Monday, April 20, 2015

KH. Hasyim Asyari dan Fenomena ‘NU Garis Lurus’ [2]

                                                                              
                                                  KH. Hasyim Asyari dan Fenomena ‘NU Garis Lurus’ [2]
Selasa, 21 April 2015 - 09:26 WIB
Seorang Muslim, jika hatinya ke Makkah maka akalnya ke Madinah, bukan ke Amerika, demikian Dr Hamid Fahmi Zarkasyi, mengistilahkan
Sambungan dari artikel PERTAMA
Oleh: Muhammad Saad
Kedua, karena misi para liberalis dan Syiah terancam, mereka rupanya tidak segan-segan melakukan berbagai macam fitnah terhadap pejuang ‘NU Garis Lurus’ ini guna menjagal aktivitas dakwahnya.
Dari tuduhan bahwa ‘NU Garis Lurus’ kemasukan kelompok Salafy, sebagaimana fitnahan dalam tulisan M. Alim yang dimuat dalam situs resmi NU www.nu.or.id  berjudul “Meluruskan “NU Garis Lurus”.
Dalam artikel yang ditulis dengan emosional dan tanpa referensi ini, penulis mengatakan dua hal;
Pertama, ‘NU Garis Lurus’ adalah mengesankan bahwa NU struktural adalah NU yang tidak lurus. Kedua, ‘NU Garis Lurus’ merupakan bentukan untuk menandingi aliran-aliran yang dianggap sesat semisal liberalisme dan Syiah yang ada di dalam tubuh NU struktural.
Sangatlah tidak benar keberadaan ‘NU Garis Lurus’ menganggap NU struktural tidak lurus. Jika yang dimaksud adalah NU yang dicita-citakan oleh KH Hasyim Asy’ari, yaitu NU yang tegas kepada aliran-aliran  sesat, sebagaimana hal itu tertorehkan ketegasan beliau dalam kitabRisalah Ahlusunnah wal-Jamaah, dimana di dalam kitab tersebut beliau mengkritik kelompok yang suka mengkafirkan, penganut Syiah imamiyah, penganut aliran kebatinan dan pengikut aliran tasawwuf menyimpang dengan konsep manunggaling kawulo gusti [Hasyim Asya’ri, “Risalah ahlusunnah wal Jamaah”, baca Maktabah al-Turats al-Islamy hal. 09), maka ‘NU Garis Lurus’ tidak akan ada keberadaanya.
Kenyataanya, tubuh NU saat ini mulai sakit terserang faham-faham menyesatkan yaitu liberalisme [baca: “As’ad: Indonesia Sedang Alami Liberalisasi”, http://www.nu.or.id/).
Bahkan kepemimpinan NU saat ini dipegang oleh oknum yang ternjangkit virus paham Syiah sekaligus liberal.
Hal inilah yang kemudian membangkitakan ulama-ulama NU yang masih murni akidahnya termasuk KH Lutfi Bashori agar bisa ‘mengobati’ NU dan memberasihkan dari faham-faham merusak Aswaja.
Istilah ‘NU Garis Lurus’ sendiri menurut Kiai Lutfi Bashori adalah untuk membedakan dengan NU yang terkena faham muhaddamah [rusak) dan yang masih murni.
Pengasuh Ribath al-Murtadha ini pernah menyatakan, “Sedangkan kata Garis Lurus adalah untuk membedakan dari warga NU –bahkan sebagian tokoh NU– yang sudah keluar dari ajaran akidah KH. Hasyim Asy’ari sebagai pendiri NU.” [Lutfi Bashori Alwi, “Panduan Aswaja Garis Lurus”, hal. 1-3).
