Sunday, May 24, 2015

Keutamaan Muawiyah, Kaum Anshar dan Siapa ( Dimana Posisi ) Kita ? ( Bagian Pertama )

Keutamaan Muawiyah
Syarif Baraja

Tiba·tiba pikiran saya melayang jauh, dan saya bertanya-tanya dalam diri saya sendiri: 
Jika kita ditanya, apa yang kita cari dalam hidup ini? 
Kita menjawab dengan mulut kita : Kita hidup untuk mencari ridho Allah. Kita hidup untuk mencari rahmat Allah. Inilah yang kita cari. Kita ingin mendapatkan ridho Allah di akherat, kita ingin mendapatkan rahmat Allah di akherat nanti. Tapi itu baru ingin, dan keinginan itu muncul dari mulut kita . Apakah mulut kita sudah sama dengan hati kita? Belum tentu
Apakah apa yang anda inginkan pasti kita peroleh?
Apakah anda sudah yakin mendapatkan ridho Allah?
Apakah anda sudah yakin mendapatkan rahmat Allah di akherat?
Apakah anda sudah yakin bisa masuk sorga?
Apakah anda yakin bahwa dosa kita pasti diampuni ?
Apakah kita yakin Allah sudah ridho pada kita?
Apakah kita yakin iman kita akan tetap di dada sampai kita mati?
Apakah kita yakin bahwa kita pasti akan mati husnul khatimah?
Semua itu belum pasti, Tapi ada yang sudah pasti, yaitu dosa·dosa kita sangat banyak. Yang pasti, kita belum memenuhi hak·hak Allah sebagaimana mestinya. Yang pasti, kita masih kurang melakukan kewajiban. Yang pasti, kita masih belum tahu apa yang terjadi di akherat. Jangankan di akherat, apa yang terjadi besok pagi kita pun tak tahu.
Yang pasti, kita masih hidup di dunia, dan kita tidak tahu apa yang terjadi pada kita di akhir hayat. Kita tidak bisa menjamin apakah iman masih ada di dada ini sampai mati atau tidak. Kita tidak bisa menjamin apakah iman ini masih ada di dada hingga esok pagi. Semua tak pasti.
Kita masih belum pasti mendapat ridho Allah . Kita tidak seperti para sahabat Nabi, yang mendapatkan ampunan dan ridho Allah saat mereka hidup di dunia, saat kaki mereka menapak di tanah kota Madinah, saat tubuh mereka ditepa debu padang pasir. Saat mereka masih tersengat sinar matahari di dunia. Itulah sahabat Nabi.

Allah berfirman:
                                       
      9:100
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-Iamanya. Itulah kemenangan yang besar.

