Thursday, April 23, 2015

Sekilas Tentang Pemikiran Khumaini

                                            
Oleh

DR Mani’ bin Hammad Al-Juhani

Khumaini, beberapa kalangan menyebutnya sebagai pencetus revolusi Iran yang mengusung kebangkitan Islam. Dia dipandang paling berjasa dalam menumbangkan rezim Iran Syah Pahlevi, yang dicap sebagai diktator. Dengan keberhasilannya ini, Khumaini seolah-olah menyerukan untuk meninggikan kalimat Islam. Padahal, jika merunut pemikirannya, dia tidak berbeda dengan penganut Syi’ah lainnya, yang memiliki penyimpangan aqidah ataupun akhlak pada dirinya. Selain itu , ia ternyata memiliki pemikiran-pemikiran hasil perasaan benaknya, yang setali tiga uang dengan pemikiran dan aqidah Syi’ah secara umum. Yakni melencengkan dan penuh dengan kedengkian terhadap kaum muslimin. Anehnya, masih ada saja yang menganggapnya sebagai sang pembaharu, dan kemudian mengidolakannya.



Di antara pemikiran yang digagas Khumaini, sebagiannya belum pernah muncul dari seorang kepala mubtadi dari kalangan Syi’ah ataupun firqah lainnya pada masa lampau. Berikut ini beberapa pernyataan Khumaini dalam berbagai masalah, yang sangat nyata penyimpangannya.

Khumaini mempunyai pemikiran tentang Wilayatul al-Faqih. Maksud dari gagasan ini adalah, orang faqih yang mempunyai keilmuan yang sudah memadai dan sifat ‘adalah (adil), ia berhak menggenggam wilayah amah (khilafah) dan kekuasaan yang mutlak untuk menangani urusan rakyat dan negara, lantaran ia dipandang sebagai washi (pemegang mandat) untuk mengambil alih urusan mereka, saat imam yang ditunggu kedatangannya masih belum tiba. Pemikiran Khumaini yang seperti ini, tidak pernah disebutkan oleh satu pun ulama pada masa lalu, baik dari kalangan ulama madzhab maupun ahli hadits.

Klaimnya sebagai orang yang memegang mandat kekuasaan, secara otomatis telah mampu mengangkat kedudukannya munuju martabat imam yang ma’shum. Sebagai konsekwensinya, pemegang mandat tadi merupakan orang yang berhak memonopoli kendali kekuasaan, menetapkan hukum syari’at dan fiqih, dan memahami hukum-hukum. Tidak ada seorangpun yang boleh menyalahkan atau menggagalkan usulannya, meskipun itu sebuah majlis syura.

Dia juga melontarkan pernyataan, bahwa para nabi dan rasul belum sempat menyempurnakan syari’at dari langit (syari’at Allah). Menurut Khumaini, para nabi dan rasul juga belum berhasil menancapkan tonggak-tonggak keadilan di dunia ini. Adapun tokoh yang nantinya berhasil membumikan keadilan secara sempurna, menurut Khumaini adalah Imam Mahdi (versi Syi’ah) yang akan datang.

Klaim ini dilontarkan Khumaini saat merayakan hari kelahiran Al-Mahdi menurut versi Syi’ah pada 15 Sya’ban 1400H

Pemikiran lainnya yang juga aneh, Khumaini pernah memaparkan tentang martabat para imam. Dia mengatakan ; “Sesungguhnya seorang imam mempunyai kedudukan yang terpuji dan derajat yang tinggi, serta memiliki kewenangan mengatur alam semesta. Seluruh partikel yang ada di alam semesta tunduk pada kekuasaan dan kontrolnya”.

Dia juga pernah melontarkan : “Para imam (Syi’ah), kami tidak pernah membayangkan terjadinya kealpaan dan kelalaian pada diri mereka”.

Menurut Khumaini, di antara hal yang prinsip pada madzhab Syi’ah, para imam menduduki tempat yang tidak bisa dicapai oleh malaikat terdekat, juga nabi yang diutus sekalipun. Khumaini menambahkan, ajaran-ajaran para imam persis seperti ajaran-ajaran Al-Qur’an yang harus diaplikasikan dan diikuti.