Padahal KH. Hasyim Asy’ari menegaskan NU adalah organisasi yang berhalauan akidah Aswaja, dan menjadikan salah satu madzhab empat yang ada di aswaja [Madzhab Syafii) sebagai madzhabnya [Hasyim Asy’ari, Ziyadah ta’liqat, hal. 24). Sedangkan Aswaja menurut Syeikh Hasyim dengan mengutip pendapat Syeikh Syihab al-Khafaji adalah firqatu al-Najiyyahyang disebutkan dalam hadits. [ Dalam Risalah Ahlusuunnah wal-jamaah, hal. 23)
Keberadaan “NU Garis Lurus” bukanlah untuk menandingi faham-faham yang dianggap sesat yang menjadi benalu di tubuh NU. Justru keberadaan “NU Garis Lurus” sebagaimana penulis sebutkan tadi, ialah, untuk meneruskan misi KH Hasyim Asy’ari membersihakan faham-faham yang diyakini kesesatan-nya.
Faham-faham semisal SePILIS dan Syiah, dalam pandangan Islam bukan faham yang diduga kesesatannya sebagaimana yang ditulis oleh M. Alim.
Eksistensi Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme (SePILIS) benar-benar telah mendekonstruksi akidah dan syariah Islam serta mendegradasi akhlak kaum Muslimin.
Jika sekulerisme bertujuan menghilangkan peran agama dalam kehidupan masyarakat, pluralisme ingin menyamakan semua agama memiliki kebenaran, maka liberalisme adalah memayungi kedua paham tersebut.
Dr Hamid Fahmi Zarkasyi, peneliti INSISTS menyebut 5 tanda orang/golongan berpaham liberal;
“Mengatakan bahwa liberalisasi dalam dunia Islam ditandai dengan, pertama, gugatan terhadap Al-Qur’an. Kedua, pembelaan aliran sesat ketiga, mendahulukan akal manusia daripada Tuhan. Keempat, mendukung relativisme yang berujung pada pluralisme agama. Kelima, mempromosikan skeptisisme.” [Hamid Fahmi Zarkasy dalam Misykat, [sub judul “Evil of Liberalisme”, hal. 152).
Belum lagi Syiah dengan konsep imamahnya telah melahirkan konsep takfir kepada para sahabat mulya Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi Wassallam.
Konsep imamah yang berujung pada takfir sahabat, berlanjut kepada pengkafiran kepada Aswaja atas pembelaannya kepada para Sahabat. Hal ini yang kemudian menimbulkan chaos antar kelompok di level bawah, bahkan sampai pembantaian.
Meminjam istilah  KH Lutfi Bashori Alwi, bahwa okmum NU yang geram dengan keberadaan “NU Garis Lurus”,   adalah  warga nahdhiyin yang terindikasi penyakit liberal tanpa sadar, karena fanatik buta.
Menurut murid dari Prof. Dr Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki ini, mereka sebenarnya secara amaliah dalam beriabadah adalah sama dengan nahdhiyin lainnya. Namun mereka liberal dalam berwacana. Hal ini yang bermasalah.  Di mana akal dan hatinya berbeda dalam beraktifitas. Doktrin demikian lahir dari aliran filsafat dualisme. Orang yang demikian adalah orang yang liberal tanpa sadar.
Istilah Dr Adian Husaini, mereka adalah Golongan Bingung [Golbing) [Dr Adian Husaini, “Islam Ragu-ragu” versi Rektor UIN Yogya – Hidayatullah.com).
Padahal Islam adalah agama tauhid. Islam bukan saja doktrin, tapi Islam adalah worldview. Karena Islam ajaran tauhid, maka cara pandang [worldview) seorang Muslim adalah tauhidi. Hati, alam pikiran dan amaliyah seorang Muslim selalu integral.
Seorang Muslim, jika hatinya ke Makkah maka akalnya ke Madinah, bukan ke Amerika, demikian Dr Hamid Fahmi Zarkasyi, mengistilahkan. [Orasi  Ilmiah Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, “Sinergi Membangun Peradaban Islam” di http://kholilihasib.com). Wallahu a’alam Bishawwab.*
Penulis adalah warna NU, alumni PP Aqdaamul Ulama’ Pandaan-Pasuruan, Anggota Pejuang Aswaja Garis Lurus

ASWAJA Garis Lurus: Pemerintah Bisa Larang Aktivitas Syiah
Ahad, 15 Februari 2015 - 13:27 WIB
Pemerintah bisa melarang berkembangnya Syiah serta segera menutup segala aktifitas yang berafiliasi kepada ajaran Syiah
Pejuang Ahlus Sunnah (ASWAJA) Garis Lurus, yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Ribath Al Murtadla Al Islami Singosari Malang, KH. Luthfi Bashori Alwi mengatakan peristiwa penyerangan gerombolan pembela Syiah terhadap jama’ah majelis Az-Zikra adalah bukti Syiah merupakan berbeda dengan Ahlus Sunnah.
