah Ali a.s., dan boleh jadi ia termasuk orang yang turut menulis surat kepada Imam, atau termasuk jemaah yang terlibat dan mereka yang lain yang juga menulis surat . . . , “ Lebih lanjut ia berkata; “Hai Husein, berbahagialah dengan masuk neraka !” [7]
Murtadha Muthahari mempertanyakan: “Bagaimana penduduk Kufah sampai berangkat untuk memerangi al-Husein a.s. pada saat menganggap cinta kepada mereka dan memiliki jalinan kasih sayang?”
Kemudian ia pun menjawabnya sendiri: “Jawabannya, ialah karena rasa gentar dan takut yang telah menjangkiti penduduk Kufah. Secara umum sejak masa pemerintahan Ziyad dan Mu’awiyah, dan yang kemudian kian meningkat dan bertambah-tambah dengan kehadiran Ubaidillah, lelaki yang dengan serta merta telah membunuh Maitsam at-Tamar, Rasyid, Muslim, dan Hani, . . ,dan ini berkaitan dengan perubahan sikap mereka yang terlibat lantaran berambisi dan berhasrat kepada penghasilan, harta, dan kehormatan duniawi…,”
“Adapun sikap orang-orang terpandang dan para tokoh, mereka ini telah dilanda takut terhadap Ibnu Ziyad, terpikat oleh harta sejak hari pertama ia memasuki Kufah. Pada saat ia berseru kepada mereka semua seraya berkata: “Barangsiapa di antara kalian berada di barisan yang menentang, maka saya akan menghapuskan soal hadiah kepadanya.”
Demikianlah, contohnya Amir bin Majma’ atau bernama Majma’ bin Amir, ia berkata: “Adapun para tokoh mereka, maka mereka telah menjadi besarlah korupsi mereka, dan telah memenuhi tabiat mereka.”[8]
Seorang Syi’i Kadhim al-Ihsai an-Najafi menjelaskan:
“Pasukan yang berangkat hendak memerangi Imam Husein a.s. sebanyak 300.000. Seluruhnya adalah penduduk Kufah. Tidak ada di antara mereka yang berasal dari Syam, Hejaz, India, Pakistan, Sudan, Mesir, maupun Afrika, bahkan seluruhnya adalah penduduk Kufah yang terhimpun dari beraneka ragam kabilah.” [9]
Ketika Husein melihat laskar Kufah dan pengikut-pengikutnya berpaling darinya, beliau sadar bahwasanya tiada tempat pelarian baginya. Ia lalu berdoa :
‘Allahumma ya Allah, berilah keputusan antara kami dan suatu kaum yang mengundang kami, dengan janji membela kami, lalu mereka itu malahan akan membunuh kami’. Ia kemudian berjuang terus hingga jatuh terbunuh. Semoga rahmat dan keridhaan Allah dilimpahkan kepadanya. Nyatalah bahwa semua yang datang di medan perang Karbala, dengan tujuan memeranginya dan melaksanakan pembunuhan terhadapnya, adalah laskar Kufah, tidak ada seorangpun warga Syam yang ikut.[10]
Seorang sejarawan Syi’i Husein bin Ahmad al-Buraqi an-Najafi menerangkan: “Al-Qazwaini mengatakan: “Balasan yang perlu dilakukan terhadap penduduk Kufah, adalah lantaran mereka telah menikam al-Hasan bin Ali a.s, dan mereka membunuh al-Husein a.s setelah mereka mengundang beliau.”[11]
Seorang sejarawan Syi’i tersohor Ayatullah al-‘Udhma Muhsin Amin mengatakan: “Lalu berbaiatlah dari penduduk Kufah sebanyak 20.000 orang, yang mana mereka mengkhianatinya. Kemudian mereka pun berangkat memerangi beliau pada saat baiat (janji setia) masih berada di pundak mereka. Kemudian mereka pun membunuh beliau.”[12] Jawad Muhaditsi mengatakan: “Segala penyebab-penyebab seperti ini berdampak menyusahkan Imam Ali a.s. dalam dua kasus, dan Imam al-Hasan menghadapi pengkhianatan mereka. Di antara mereka Muslim bin Aqil terbunuh dalam kondisi teraniaya. Al-Husein mati dalam keadaan kehausan di Karbala’ dekat Kufah dan di tangan tentara Kufah.” [13]
Seorang tokoh Syi’i Abu Manshur ath-Thabrisi, Ibnu Thawus, al-Amin, dan para tokoh lainnya mengutip informasi dari Ali bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan Zainal Abidin r.a., dari bapak-bapaknya, seraya mencela Syi’ahnya yang telah menghinakan bapanya dan membunuhnya pula, ia berkata:
“Wahai manusia, kuperingatkan kalian terhadap Allah, tidak sadarkah kalian, bahwa kalian telah menulis surat kepada bapakku, lalu kalian khianati? Kalian memberikan janji, ikrar, dan baiat, lalu kalian membunuhnya dan menghinakannya. Celakalah hasil dari perbuatan yang telah kalian lakukan bagi diri kalian, buruknya nalar kalian. Dengan pandangan bagaimanakah kalian akan memandang kepada Rasulullah s.a.w. manakala beliau bertanya kepada kalian: “Kalian telah membunuh keturunanku, dan kalian telah mencemarkan kehormatanku. Jadi, kalian bukanlah umatku!”
Para wanita saling menjerit seraya menangis dari berbagai penjuru. Sebagian mereka berkata kepada sebagian lainnya: “Binasalah kalian lantaran perbuatan kalian.” Lalu beliau a.s. berkata lagi: “Semoga Allah merahmati orang yang suka menerima nasehatku, menjaga wasiatku berkaitan (hak-hak) Allah, Rasul-Nya, dan Ahlul Baytnya. Sebab, kami telah memperoleh teladan baik dari Rasulullah.”
Secara serentak para hadirin berseru: “Kami semua bersedia mendengar, patuh, siap membantu beban tuan, tidak akan mengabaikan tuan dan tidak pula melalaikan tuan. Oleh karena itu, perintahkanlah kami dengan suatu perintah, semoga tuan dirahmati Allah. Sebab, kami siap berperang kepada orang yang memerangi tuan, berdamai dengan orang yang berdamai dengan tuan. Benar-benar kami akan menuntut bela terhadap Yazid, dan kami pun  memutuskan hubungan dari mereka yang menzalimi tuan dan menzalimi kami.”
Beliau a.s. menjawab :