At Taubah 100

Allah telah ridho pada mereka, dan memasukkan mereka ke jannah. Masuk ke jannah adalah keberuntungan yang besar. Masuk jannah adalah cita-cita kita semua, itu yang terucap di mulut kita. Semoga hati kita tak berbeda. Para sahabat sudah mendapatkannya. Berbeda dengan kita­-kita.
Bagaimana Allah sudah meridhoi mereka yang masih hidup? Bukankah manusia hidup dalam ketidakpastian? Bisa jadi orang yang masih hidup berubah, dan mati dalam keadaan su'ul khatimah. Bisa jadi orang yang hidup kehilangan imannya di saat-saat akhir. Manusia tidak tahu apa yang terjadi di akhir hidupnya,
Benar, manusia tidak tahu bagaimana akhir hidupnya. Tapi berbeda dengan Allah, yang Maha Kuasa dan Maha Mengatahui. Allah mengetahui segalanya, tahu apa yang sudah terjadi, dan apa yang belum rerjadi. Semua itu sudah rertulis dalam lauhul mahfuz.
Ketika Allah sudah meridhoi para sahabat yang masih hidup, Allah tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari, bahwa mereka semua mati dalam keadaan diridhoi Allah. Sebuah berita gemblra bagi para sahabat Nabi.
Duhai, anda saja sejak sekarang kita mendapat kabar keridhoan Allah, dapat berita bahwa Allah ridho pada kita, alangkah indahnya hidup ini. Alangkah bahagianya kita. Tapi ingat, kira mesti bercermin agar melihat lagi diri kita. Kita berbeda dengan para sahabat. Kita hidup tinggal enaknya, masuk Islam tinggal terima enaknya. Kita di Indonesia, masuk Islam di saat kaum muslimin sudah banyak. Bahkan Indonesia dikenal sebagai negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Sahabat Nabi, apalagi kaum Muhajirin, mereka beriman di saat seluruh dunia masih kafir. Utsman bin Affan masuk Islam saat kaum muslimin baru beberapa gelintir. Begitu juga Abubakar dan Umar. Di saat itu masuk Islam bukan tanpa ancaman dan rintangan. Kita tidak disiksa sebagalmana Bilal, kita tidak dikeroyok saat membaca AI Our'an seperti Ibnu Mas'ud.
Kita tidak berhijrah sebagaimana sahabat Muhajirin berhijrah, meninggalkan segalanya di Mekkah, demi mengikuti Rasulullah dan menyelamatkan jiwa. Hal ini, jika kita diminta untuk hijrah, Belum tentu kita siap meninggalkan keluarga kita. Belum tentu kita siap meninggalkan pekerjaan kita. Belum tentu kita siap meninggalkan istri dan anak kita, Belum tentu kita siap meninggalkan tanah air kita.
Kita juga tidak berkorban seperti kaum Anshar, yang menampung sahabat Muhajirin di negeri mereka. Para sahabat Anshar bukan hanya menampung kaum Muhajirin di rumahnya, mereka memberikan harta, memberikan setengah hartanya pada saudaranya yang berhijrah. Bukan hanya harta, bahkan kaum Anshar siap memberikan istrinya pada kaum Muhajirin: Rasulullah mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa'ad bin Rabi' AI Anshari, lalu Sa'ad menawarkan separuh hartanya, dan menyuruh Abdurrahman memilih salah satu dari dua istrinya.
Malu rasanya membaca kisah sahabat. Kita masih suka bermuka masam ketika ada orang memohon bantuan, padahal kita mampu dan ada. Kita masih berpikir berkali-kali sebelum meminjamkan uang pada orang yang membutuhkan. Kita sering bersilat lidah untuk menolak orang yang memerlukan bantuan kita. Apalagi menawarkan istri.
Para sahabat menjalankan shalat dengan sungguh-sungguh, baik shalat wajib maupun sunnah. Mereka shalat dengan panjang. Mereka menghidupkan malam dengan tahajud yang panjang. Shalat menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup mereka. Sampai diibaratkan bahwa kita akan melihat sahabat selalu dalam keadaan ruku' dan sujud.
Bagaimana dengan kita Ketika kita shalat, kita selalu ingin cepat selesai. Kita masih mendongkol ketika shalat berjamaah di belakang imam yang membaca panjang. Kita masih memilih surat-surat pendek ketika shalat sunnah. Banyak dari kita yang masih belum bisa membaca AI Our'an dengan benar. Banyak dari kita yang belum hafal juz amma.
Kita belum pernah menginjakkan kaki di medan jihad, tidak pernah merasakan debu medan perang. tidak seperti para sahabat yang berjihad bersama Nabi. Para sahabat dengan selia mendampingi Rasulullah dalam setiap peperangan melawan kaum kafir. Pada waktu itu, orang Islam di dunia ini hanya Rasulullah dan para sahabat. Sedangkan kita, letusan senjata sudah cukup membuat nyali kita ciut.
Para sahabat berperang melawan kaum kafir, yang berjumlah lebih banyak, dan memiliki persenjataan lebih lengkap, tapi mereka teguh bersama NabiNya, tetap tegar menghadapi semua itu. Pada perang Tabuk, Rasulullah mengajak seluruh sahabat untuk berangkat, mereka berangkat menempuh perjalanan panjang, dari kota Madinah ke wilayah Tabuk, dalam kondisi yang payah, di musim panas yang terik.
Dalam kondisi yang susah. AI Qur'an sendiri menyebut perang Tabuk dengan saa'atul 'usrah, dalam surat at Taubah 117, karena kondisi perang tabuk benar-benar sempit dan susah, panas yang terik, kekurangan dalam bekal dan kendaraan, kondisi yang berat bagi jiwa yang selalu cenderung ingin bersantai-santai. Namun para sahabat tetap berangkat. Bahkan ada beberapa sahabat yang ingin berangkat, tapi tidak memiliki kendaraan dan senjata, maka Rasulullah dengan terpaksa menolak mereka, karena memang tidak ada kendaraan yang tersisa. Mereka pulang ke rumah dalam keadaan air mala berlinang, karena sedih tidak bisa ikut berangkat perang bersama Nabi.
Kondisi susah dan sempit tidak membuat sahabat menyerah, mereka tetap berangkat meski dalam keadaan susah. Allah memberikan ampunanNya pada mereka. Dosa-dosa mereka diampuni, saat mereka masih berjalan di atas bumi. Ini karena kesungguhan hati mereka, membuat mereka tetap berangkat bersama Nabi.
 9:88
Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka Itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan; dan mereka itulah (pula) orang-orang yang beruntung.

