Tuesday, September 9, 2014

Menguak Tabir Kesesatan Syiah


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpT79efwQIM8paXuNLzuMfkx2pUrLaATcGE7QctpS9rJyUiVQN3EOXnOA_oYdd3VeQfTaXPPZ5lCpZOq-jOS4cECAqLpGetAcbu_LV5MuUmrJ-Wa6RSsBsWjULY5r7mBAdbO_CDTR2t7Zf/s1600/menguak+kesesatan+syiah.jpg

SYI'AH, sebuah orde agama yang tidak bisa dipisahkan dari mut'ah (kawin kontrak). Benihnya mulai tumbuh pada akhir masa kekhalifahan Abu Bakar Shiddiq ra, tidak lama setelah wafatnya Rasulullah Saw. Ditanam dan dirawat oleh Abdullah bin Sabaí yang berasal dari keturunan Yahudi dengan melemparkan dua isu. Pertama, setiap rasul memiliki pewaris kerasulan. Sebagaimana Musa pewarisnya Harun, maka Muhammad pewarisnya Ali dan keturunan tertentu dari Ali. Kedua, para imam dari keturunan tertentu tadi bersifat maíshum. Karena itu, tiga orang khalifah sebelum Ali dianggap bukan pewaris kerasulan Muhammad Saw. Maka, kekhalifahan mereka dianggap batal. (Hal. 5)
Mullah Fathullah Al Kasani, seorang ulama Syiíah, dalam kitab tafsirnya Minhajus Shadiqin, hal 356, menyatakan : 'Menghalalkan nikah Mutíah, bahkan menurut doktrin Syiíah orang melakukan kawin mutíah 4 kali derajatnya sama tingginya dengan nabi Muhammad Saw.' (Hal. 6)
Sebagaimana dikatakan ulama besar ahli hadits Syiíah, Al Kulaini : 'Allah itu bersifat badaí yaitu baru mengetahui sesuatu bila sudah terjadi. Akan tetapi, para imam Syiíah telah mengetahui lebih dahulu hal yang belum terjadi.' (Ushulul Kaafi hal. 40). (Hal. 6)
Belum cukup dengan ucapan ini, mereka menambahkan lagi kebohongan itu: 'Bahwa Rasulullah diciptakan dari cahaya seluruh langit dan bumi dan beliau lebih afdhal dari semua (isi) langit dan bumi, akan tetapi Ali diciptakan dari cahaya arasy dan SinggasanaNya, dan Ali lebih agung dari 'Arasy dan SinggasanaNya. (Hal. 62)
Pertama kali yang menyadari kejahatan Syi'ah adalah Ali bin Abi Thalib RA. Ia tak pernah mundur setapakpun dari pendiriannya membeberkan perbuatan dan tingkah laku para penyeleweng, pembangkang, yaitu kaum Syi'ah ini. (Hal. 136)
Sedangkan Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib juga telah menyatakan: 'Demi Allah, setelah aku menyaksikan perilaku Mu'awiyah ternyata jauh lebih baik dari mereka yang mengaku sebagai Syi'ahku. Mereka yang mengaku sebagai pendukungku itu hendak membunuhku dan merampok harta bendaku.' Ia berkata lagi: 'Aku mengenal kejahatan Rakyat Kuffah. Tak ada yang berguna bagiku selama mereka menjadi perusak dan tidak bisa dipercaya. Mereka tidak setia dalam kata dan perbuatannya, berjiwa munafik. Mereka menyatakan kesetiaan tetapi juga menghunuskan pedangnya kepadaku.' (Hal. 139)

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, aroma perseteruan antara aliran Ahlussunnah wal Jamaah (Sunni) dan sekte Syiah kian memanas dan tidak terkendali. Banyak faktor yang menjadi pemicunya, namun yang pasti peran Irakversus Amerika yang menggulingkan Shaddam Husein dipastikan bagian dari konfrontasi fisik dan psikis antara Sunni-Syiah, Iran menjadi sutradara dalam peran tersebut dan kini bisa dilihat hasilnya, Syiah menjadi pemimpin di Irak yang notabenenya negara Sunni. Puncaknya, pembantaian muslim-Sunni di Suriah oleh Syiah Nushairiyah anutan Bashar Asad. Tak pelak lagi, negara Islam berpaham Sunni bahu membahu untuk melepaskan mereka-mereka yang tertindas dan terzalimi oleh Bashar dan antek-anteknya, pembantaian dengan ragam cara dan metode yang semestinya hanya ada di zaman perunggu, kini tetap tersaji terus-menerus di Suriah, dan dengan muda diketahui melalui informasi dan berbagai media Internasional, baik cetak maupun elektronik.
