Tuesday, March 10, 2015

Propaganda Syiah dan “Risalah Amman”

Oleh: Abu Muhammad Waskito

SETELAH sebelumnya di koran Republika terjadi polemik sengit antara tokoh Syiah (Haidar Bagir) dan tokoh-tokoh Ahlus Sunnah (Muhammad Baharun, Fahmi Salim, dan Kholili Hasib); pada tanggal 9 Februari 2012, masih di Republika, sebuah lembaga bernama Yayasan Muslim Indonesia Bersatu (YMIB) menurunkan publikasi besar dengan judul, Melawan Politik Adu Domba dengan Persatuan Umat. Publikasi ini didukung Radio Iran, IRIB versi Indonesia; dimuat setengah halaman sebagai iklan, di Republika edisi hari itu, halaman 2.

Di bawah ini kami sebutkan isi lengkap publikasi dari YMIB tersebut; di dalamnya kami berikan catatan kaki sebagai penjelasan, agar kaum Muslimin bisa membedakan antara kebenaran dan kebathilan. 

Melawan Politik Adu Domba dengan Persatuan Umat

“Menyimak berbagai persilangan pendapat mengenai mazhab-mazhab dalam Islam yang berkembang belakangan ini, khususnya tanda-tanda penggunaan kekerasan yang mengancam keutuhan bukan hanya umat Islam, melainkan bangsa Indonesia dan NKRI secara keseluruhan, kami dari Yayasan Muslim Indonesia Bersatu (YMIB) merasa perlu berbagi sejarah pendekatan antar mazhab dalam Islam khususnya antara mazhab Ahlus-Sunnah dan Syi’ah.” 

Catatan 1: 

Retorika membenturkan gerakan Islam dengan negara (NKRI) sudah dipakai sejak zaman Orde Baru, ketika LB, Moerdani menguasai militer. Seakan, setiap umat Islam menuntut hak-nya, ia selalu dicurigai ingin “meruntuhkan NKRI”. Dalam kasus Sampang, warga NU marah karena penistaan-penistaan agama yang dilakukan oleh Tajul Muluk dan kawan-kawan. Selalu ada penyulut kekerasan itu. Dalam kasus di Puger Jember, seorang ustadz NU bernama Fauzi terkena bacokan dari aktivis-aktivis Syiah yang ingin menggagalkan acara kajian seputar kesesatan Syiah dengan menghadirkan Habib Muhdhor Al Hamid yang dikenal tegas kepada Syiah. Baca artikel, Pengikut Syiah Mengamuk, Aktivis NU Kena Bacok, situs Voa-islam, 31 Mei 2012]. 

Sesungguhnya inisiatif-inisiatif seperti ini sudah terjadi sejak berabad-abad yang lalu, bahkan telah melahirkan karya-karya besar dalam kedua mazhab besar Islam ini. 

Catatan 2: 

Ibnu Hazm Az Zhahiri t ketika disebutkan perkataan orang Nashrani, beliau berkata, “Sedangkan perkataan mereka –Nashrani- yang mendakwahkan bahwa orang Rafidhah telah mengubah Al Qur`an, maka sesungguhnya orang-orang Rafidhah itu bukan bagian dari kaum Muslimin; mereka adalah firqah buatan yang awal-awal muncul setelah wafatnya Rasulullah e, sekitar 25 tahun kemudian… Ia adalah kelompok yang mengalir seperti mengalirnya Yahudi dan Nashrani dalam hal kebohongan dan kekufuran.” (Al Fashlu fil Milal wan Nihal, juz 2, hlm. 213]. 

"Tapi, yang mungkin belum banyak diketahui adalah aktivitas-aktivitas ke arah yang sama di abad 20 dan abad 21 ini. Khususnya terkait dengan upaya-upaya pendekatan mazhab yang dilakukan secara intensif di Mesir, baik di kalangan gerakan Ikhwanul-Muslimin maupun Al-Azhar. Puncaknya adalah deklarasi yang belakangan disebut sebagai Risalah Amman, yang ditandatangani di ibukota Yordania ini," demikian kutip YMIB di Republika.

Catatan 3: 

Al Azhar, Ikhwanul Muslimin, Hasan Al Banna, dll. mereka bagian dari Islam; tetapi mereka bukan satu-satunya suara yang mewakili kaum Muslimin. Sudah sangat dikenal tentang salah satu definisi Ahlus Sunnah, yaitu: “Wa amma al ma’na al aam li ahlis Sunnah wal jama'ah fa yadkhulu fihi jami’ul muntasibina ilal Islam, maa ‘aada ar rafidhah” (dan makna umum Ahlus Sunnah wal Jama'ah masuk ke dalamnya siapa saja yang mengikatkan dirinya dengan Islam, selain orang Rafidhah atau Syiah). [Al Wajiz Fi Aqidatis Salafis Shalih, karya Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al Atsari, hlm. 34]. Karena itu sangat dikenal dua istilah dikotomis ini: Ahlus Sunnah vs Syiah, atau Sunni vs Syi’i. Al Azhar, Ikhwanul Muslimin, Hasan Al-Banna, dll. tidak bisa mengubah kesepakatan umat ini].