At Taubah 88

Para sahabat mengorbankan jiwa dan raga bersama Nabi. Mengorbankan segalanya demi Islam. Bagaimana dengan kita? Saya malu menuliskannya. Kita belum apa-apa, kita belum mengorbankan apa-apa untuk Islam. Tapi kita banyak bicara.
Para sahabat adalah umat terbaik. Allah berfirman:
3:110
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.

Ali Imran 110.

Kebanyakan ulama menegaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang yang ada pada saat itu, pada saat wahyu turun, seperti ditegaskan oleh AI Khatib AI Baghdadi dan Ibnu Hajar. Lihat Al lshabah jilid 1 hal 9.
Rasulullah Muhammad hanya diutus satu kall, lalu tidak pernah kembali lagi ke dunia. Kesempatan menemani Nabi, kesempatan berjuang bersama Nabi, kesempatan belajar bersama Nabi, tidak pernah terulang kembali.
Maka Allah memberikan ampunannya, mencurahkan ridhoNya pada mereka, di saat mereka masih hidup. Allah mengetahui isi hati mereka, mengetahui keimanan mereka. Allah menghargai pengorbanan dan perjuangan mereka, yang tidak pernah ada siapa pun yang menyamai mereka.
Allah mengampuni para sahabat, sebuah pertanda bahwa para sahabat tidak luput dari dosa dan salah. Perhatikan lagi ayat·ayat berikut:
9:117
Sesungguhnya Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang Ansar, yang mengikuti Rasulullah dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka,

Allah telah mengampuni. Mengampuni apa? Dosa-dosa mereka. Mungkin ada pertanyaan, bukankah setelah perang Tabuk masih banyak sahabat yang hidup, artinya masih ada kesempatan berbuat salah dan dosa? Iya, tapi Allah sudah mengampuni mereka. Mengapa Allah berlaku seperti itu? Mengapa Allah mengampuni para sahabat padahal para sahabat belum mati, dan masih ada kesempatan berbuat dosa lagl?
Bukankah Allah tahu apa yang akan terjadi, hingga mereka mati? Allah jelas tahu, Allah Maha Tahu. Dan satu lagi yang paling penting, yaitu adanya pengampunan pada mereka, mengandung arti bahwa mereka pernah berbuat salah. Tapi kebaikan mereka jauh lebih banyak dari dosa-dosa mereka. Nilai perjuangan mereka di sisi Allah lebih banyak dari dosa-dosa mereka, maka Allah mengampuni mereka.
Perhatikan lagi ayat berikut:
48:29
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang­orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. AI Fath 29.
Allah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar. Dosa-dosa para sahabat diampuni, dan mereka diganjar dengan pahala yang besar.
Allah memuji para sahabat Nabi, mengampuni para sahabat Nabi. Pertanda bahwa amalan baik mereka diterima Allah. Pertanda bahwa pengorbanan mereka tidak sla-sia. Bagaimana dengan kita? Sebuah pertanyaan yang harus kita jawab: apakah kita berani mengklaim bahwa ada satu amalan baik kita yang diterima? Kita tidak tahu apakah ada amalan kita yang diterima selama kita hidup. Yang tahu hanya Allah. Dan Allah mengabarkan pada kita bahwa Allah menerima amalan sahabat Nabi.
Bagaimana dengan dosa-dosa yang dilakukan oleh sahabat Nabi? Apa yang harus kita lakukan? Allah mengajarkan Dada kita ukhuwah Islamiyah, ukhuwah yang dilandaskan kecintaan pada Allah. Kita mencintai sesama muslim, karena Allah mencintai mereka. Ketika Allah mencintai seseorang, maka kita harus mencintai orang itu, karena Allah mencintainya. Kita cinta pada Allah, maka konsekuensinya, kita harus mencintai mereka yang dicintai Allah.
Ketika kita harus mencintai semua muslim, maka para sahabat Rasulullah lebih utama untuk kita cintai, karena Allah cinta pada mereka. Ketika kita membenci sahabat Nabi, maka itu adalah satu masalah dalam iman kita, satu masalah dalam kesetiaan kita pada Allah. Kenapa? Karena kita membenci apa yang dicintai Allah.