Tanpa kecuali di Indonesia, sejak terjadinya revolusi Iran tahun 1979, ideologi Syiah menyusup masuk ke kantong-kantong mahasiswa, dan kini hasilnya terlihat dengan jelas, yang dulu mahasiswa, kini telah menjadi intelektual dan pemikir serta penggagas sekte Syiah, Jalaluddin Rakhmat dan Haidar Bagir hanyalasah dua di antara sekian banyak golongan intelektual yang menjadi pelopor ajaran Syiah. Jika dulu para penganut sekte-Syiah masih sembunyi dan malu-malu kucing, kini mereka dengan berani tampil ke hadapan dengan bangganya, aneka ritual sesat mereka lakukan secara berjamaah dan terbuka di berbagai tempat, seperti Hari Raya Syiah yang disebut Idul Ghadir, atau ritual Asyura.
Oleh karena itu, penting untuk terus-menerus membeberkan perbedaan mendasar antara ajaran Sunni dibandingkan dengan Syiah. Slogan-slogan yang menyatakan bahwa Syiah dan Sunni sama-sama berada pada jalan yang benar dan memiliki tujuan yang sama serta hanya berlainan kendaraan jelas salah dan menyesatkan. Ahlussunnah alias Sunni memiliki jalan keselamatan yang disebut Ash-Shirath al-Mustaqim, jalan yang lurus sedangkan  Syiah menyempal dari jalan itu. Karena menyempal, sudah pasti memiliki jalur, kendaraan, dan tujuan yang berbeda.
Untuk menelanjangi akidah Syiah, kali ini saya berpatokan kepada salah satu buku yang sangat layak dijadikan rujukan, ditulis oleh seorang ulama muktabar Indonesia zaman ini, Drs Muhammad Thalib, judul bukunya “Syiah Menguak Tabir Kesesatan dan Penghinaan terhadap Islam, Cetakan: Yogyakarta, 2007”. Penulisnya sangat layak dikatakan ulama muktabar karena keilmuan dan kepakarannya sudah terbukti. Yusuf Al-Qardhawi menyebut bahwa syarat utama menjadi ulama adalah memiliki ilmu alat yang baik, bahkan tidak hanya sekadar tau tentang bahasa Arab dan segala perangkapnya, melainkan memiliki ‘dzauq’ yang dalam terkait bahasa Al-Qur’an itu, ditambah ilmu-ilmu penunjang lainnya, seperti ilmu tentang Al-Qur’an, Hadis, Fikih, hingga Sejarah, dan itu semua telah dimiliki oleh Muhammad Thalib.