“Aduhai, aduhai, wahai para pengkhianat penipu. Ambisi kalian telah dihalangi oleh hawa nafsu kalian. Adakah kalian akan bersikap terhadapku sebagaimana sikap kalian terhadap bapak-bapakku sebelumnya? Tidak lagi, betapa banyak orang-orang yang suka menari-nari. Sungguh luka ini belum lagi kering. Baru kemari bapakku terbunuh dan Ahlul Baitku pun terbunuh bersamanya. Saya belum dapat melupakan derita Rasulullah s.a.w. beserta keluarganya, derita bapakku beserta putra-putra bapakku. Dan itu bisa didapati di antara duka dan kepahitanku, di antara kerongkongan dan tenggorokanku, sedang cabang-cabangnya mengalir di hamparan dadaku . . .,” [14]
Tatkala Imam Zain al-Abidin rahimahullahu Ta’ala lewat dan melihat penduduk Kufah sedang meratap dan menangis, lalu beliau menegurnya seraya berkata: “Kalian meratapi dan menangisi kami, lalu siapa yang telah memerangi kami?” [15]
Di dalam sebuah riwayat dikisahkan, tatkala beliau lewat Kufah yang mana penduduknya meratap. Ketika itu beliau tinggal sebagai tamu karena terhalang oleh sakit. Dengan suara pelahan beliau berkata: “Kalian meratapi dan menangis kami? Lalu siapa yang telah memerangi kami?” [16]
Di lain riwayat tentang diri beliau rahimahullah, dinyatakan bahwa beliau berkata dengan suara lemah karena beliau sedang dirundung sakit: “Sekiranya mereka itu menangisi kami, lalu siapakah yang telah memerangi kami selain mereka?” [17]
Pada halaman berikutnya Thabarsi menukilkan kata – kata Imam Ali Zainal Abidin kepada orang – orang Kufah. Kata beliau , ” Wahai manusia (orang – orang Kufah)! Dengan Nama Allah aku bersumpah untuk bertanya kepada kamu. Tidakkah kamu sadar bahawasanya  kamu mengutuskan surat kepada ayahku                 (menjemputnya datang), kemudian kamu menipunya? Bukankah kamu telah memberikan perjanjian taat setia kamu kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya, membiarkannya dihina. Celakalah kamu karena amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk dirimu”.
Sayyidatina Zainab , saudara perempuan Sayyidina Husain yang terus hidup selepas peristiwa itu juga mendoakan keburukan untuk golongan Syiah Kufah. Katanya,
“Wahai orang – orang Kufah yang khianat, penipu! Kenapa kamu menangisi kami sedangkan air mata kami belum lagi kering karena kezalimanmu itu. Keluhan kami belum lagi terputus oleh kekejamanmu. Keadaan kamu tidak ubah seperti perempuan yang memintal benang kemudian dirombaknya kembali. Kamu juga telah merombak ikatan iman dan telah berbalik kepada kekufuran. Adakah kamu meratapi kami padahal kamu sendirilah yang membunuh kami. Sekarang kamu pula menangisi kami. Demi Allah ! Kamu akan banyak menangis dan sedikit ketawa. Kamu telah membeli keaiban dan kehinaan untuk kamu. Tumpukkan kehinaan ini sama sekali tidak akan hilang walau dibasuh dengan air apapun”.[18]
Doa anak Sayyidatina Fatimah ini tetap menjadi kenyataan dan berlaku di kalangan Syiah hingga hari ini .
Ummu Kultsum binti Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Wahai penduduk Kufah, celakalah kalian, mengapa kalian menghinakan Husein dan membunuhnya, kalian rampok harta bendanya dan kalian warisi, kalian caci maki istri-istrinya dan kalian buat  menderita. Celakalah kalian, terazablah kalian.
Tragedi apakah yang menimpa kalian, beban apakah yang terpikulkan di punggung kalian, darah-darah manakah yang telah kalian tumpahkan, kehormatan-kehormatan mana pulakah yang telah kalian cemarkan, anak-anak manakah yang telah kalian bajak, harta-harta mana yang telah kalian rampok. Kalian telah membunuh orang-orang baik sesudah Nabi s.a.w. dan keluarganya, dan kasih sayang sudah tercabut dari hati kalian!”[19]
Tentang riwayat Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anha ini juga dikutipkan kepada kita oleh ath-Thabrisi dan al-Qumi, al-Muqarram, al-Kurani, Ahmad Rasim, dan juga menjelaskan ten-tang penyelewengan para pengkhianat hina. Kata beliau radhiyallahu ‘anha:
“Kemudian dari itu, wahai penduduk Kufah, hai para pengkhianat, para penipu, dan tukang makar. Ingatlah, sejarah tiada akan terlupakan dan tragedi pun tiada akan tertenteramkan. Orang-orang seperti kalian adalah laksana orang yang merusak jalinan tenunannya sendiri setelah kokoh hingga tercerai berai.
Kalian jadikan iman kalian selaku barang dagangan di antara kalian. Adakah pada pribadi kalian selain hasrat hati dan bangga, lirikan dan dusta, merayu budak-budak wanita, bergelimang permusuhan. Seperti seorang penggembala pada tempat sampah, atau perak di dasar tanah. Betapa buruk bidang-bidang yang kalian upayakan bagi diri kalian, karena kemurkaan Allah akan menimpa kalian, dan kalian pun akan kekal di dalam azab. Adakah kalian menangisi saudaraku? Memang, sungguh! Banyak-banyaklah menangis dan tertawalah sedikit, karena kalian mendapat tragedi kehinaan dan ter-kenang aib karenanya, dan tak akan pernah terlupakan selamanya.
Bagaimana kalian dapat melupakan pembunuhan terhadap keturunan Sang Penutup para nabi?; sumber risalah?; pemimpin pemuda penghuni surga?; tempat berlindung perang kalian dan pembela kelompok kalian? ; pusat kesejahteraan kalian, wilayah pangkalan kalian, tempat rujukan untuk kalian mengadu, dan menara hujah kalian sendiri? Betapa buruk apa-apa yang telah kalian upayakan bagi diri kalian sendiri, betapa buruk beban yang akan kalian pikul pada hari kebangkitan kalian. Binasa, binasa, celaka, celaka, sebab upaya telah sia-sia, dan celakalah tangan-tangan manusia, tepukan-tepukan pun merugi. Dan kalian akan kembali dengan menghadap kemurkaan Allah. Kalian akan ditimpa kehinaan dan kenistaan. Celakalah kalian, tidakkah kalian mengerti betapa susah payah upaya Muhammad saw telah kalian sia-siakan? Betapa janji telah kalian pungkiri? Betapa kehormatan beliau telah kalian cemarkan? Betapa darah beliau telah kalian tumpahkan? Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karenanya, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung pun runtuh. Sesungguhnya kalian telah mendatangkan kelusuhan dan ketercabik-cabikan sepenuh bumi dan langit.”[20]