“Islam Indonesia adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sesuai peninggalan Wali Songo,” kata KH Luthfi kepada hidayatullah.com, Sabtu (14/02/2015).
Karena itu, menurutnya, karena Indonesia adalah Negara Ahlu Sunnah, lebih baik penganut Syiah bisa bergabung dengan Negara Syiah, di Iran.
“Di sanalah Syiah menjadi agama resmi bagi negara Iran,” tegas KH Luthfi yang juga Ketua Komisi Hukum dan Fatwa MUI Malang.
Demi keutuhan NKRI sebagai Bumi Ahlus Sunnah wal Jamaah yang berdaulat, maka kata KH Luthfi sudah seharusnya pemerintah baik pusat maupun provinsi lebih mendahulukan kepentingan ketentraman umat Islam mainstream.
“Langkah yang bisa dilakukan pemerintah antara lain dengan cara melarang berkembangnya Syiah di Indonesia serta segera menutup segala aktifitas yang berafiliasi kepada ajaran Syiah,” tutup murid Syeikh Muhammad Alawi al-Maliki, Makkah al-Mukarrama ini.*
Perbedaan Sunni – Syiah Cukup Banyak, Sampai Tataran Konsep Syariah
“Media-media mainstream tidak banyak yang mengerti Syiah. Kita baca jika ada berita konflik Sunni-Syiah, media mainstream tidak mencari sebab, tapi mereka manampilkan akibanya saja.”
Orang Sunni yang mengatakan Ahlus Sunnah sama dengan Syiah seharusnya melihat bagaimana Syiah itu menilai tentang Ahlus Sunnah. Kenyataannya, mereka membenci Ahlus Sunnah.
Demikian salah satu pernyataan  KH. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi pada acara bedah buku “Teologi dan Ajaran Syiah Menurut Referensi Induknya”, Jum’at kemarin (30/01/2015) di Hotel Elmi Surabaya.
“Dalam buku ini kita beberkan Syiah secara ilmiah apa adanya dari syari’ah sampai akidah,” tegas putra pendiri Pesantren Gontor tersebut.
Hamid menilai perbedaan Ahlus Sunnah dengan Syiah cukup banyak. Tidak hanya akidah yang telah jelas itu, tetapi sampai pada tataran konsep-konsep syariahnya berbeda.
“Syiah itu berbeda  dari beberapa sisi. Seperti tentang isu tahrif al-Qur’an, Sahabat Nabi Shallallhu ‘Alaihi Wassalam dan syariat. Mereka misalnya, mengkafirkan semua Sahabat kecuali tiga”, tambahnya.
Dalam keterangannya, Hamid mempertanyakan kampanye Syiah yang mengajak bersatu dengan Ahlus Sunnah.
“Kenapa Syiah sekarang mau menyama-nyamakan dengan Ahlus Sunnah. Sementara di sana (Iran – pen)  mereka justru membeda-bedakan. Jumlah Sinagog Yahudi lebih banyak dengan jumlah masjid Sunni,” kata direktur INSISTS itu.
Bagi Hamid, buku-buku induk Syiah perlu diungkap.
Katanya, semakin banyak ajaran Syiah yang diungkap, masyarakat mulai memahami bahwa teologi Syiah menyimpan kebencian terhadap pengikut Nabi Shallallhu ‘Alaihi Wassalam, yaitu Ahlus Sunnah.
Pernyataan Hamid itu ditegaskan oleh Idrus Ramli dari Aswaja Center PWNU Jawa Timur itu.