Mari kita buktikan. Setau saya, sampai detik ini, satu-satunya kamus tentang Al-Qur’an berbahasa Indonesia yang paling lengkap dan mudah dipahami adalah “Kamus Kosa-Kata Al-Qur’an, Cara Praktis untuk Mengetahui dan Memahami Kata-Kata dalam Al-Qur’an, Cetakan: Yogyakarta, 2008” karya Drs Muhammad Thalib. Jujur, kamus ini telah banyak membantu saya, bukan hanya sebatas memahami ragama kosa kata dalam Al-Qur’an tetapi juga berfungsi semacam ensiklopedi mini. Walaupun saya pernah menghafal Al-Qur’an sampai khatam 30 juz sebanyak dua kali, tapi tetap saja saya kadang lupa mengetahui tempat ayat-ayat tertentu. Misalnya, ayat yang berbunyi “Hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna”. Maka dengan muda didapat ketika menggunakan Kamus Al-Qur’an di atas, cukup mencari kata berawalan huruf  “Lam”—tapi tetap saja pengetahuan tentang akar kata harus dimiliki, disebut Ilmu Sharf—lalu cari kosa-kata “Labisa-libasan” maka ayat di atas pun langsung dijumpai pada Surah Al-Baqarah [2]: 187. Lalu didapati bahwa makna kata yang berakar dari “Labisa” bermacam-macam seperti, campur (QS. 2: 42; 6: 82), penenteram (QS. 2: 187), penenang (QS. 25:47; 78:10), pakaian (QS. 7:26; 44: 53), dan amal shalih (QS. 7:26). Tidak hanya itu, banyak ayat-ayat terjemahan resmi Departemen Agama dianggap keliru oleh Muhammad Thalib, dan kabar terakhir, mantan bimbingan Prof HAMKA dalam bidang penulisan dan jurnaslistik itu sedang menyusun terjemahan Al-Qur’an bekerjasama dengan Depag. Dipandang dari sudut mana pun, Muhammad Thalib adalah seorang ulama mujtahid dan muktabar.
Tabir Kesesatan Syiah
Sebenarnya, tidak susah membongkar kesesatan Syiah, bagaimana pun sekte ini lahir setelah wafatnya Rasulullah sebagai nabi penutup dari rangkaian nabi dan rasul-rasul sebelumnya. Itu artinya ajaran ini jika ditilik dari segi logika pun bagi mereka yang punya akal dan dapat berfungsi dengan baik akan mengambil kesimpulan bahwa ajaran dan aliran apa pun yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah lalu dinisbahkan kepadanya merupakan bagian dari bid’ah alias mengada-ada dalam agama, dan para pelakunya hanya layak mendapatkan dua julukan: kafir atau sesat. Kafir, secara sederhana bermakna keluar dari Islam sedang sesat, masih dalam Islam tapi beda jenis laksana minyak dan air. Keduanya memiliki zat yang tak akan bersatu padu, selamanya akan berpisah sebagaimana Sunni dan Syiah.
Untuk itulah tulisan-tulisan yang saya suguhkan terkait kesesatan Syiah sangat sederhana dan dapat dipahami oleh segenap golongan karena memang tujuan utamanya agar menjadi daya tangkal dari serangan virus yang terus-menerus menyerang para muslim-Sunni dari berbagai lini. Sederhananya, tulisan ini dapat menjadi penguatkan metabolisme tubuh dari penyakit Syiah: resistensi.  Sasarannya, jelas para Ahlussunnah, kendati sangat bermanfaat bagi mereka yang telah terkena kangker ganas akibat terlanjut kerasukan virus ganas Syiah agar kembali ke jalan benar Ash-Shirat al-Mustaqim.
Nah, inilah yang membedakan dengan buku “Syiah Menguak Tabir Kesesatan dan Penghinaan terhadap Islam” hasil goresan tinta sang ulama muktabar. Betapa tidak, buku setebal 248 halaman ini benar-benar menelanjangi Syiah dengan bersandar pada kitab-kitab para ulama muktabar—menurut mereka. Metodologi penulisannya sangat bagus, penulisnya memulai dengan menukil tulisan-tulisan para ulama Syiah lalu diulas kesesatannya secara gamblang. Sekali lagi, keunggulan mantan murid Prof. H.M. Rasjidi ini adalah kemampuannya dalam memahami bahasa Arab yang sangat bagus dibarengi dengan segudang rujukan, bahkan majalah dan koran berbahasa Arab sekalipun tak luput dari pantauannya.