Seorang pemuka Syi’i Asad Haidar berkenaan Zainab binti Ali radhiyallahu ‘anhuma yang mana beliau berpidato kepada segenap orang yang menyambutnya dengan tangisan seraya meratap. Kata beliau seraya mencemooh mereka:
“Adakah kalian menangis dan berpura-pura sayang?” Ya, benar, banyak-banyaklah menangis dan tertawalah sedikit. Sebab kalian akan menderita aib dan kenistaan karenanya, dan kalian tak akan dapat terbebas daripadanya melalui upaya pembersihan selama-lamanya. Bagaimana mungkin kalian akan terbebas dari pembunuhan terhadap cucu Sang Penutup para nabi? . . ., dst.”[21]
Di lain riwayat dinyatakan, beliau mengeluarkan kepala dari tandu seraya berkata kepada penduduk Kufah:
“Celakalah kalian hai penduduk Kufah! Para lelaki kalian membunuhi kami sementara para wanita kalian menangisi kami. Yang akan menjadi hakim bagi kami atas kalian adalah Allah pada hari ditetapkannya masing-masing hukuman.”[22]
Sementara Fatimah anak perempuan Sayyidina Husain pula berkata, :
“Kamu telah membunuh kami dan merampas harta benda kami kemudian telah membunuh datukku Ali ( Sayyidina Ali ). Sentiasa darah – darah kami menitis dari ujung – ujung pedangmu……Tak lama lagi kamu akan menerima balasannya. Binasalah kamu! Tunggulah nanti azab dan kutukan Allah yang akan terus menerus menghujani kamu. Siksaan dari langit akan memusnahkan kamu akibat perbuatan terkutukmu. Kamu akan memukul tubuhmu dengan pedang – pedang di dunia ini dan di akhirat nanti kamu akan terkepung dengan azab yang pedih “.
Apa yang dikatakan oleh Sayyidatina Fatimah binti Husain ini dapat dilihat dengan mata kepala kita sendiri di mana pun Syiah berada.
Pengakuan Syiah Kufah sendiri bahwa merekalah yang membunuh Sayyidina Husain. Golongan Syiah Kufah yang mengaku telah membunuh Sayyidina Husain itu kemudian muncul sebagai golongan “At-Tawwaabun” yang kononnya menyesali tindakan mereka membunuh Sayyidina Husain. Sebagai cara bertaubat , mereka telah berbunuh-bunuhan sesama mereka seperti yang pernah dilakukan oleh orang – orang Yahudi sebagai pernyataan taubatnya kepada Allah karena kesalahan mereka menyembah anak lembu sepeninggalan Nabi Musa ke Thur Sina . Air mata darah yang dicurahkan oleh golongan “At-Tawaabun” itu masih kelihatan dengan jelas pada lembaran sejarah dan tetap tidak hilang walaupun coba dihapuskan oleh mereka dengan beribu – ribu cara.
Pengakuan Syiah pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain ini diabadikan oleh ulama – ulama Syiah yang merupakan tonggak dalam agama mereka seperti Baaqir Majlisi, Nurullah Syustri dan lain-lain di dalam buku mereka masing-masing.  Baaqir Majlisi menulis :
“Sekumpulan orang – orang Kufah terkejut oleh satu suara ghaib. Maka berkatalah mereka, ” Demi Tuhan! Apa yang telah kita lakukan ini tak pernah dilakukan oleh orang lain . Kita telah membunuh “Ketua Pemuda Ahli Syurga” karena Ibn Ziad anak haram itu. Di sini mereka mengadakan janji setia di antara sesama mereka untuk memberontak terhadap Ibn Ziad tetapi tidak berguna apa – apa”.[23]
Qadhi Nurullah Syustri menulis di dalam bukunyaMajalisu Al’Mu’minin bahwa setelah sekian lama (lebih kurang 4 atau 5 tahun) Sayyidina Husain terbunuh, ketua orang-orang Syiah mengumpulkan orang-orang Syiah dan berkata :
“Kita telah memanggil Sayyidina Husain dengan memberikan janji akan taat setia kepadanya , kemudian kita berlaku curang dengan membunuhnya. Kesalahan kita sebesar ini tidak akan diampunkan kecuali kita berbunuh-bunuhan sesama kita “.
Dengan itu berkumpullah sekian ramai orang – orang Syiah di tepi Sungai Furat sambil mereka membaca ayat : ” Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang telah menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Itu adalah lebih baik bagimu di sisi Tuhan yang menjadikan kamu “[24]. Kemudian mereka berbunuh-bunuhan sesama sendiri. Inilah golongan yang dikenali dalam sejarah Islam dengan gelaran “At-Tawaabun“.
Sejarah tidak lupa dan tidak akan melupakan peranan Syits bin Rab’ie di dalam pembunuhan Sayyidina Husain di Karbala . Tahukah anda siapa itu Syits bin Rab’ie? Dia adalah seorang Syiah ekstrim, pernah menjadi duta Sayyidina Ali di dalam peperangan Siffin, dan sentiasa bersama Sayyidina Husain. Dialah juga yang menjemput Sayyidina Husain ke Kufah untuk mencetuskan pemberontakan terhadap kerajaan pimpinan Yazid, tetapi apakah yang telah dilakukan olehnya?
Sejarah memaparkan bahwa dialah yang mengepalai 4,000 orang bala tentera untuk menentang Sayyidina Husain dan dialah orang yang mula – mula turun dari kudanya untuk memenggal kepala Sayyidina Husain.[25]
Adakah masih ada orang yang ragu – ragu tentang Syiahnya Syits bin Rab’ie dan tidakkah orang yang menceritakan perkara ini ialah Mulla Baaqir Majlisi , seorang tokoh Syiah terkenal ? Secara tidak langsung ini bermakna pengakuan daripada pihak Syiah sendiri tentang pembunuhan itu .