Ceritanya bermula dengan Imam Syahid Hasan Al-Banna, pembawa panji gerakan Islam terbesar era modern, Al-Ikhwan Al-Muslimun. Dalam kegigihan beliau memperjuangkan Islam, beliau termasuk salah satu tokoh ide pendekatan antarmazhab dan berperan-serta dalam aktivitas Jama’ah Taqrib Baina Al-Mazhahib Al-Islamiyah di Kairo. Mengenai hal ini, salah satu pemikir Ikhwanul Muslimin Ustad Salim Bahansawi dalam bukunya berkata: “Sejak Jama’ah Taqrib Antarmazhab didirikan, dan Imam Hasan al-Banna dan Ayatullah Qummi berperan dalam pendiriannya, kerja sama antara Ikhwanul Muslimin dan Syiah tercipta.” [Limaza Ightala Hasan al-Banna, cetakan pertama, Darul I’tisham, hal. 32; yang dikutip dalam buku Al-Sunnah Al-Muftara ‘Alaiha, karya Ustadz Salim al-Bahansawi, cetakan Kairo, hal. 57].

Catatan 4

Sekali lagi, sikap Syaikh Hasan Al Banna t itu tidak mewakili suara kaum Muslimin di dunia. Ia hanya mewakili sikap Ikhwanul Muslimin, atau diri beliau sendiri. Sejujurnya, dalam dakwah Jama'ah Tarbiyah (Al Ikhwan al Muslimun) di Indonesia, pada periode 80-an sampai 90-an; sikap mereka sangat tegas kepada Syiah. Justru saya pribadi belajar banyak dari sikap mereka. Bahkan Dr. Hidayat Nur Wahid, dikenal sebagai pakar akidah, khususnya tentang sekte Syiah]. 

Dalam hubungan ini, Dr. Abdulkarim Zaidan, salah satu pemimpin penting Al Ikhwan al Muslimun Iraq menulis:  “Mazhab Ja’fari ada di Iran, Iraq, India, Pakistan, Libanon dan Suriah atau negara-negara lainnya. Perbedaan antara fikih Ja’fari dan mazhab lainnya tidak lebih dari perbedaan antara satu mazhab dengan mazhab lainnya (dalam mazhab Sunni).” [Al-Madkhal li al-Dirasah al-Syariah al-Islamiyyah, hal. 128].

Catatan 5

Tidak mungkin kalau perbedaan antara Ahlus Sunnah dengan Syiah, hanya semisal perbedaan antara madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Andaikan demikian, maka Ahlus Sunnah sejak lama akan sepakat dengan “Madzhab Lima Imam”.

Buktinya hal itu tidak ada dalam Islam. KH. Hasyim Asyari dalam konsep teologi NU-nya, mengklaim bahwa madzhab dalam Islam hanya 4 saja, tanpa madzhab Ja’fari di dalamnya. Berikut ucapan Imam Syafi’i  yang menjadi rujukan kaum Muslimin Nusantara, “Aku tidak mengetahui satu pun dari pengikut hawa nafsu yang lebih dusta dalam dakwaannya, tidak aku saksikan dalam  kepalsuannya, dari kaum Rafidhah.” (Disebutkan dalam Al Ibanah Al Kubra, juz 2, hlm. 545; dan Syarah Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah, juz 8, hlm. 499). Pendapat Ustadz Abdul Karim Zaidan tidak bisa menafikan pendapat Imam Syafi’i t ].

Sementara itu, Ustadz Bahansawi, dalam kitabnya yang sama, membantah bahwa Syiah memiliki Qur’an yang berbeda dengan menyatakan:  “Qur’an yang ada di kalangan Ahli Sunnah adalah Qur’an yang ada di masjid dan di rumah-rumah orang Syiah.” Dia juga berkata: “Syiah Ja’fari (12 Imam) meyakini bahwa barang siapa yang men-tahrif Quran ... adalah kafir.”

Catatan 6

UCAPAN Al Bahnasawi ini terburu-buru, atau punya tendensi tertentu. Syeikh Musa bin Jarullah Al Turkistani Al Qazani Ar-Rusi, seorang ulama Ahlus Sunnah asal Rusia. Saat Rusia jatuh ke tangan paham atheis, beliau meninggalkan negaranya dan memilih tinggal di negeri Muslim. Beliau berpindah-pindah dari India, Saudi, Mesir, Iran, dan Iraq. Beliau telah mengkaji kitab-kitab asli Syiah, tinggal di tengah orang Syiah, masuk masjid, perayaan-perayaan, taklim, sekolah-sekolah, ruang-ruang belajar, dll.


Beliau benar-benar hadir di tengah-tengah kaum Syiah dalam rangka mencari jalan persatuan Ahlus Sunnah dan Syiah. Setelah sekian lama, beliau simpulkan, ajaran Syiah sangat bertentangan dengan dasar-dasar akidah Ahlus Sunnah; mereka meyakini Al-Qur`an telah diubah. (Baca Khawarij dan Syiah dalam Timbangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, karya Prof.Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Maret 2012, hlm. 466-470).