Secara keseluruhan buku ini terbagi menjadi enam bagian. Bagian pertama hanya terdiri dari satu bab, yaitu Syiah dan Zionisme yang akan saya uraikan dalam satu artikel. Bagian kedua adalah ‘akidah Imamah Syiah dalam tinjauan Islam’ yang berisi empat bab, meliputi perbedaan Imamah dalam Islam sebagaimana yang dimaksud dalam Al-Qur’an, Hadis, dan pendapat-pendapat para ulama dan ilmuan muslim seperti Ibnu Khaldun. Lalu dipaparkan apa arti Imamah bagi sekte Syiah dengan mengutif dari perkataan-perkataan para imam dan ulama mereka sendiri, lalu diakhiri dengan uraian posisi Syiah menurut para ulama muktabar Ahlussunnah. Bagian ketiga, berisi tentang penghinaan-penghinaan Syiah terhadap Islam. Bagian ini merupakan yang terpanjang dalam buku ini, bermula dari halaman 67-130, dan berisi dua belas bab. Dimulai dengan penghinaan Syiah terhadap Rasulullah, peran para nabi, Ahlul Bait, putra-putri Nabi, Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan, Husein, dst. Paparan ini menyadarkan para pembaca bahwa sekte Syiah benar-benar biadab karena mejadikan caci dan makian sebagai amalan wajib bagi mereka, hingga manusia-manusia mulia sekalipun termasuk Nabi dan Ahlul Baitnya—yang konon—dibela oleh mereka ternyata tak luput dari hinanaan, sebuah ajaran yang kejahatannya melebihi iblis laknatullah sekalipun. Bagian keempat mengurai provokasi Khomeini terhadap Islam yang berisi enam bab, sedangkan bagian selanjunya mengungkap protes Dr. Ali Syariati terhaap Rasulullah yang selama ini kita nilai sebagai intelektual yang mencerahkan, nyatanya menyesatkan, bagian terkahir terdiri dari dua bab, yaitu menguak tabir strategi propaganda Syiah, dan kiat mematahkan retorika Syiah. Buku ini ditutup dengan beberapa lampiran penting, sang penulis yang pernah ikut khalaqah di Masjidil Haram ini melampirkan beberapa tulisan-tulisan dari kitab Syiah yang diyakini mereka sebagai bagian dari Al-Qur’an.
Di antara cara Syiah menghina Nabi Muhammad adalah dengan cara mengecilkan peran beliau dibandingkan dengan Imam Ali ra, sebagai contoh. Konon Ali pernah berkata—sebagaimana dikutif dari kitab Al-Usul Minal KafiKitabul Hujjah, halaman 196-197. “Aku diserahi Allah untuk menentukan surga dan neraka bagi setiap orang. Aku adalah al-Farouq al-Akbar, pemilik tongkat dan Maisam. Seluruh malaikat dan rasul telah berikrar kepadaku seperti yang mereka ikrarkan kepada Rasulullah. Aku telah mengangkat beban seperti yang dilakukan Tuhan, kalau Rasulullah berdakwah dan memberi pakaian, maka aku pun demikian.” (hlm. 68). Berikut perkataan Imam Khomeini sebagaimana yang dikutif dari Harian Ar-Ra’yul’am terbitan Kuwait edisi 30 Juni 1980 dan Majalah Al-Mujtama’ juga terbitan Kuwait edisi 8 Juli 1980. Pernyataan Khomeini disampaikan pada  Peringatan Hari Kelahiran Al-Mahdi, 15 Sya’ban 1400 H. Katanya, “Semua Nabi diutus untuk menanamkan dasar-dasar keadilan di dunia ini, tetapi mereka tidak berhasil. Nabi Muhammad sendiri sebagai penutup para nabi yang datang untuk memperbaiki tatanan hidup umat manusia dan menegakkan keadilan, juga tidak berhasil.” Pernyataan sang diktator di atas merupakan penjabaran dari pernyataan sebelumnya, dalam kitab Al-Hukuma Al-Islamiyah, Khomeini berfatwa, katanya, Adalah merupakan hal yang pasti dalam mazhab kami, bahwa imam-imam kami mempunyai kedudukan yang tidak bisa dicapai baik oleh malaikat yang terdekat kepada Allah [muqarrabin] maupun oleh seorang nabi yang diutus Tuhan. (hlm. 133).