Lihatlah pula kepada Qais bin Asy’ats ipar Sayyidina Husain yang tidak diragukan lagi tentang ke-Syiah-annya tetapi apa kata sejarah tentangnya? Bukankah sejarah menjelaskan kepada kita bahwa dialah orang yang merampas selimut Sayyidina Husain dari tubuhnya selepas selesai pertempuran ?[26]
Selain daripada pengakuan mereka sendiri yang membuktikan merekalah sebenarnya pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain, kenyataan saksi-saksi yang turut serta di dalam rombongan Sayyidina Husain sebagai saksi-saksi hidup di Karbala yang terus hidup selepas peristiwa ini juga membenarkan dakwaan ini termasuk kenyataan Sayyidina Husain sendiri yang sempat direkamkan oleh sejarah sebelum beliau terbunuh.
Sayyidina Husain berkata dengan menunjukkan kata-katanya kepada orang-orang Syiah Kufah yang siap sedia bertempur dengan beliau:
“Wahai orang – orang Kufah ! Semoga kamu dilaknat sebagaimana dilaknat maksud- maksud jahatmu. Wahai orang – orang yang curang, zalim dan pengkhianat! Kamu telah menjemput kami untuk membela kamu di waktu kesempitan, tetapi setelah kami datang untuk memimpin dan membela kamu dengan menaruh kepercayaan kepadamu maka sekarang kamu hunuskan pedang dendammu kepada kami dan kamu membantu musuh-musuh di dalam menentang kami “.[27]
Beliau juga berkata kepada Syiah :
“Binasalah kamu ! Bagaimana bisa kamu menghunuskan perang dendammu dari sarung – sarungnya tanpa sembarang permusuhan dan perselisihan yang ada di antara kamu dengan kami ? Kenapakah kamu siap sedia untuk membunuh Ahlul Bait tanpa sembarang sebab? ” [28]
Akhirnya beliau mendoakan keburukan untuk golongan Syiah yang sedang berhadapan untuk bertempur dengan beliau :
“Ya Allah! Tahanlah keberkahan bumi dari mereka dan cerai beraikanlah mereka. Jadikanlah hati-hati pemerintah terus membenci mereka karena mereka menjemput kami dengan maksud membela kami tetapi sekarang mereka menghunuskan pedang dendam terhadap kami “.[29]
Beliau juga telah mendoakan keburukan untuk mereka dengan kata – katanya:
“Binasalah kamu ! Tuhan akan membalas bagi pihakku di dunia dan di akhirat…….. Kamu akan menghukum diri kamu sendiri dengan memukul pedang – pedang di atas tubuhmu dan mukamu akan menumpahkan darah kamu sendiri. Kamu tidak akan mendapat keberuntungan di dunia dan kamu tidak akan sampai kepada hajatmu. Apabila mati nanti sudah tersedia azab Tuhan untukmu di akhirat. Kamu akan menerima azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat kekufurannya”.[30]
Dari kata-kata Sayyidina Husain yang dipaparkan oleh sejarawan Syiah sendiri, Mulla Baqir Majlisi , dapat disimpulkan bahwa :
Pertama, propaganda yang disebarkan oleh musuh-musuh Islam melalui penulisan sejarah bahwa pembunuhan Ahlul Bait di Karbala merupakan balas dendam dari Bani Umayyah terhadap Ahlul Bait yang telah membunuh pemimpin-pemimpin Bani Umayyah yang kafir di dalam peperangan Badar , Uhud, Siffin dan lain-lain tidak lebih daripada propaganda kosong semata-mata karena pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain dan Ahlul Bait di Karbala bukannya datang dari Syam, bukan juga dari kalangan Bani Umayyah tetapi dari kalangan Syiah Kufah .
Kedua, keadaan Syiah yang senantiasa diburu dan dihukum oleh kerajaan – kerajaan Islam di sepanjang sejarah membuktikan diterimanya doa Sayyidina Husain di medan Karbala atas pengkhianatan Syiah kepada cucu Rasulullah saw.
Ketiga, upacara menyiksa badan dengan memukul tubuhnya dengan rantai, pisau dan pedang pada 10 Muharram dalam bentuk perkabungan yang dilakukan oleh golongan Syiah itu sehingga mengalir darah juga merupakan bukti diterimanya doa Sayyidina Husain dan upacara ini dengan jelas dapat dilihat hingga sekarang di dalam masyarakat Syiah .
Adapun di kalangan Ahlus Sunnah tidak pernah ada upacara yang seperti ini dan dengan hal itu, jelas menunjukkan bahwa merekalah golongan yang bertanggungjawab membunuh Sayyidina Husain.
Keempat, betapa kejam dan kerasnya hati golongan ini dapat dilihat pada tindakan mereka menyembelih dan membunuh Sayyidina Husain bersama dengan keluarganya walaupun setelah mendengar ucapan dan doa keburukan untuk mereka yang diminta oleh beliau . Itulah dia golongan yang buta mata hatinya dan telah hilang kewarasan pemikirannya karena setelah mereka selesai membunuh, mereka melepaskan kuda Zuljanah yang ditunggangi Sayyidina Husain sambil memukul-mukul tubuh untuk menyatakan penyesalan. Dan inilah dia upacara perkabungan pertama terhadap kematian Sayyidina Husain yang pernah dilakukan di atas muka bumi ini sejauh pengetahuan sejarah. Dan sampai hari ini  anak cucu golongan ini meneruskan upacara perkabungan ini setiap kali tiba tanggal 10 Muharram.
Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan beberapa hal :
Pertama, orang – orang yang menjemput Sayyidina Husain ke Kufah untuk memberontak adalah Syiah.
Kedua, orang – orang yang tampil untuk bertempur dengan rombongan Sayyidina Husain di Karbala itu juga Syiah.
Ketiga, Sayyidina Husain dan orang – orang yang ikut serta di dalam rombongannya terdiri daripada saudara- saudara perempuannya dan anak-anaknya menyaksikan bahwa Syiahlah yang telah membunuh mereka .
Keempat, golongan Syiah Kufah sendiri mengakui merekalah yang membunuh di samping menyatakan penyesalan mereka dengan meratap dan berkabung karena kematian orang – orang yang dibunuh oleh mereka.