Rasulullah menjelaskan keutamaan sahabat

Dari Abu Said AI Khudri, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: akan datang suatu masa, di mana serombongan besar manusia akan berperang, lalu mereka ditanya: apakah ada di antara kalian orang yang pernah bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam? Mereka menjawab: ya, lalu mereka diberi kemenangan. Lalu serombongan besar manusia akan berperang, mereka ditanya: apakah ada di antara kalian orang yang pernah bersama dengan orang yang pernah bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam? Mereka menjawab: ya, lalu mereka diberi kemenangan. lalu serombongan besar manusia akan berperang, mereka ditanya: apakah di antara kalian ada yang pernah bersama orang yang pernah bersama orang yang pernah bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam Mereka menjawab: ya, lalu mereka diberi kemenangan. Shahih Muslim.
Imam Nawawi berkata: hadits ini mengandung penjelasan mukjizat Rasulullah shallallahu alaihl wasallam, dan keutamaan sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in.
Abdullah bin Mas'ud berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya: siapa manusia yang terbaik? Rasulullah menjawab: masaku, lalu masa setelah mereka. lalu masa setelah mereka... Shahih Muslim
Imam Nawawi berkata: para ulama sepakat bahwa masa terbaik adalah masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, maksudnya adalah para sahabatnya.
Para sahabat Rasulullah adalah generasi terdepan dalam rangkaian persaudaraan umat Islam, yang mencakup seluruh kaum muslimin yang pemah ada . Orang muslim yang sudah meninggal entah sekian abad yang lalu, terap merupakan saudara bagi muslim yang hidup di hari ini. Islam yang mempersaudarakan mereka. Iman yang mempersatukan mereka.
Allah berfirman :
49:10
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. AI Hujurat 10.
Salah satu tanda ukhuwah adalah memohonkan ampunan pada seluruh kaum muslimin. Allah berfirman:
59:10
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa : "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". AI Hasyr 10
Allah mengajarkan kita untuk berdoa memohon dua hal, pertama. memohon ampunan pada orang-orang beriman yang telah mendahului, kedua, memohon agar harinya dijauhkan dari sifat benci dan dengki pada kaum beriman.
Dan seluruh sahabat Rasulullah termasuk orang beriman, bahkan sahabat Rasulullah adalah orang'orang beriman yang utama. Ayat ini mengandung larangan untuk membenci sahabar Nabi, meskipun mereka melakukan kesalahan dan dosa.
Allah sudah mengampuni, mengapa kita masih mempermasalahkan dan mencaci maki mereka karena dosanya? Apakah kita tidak bisa menerima ketika Allah mengampuni mereka, dan ingin memprotes Allah?
Sudahkah kita tidak melihat ke diri kita sendiri, dan menerapkan hal yang kita terapkan pada sanabat pada diri kita? Ketika kita mencaci sahabat atas kesalahannya yang sudah diampuni, sudahkah kita mencaci diri kita sendiri ketika melakukan kesalahan?

