Monday, May 4, 2015

Jihad Raja Faishal dan Raja Salman dari Arab Saudi. Raja Salman dan Perang Badar Modern

Dalam perang Yom Kippur, peperangan antara Dunia Arab dan Israel tahun 1967, Arab Saudi melakukan embargo terhadap Amerika dan negara-negara Eropa atas produksi minyaknya. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat dan Eropa membantu Israel dalam hal pemasokan senjata dan perlengkapan militer lainnya termasuk pasukannya.


Israel pada saat itu melawan mujahidin Ikhwanul Muslimin dari Mesir, tentara Jordania dan juga Suriah. Perang Yom Kippur ini juga disebut dengan Perang Badar Modern, karena terjadi bertepatan pada bulan Ramadhan (Juni 1967) sebagaimana Perang Badar pada zaman Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang juga terjadi di bulan Ramadhan.

Akibat dari embargo tersebut mengakibatkan kondisi industri dan perekonomian Amerika Serikat mengalami krisis. Hingga di tahun 1973, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger berkunjung ke Arab Saudi menemui Raja Faishal ibn Abdul Aziz untuk melakukan lobi politiknya.

Tak dinyana, kedatangan Kissinger tidak disambut baik oleh Raja Faishal. Walaupun menemuinya, raut muka Raja Faisal selama bertemu dengan Kissinger tampak selalu cemberut.

Bahkan, Raja Faisal menyatakan:

“Saya sudah tua. Bagi saya, bisa melaksanakan shalat dua rakaat di Masjidil Aqsha dengan aman dan damai adalah yang utama. Inilah keamanan yang sebenarnya bagi dunia Islam seluruhnya.”

Henry Kissinger pun kembali ke Amerika Serikat dengan tangan hampa. Embargo terhadap Amerika Serikat tidak bisa ditawar lagi.

Tahun 1974, Presiden Amerika Serikat Richard Nixon pun datang ke Arab Saudi dengan misi yang sama. Membuka embargo minyak dari Arab Saudi. Namun, Raja Faisal pun masih tetap bersikap sama. Nixon harus pulang dengan rasa rendah diri setelah mendengar ucapan Raja Faishal,

“Tidak akan ada perdamaian sebelum Israel mengembalikan tanah-tanah Arab yang dirampas pada tahun 1967!”

Apa yang dilakukan Raja Faishal terhadap Richard Nixon dan negaranya ternyata berbuntut panjang, dan disinyalir menjadi penyebab wafatnya.

Amerika Serikat melalui CIA-nya berhasil menghasut keponakan Raja Faisal. Pada tanggal 12 Rabiul Awal 1395 / 25 Maret 1975, keponakan Raja Faisal yang bernama Faishal bin Mus’ad bin Abdul Aziz yang baru saja pulang dari Amerika datang menemuinya. Di ruang tunggu, Faisal bin Mus’ad berbicara dengan delegasi Quwait yang juga ingin bertemu Raja.

Saat Raja datang menemui mereka, Faisal bin Mus’ad mendekati Raja dan berpura-pura hendak memeluknya. Raja Faisal yang tidak mengetahui niat busuk keponakannya ini dengan senang hati menyambut keponakannya dan mendekatinya untuk menciumnya sebagaimana budaya Arab Saudi pada umumnya.

Lalu Faisal bin Mus’ad mengeluarkan pistolnya, dan menembakkannya ke arah Raja Faisal; tembakan pertama mengenai dagu Raja Faishal dan tembakan kedua mengenai telinganya. Para pengawal Raja menangkap Faisal bin Mus’ad dan menghentikan kebrutalannya lalu raja segera dibawa ke rumah sakit. Namun sayang, nyawa Raja Faisal sudah tidak tertolong lagi karena kehilangan banyak darah. Ia wafat tidak lama setelah kejadian itu.