[1] Muntaha al-Amaal; (1/454)
[2] Al-Majaalisu al-Faakhirah; hal. 79
[3] Ma’aalimu al-Madrasatain (3/71-72). Ma’aali as-Sibthain (1/275). Bahru al-‘Uluum; 194. Nafsu al-Mahmuum; hal. 172. Khoiru al-Ash-haab; hal. 39. Tadhlimu az-Zahraa'; hal. 170.
[4] Maqtal al-Husain; hal. 175.
[5] Muntaha al-Amaal (1/535).
[6] Fii Rihaabi Karbalaa'; hal. 60-61.
[7] Fii Rihaabi Karbalaa'; hal. 61.
[8] Al-Malhamah al-Husainiyyah; (3/47-48).
[9] Asyuura'; hal. 89
[10] Murujudz al-Dzahab, jilid III, hal. 61.
[11] Tariikh Kufah; hal. 113.
[12] A’yaanu asy-Syii’ah (1/26).
[13] Mausuu’atu Asyuura';  hal. 59.
[14] Pidato ini diterangkan ath-Thabari di dalam al-Ihtijaaj (2/32). Juga Ibnu Thawus di dalam “al-Malhuuf”; hal 92. Al-Amin di dalam Lawaa’iju al-Asyjaan; hal. 158. Abbas al-Qumi di dalam Muntaha al-Amaal; Juz pertama; hal. 572. Husein al-Kurani di dalam Rihaabu Karbalaa'; hal. 183. Abdur Razaq al-Muqarram di dalam Maqtal al-Husain; hal. 317. Murtadhla ‘Iyad di dalam Maqtal al-Husain; hal. 87. Diulang pula oleh Abbas al-Qumi di dalam Nafsu al-Mahmuum; hal. 360. Juga dikemukakan oleh Ridhla al-Qazwaini di dalam Tadhlimu az-Zahraa'; hal. 262.
[15] Al-Malhuuf; hal. 86. Nafsu al-Mahmuum; hal. 257. Maqtal al-Husain; oleh Murtadhla ‘Iyad; hal. 83; edisi 4, th. 1996 m. Tadhlimu az-Zahraa'; hal. 257.
[16] Muntaha al-Amaal (1/570).
[17] Al-Ihtijaaj (2/29).
[18] Jilaau Al ‘ Uyun, hal. 424
[19] Al-Luhuuf; hal. 91. Nafsu al-Mahmuum; 363. Maqtal al-Hu-sain; oleh al-Muqarram; hal. 316. Lawaa’iju al-Asyjaan; hal. 157. Maqtal al-Husain; oleh Murtadhla ‘Iyad; hal.86. Tadhlim az-Zahraa'; oleh Ridhla bin Nubi al-Qazwaini; hal. 261.
[20] Al-Ihtijjaaj; 2/29. Muntaha al-Amaal; 1/570. Maqtal; oleh al-Muqarram; hal. 311,dan berikutnya. Fii Rihaab Karbalaa'; hal. 146, dan seterusnya. ‘Alaa Khathi al-Husain; hal. 138. Tadhlim az-Zahraa'; 258
[21] Ma’a al-Husain fii Nahdhlatih; hal. 295
[22] Dikutip oleh Abbas al-Qumi di dalam “Nafsu al-Mahmuum”; hal. 365. Juga disebutkan oleh Syeikh Ridhla bin Nubi al-Qazwaini di dalam “Tadhlimu az-Zahraa'”; hal. 264.
[23] Jilaau Al’Uyun , m.s. 430
[24] Al-Baqarah ayat 54.
[25] Jilaau Al’Uyun dan Khulashatu Al Mashaaib, hal.  37
[26] Khulashatu Al Mashaaib , hal.  192
[27] Jilaau Al’ Uyun, hal. 391
[28] Ibid.
[29] Ibid
[30] Ibid, hal. 409