Apa yang dikatakan Syeikh Musa Jarullah ini lebih obyektif, karena beliau sudah mengkaji kitab-kitab Syiah, pernah tinggal di Iran dan Ira; semua itu semula berdasarkan niatan baik menyatukan Ahlus Sunnah dan Syiah].


Berpindah ke Al-Azhar, Syeikh Muhammad Abu Zahrah, seorang ulama terkemuka universitas ini, berkata dalam kitab Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah (hal. 52):

“Tidak bisa disangkal lagi bahwa Syiah adalah salah satu firqah Islam. Tentu saja kita harus memisahkan firqah Sabaiah yang mengakui Ali sebagai Tuhan (yang jelas dalam Syi’ah pun dianggap kafir). Dan tidak bisa diragukan lagi bahwa seluruh akidah Syiah berdasarkan nash al-Qur’an atau hadis-hadis yang dinisbahkan kepada Nabi.”



Catatan 7

Ucapan Syeikh Muhammad Abu Zahrah ini tidak benar. Bagaimana bisa akidah Syiah berdasarkan Al Qur`an dan Sunnah, sedangkan mereka mencaci-maki istri-istri Nabi Radhiyallahu ‘Anhunna; mereka mencaci-maki dan mengkafirkan para Sahabat; mereka mensifati imam-imam Syiah sebagai manusia makshum; mereka menghalalkan kawin mut’ah, dll? Ulama-ulama Ahlus Sunnah banyak membahas masalah kesesatan firqah Syiah ini.



Cukuplah ucapan Abdul Qahir Al Baghdadi, yang kitabnya menjadi rujukan Asy’ariyah, Maturidiyah, Salafiyah, serta lainnya sebagai penjelas yang tak membutuhkan takwil lagi,



“Sedangkan para pengikut hawa nafsu dari kalangan Al Jarudiyah, Al Hisyamiyah, Al Jahmiyah, dan Al Imamiyyah yang mereka itu telah mengkafirkan sebaik-baik Sahabat…maka kami mengkafirkan mereka, di kalangan kami tidak diperbolehkan menshalatkan mereka (kalau mati –pen.) dan tidak boleh shalat di belakang mereka (menjadi makmum –pen.).” [dalam Al Farqu Bainal Firaq, hlm. 357].



Sekarang, saatnya kita mendengar pandangan Mahmud Syaltut, Syeikh Al-Azhar yang paling terkemuka dalam sejarah-modern institusi ini. Setelah “menganalisa fikih mazhab-mazhab Islami dari Sunni sampai Syiah, berlandaskan dalil dan argumentasi, serta tanpa mengedepankan fanatisme kepada ini dan itu”, beliau memfatwakan:



“Mazhab Ja’fari yang terkenal dengan mazhab Syiah 12 Imam, adalah mazhab yang sama seperti mazhab Ahlus-Sunnah, beribadah dengan mazhab tersebut dibolehkan dalam syariat. Kaum Muslimin harus mengetahui hal ini dan terbebas dari fanatisme yang salah berkaitan dengan mazhab tertentu, sebab agama dan syariat Allah tidak tergantung pada satu mazhab khusus atau terbatas pada satu mazhab saja. Karena semua telah berjtihad dan, karena itu, mereka diterima di sisi Allah.” Belaiu melanjutkan: “… (kita) melihat bahwa jarak antara Syiah dan Sunni sama seperti jarak antara fikih mazhab Abu Hanifah, Maliki atau Syafii.” 



Catatan 8



Ini adalah ucapan umum yang perlu dijelaskan lagi, agar tidak menjadi fitnah bagi umat. Prof. Dr. Ali Ahmad As-Salus, seorang pakar fikih di Universitas Syariah, Qatar. Saat kuliah pasca sarjana di Daarul Ulum Kairo, beliau mendapati dosennya, Syeikh Muhammad Al Madini, kerap menjelaskan bahwa Syiah tidak berbeda dengan madzhab yang empat, sehingga Syiah bisa dianggap sebagai madzhab kelima. Kebetulan dosennya, Syeikh Al Madini, juga anggota Lembaga Pendekatan Antarmadzhab (Taqrib Bainal Madzahib). Selama lebih 30 tahun Prof. As-Salus mengkaji literatur-literatur Syiah, dan bergaul dengan tokoh-tokoh Syiah. Bahkan tesis beliau membahas perbandingan fikih antara Syiah dengan madzhab yang empat.


Berikut perkataan Syeikh As-Salus; “Tetapi setelah melakukan penelitian dan kajian, dimana saya membaca secara intensif karya-karya dan buku-buku mereka, lalu saya mendapatkan suatu hal yang amat berbeda dari apa yang diilustrasikan oleh para penganjur dan pendukung upaya pendekatan madzhab Ahlus Sunnah dan Syiah. Kepercayaan Syiah terhadap konsep Imamah dan semua yang dibangun di atas itu, pada dasarnya menghambat dan menghalangi suatu (upaya) pendekatan. Karena akidah mereka tidak lain kecuali memfitnah dan menistakan manusia-manusia terbaik yang dilahirkan untuk manusia, yaitu para Sahabat." [Ensiklopedi Sunnah-Syiah, karya Prof. Ali Ahmad As-Salus, jilid 1, hlm. 1-7. Jakarta, Pustaka Al Kautsar, Agustus 2011. Judul kitab asli, Ma’as Syi’ah Al Itsna Al ‘Asyariyah fil Ushul wal Furu’: Mausu’ah Syamilah].