Khumaini juga memiliki konsep wala dan bara. Dalam perspektif Syi’ah wala dan bara adalah setia terhadap para imam dan memusuhi para musuh imam. Musuh para imam yang dimaksud adalah generasi para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Adapun pandangannya tentang jihad, Khumaini mengatakan, bahwa jihad diberhentikan saat imam tidak ada. Dia juga memandang, bahwa pemerintah Islam tidak pernah tegak kecuali pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Ali Radhiyallahu ‘anhu saja. Sungguh pernyataan ini sangat bertentangan dengan fakta. Karena kita mengetahui, betapa banyak para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat berjasa memegang amanah kekhalifahan, seperti Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Al-Khaththab maupun Utsman bin Affan, juga Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Mengenai permusuhan terhadap para sahabat Nabi, tidak perlu lagi diangkat. Kitab-kitab mereka sudah menjadi saksi atas perbuatan tercela tersebut .

Dengan mencermati pemikirannya yang miring tentang pemerintahan Islam, maka tidak aneh jika akhirnya kita mengetahui, ternyata Khumaini menyanjung menteri Holagukhan yang berhasil membantu kehancuran khilafah Islam di Baghdad. Dengan sanjungan tersebut menunjukkan, jika Khumaini memiliki sifat hasad terhadap kaum muslimin. Sementara itu dia juga menyelenggarakan hari raya Nairuz, hari perayaan warisan bangsa Persia (Majusi). Bahkan memandang sunnahnya mandi dan berpuasa pada hari tersebut.

Pada kitab hasil karyanya, Tahriru Al-Wasilah, Khumaini juga memiliki pendapat-pendapat dalam bidang fiqih yang aneh, dan menyelisihi dalil yang shahih. Di antaranya ;

[1]. Sucinya air yang telah dipakai istinja.
[2]. Menurut Khumaini, di antara yang membatalkan shalat adalah meletakkan tangan di atas tangan lainnya.
[3]. Dia juga berpendapat, boleh menyetubuhi isteri melalui lubang dubur
[4]. Dalam masalah poligami, Khumaini berpendapat boleh memperisteri seorang wanita dan bibinya sekaligus

Dari pemaparan singkat di atas, kita bisa melihat secara sangat jelas besarnya kekeliruan (baca : penyimpangan) yang telah ditorehkan Khumaini melalui pernyataan maupun tulisannya. Waliyatu Al-Faqih yang ia lontarkan, merupakan cerminan kelumpuhannya untuk menjawab tertundanya kedatangan Imam Mahdi Syi’ah yang telah sembunyi dalam sebuah gua selama beratus-ratus tahun lamanya, sebagaimana sering mereka propagandakan. Sebuah bid’ah yang terpaksa dimunculkan dalam masalah aqidah yang diada-adakan oleh Syi’ah tentang imam dua belas.

Dalam perspektif Ahlus Sunnah, Imam Mahdi juga ada, namun kemunculannya pada akhir zaman nanti. Meski demikian, tidak berarti umat tidak tertuntut melaksanakan kewajiban-kewajiban yang bisa dilaksanakan.

Manusia yang ma’shum itu hanya para nabi dan rasul saja. Tidak ada yang lain.bahkan para khalifah empat pun tidak ma’shum. Sehingga, manusia-manusia yang didaulat Khumaini (dan Syi’ah) sebagai imam yang memiliki kemampuan tidak terbatas, sesungguhnya, pendapat ini jelas-jelas bertentangan dengan rububiyah Allah Ta’ala.

Sementara itu, tentang pendapat-pendapat fiqih yang tercantum dalam kitab Tahriru Al-Wasilah, seorang muslim yang awam sekalipun mengetahui kesalahan yang teramat fatal dan keliru dalam pendapat-pendapatnya tersebut.

Pantas untuk menjadi peringatan bagi kita, bahwa perbuatan bid’ah hanya akan mengantarkan seseorang kepada kebingungan, kesalahan dan tidak menutup kemungkinan menjerumuskan kepada kekufuran. Wal iyyadzu billah. Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi kita kaum muslimin, hendaklah berkaca terhadap generasi Salaf adalah pilihan tepat dalam mengamalkan Islam dan kandungannya.

[Diangkat berdasarkan kitab Al-Mausu’ah Al-Musyassarah oleh DR Mani’ bin Hammad Al-Juhani hal1/440-443, dengan tambahan seperlunya oleh Abu Minhal]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun X/1427H/2006. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]



Kita semua -Kaum Muslimin- tentu yakin dengan seyakin-yakinnya tanpa keraguan sedikitpun bahwa Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam telah sukses dalam Dakwahnya. Demi Allah, Islam telah sempurna. Beliau adalah manusia terbaik yang dipilih oleh Allah dan diutus sebagai Rahmat bagi alam semesta. Aku tanya kepada engkau wahai yang memiliki akal, apakah Allah akan menjadikan seorang hamba yang lemah sebagai pemimpin umat sekaligus pengemban Risalah Agung? Apa jadinya jika Islam ketika awalnya didakwahkan dipimpin oleh orang lemah? Atau adakah manusia yang menyatakan bahwa Allah salah memilih? Betapa hina wajahnya, betapa busuk 'Aqidahnya.