Menelaah pernyataan di atas, maka dengan  muda kita dapat mengambil kesimpulan, Imam Syiah berjumlah dua belas itu yang diakhiri oleh Imam Mahdi Al-Muntadzar memiliki kedudukan lebih tinggi yang tidak dapat dicapai oleh malaikat dan para nabi; semua nabi yang pernah diutus hanya mengalami kegagalan, tak terkecuali Rasulullah dan, orang yang akan berhasil meratakan keadilan di seluruh dunia ini dan membereskan tugas para nabi adalah Imam Mahdi Al-Muntadzar alias imam sekte Syiah yang dinanti-nantikan itu, konon ia telah mati-ghaib (in absential) dan akan kembali hidup.  
Demikianlah di antara sekelumit kekonyolan sekte Syiah yang terdapat dalam buku  “Syiah Menguak Tabir Kesesatan dan Penghinaan terhadap Islam”. Untuk lebih komplitnya, silahkan rujuk pada bukunya. Sekali lagi, sekte Syiah sangat mudah dimentalkan argumen dan alibinya, bukan saja karena aliran ini tidak masuk akal, tetapi segala bentuk kesesatan telah menyatu dalam ajarannya. Maka tidak salah jika Menteri Agama, Dr. Suryadarma Ali menegaskan bahwa Syiah adalah sesat dan menyesatkan karena bertentangan dengan ajaran Islam yang hakiki. Ketua Umum PPP itu berpedoman pada hasil Rakernas MUI pada 7 Maret 1984 di Jakarta yang merekomendasikan umat Islam Indonesia agar waspada terhadap menyusupnya paham syiah dengan perbedaan pokok dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah serta  Kementerian Agama RI yang pernah mengeluarkan surat edaran no D/BA.01/4865/1983 pada 5 Desember 1983 tentang golongan Syiah dan menyatakan bahwa Syiah tidak sesuai dan bahkan bertentang dengan ajaran Islam. Bagi saya, sekte Syiah dipandang dari sudut mana pun yang terpancar hanyalah mata Dajjal yang memberi cahaya sesaat namun menyesatkan untuk selamanya. Wallahu A’lam!(Ilham Kadir/lppimakassar.com)


Telah Terbit Buku Khilafah & Imamah
Alhamdulillah, kembali kami menghadirkan satu buku yang bermutu dari buku-buku para ulama ahlusunnah. Kali ini adalah buku karya tulis Syaikh Mohammad Salem Al-Khider dari Kuwait.
Khilafah

Buku ini sangat penting untuk memahamkan masyarakat dan pejabat tentang kebatilan ajaran Syiah, menetapan bahwa pokok ajaran Syiah bukanlah dari Islam. Khulafah dan Imamah yang merupakan ajaran inti Syiah ternyata hanyalah khurafat yang dikait-kaitkan dengan al-Quran dan al-Sunnah.
Banyak ayat Kitab Suci al-Quran dan Hadist-hadist Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- dijadikan oleh Syiah sebagai pembenar bagi ajaran mereka, padahal setelah diteliti ternyata itu semua tipuan dan syubhat, kerancuan berfikir setelah kekacauan akidah.
Maka Syaikh Mohammad Salem al-Khidher membongkar permainan Syiah dan meluruskan kembali ayat-ayat al-Quran dan Hadist-hadist Nabi SAW sesuai dengan jalurnya yang benar.
Buku ini akan menjadi lengkap jika digabung dengan buku “Al-Qur’an dan Ahlulbait, Syarah Hadist Tasaqalain Mendudukkan Posisi Ahusunnah dan Syiah” Karya guru kami al-Ustadz Agus Hasan Bashori, Lc., M.Ag.