Di masa belakangan ini kita juga dapat menemukan berlimpah kesaksian dari para ulama Sunni tentang keabsahan berbagai mazhab dalam Islam. Yang paling penting di antaranya adalah kesaksian sedikitnya 146 ulama besar, cendekiawan Muslim, dan otoritas-keagamaan lainnya  –termasuk para mufti dan pejabat resmi keagamaan- dari sedikitnya 48 negara, yang diberi nama Risalah ‘Amman. 

Di antara pokok isinya adalah: “Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah (Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadhi, dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. Tidak diperbolehkan mengkafirkan salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas. Darah, kehormatan dan harta benda salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas tidak boleh dihalalkan."

Catatan 9

Para ulama ini setinggi apapun kedudukan mereka, dari sisi keagamaan maupun duniawi; sebanyak apapun jumlah mereka; mereka tidak bisa melampaui kedudukan Imam Bukhari  dalam Islam. Lalu apa kata Imam Bukhari tentang kaum Rafidhah (Syiah Imamiyah)? Berikut perkataan beliau; “Aku tidak bedakan apakah aku shalat di belakang seorang Jahmi atau Rafidhi, atau aku shalat di belakang Yahudi dan Nashrani. Mereka tidak diberikan salam, tidak didatangi (undangannya), tidak dinikahkan (dengan wanita-wanita kaum Muslimin), tidak dijadikan saksi, tidak dimakan sembelihannya.” [Khalqu Af’alil Ibad, hlm. 125].

Lebih lanjut, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti akidah Asy’ari atau siapa saja yang mengamalkan tasawuf (sufisme). Demikian pula, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti pemikiran Salafy yang sejati. Sejalan dengan itu, tidak diperbolehkan mengkafirkan kelompok Muslim manapun yang percaya pada Allah, mengagungkan dan mensucikan-Nya, meyakini Rasulullah (Shallallahu 'alaihi wassalam) dan rukun-rukun iman, mengakui lima rukun Islam, serta tidak mengingkari ajaran-ajaran yang sudah pasti dan disepakati dalam agama Islam. Ada jauh lebih banyak kesamaan dalam mazhab-mazhab Islam dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan di antara mereka.

Catatan 10

Para ulama itu sudah tahu dan sangat tahu, bagaimana pokok-pokok ajaran Syiah. Mereka sudah tidak perlu lagi diajari. Hanya mungkin masalahnya, di antara ulama ada yang pura-pura tidak tahu, atau menutup mata dari hal-hal yang sudah jelas di depan mata.


Kalangan Salafiyah pasti tahu kitab Minhajus Sunnah karya Ibnu Taimiyah; kalangan Asy’ariyah pasti sudah tahu kitab Shawaiq Al Muhriqah karya Ibnu Hajar Al Haitami; bahkan dalam buku KH. Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlus Sunnah, golongan Syiah dibahas pada bagian pertama.


Para pengikut/penganut kedelapan mazhab Islam yang telah disebutkan di atas semuanya sepakat dalam prinsip prinsip utama Islam (Ushuluddin). Semua mazhab yang disebut di atas percaya pada: “Satu Allah yang Mahaesa dan Mahakuasa; percaya pada Al-Qur’an sebagai wahyu Allah; dan bahwa Baginda Muhammad e adalah Nabi dan Rasul untuk seluruh manusia. Semua sepakat pada lima rukun Islam: dua kalimat Syahadat; kewajiban shalat; zakat; puasa di bulan Ramadhan, dan Haji ke Baitullah di Makkah. Semua percaya pada dasar-dasar akidah Islam: Kepercayaan pada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk dari sisi Allah.


Perbedaan di antara ulama kedelapan mazhab Islam tersebut hanya menyangkut masalah-masalah cabang agama (furu’) dan tidak menyangkut prinsip-prinsip dasar (ushul) Islam. Perbedaan pada masalah-masalah cabang agama tersebut adalah rahmat Ilahi. Sejak dahulu dikatakan bahwa keragaman pendapat di antara ‘ulama adalah hal yang baik.


Catatan 11


Pendapat ini dibantah oleh Abdul Qahir Al Baghdadi dalam Al Farqu Bainal Firaq. “Bahwasanya Nabi menjelaskan tentang firqah tercela, yaitu firqah pengikut hawa nafsu yang menyelisihi Firqah An Najiyyah, dalam bab keadilan dan Tauhid; atau dalam janji dan yang dijanjikan; atau dalam qadar dan kemampuan; atau dalam masalah takdir baik dan buruk; atau dalam bab hidayah dan kesesatan; atau dalam bab keinginan dan  kehendak; atau dalam bab penglihatan dan pencapaian; atau dalam bab Sifat-sifat Allah U, Nama-nama dan Sifat-sifat-Nya; atau dalam bab di antara bab-bab seputar pujian dan pembolehan; atau dalam bab di antara bab-bab seputar kenabian dan syarat-syaratnya; atau dalam bab-bab semisal itu yang telah bersepakat Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dari kalangan Ahlul Ra’yi dan Ahlul Hadits, di atas pokok yang satu. Menyelisihi mereka dalam hal itu, para pengikut hawa nafsu dari kalangan Qadariyah, Khawarij, Rafidhah, Najariyah, Jahmiyah, Mujassimah, Musyabbihah, dan siapa yang mengikuti firqah sesat. Maka  sesungguhnya kaum yang menyimpang dalam bab keadilan dan Tauhid, masalah kubur dan islaf (pinjaman), yang mendefinisikan ru’yah dan shifat, pujian dan pembolehan, dan syarat-syarat kenabian dan imamah; mereka satu sama lain saling mengkafirkan.” [Al Farqu Bainal Firaq, hlm. 3]].