Ketika sahabat Rasulullah melakukan kesalahan, mereka telah melakukan kebaikan yang diakui oleh Allah, yang diterima oleh Allah, yang nilai kebaikan itu menutupi seluruh kesalahan· kesalahannya. Allah sendiri yang menerima amal mereka, dan mengampuni dosa mereka.
Ketika kita melakukan kesalahan, apakah kita memiliki kebaikan yang kita harapkan bisa menutupi dosa-dosa kita ?
Apakah kita sudah melakukan amalan-amalan besar seperti para sahabar Nabi?
Maka Rasulullah melarang keras mencaci sahabatnya.
Jangan kalian mencaci sahabatku, jika salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan menyamai sedekah satu mudd dari para sahabat, dan tidak juga setengahnya. Shahih Bukhari
Satu Mudd adalah sekitar volume 700 ml, alias 0,7 liter.
Mengapa Rasulullah melarang mencaci sahabat? Karena sahabat adalah orang-orang yang sudah diakui keimanannya oleh Allah. Iman yang ada di dada mereka begitu tinggi kualitasnya, hingga amalan yang mereka lakukan pun bernilai tinggi. Maka tidak sepantasnya orang mencaci orang yang lebih baik dari dirinya. Tidak pantas seorang awam mencaci ulama. Tidak pantas seorang muslim biasa mencaci sahabat Nabi. Tidak pantas seorang muslim yang nilai amalannya jauh di bawah sahabat Nabi, mencaci sahabat Rasulullah yang sudah mendapatkan ridho Allah, yang dicintai Allah. Sungguh tak pantas.
Imam Nawawi dalam syarah Muslim mengatakan: Jika salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, maka pahalanya tidak akan menyamai sahabat yang menginfakkan satu mud, atau setengahnya,
Mengapa kita mencaci dan memfitnah para sahabat, padahal Allah menyuruh kita memohonkan ampunan bagi mereka?
Apakah ketika para sahabat memiliki dosa, kita enggan beristighfar untuk mereka, memohonkan ampunan bagi mereka? Alangkah pelitnya kita, padahal berdoa tidak perlu keluar uang sedikitpun.
Apakah ketika Allah menyuruh kita memohonkan ampunan bagi sahabat Nabi, Allah tidak tahu bahwa akan terjadi peperangan di antara mereka? Apakah Allah tidak tahu bahwa para sahabat pernah berbuat kesalahan?
As Syaukani mengatakan:
Allah memerintahkan mereka untuk memohonkan ampun bagi kaum Muhajirin dan Anshar, dan memohon agar Allah mencabut kebencian pada seluruh kaum beriman dari hati mereka. Maka sahabat Rasulullah lebih utama untuk masuk di dalamnya, karena para sahabat adalah golongan beriman yang paling utama, dan konteks ayat adalah mengarah pada mereka, Siapa yang tidak memohonkan ampunan bagi seluruh sahabat, dan memohonkan keridhoan Allah pada mereka, maka telah menyimpang dari perintah Allah dalam ayat ini.
Siapa yang mendapati kebencian dalam hatinya pada para sahabat Nabi, dia terkena godaan setan, dan mendapatkan bagian yang besar dari maksiat kepada Allah, karena memusuhi para wali Allah, dan umat Rasulullah yang terbaik. Terbukalah baginya pintu kehinaan, yang membuatnya sampai ke neraka jahannam, jika tidak menyelamatkan dirinya dengan kembali kepada Allah, dan memohon padaNya agar menghilangkan kebencian yang ada dalam hatinya kepada kaum terbaik, dan golongan paling mulia dari umat ini.
Jika kadarnya sudah melebihi kebencian dan sampai mencela salah seorang dari mereka, maka dia telah tunduk pada setan, dan jatuh pada kemurkaan Allah dan kebencianNya.
Imam Ahmad juga berkata:
Tidak boleh seorang pun menyebutkan kejelekan mereka, dan tidak boleh mencela salah satu dari mereka. Siapa yang melakukan itu maka pemerintah wajib menghukumnya, tidak boleh memamaafkannya. Harus menghukum dan memintanya bertobat. Jika dia bertobat, maka tobatnya diterima. Jika tidak mau bertobat, maka harus terus dihukum, dan tetap ditahan di penjara sampai dia bertobat. Riwayat Muslim. 
Aisyah berkata: mereka diperintahkan untuk memohonkan ampunan pada para sahabat Nabi, tapi mereka malah mencaci mereka.
Imam Nawawi berkata: AI Qadhi berkata: nampaknya aisyah mengatakan hal ini ketika mendengar penduduk Mesir menjelekkan Utsman, dan penduduk Syam menjelekkan Ali, dan Haruriyah (khawarij) menjelekkan seluruhnya.
Imam Ahmad bin Hambal berkata dalam kitab As Sunnah: salah satu bagian dari sunnah adalah menyebutkan kebaikan seluruh sahabat Nabi, dan berdiam terhadap perselisihan yang terjadi antara mereka. Siapa yang mencaci sahabat Nabi, atau salah seorang sahabat nabi, maka dia adalah ahli bid'ah dan syi'ah. Mencintai sahabat Nabi adalah sunnah, dan mendoakan mereka adalah ibadah. Meneladani mereka adalah wasiilah, dan meniti jejak mereka adalah keutamaan.
Imam Abu Utsman As Shabuni dalam kitabnya Aqidah Salaf Ashabul Hadits mengatakan: dan mereka (Ahlussunnah) berdiam diri atas perselisihan yang terjadi di antara sahabat Nabi, dan membersihkan lisan mereka dari kata-kata yang menjelekkan mereka, atau menyebutkan kekurangan mereka, dan mendoakan seluruh mereka agar mendapatkan rahmat Allah, dan mencintai seluruh mereka.
Dan mentaati Rasulullah yang bersabda: jangan kalian mencela sahabatku, demi Allah, jika salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan mencapai satu mudd, atau setengahnya, dari sedekah mereka.
Salah satu sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang sering dlcaci maki dan dihujat adalah Muawiyah bin Abi Sufyan.
Siapa Muawiyah? Dia adalah Muawiyah bin Abi Sufyan bin Sakhr bin Harb bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf (Lihat Siyar A'lam Nubala)
Muawiyah Masuk Islam pada Fathu Makkah bersama ayahnya, ini menurut riwayat yang masyhur. Tapi Ibnu Karsir dalam AI Bidayah wan Nihayah menukil riwayat yang menyatakan bahwa Muawiyah masuk Islam pada Umrah AI Qadha, yaitu tahun 7 H. Bisa jadi kedua-duanya benar, karena menurut riwayat yang masyhur, Muawiyah mengumumkan Islamnya pada Fathu Makkah, tapi sudah meyakini Islam sebelumnya. Bisa jadi.