Mengungkap Dalang Pembunuhan Husain radhiyallahu ‘anhu
Syiah Pembunuh Husein


Cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhuma  gugur terbunuh di tanah Karbala. Tragis dan mengenaskan. Dan Yazid bin Muawiyah pun jadi tersangka tunggal dalam tragedi ini. Nama Yazid busuk. Bahkan bapaknya Muawiyah radhiyallahu anhu pun tercemar. Laknat sekelompok manusia terus membayangi mereka, terlebih di hari terbunuhnya Husain radhiyallahu anhu, 10 Muharram atau hari Asyura.
Siapa yang tak akan benci dan murka kepada pembunuh cucu tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam?
Namun benarkah Yazid membunuh Husain radhiyallahu anhu? Atau benarkah Yazid memerintahkan supaya Husain radhiyallahu anhu dibunuh di Karbala?
Sejenak, kita kembali ke tahun 61 H tepatnya di Padang Karbala.
PEMBUNUH HUSAIN RADHIYALLAHU ‘ANHU TERNYATA ADALAH SYIAH KUFAH
PENGAKUAN PARA PEMBUNUH HUSAIN RADHIYALLAHU ‘ANHU
Syiah Kufah telah mengakui bahwa merekalah yang membunuh Husain radhiyallahu anhu. Pengakuan Syiah pembunuh-pembunuh Husain radhiyallahu anhu ini diabadikan oleh ulama-ulama Syiah yang merupakan rujukan dalam agama mereka seperti Baqir al-Majlisi, Nurullah Syusytari, dan lain-lain di dalam buku mereka masing-masing.
Mullah Baqir al-Majlisi, seorang ulama rujukan Syiah menulis,
“Sekumpulan orang-orang Kufah terkejut oleh satu suara ghaib. Maka berkatalah mereka, “Demi Tuhan! Apa yang telah kita lakukan ini tak pernah dilakukan oleh orang lain. Kita telah membunuh “Penghulu Pemuda Ahli Surga” karena Ibnu Ziyad anak haram itu. Di sini mereka mengadakan janji setia di antara sesama mereka untuk memberontak terhadap Ibnu Ziyad tetapi tidak berguna apa-apa.” (Jilaau al-‘Uyun, halaman 430).
Qadhi Nurullah Syusytari pula menulis di dalam bukunya Majalisu al-Mu’minin bahwa setelah  sekian lama (lebih kurang 4 atau 5 tahun) Husain radhiyallahu ‘anhu terbunuh, pemuka orang-orang Syiah mengumpulkan kaumnya dan berkata,
“Kita telah memanggil Husain radhiyallahu anhu dengan memberikan janji akan taat setia kepadanya, kemudian kita berlaku curang dengan membunuhnya. Kesalahan kita sebesar ini tidak akan diampuni kecuali kita berbunuh-bunuhan sesama kita.” Dengan itu berkumpullah sekian banyak orang Syiah di tepi Sungai Furat sambil mereka membaca ayat (artinya), “Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang telah menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu.” (QS. Al-Baqarah: 54). Kemudian mereka berbunuh-bunuhan sesama mereka. Inilah golongan yang dikenali dalam sejarah Islam dengan gelar “at-Tawwaabun.”
Sejarah tidak lupa dan tidak akan melupakan peranan Syits bin Rab’i di dalam pembunuhan Husain radhiyallahu anhu di Karbala. Tahukah Anda siapa itu Syits bin Rab’i? Dia adalah seorang Syiah tulen, pernah menjadi duta Ali radhiyallahu anhu di dalam peperangan Shiffin, dan senantiasa bersama Husain radhiyallahu ‘anhu. Dialah juga yang menjemput Husain radhiyallahu anhu ke Kufah untuk mencetuskan pemberontakan terhadap pemerintahan pimpinan Yazid, tetapi apakah yang telah dilakukan olehnya?
Sejarah memaparkan bahwa dialah yang mengepalai 4.000 orang bala tentara untuk menentang Husain radhiyallahu anhu, dan dialah orang yang mula-mula turun dari kudanya untuk memenggal kepala Husain radhiyallahu anhu. (Jilaau al-Uyun dan Khulashatu al-Mashaaib, hal. 37).
Masihkah ada orang yang ragu-ragu tentang Syiah-nya Syits bin Rab’i dan tidakkah orang yang menceritakan perkara ini ialah Mullah Baqir al-Majlisi, seorang tokoh Syiah terkenal? Secara tidak langsung hal ini berarti pengakuan dari pihak Syiah sendiri tentang pembunuhan itu.
Lihatlah pula kepada Qais bin Asy’ats, ipar Husain radhiyallahu anhu, yang tidak diragukan tentang Syiahnya tetapi apa kata sejarah tentangnya? Bukankah sejarah menjelaskan kepada kita bahwa itulah orang yang merampas selimut Husain radhiyallahu anhu dari tubuhnya selepas pertempuran? (Khulashatu Al Mashaaib, halaman 192).
KESAKSIAN AHLUL BAIT YANG SELAMAT DALAM TRAGEDI KARBALA
Pernyataan saksi-saksi yang turut serta di dalam rombongan Husain sebagai saksi-saksi hidup di Karbala, yang terus hidup selepas peristiwa ini, juga membenarkan bahwa Syiahlah pembunuh Husain dan Ahlul Bait. Termasuk pernyataan Husain radhiyallahu anhu sendiri yang sempat direkam oleh sejarah sebelum beliau terbunuh. Husain radhiyallahu anhu berkata dengan menujukan kata-katanya kepada orang- orang Syiah Kufah yang saat itu tengah siaga bertempur melawan beliau,
“Wahai orang-orang yang curang, zalim, dan pengkhianat! Kamu telah menjemput kami untuk membela kamu di waktu kesempitan, tetapi ketika kami datang untuk memimpin dan membela kamu dengan menaruh kepercayaan kepadamu, maka sekarang kamu justru menghunuskan pedang dendammu kepada kami dan kamu membantu musuh-musuh di dalam menentang kami.” (Jilaau al-Uyun, halaman 391).
Beliau juga berkata kepada Syiahnya, “Binasalah kamu! Bagaimana mungkin kamu menghunuskan pedang dendammu dari sarung-sarungnya tanpa adanya permusuhan dan perselisihan yang ada di antara kamu dengan kami? Mengapa kamu akan membunuh Ahlul Bait tanpa adanya sebab?” (Jilaau al-Uyun, halaman 391).
Ali Zainal Abidin putra Husain radhiyallahu anhu yang turut serta di dalam rombongan ke Kufah dan terus hidup selepas terjadinya peristiwa itu, juga berkata kepada orang-orang Kufah lelaki dan perempuan yang meratap dengan mengoyak-ngoyak baju mereka sambil menangis, dalam keadaan sakit beliau dengan suara yang lemah berkata kepada mereka,
“Mereka ini menangisi kami. Bukankah tidak ada orang lain yang membunuh kami selain mereka?” (Al-Ihtijaj karya At Thabarsi, halaman 156).
Pada halaman berikutnya Thabarsi, seorang ulama Syiah terkenal menukilkan kata-kata Imam Ali Zainal Abidin kepada orang-orang Kufah. Kata beliau, “Wahai manusia (orang-orang Kufah)! Dengan nama Allah aku bersumpah untuk bertanya kepada kamu, ceritakanlah! Tidakkah kamu sadar bahwa kamu mengirimkan surat kepada ayahku (mengundangnya datang), kemudian kamu menipunya? Bukankah kamu telah memberikan perjanjian taat setia kamu kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya, membiarkannya dihina. Celakalah kamu karena amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk dirimu.”
LAKNAT DAN KUTUKAN AHLUL BAIT ATAS SYIAH-NYA
Husain radhiyallahu anhu mendoakan keburukan untuk golongan Syiah yang sedang berhadapan untuk bertempur dengan beliau, “Ya Allah! Tahanlah keberkatan bumi dari mereka dan cerai-beraikanlah mereka. Jadikanlah hati-hati pemerintah terus membenci mereka karena mereka menjemput kami dengan maksud membela kami tetapi sekarang mereka menghunuskan pedang dendam terhadap kami.” (Jilaau Al Uyun, halaman 391).
Ternyata, nasib Syiah yang sentiasa diuber-uber di beberapa daerah dan negara-negara Islam di sepanjang sejarah membuktikan terkabulnya kutukan dan laknat Sayyidina Husain di medan Karbala atas Syiah.
Beliau juga berdoa, “Binasalah kamu! Tuhan akan membalas bagi pihakku di dunia dan di akhirat… Kamu akan menghukum diri kamu sendiri dengan memukul pedang-pedang di atas tubuhmu dan mukamu akan menumpahkan darah kamu sendiri. Kamu tidak akan mendapat keberuntungan di dunia dan kamu tidak akan sampai kepada hajatmu. Apabila kamu mati, kelak sudah tersedia adzab Tuhan untukmu  di akhirat. Kamu akan menerima azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat kekufurannya.” (Mullah Baqir Majlisi – Jilaau Al Uyun, halaman 409).
Peringatan hari Asyura pada tanggal 10 Muharram oleh orang-orang Syiah, di mana mereka menyiksa badan dengan memukuli tubuh mereka dengan rantai, pisau, dan pedang sebagai bentuk berkabung yang dilakukan oleh golongan Syiah, sehingga mengalir darah dari tubuh mereka sendiri juga merupakan bukti diterimanya doa Husain radhiyallahu anhu. Upacara ini dengan jelas dapat dilihat hingga sekarang di dalam masyarakat Syiah. Videonya bisa pembaca lihat disini
Zainab, saudara perempuan Husain radhiyallahu anhu yang terus hidup selepas peristiwa itu juga mendoakan keburukan untuk golongan Syiah Kufah. Katanya, “Wahai orang-orang Kufah yang khianat, penipu! Kenapa kamu menangisi kami sedangkan air mata kami belum kering karena kezalimanmu itu. Keluhan kami belum terputus oleh kekejamanmu. Keadaan kamu tidak ubah seperti perempuan yang memintal benang kemudian diuraikannya kembali. Kamu juga telah mengurai ikatan iman dan telah berbalik kepada kekufuran… Adakah kamu meratapi kami, padahal kamu sendirilah yang membunuh kami? Sekarang kamu pula menangisi kami. Demi Allah! Kamu akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Kamu telah membeli keaiban dan kehinaan untuk kamu. Tumpukan kehinaan ini sama sekali tidak akan hilang walau dibasuh dengan air apapun.” (Jilaau Al  Uyun, halaman 424).