Di antara para penandatangan Risalah Amman yang bertarikh 27-29 Jumadil Ula 1426 H (4-6 Juli 2005 M) adalah: Prof. Dr. Ali Jumu’a (Mufti Besar Mesir); Prof. Dr. Ahmad Muhammad Al-Tayyib (Rektor Universitas Al-Azhar); Prof. Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq (Menteri Agama Mesir); Dr. Yusuf Qardhawi (Ketua Persatuan Ulama Islam Internasional, Qatar); Dr. Muhammad Sa’id Ramadan Al-Buthi (Dai, Pemikir dan Penulis Islam, Syria); Prof. Dr. Syeikh Wahbah Mustafa Al-Zuhayli (Ketua Departemen Fiqih, Damascus University); Shaykh Dr. Ikrimah Sabri (Mufti Besar Al-Quds dan Imam Besar Masjid al-Aqsha); Syeikh Habib ‘Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafiz (Ketua Madrasah Darul Mustafa, Tarim, Yaman); dan lain-lain. [Untuk daftar penandatangan selengkapnya, lihat website kami: www.muslim unity.com].


Catatan 12


Syeikh Mamduh bin Farhan Al Buhairi, pengasuh majalah Qiblati terbit di Malang, dalam salah satu tulisannya, beliau memuji Syeikh Al Qaradhawi yang akhirnya mengubah pandangannya tentang Syiah.


Pada awalnya Al-Qaradhawi pro dengan kampanye At-Taqrib antara Ahlus Sunnah dan Syiah. Namun setelah melihat kekejaman kaum Syiah terhadap para pengungsi asal Palestina, beliau mengubah pandangannya.


Demikian juga dengan Dr. Mustafa As-Siba’i, seorang ulama Ikhwanul Muslimin di Libanon. Pada mulanya beliau sangat antusias dengan ide At-Taqrib. Berbagai usaha sudah beliau lakukan untuk merealisasikan ide pendekatan madzhab. Namun saat muncul buku Al-Murajaat karya Sharafuddin Al Mausawi, beliau merasa sangat terkejut ketika dalam buku itu terdapat hujatan-hujatan terhadap Abu Hurairah ra, bahkan beliau disebut kufur dan munafik.


As-Siba’i mengatakan: “Ide pendekatan madzhab yang dilontarkan oleh ulama-ulama Syiah secara keseluruhan, hanyalah basa-basi dalam sebuah pertemuan. Sementara mereka terus melakukan penghinaan terhadap para Sahabatydan berprasangka-buruk terhadap mereka. Mereka juga sangat meyakini kebenaran riwayat-riwayat yang ada dalam kitab-kitab pendahulu mereka. Mereka yang menyerukan pendekatan madzhab, akan tetapi mereka tidak memiliki jiwa pendekatan. Ide pendekatan itu sama sekali tidak ada pengaruhnya bagi ulama-ulama Syiah di Iraq dan Iran. Sehingga kelompok-kelompok Syiah di masing-masing daerah tetap berpegang-teguh kepada kitab-kitab para pendahulu mereka, yang berisi pencemaran nama baik dan gambaran penuh kebohongan terhadap para Sahabat y, yang berselisih pendapat. Seolah-olah, ide pendekatan madzhab dalam versi mereka, adalah mendekatkan golongan Ahlus Sunnah kepada ajaran Syiah.” (Khawarij dan Syiah dalam Timbangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, hlm. 464-466). Kalimat terakhir As-Siba’i ini sangat mendasar, bahwa ide pendekatan madzhab pada hakikatnya ialah upaya menjadikan Ahlus Sunnah menjadi penganut Syiah].


Tentu saja mudah diduga bahwa para ulama terkemuka ini tak akan begitu gegabah mengeluarkan pernyataan-pernyataan mereka, tanpa terlebih dulu mempelajari dengan teliti seluruh dasar dan rincian mazhab-mazhab tersebut, termasuk tuduhan-tuduhan yang dilontarkan orang kepada mereka.