Dan diantara orang-orang hina itu, dia telah mati dengan kain kafannya yang tercabik-cabik. Siapakah orang tersebut? Tidak lain dan tidak bukan dia adalah satu dari pemimpin besar agama Syi'ah, yakni Khomeini Az-Zindiq. Pujaan hamba-hamba Mut'ah bersamaan dirinya adalah tukang Mut'ah. Dialah seorang yang menganggap bahwa Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam adalah seorang Hamba yang lemah dengan mengatakan bahwa Beliau -Rasulullah- Shallallaahu 'Alaihi Wasallam termasuk para Nabi 'Alaihimush Sholatu Wa Sallam tidak berhasil menegakkan keadilan pada masa dakwahnya! Astaghfirullah Al-'Azhim.. Demi Allah ini adalah penghinaan terhadap Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam. Ini adalah penghinaan terhadap Nabi kalian wahai Kaum Muslimin! Ini adalah penghinaan terhadap para Nabi dan Islam!


Dia -Khomeini- Az-Zindiq berkata :

فكل نبي من الأنبياء إنما جاء لإقامة العدل وكان هدفه هو تطبيقه في العالم لكنه لم ينجح، وحتى خاتم الأنبياء صلى الله عليه وآله وسلم الذي كان قد جاء لإصلاح البشر وتهذيبهم وتطبيق العدالة فإنه هو أيضاً لم يوفَّق، وإن من سينجح بكل معنى الكلمة ويطبق العدالة في جميع أرجاء العالم هو المهدي المنتظر 

"Maka setiap Nabi dari nabi-nabi yang ada, sesungguhnya datang untuk menegakkan keadilan, dan tujuannya adalah menerapkannya di seluruh dunia. AKAN TETAPI MEREKA TIDAK BERHASIL, BAHKAN SAMPAI PENUTUP PARA NABI (yakni Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam) yang datang untuk memperbaiki keadaan manusia dan membimbing mereka serta menerapkan keadilan juga TIDAK DIBERIKAN TAUFIQ. Dan sesungguhnya orang yang akan berhasil dengan segala makna kalimat dan menerapkan keadilan diseluruh penjuru dunia adalah Al-Mahdi Al-Muntazhar" [Mukhtarat Min Ahadits Wa Khithabat Al-Imam Al-Khomeini 2/42] (jaser-leonheart.blogspot.com/syiahindonesia.com)

Berikut screen shotnya:

                                                                                       
                                            



Khomeini: Aisyah, Zubair, Thalhah dan Muawiyyah Lebih Najis dari Anjing dan Babi

Para pembela Syiah baik dari kalangan Syiah sendiri maupun tokoh-tokoh yang mengaku Ahlussunnah, harusnya sadar bahwa Syiah dan Sunni sampai kapanpun tidak akan bisa bersatu, karena banyaknya hal prinsipil yang berbeda antara Syiah dan umat Islam kebanyakan.
Menghina Istri dan sahabat Nabi sudah menjadi point penting yang menjadi tidak mungkin terwujudnya persatuan tersebut. Kalaupun bersatu, maka persatuan tersebut adalah persatuan yang semu, persatuan yang dipaksakan.
Banyak pihak yang memuji hingga setinggi langit Khomeini pemimpin Syiah Iran yang telah mangkat. Tokoh sesat ini dianggap sebagai inspirator bangkitnya Islam kembali dengan slogan-slogan palsunya “Laa Syarqiyah Wa La Gharbiyah” (Tidak Timur dan Tidak barat, untuk menunjukkan bahwa revolusi Iran era akhir 70 an lalu adalah murni revolusi Islam tidak memandang timur ataupun barat).
Namun banyak orang yang tidak tahu betapa kotornya mulut tokoh yang dianggap “Ayatullah” ini, dalam Kitab karangannya yang berjudul “Al-Thaharah”, juz 3 halaman 457, dengan terang-terangan tokoh sesat ini mengatakan: “Jika seorang pemimpin memberontak terhadap amirul mukminin (Ali) untuk melawan dia dalam kepemimpinan atau tujuan lain seperti Aisyah, Zubair, Thalhah dan Muawiyah….., atau jika dia menampakkan permusuhan terhadap Amirul Mukminin atau setiap Imam, walaupun mereka tidak terlalu (najis) dalam penampilan luar……namun ketahuilah mereka lebih najis dari Anjing dan Babi…”
Naudzubillahmindzalik, betapa kotornya pernyataan sang imam sesat tersebut terhadap orang-orang yang dimuliakan di dalam Islam. Dengan pernyataan Khomeini ini, masih bisakah umat Islam bersatu dengan Syiah?
Ketika Aisyah dituduh berzina oleh orang-orang munafik madinah, Allah langsung membelanya dari atas langit yang ke tujuh dengan menurunkan sepuluh ayat dalam surat An-Nur untuk membebaskan Aisyah radhiyallahu ‘anha dari tuduhan keji tersebut.
Tragedi di dunia Islam cukuplah sebagai pelajaran bahwa jika kaum sesat Syiah sudah mulai banyak, maka mereka akan melakukan makar terhadap umat Islam tak terkecuali di Indonesia. Dengan jumlah sedikit saja di Indonesia mereka sudah berani unjuk gigi, apalagi nanti jika sudah besar.
Menarik satu pernyataan dari salah satu dosen di Malaysia yang mengatakan bahwa untuk Syiah, umat Islam harus menerapkan konsep tasamuh yang berbasis “lakum dinukum waliyadin”, insya Allah konflik Syiah dan umat Islam bisa diminimalisir. Wallahu a’lam