***
Kini, di tahun 2015 telah lahir pemimpin Arab Saudi yang juga berkarakter sama dengan Raja Faisal, Raja Salman ibn Abdul Aziz. Seorang Raja yang shalih dan hafal Al Quran, sama seperti Raja Faisal dahulu. Seorang Raja yang juga kembali menjalin kerjasama dengan pergerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, menjalin kerjasama dengan kader Islamis di Turki, Qatar dan negara-negara muslim lainnya untuk bersikap tegas kepada Amerika, Israel dan sekutunya. Seorang raja yang sangat berkonsentrasi akan kemerdekaan Palestina.

Seorang raja yang dengan bangganya meninggalkan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama di upacara penyambutan kedatangannya dikarenakan berkumandangnya adzan Ashar. Panggilan Tuhannya lebih utama dibandingkan harus beramah mesra dengan sekutu Israel.

Wahai dunia saksikanlah! Kebangkitan peradaban Islam sudah di depan mata. Sangat boleh jadi, perang Badar Ketiga akan terjadi. Perang suci antara kekuatan para penjajah dan perusak dunia. Sudah saatnya kita mempersiapkan segala apa pun yang bisa disiapkan dalam merebut dan menegakkan kembali panji-panji suci Ilahi.

Bersiap siagalah!


Pengangkatan Pangeran Muhammad bin Nayif Dinilai Persempit Kaum Liberal dan Syiah di Saudi
Kamis, 30 April 2015 - 06:34 WIB
Muhammad bin Nayif juga dikenal sangat dekat dengan ulama sehingga dianggap sebagai musuh utama kaum liberal, Syiah dan khawarij
Prosesi baiat (sumpah setia) terhadap dua putra mahkota berlangsung Rabu (29/04/2015) malam ini berlangsung khidmat.
Prosesi ini dihadiri oleh keluarga kerajaan, ulama dan masyarakat umum. Nampak Pangeran Muqrin bin Abdul Aziz dengan wajah yang ceria memberikan baiatnya kepada pangeran Muhammad bin Nayif. Pemandangan ini sekaligus mematahkan opini negatif yang dihembuskan oleh para haters seputar pengunduran dirinya. [baca juga: Pangeran Muqrin Mengundurkan Diri, Muhammad bin Nayif dan Bin Salman Jadi Pangeran Mahkota Saudi]
Pengangkatan pangeran Muhammad bin Nayif oleh dewan baiat sebagai putra mahkota dinilai oleh sejumlah pakar sebagai angin segar bagi kaum konservatif. Hampir dipastikan tak ada ruang gerak bagi gerakan Shafawi (Syiah) dan kaum liberal di seantero Arab Saudi (KSA).
Seperti diketahui bahwa pangeran Muhammad bin Nayif mewarisi sikap politik sang ayah Nayif bin Abdul Aziz yang terkenal sangat konservatif.
Muhammad bin Nayif juga dikenal sangat dekat dengan ulama sehingga dianggap sebagai musuh utama kaum liberal, Syiah dan khawarij.
Banyak pengamat yang menilai bahwa langkah Raja Salman dan majelis baiat yang terdiri dari anggota keluarga Saud sangat tepat.
Pengunduran diri pangeran Muqrin yang merupakan calon raja terakhir dari putra Raja Abdul Aziz juga dinilai sebagai keputusan yang berani, mengingat usianya yang tak lagi muda ditambah dengan kesehatan beliau yang kurang baik. Pengunduran dirinya sekaligus mempercepat proses pemindahan pemerintahan kepada generasi kedua keluarga Suud.
Direktur Pusat Studi Strategi Politik dan hukum Timur Tengah Anwar Asyiqy mengatakan, “Pengangkatan Pangeran Muhammad bin Nayif setelah pengunduran diri Pangeran Muqrin sebagai putra mahkota tentunya sudah dipikirkan matang-matang oleh dewan baiat yang terdiri dari anggota keluarga Suud. Pemilihan ini tidak serampangan. Karena menyangkut kelangsungan pemerintahan.”
Setelah prosesi baiat Raja Salman dan kedua pangeran mengunjungi kediaman Pangeran Muqrin bin Abdul Aziz.*/Aan Chandra Thalib (Saudi)