Catatan 13 

ULAMA-ULAMA kontemporer yang disebutkan itu tidak akan bisa menutupi pandangan Imam Ahmad bin Hanbal tentang Syiah Rafidhah. Berkata Al Khilal, mengabarkan kepadaku Abdul Malik bin Abdul Hamid, dia berkata: aku mendengar Abu Abdullah (Imam Ahmad) berkata: “Siapa yang mencaci (Sahabat) aku takut dia akan menjadi kufur seperti Rafidhah.” Kemudian beliau berkata: “Siapa yang mencaci Sahabat Nabi n, kami tidak merasa aman bahwa dia akan melesat keluar dari agama ini.” [As Sunnah lil Khilal, juz 2, hlm. 557-558]. Sebagian perkataan ulama ini kami ambil dari situs Khayma.com, dalam artikel berjudul: Ar-Rafidah as Syi’ah: Min Aqa’idi Rafidhah, Hiqdihim ‘ala Ahlis Sunnah, At-Taqiyyah, Ghadrihum, Bara’atu Ahlil Bait Minhum, Aqwalil Ulama. Sebagian lain kami himpun sendiri, bi idznillahil ‘Azhim]. 

Namun, yang tak kalah pentingnya, semua pernyataan bijak di atas tidak akan banyak manfaatnya, kecuali jika para pengikut mazhab-mazhab dalam Islam benar-benar dapat bersikap dan membawa diri sesuai dengan prinsip-prinsip persaudaraan Islam. 

Termasuk di dalamnya sikap menghormati keyakinan mazhab yang berbeda, mendahulukan persangkaan baik (husnuzh-zhan), juga kesediaan melakukan verifikasi (tabayun) dalam hal adanya tuduhan-tuduhan terhadap mazhab tertentu.

Catatan 14

Justru kata-kata seperti ini lebih tepat diarahkan ke kaum Syiah sendiri. Seperti disebut oleh Ustadz Adian Husaini dalam Solusi Damai Sunnah-Syiah, yang dimuat di jurnal Islamia, Republika, “Jika kaum Syiah mengakui bahwa kaum Sunni sebagai mazhab dalam Islam, seyogianya mereka menghormati Indonesia sebagai negeri Islam Sunni. Hasrat mensyiahkan Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa depan negeri ini. …itulah jalan damai untuk Muslim Sunni dan kelompok Syiah.” (Jurnal Islamia Republika, 19 Januari 2012, hlm. 23). Fakta berbicara, dari tahun ke tahun, pemeluk Syiah semakin bertambah. Jika demikian, lalu siapa sebenarnya yang lebih agressif dan merasa paling benar sendiri?]. 

Yang terpenting di antaranya adalah tidak merasa benar sendiri dan menganggap keyakinan mazhab lain sebagai salah, apalagi kemudian merasa perlu mendakwahan mazhabnya serta berupaya mengubah keyakinan para pengikut mazhab lainnya.

Catatan 15:

Lebih penting lagi ialah hidup di atas kejujuran dan tidak menjadikan kedustaan sebagai agama. Termasuk tidak bermain-main data dan retorika, untuk mengelabuhi orang-orang awam dari kalangan Ahlus Sunnah. Harus dipahami dengan jelas, bahwa di kalangan Syiah, sudah dimaklumi bahwa mereka mengkafirkan kalangan Ahlus Sunnah, menghalalkan harta, kehormatan, dan darah Ahlus Sunnah. Ibnu Taimiyah v dalam Majmu’ Al Fatawa, juz 28, hlm. 261-262 menjelaskan, “Mereka (Rafidhah –pen.) mengkafirkan seluruh umat Muhammad, mulai dari yang awal hingga akhir. Mereka mengkafirkan semua orang yang meyakini kelurusan Abu Bakar, Umar, kaum Muhajirin, dan kaum Anshar. Mereka juga mengkafirkan orang yang meridhai hal itu, atau orang yang memohonkan ampunan untuk mereka kepada Allah, sebagaimana yang Allah  perintahkan. Karena itulah mereka mengkafirkan tokoh-tokoh umat Islam seperti Said bin Musayyib, Abu Muslim Al-Khaulani, Uwais Al-Qarni, Atha’ bin Abi Rabbah, dan Ibrahim An Nakh’i. Begitu juga dengan Malik, Al Auza’i, Abu Hanifah, Hammad bin Zaid, Hammad bin Salamah, Ats-Tsauri, As-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Fudhail bin Iyadh, Abu Sulaiman Ad-Darani, Ma’ruf Al-Kurkhi, Al Junaid bin Muhammad, Sahl bin Abdullah At-Tasatturi, dan tokoh-tokoh lainnya. Kaum Syiah Rafidhah berkeyakinan bahwa kekafiran mereka yang disebutkan tadi itu, jauh lebih berat dibandingkan kekafiran Yahudi dan Kristen. Sebab kaum Yahudi dan Kristen itu –menurut mereka- kafir asli atau sejak awal. Sedangkan mereka adalah kafir karena murtad. Kekafiran karena murtad jauh lebih berat dibandingkan kafir asli, menurut kesepakatan ulama. Sampai-sampai mereka berpendapat bahwa Abu Bakar, Umar, mayoritas kaum Muhajirin dan Anshar, para istri Rasulullah, seperti Aisyah, Hafshah, para pemimpin dan umat Islam secara umum, tidaklah beriman kepada Allah sama sekali. Pasalnya, keimanan yang diikuti dengan kekufuran, tidaklah diterima dan tidak sah.” (Khawarij dan Syiah dalam Timbangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, hlm. 178-179).