“Kita menyampaikan apa adanya tentang Syiah. Bahwa Syiah mengandung bid’ah. Dalam bid’ah Syiah itu ada yang dhalal (sesat) dan ada yang sampai pada kekufuran,” ujar pakarnya.
“Jika kita baca kitab-kitab Syiah, akan ditemukan mengaku sendiri bahwa Tuhan Syiah tidak sama dengan Tuhan yang disembah orang Sunni. Itu seperti dikatakan sendiri oleh Ni’matullah al-Jazairi,” ujar kiai alumni pesantren Sidogiri Pasuruan ini.
Idrus Ramli dalam kesempatan ini banyak menerangkan tentang Ahlul Bait yang sering dijadikan Syiah sarana kampanye.
“Yang membela dan mencintai Ahlul Bait adalah Ahlus Sunnah bukan Syiah. Ahlus Sunnah memasukkan istri nabi sebagai Ahlul Bait, sedangkan Syiah meyakini istri nabi bukan Ahlul Bait. Syiah ini merusak Ahlul Bait,” tambahnya.
Idrus menilai Syiah tidak layak mengaku pengikut Ahlul Bait apalagi pecintanya. Sebab, Syiah sebenarnya tidak punya sanad ke Ahlul Bait.
“Justru sebaliknya, semua imam madzhab dalam Ahlus Sunnah pernah berguru kepada Ahlul Bait. Seperti imam Hanafi, Maliki, Syafi’i belajar ke ulama dari Ahlul Bait Sunni” tegas kiai asal Jember.
Sementara pemateri ketiga disampaikan oleh Henri Shalahuddin, MA. Henri yang juga editor bukut tersebut berpendapat bahwa ajaran Syiah itu banyak yang aneh-aneh dan tidak rasional.
“Memang, kalau baca fatwa-fatwa dan kitab mereka, banyak sekali yang aneh”, ujarnya.
Dalam keterangannya ia menampilkan gambar-gambar dan scan kitab dalam slide yang atraktif.
Dalam bedah buku ini juga dihadiri oleh Dr. Adian Husaini dan Herry Mohammad, redaktur senior Majalah Gatra.
Menanggapi keterangan Henry, menurut Adian, meski banyak ajaran yang aneh tapi yang lebih aneh di Indonesia banyak yang suka keanehan.
Logika mereka juga terlalu rendah untuk didebat.
“Jangan terlalu melayani mereka. Kita perlu bentengi Sunni”, tegas Adian
Karena itu saran Adian, kita tidak hanya sampai membeberkan keanehan-keanehan itu saja namun sudah saatnya harus menyadarkan Syiah.
“Sekarang kita perlu bentuk dai-dai muda yang bisa menyadarkan Syiah. Kita ajari mahasiswa misalnya untuk bisa mensunnikan kembali Syiah,” ujarnya.
Herry Mohammad dalam kesempatan ini mengapresiasi buku yang diterbitkan (Institute for Study of Islamic Thought and Civilization) INSISTS itu.
“Ini satu-satunya buku di Indonesia tentang Syiah yang disajikan secara ensiklopedis dengan bahasa ilmiah,” kata wartawan senior ini.
Kata dia, kita mencari tema-tema pokok Syiah apa saja bisa didapatkan di buku ini.
Secara khusus, buku ini kata Herry diharapkan bisa menjadi rujukan utama memahami Syiah. Terutama untuk para insan media.
“Media-media mainstream tidak banyak yang mengerti Syiah. Kita baca jika ada berita konflik Sunni-Syiah, media mainstream tidak mencari sebab, tapi mereka manampilkan akibanya saja.”
Padahal, baginya, media harus tahu penyebab utama terjadinya gesekan Syiah tersebut.
Bedah buku ini diselenggarakan oleh Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya bekerja sama dengan INSISTS dan MIUMI Jawa Timur.
Buku Teologi dan Ajaran Syiah Menurut Referensi Induknya merupakan kumpulan artikel ilmiah yang ditulis oleh delapan belas penulis. Mengupas seluk-beluk ajaran Syiah dengan merujuk kepada referensi induk mereka.*
baca juga :