Oleh : Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi Hafidhahullah
Saya sangat takjub ketika membaca jawaban Asy-Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi hafidhahullah ketika menjawab syubhat dari Syiah yang dilontarkan kepada majalah beliau Qiblati. Jawaban beliau dirasa tidak biasa, dan tidak pernah terbersit sebelumnya di benak ini, tapi saya menganggap ini adalah jawaban yang brilian.
Syubhat  (dari Syiah):
Berapa lama anda akan menjadi pengikut setia Abu Bakar Az-Zindiq, dan Umar Al-Mal’un, dan Aisyah yang dipastikan berada dalam api neraka. Kapan anda akan sadar bahwa anda dalam kesesatan?
Jawaban (Syaikh Mamduh):
Sebelum saya menjawab syubhat anda, saya telah mengirim statemen ini ke Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan kepada semua pihak yang memiliki loyalitas terhadap Islam supaya mereka mengetahui hakekat agama Syiah.
Untuk menanggapi syubhat anda, sejujurnya saya agak bingung siapa yang anda maksudkan dengan nama-nama yang anda sebutkan,
untuk Abu Bakar yang anda gelari dengan sebutan Az-Zindiq, saya tidak tahu siapa orang yang anda maksudkan seperti itu? apakah dia: Abu Bakar bin ‘Ali bin Abi Thalib? Atau Abu Bakar bin Al-Hasan bin ‘Ali? Atau Abu Bakar bin Husein bin ‘Ali? Atau Abu Bakar bin Musa Al-Kazhim? Tentukan Abu Bakar yang mana yang anda maksudkan?
Bagi Umar, yang anda gelari dengan Al-Mal’un (terkutuk) Saya tidak tahu Umar yang mana yang anda maksudkan? Apakah dia: Umar bin ‘Ali bin Abi Thalib? Atau Umar bin Al-Hasan bin ‘Ali? Atau Umar bin Al-Husein bin ‘Ali? Atau Umar bin ‘Ali Zaenal Abidin bin Al-Husein? atau Umar bin Musa Al-Kazhim? Tolong tentukan Umar yang mana yang anda maksudkan?
Untuk Aisyah, yang anda klaim masuk neraka ke dalam api neraka. saya tidak tahu Aisyah yang mana maksudmu? Apakah dia Aisyah binti Ja’far Ash-Shadiq? Atau Aisyah binti Musa Al-Kazhim? Atau Aisyah binti Ar-Ridha? Atau Aisyah binti ‘Ali Al-Hadi? Tentukan Aisyah yang mana yang anda maksudkan?
Kemudian saya ingin bertanya kepada anda mengapa mereka menamakan putra dan putri mereka dengan nama-nama tersebut?!
Apakah bukan karena mereka menghormati pemilik nama aslinya dan memuliakan mereka! Dan Mereka ingin supaya kenangan dan kebaikan mereka selalu kekal dalam ingatan!
Betapa besar harapan saya untuk menanggapi syubhat anda sepenuhnya, tapi saya tidak bisa melakukannya karena anda tidak mendefinisikan untuk saya tokoh yang terdapat dalam pertanyaan anda. Mungkin pada kesempatan berikutnya jika anda mendefinisikannya, saya bisa menanggapi pertanyaan anda insya Allah.(attaqwapik/iz)