Sekarang masalahnya, kita lebih percaya kepada Ibnu Taimiyah atau kepada pengurus YMIB itu?]. 

Akhirnya, marilah kita tutup seruan kerukunan umat ini dengan mendengar peringatan dari 2 tokoh besar dalam kedua mazhab Islam ini. 

Ustad Anwar Jundi dan kitabnya Al-Islam wa Harikah al-Tarikh berkata: “Sejarah Islam penuh dengan pertentangan dan perseteruan pikiran serta pertikaian politik antara Ahli Sunnah dan Syiah. Para agressor asing sejak Perang Salib sampai sekarang selalu berusaha memanfaatkan pertentangan ini dan memperdalam pengaruhnya agar persatuan dunia Islam tidak terwujud.”

Sementara itu, Imam Khomeini dalam salah satu khutbahnya menyatakan: “Tangan-tangan kotor yang telah menciptakan pertentangan di dunia Islam antara Sunni dan Syiah… Mereka adalah perpanjangan tangan imperialis yang ingin berkuasa di negara-negara Islam. Mereka adalah pemerintahan-pemerintahan yang ingin merampok kekayaan rakyat kita dengan berbagai tipuan dan alat dan menciptakan pertentangan [dengan nama Syiah dan Sunni.” 

Catatan 16

Sebenarnya, kalau kaum Muslimin jeli membaca sejarah, mereka akan tahu, siapa yang sangat beringas dalam sejarah Islam? Siapa yang membuka pintu bagi Tartar untuk menghancur-leburkan Dinasti Abbassiyah di Baghdad? Siapa yang membangun Dinasti Shafawid dan Fathimiyah, yang selalu memusuhi Ahlus Sunnah (Abbassiyah, Saljuqiyah, Ayyubiyah)? Siapa yang dibersihkan oleh Shalahuddin Al Ayyubi dari barisannya? Siapa yang beraliansi dengan Portugis dan Inggris dalam rangka memerangi Dinasti Turki Utsmani? Semua itu dilakukan oleh Syiah Rafidhah yang meyakini kekufuran Ahlus Sunnah.

Bukan hanya di masa lalu, di era modern makar Syiah juga terus-menerus menimpa Ahlus Sunnah. Syiah Rafidhah telah menindas kaum Ahlus Sunnah di Iran dan membunuhi ulama-ulamanya. Mereka kini menguasai Libanon dan menyingkirkan pengaruh Ahlus Sunnah di sana. Mereka menjerumuskan para pejuang Palestina (Hamas) dalam aliansi yang sangat merugikan. Mereka selalu memicu kerusuhan di Karachi Pakistan. Aliansi Syiah di bawah Jendral Rasyid Dustum, memerangi pemerintahan Burhanuddin Rabbani dan Thaliban, di Afghanistan. Syiah di Iraq menindas kaum Ahlus Sunnah dan berambisi menjadikan Iraq sebagai basis Syiah murni (pasca kekuasaan Saddam Husain). Syiah Nushairiyah di Suriah sejak era Hafezh Assad sampai Bashar Assad, telah membantai ratusan ribu kaum Muslimin, dan hendak menjadikan umat Islam sebagai orang-orang musyrik yang menyembah Bashar Assad. Wal ‘iyadzu billah. Syiah Houti di Yaman menyerang markas Muslim Sunni di Dammaj, Yaman. Syiah selalu membuat manuver di Bahrain, Saudi Timur, juga di Mesir, untuk melakukan destabilisasi.

Tokoh Syiah mengklaim, bahwa tidak mungkin Amerika akan bisa masuk ke Afghanistan dan Irak, tanpa bantuan mereka. Singkat kata, tidak ada sejarah perdamaian, kerukunan, atau persatuan di antara Ahlus Sunnah dan Syiah. Mayoritas sejarahnya berisi permusuhan, perang, dan penindasan terhadap Ahlus Sunnah. Kaum Syiah adalah manusia-manusia yang sangat bahaya.

Ibnu Taimiyah;  berkata tentang Syiah, “Mereka adalah yang paling jahat dari umumnya pengikut hawa nafsu, dan lebih berhak diperangi daripada Khawarij.” (Majmu’ Al-Fatawa, juz 28, hlm. 482). Abu Hamid Muhammad Al Maqdisi t berkata, “Tidak tersembunyi bagi siapa saja yang memiliki ilmu dan pemahaman dari kalangan Muslimin, bahwa banyak yang mendahului kami dalam bab ini, seputar akidah-akidah kelompok Rafidhah ini yang menyelisihi tulisan-tulisannya (ulama Salaf –pen.) ia kafir secara jelas, yang menentang karena jahil dihukumi keji, tidak berhenti ulama mengkafirkan mereka dan menghukumi mereka telah melesat keluar dari agama Islam.” (Risalah fir Raddi ‘alar Rafidhah, hlm. 200)]. 

Inilah juga pesan Risalah Amman: “...kita mengajak seluruh Muslim untuk tidak membiarkan pertikaian di antara sesama Muslim dan tidak membiarkan pihak-pihak asing mengganggu hubungan di antara mereka.” Semoga Allah. selalu memberikan hidayah dan ‘inayah-Nya kepada umat Islam di seluruh dunia. 