Kutukan dan laknat ini pun dapat kita saksikan saat ini. Syiah yang terus memperingati tragedi Karbala setiap 10 Muharram (Asyura) menjadikan hari tersebut sebagai hari berkabung. Mereka membacakan kisah terbunuhnya Husain, syair-syair sedih tentang kematian Husain, lalu mereka menangis, meratap pilu, dan seterusnya.
Adapun di kalangan Ahlus Sunnah (Sunni) yang dituduh Syiah membenci Ahlul Bait, tidak pernah terjadi upacara yang seperti ini yang menunjukkan bahwa laknat dan kutukan Husain beserta ahlul baitnya tidak menyentuh mereka. Sebaliknya, justru Syiah yang mengaku-ngaku sebagai pecinta Ahlul Baitlah yang terkena kutukan-kutukan ini. Maka dengan itu jelaslah bahwa Syiahlah golongan yang bertanggungjawab membunuh Husain radhiyallahu anhu.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kaum muslimin dan bangsa ini dari tipu daya mereka.
Sumber: Buletin al-Fikrah, edisi 02 tahun ke-15/11 Muharram 1435H/15 November 2013 M
Video Perayaan Asyura di berbagai negara, silahkan lihat di link ini
Syahadat syiah berbeda dengan syahadat islam, silahkan lihat disini videonya
MUI Pusat mengeluarkan buku tentang SESATNYA SYIAH, silahkan lihat disini
Pendiri NU menyatakan bahwa SYIAH ITU KAFIR, silahkan lihat disini postingannya

Versi syi’ah : Siapa Pembantai Imam Husayn dan pengikutnya di Karbala?
Versi Syi’ah



Sampai hari ini, para pengikut Ibnu Taimiyah berusaha meyakinkan bahwa pembunuh Husein bin Ali adalah pengikut Syiah sendiri. Karena pada saat itu Syiah Ali banyak ditemui di Kufah dan merekalah yang memanggil Husein untuk datang ke Kufah dengan melayangkan ribuan surat kepada Husein as. Husein dikhianati oleh kaum Syiah, merekalah pembunuh Husein yang sebenarnya. Oleh karenanya, mereka meratapi kejadian Karbala karena penyesalan akan pengkhiatan kaumnya. Jadi kambing hitam atas tragedi Karbala adalah orang-orang Syiah. 

Logika ini sama persis seperti yang dilakukan Amr bin Ash pendamping setia Muawiyah terhadap Imam Ali bin Abi Thalib as tentang peristiwa kesyahidan Ammar bin Yasir ra, sahabat Rasul dan pengikut setia Ali. Dikarenakan Rasulullah saww pernah bersabda –dalam hadis mutawatir- kepada Ammar; "sataqtuluka fiah baghiah" (engkau akan dibunuh oleh kelompok pendurhaka). Pada waktu perang Shiffin, perang antara kubu Amirulmukminin Ali as dan Muawiyah di daerah yang terkenal dengan sebutan Shiffin, di situ Ammar terbunuh. Kala itu, Ammar di pihak Amirulmukminin Ali as. Dengan terbunuhnya Ammar di pihak Ali, beberapa kaum pembela Muawiyah ingat sabda Rasul tadi, mereka pun bimbang. Untuk menghindari kebimbangan itu yang tentu akan mengurangi semangat bala tentaranya, Amr bin Ash penasehat setia Muawiyah mengatakan bahwa pembunuh Ammar adalah Ali. Dengan alasan, "jikalau Ali tidak memerangi Muawiyah niscaya Ammar tidak akan terbunuh". Karena ajakan Ali, Ammar terbunuh, berarti Ali-lah pembunuh Ammar. Logika yang lucu tapi nyata. Hanya manusia bodoh yang menerima logika semacam itu. Karena jika kita dipaksa menerima logika tersebut berarti kita harus menerima juga ungkapan bahwa pembunuh para sahabat Rasul adalah Rasul sendiri, karena Rasullah yang mengajak mereka berperang

Memang, saat itu kaum Syiah banyak ditemui di Kufah, namun tidak semua orang Kufah bermazhab Syiah. Tidak semua yang melayangkan surat ke Husein bin Ali adalah yang bermazhab Syiah. Mereka yang melayangkan surat juga termasuk orang yang mengakui kekhalifahan Syeikhain. Mereka turut melayangkan surat dikarenakan kecintaan mereka kepada keluarga Rasul dan kebencian mereka akan kezaliman. Bukankah yang mengajarkan kecintaan kepada keluarga Rasul bukan hanya khusus mazhab Syiah saja? Bukankah yang mengajarkan kebencian terhadap berbagai kezaliman bukan hanya dikhususkan mazhab Syiah saja? Atas dasar itulah, lantas ribuan surat melayang ke pangkuan Husein bin Ali as. 

Mereka-mereka pencari kambing hitam peristiwa Karbala tidak tahu (jahil) –atau sengaja tidak mau tahu (keras kepala)- bahwa sebelum peristiwa Karbala, ribuan penduduk Kufah dibunuh oleh Ubaidillah bin Ziyad dengan bekerjasama dengan Nukman bin Basyir gubernur Kufah, bawahan Yazid. Pembunuhan itu atas perintah langsung dari Syam, pusat pemerintahan rezim Yazid. Perintah itu keluar setelah Yazid mendengar melalui mata-matanya bahwa penduduk Kufah banyak melayangkan surat kepada Husein. Selain pembunuhan juga dilakukan penangkapan besar-besaran penduduk Kufah, pendukung imam Husein. Dan intimidasi untuk menarik kembali baiat yang mereka layangkan kepada Husein di bawah ancaman mati di ujung pedang. Lantas, masihkah pengikut Ibnu Taimiyah terus akan mencari-cari kambing hitam itu? Ataukah mereka terus berusaha untuk selalu mencari jalan lain dalam rangka membela kaum durjana? 