Catatan 17

Sebuah hakikat yang harus dipahami oleh kaum Muslimin. Pertama, dalam pertemuan Rabithah Ulama Muslimin di Istanbul Turki, 27-28 Rabi’ul Awwal 1432 H (pertengahan Maret 2011; Risalah Amman keluar pada 4-6 Juli 2005), mereka mengingatkan bahaya aliansi strategis antara pemerintah Iran, Hizbulah Libanon, pemerintah Suriah, dan Syiah Irak. Kalau direnungkan, aliansi ini seperti “benteng negara-negara” yang melingkar untuk mengamankan posisi Israel dari jangkauan para pejuang Ahlus Sunnah. Cermati itu!!!

Kedua, penyebaran ajaran Syiah Rafidhah di negeri-negeri Ahlus Sunnah akan menghasilkan manusia-manusia yang toleran terhadap missi Zionis dan penjajahan Yahudi. Tidak berlebihan jika gerakan semacam itu didukung oleh negara-negara Barat. Dan selamanya, Amerika tidak akan pernah menyerang Iran, karena mereka satu kepentingan, dalam mengamankan posisi Israel. Fa’tabiru ya ulil abshar!!!]. 

Beretorika 

Sejak awal kaum Syiah pandai dalam retorika. Mereka lihai dalam mengelabui umat Islam dengan retorika-retorika memukau. Jalaluddin Rahmat sendiri dikenal sebagai sosok pakar komunikasi. Dalam publikasi yang disiarkan oleh YMIB lewat Republika itu judulnya sangat menohok: “Melawan Politik Adu Domba dengan Persatuan Umat”. Seolah, kaum Syiah sangat pro persatuan umat dan mereka mengingatkan kaum Muslimin agar tidak mudah diadu-domba.

Masalahnya, secara keyakinan, konsep ideologi, simbol-simbol sosial, fakta sejarah masa lalu dan sejarah kontemporer; justru kaum Syiah selalu membuat onar di Dunia Islam.

Di manapun mereka mendapati eksistensi Ahlus Sunnah, mereka akan mencurahkan segala energi dendam dan kedengkiannya. Hanya saja, semua itu dibalut retorika-retorika manis misalnya: persatuan umat, ukhuwwah Islamiyyah, pendekatan madzhab, dll. Mereka selalu dan selalu menyembunyikan bara dendam dan permusuhannya, di balik penampilan indah dan ramah.

Kami tidak henti-henti mengingatkan kaum Muslimin Ahlus Sunnah di Nusantara, agar mereka istiqamah, sadar diri, dan selalu waspada menghadapi kaum Rafidhah ini. Dimanapun Rafidhah memiliki kekuatan kecil, mereka akan berlindung di balik ukhuwwah, persatuan, dan pendekatan madzhab. Namun bila mereka telah memiliki kekuatan, kehidupan Ahlus Sunnah tidak akan mereka biarkan tenang, damai, dan selamat. Nas’alullah al ‘afiyah lana wa li sa’iril Muslimin, zhahira wa bathina, fid dini wad dunya wal akhirah. Allahumma amin ya Hafizh.

Berbagai prahara kehidupan yang telah menimpa kaum Ahlus Sunnah di Suriah, Iraq, Afghanistan, Libanon, Yaman, Pakistan, dan lainnya, hendaknya semua itu menjadi pelajaran besar yang tidak diremehkan. Kita jangan terpengaruh oleh perkataan para tokoh pro-liberal maupun pro-Syiah yang meremehkan tantangan kaum Syiah Rafidhah ini.

Cukuplah peristiwa Sampang Madura dan pembacokan ustadz NU di Puger Jember, menjadi warning bagi kita semua, bahwa Syiah Rafidhah selalu menyimpan dendam membara terhadap Ahlus Sunnah. Jika terhadap Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah, Hafshah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan lainnya y, mereka berani mencaci-maki, menghujat, dan melaknat; apalagi terhadap kita yang tidak memiliki apa-apa dibandingkan para Sahabat dan ulama-ulama mulia itu?

Ibnu Taimiyah v berkata, “Hendaklah setiap orang yang berakal, menyaksikan apa yang terjadi pada masanya. Hampir pada setiap masa, ketika terjadi huru-hara, keburukan, dan kerusakan dalam Islam, kebanyakan berasal dari Rafidhah. Anda pasti bisa melihat, bahwa mereka adalah orang yang paling banyak melakukan huru-hara dan keburukan. Mereka tidak akan tinggal diam, selama mereka masih mampu berbuat huru-hara, kekejian, serta menebarkan kerusakan di antara umat.” [Khawarij dan Syiah dalam Timbangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, hlm. 463. Dikutip oleh penulisnya, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, dari Minhajus Sunnah, juz 3, hlm. 243].  

Wahai Rabb kami, janganlah Engkau gelincirkan hati-hati kami (kepada kesesatan), setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami. Anugerahkan kepada kami dari sisi-Mu berupa rahmat, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia). [Surat Ali Imran, ayat 8]. Wahai Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan sikap kami yang berlebihan dalam urusan kami. Teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami atas orang-orang kafir. [Surat Ali Imran, ayat 147]. Amin Allahumma amin.