Berikut ini bukti-bukti bahwa penyerangan dan pembunuhan terhadap diri al-Husein as adalah atas perintah Yazid bin Mu’awiyah:

1. Suyuthi berkata: “Maka Yazid mengirm surat kepada gubernurnya di Irak, Ubaidullah bin Ziyad, agar memeranginya (al-Husein).” [Lihat: Suyuthi, “Tarikh al-Khulafa”, hal. 207].

2. Ibn Sa’ad mengatakan: “Kala itu Nu’man bin Basyir menjabat sebagai gubernur Kufah. Yazid khawatir bahwa Nu’man tidak berani menghadapi al-Husein. Sehingga kemudian ia mengirim surat kepada Ubaidullah bin Ziyad agar menjadi gubernur di Kufah, menggantikan Nu’man. Ia juga memerintahkan kepada Ubaidullah agar menghadapi al-Husein, dan agar segera mencapai Kufah sebelum didahului oleh al-Husein.” [Ibn Sa’ad, “Thabaqat”, seputar “Maqtal al-Husein”]. 

Mengenai kegembiraan Yazid atas terbunuhnya al-Husein as, berikut riwayatnya:

1. Ibn Atsir, ulama ahli rijal, yang terkenal dengan kitab rijal-nya “Usud al-Ghabah” mengatakan: “Yazid memberi izin kepada masyarakat untuk menemuinya, sementara kepala (al-Husein) berada di sisinya. Ia lalu memukuli mulut dari kepala tersebut, sembari mengucapkan syair.” [Lihat: Ibn Atsir, “Tarikh al-Kamil”, jilid 4, hal. 85].

Ibn Atsir mengatakan: “Ketika kepala al-Husein sampai ke hadapan Yazid, maka hal itu telah menggembirakan Yazid terhadap apa yang telah ia (Ibn Ziyad) lakukan. Hingga kemudian orang-orang masuk, menunjukkan kebencian kepadanya, melaknatnya, dan mencacinya. Karenanya, Yazid pun lalu menunjukkan penyesalan atas terbunuhnya al-Husein.” [Lihat: Ibn Atsir, “Tarikh al-Kamil”, jilid 4, hal. 87].

2. Ibn Katsir meriwayatkan dari Abu ‘Ubaidah Mua’mar bin al-Matsna, yang mengatakan: “Ketika Ibn Ziyad membunuh al-Husein dan orang-orang yang bersama beliau, ia lalu mengirimkan kepala-kepala tersebut kepada Yazid. Maka Yazid pun bergembira pada mulanya, dan menempatkan Ibn Ziyad di samping dirinya. Namun tak berapa lama kemudian, ia menunjukkan penyesalan.” [Lihat: Ibn Katsir, “Al-Bidayah wa al-Nihayah”, jilid 8, hal. 255].

3. Al-Qasim bin Abdurahman (salah seorang budak Yazid bin Mu’awiyah) berkata: “Tatkala kepala-kepala diletakkan di hadapan Yazid bin Mu’awiyah, yaitu kepala al-Husein, keluarga, dan para sahabat beliau. Ia (Yazid) berkata: “Sungguh kami telah membelah kepala seseorang dari para lelaki yang angkuh terhadap kami, yang mana mereka adalah orang-orang yang paling durhaka dan paling lalim.” [Lihat: Thabari, “Tarikh al-Umam wa al-Mulk”, jilid 6, hal. 391].

Al-Qasim bin Bukhait berkata: “Yazid lalu memberi izin orang-orang untuk masuk, sementara kepala (al-Husein) berada di hadapannya. Ia lalu memukul-mukul mulut dari kepala itu dengan tongkat seraya bersyair.” [Lihat: Thabari, “Tarikh al-Umam wa al-Mulk”, jilid 6, hal. 396-397].

Uwanah bin al-Hakam al-Kalbi berkata: “Ubaidillah lalu memanggil Muhaffiz bin Tsa’labah dan Syimr bin Dzil Jausyan dan berkata: “Berangkatlah dengan membawa perbekalan dan kepala untuk menghadap amirul mukminin Yazid bin Mu’awiyah.” Mereka lalu berangkat. Dan ketika sampai di istana Yazid, Muhaffiz berteriak dengan suara lantang: “Kami datang dengan membawa kepala manusia paling dungu dan keji.” Yazid pun berkata: “Ibu Muhaffiz tidak melahirkan seorang yang lebih keji dan lebih dungu darinya (al-Husein). Sedangkan ia (al-Husein) adalah seorang pemutus hubungan yang zalim.” Dan tatkala Yazid melihat kepala al-Husein, ia berkata: “Sungguh kami telah membelah kepala seseorang dari para lelaki yang angkuh terhadap kami, yang mana mereka adalah orang-orang yang paling durhaka dan paling lalim.” [Lihat: Thabari, “Tarikh al-Umam wa al-Mulk”, jilid 6, hal. 394-396; Ibn Atsir, “Tarikh al-Kamil”, jilid 4, hal. 84].

4. Para penulis sejarah ahlusunnah terkenal meriwayatkan: “Setelah diarak keliling kota, Ibn Ziyad (gubernur Kufah) mengirim kepala al-Husein as kepada Yazid bin Mu’awiyah di Syam (Damaskus). Saat itu bersama Yazid terdapat Abu Barzah al-Aslami. Lalu Yazid meletakkan kepala tersebut di hadapannya dan memukul-mukul mulut dari kepala itu dengan tongkat seraya bersyair. Abu Barzah lalu berkata: “Angkat tongkatmu! Demi Allah, aku kerap melihat Rasulullah mencium bibir itu.” [Lihat: Ibn Katsir, “Al-Bidayah wa al-Nihayah”, jilid 7, hal. 190; Al-Mas’udi, “Muruj al-Dzihab”, jilid 2, hal. 90-91; “Tarikh Thabari”, jilid 2, hal. 371; Ibn Atsir, “Tarikh al-Kamil”, jilid 4, hal. 85].
Diposkan oleh AHLUL BAIT NABI SAW di 11.01