Meskipun terlambat masuk Islam, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak mempermasalahkan, apalagi menghukum Muawiyah karena terlambat berislam. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menerima keislaman Abu Sufyan dan anaknya Muawiyah.


Kita sering meminta doa pada orang tua kita, karena doa orang tua pada anaknya adalah terkabul. Begitu pula kita sering meminta doa pada orang-orang yang kila anggap shaleh, karena orang yang shaleh adalah dekat dengan Allah, doanya terkabul.
Bagaimana jika kila bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, apakah kita akan minta doa dari beliau? Pasti kita akan minta doa pada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yang pasti terkabul.
Bukankah orang yang mendapatkan doa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah beruntung?
Bukankah doa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pasti terkabul?
Layakkah kita membenci orang yang didoakan oleh Nabi?
Apakah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendoakan orang yang dia benci?
Salah satu yang beruntung mendapatkan doa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah sahabat Muawiyah bin Abi Sufyan.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendoakan Muawiyah agar mendapatkan petunjuk, dan menjadi pembawa petunjuk pada orang lain.

Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanad shahih dad Abu Mushir, dari Said bin Abdul Aziz, dari Rabi'ah bin Yazid, dari Abdurrahman bin Abi Umairah berkata: Rasulullah bersabda pada Muawiyah ; Ya Allah jadikanlah dia pembawa petunjuk, berikan padanya petunjuk, berilah dia hidayah, dan jadikanlah dia pembawa hidayah bagi orang lain.
Tarikh AI Kabir, Musnad As Syamiyin, AI Ahad wal Matsani. Mu'jam As Shahabah -tulis semua sumber-biar banyak
Sahabat yang meriwayatkan hadits ini, yaitu Abdurrahman bin Abi Umairah, adalah sahabat Nabi. Ada orang yang meragukan hal ini, tapi berdasar sumber-sumber sekunder yang tidak valid.
Ibnu Hajar, salah satu yang menulis kitab biografi sahabat Nabi, menganggap Abdurrahman bin Abi Umairah adalah seora ng sahabat Nabi, yang pernah bertemu Nabi. Sementara Ibnu Asakir menjelaskan biografinya sebanyak 6 halaman.
Para ulama yang memasukkan Abdurrahman bin Umairah dalam golongan sahabat Rasulullah adalah: Abu Hatim Ar Razi, Ibnu Sakan, Bukhari, Ibun Sa'ad, Duhaim, Sulaiman bin Abdul Hamid AI Bahrani, begitu juga Ibnu Qani', Dzhahabi, Baqiy bin Mikhlad, Tirmidzi, Ya'qub bin Sufyan, Abu Qasim AI Baghawi, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Hatim, Abubakar bin AI Buraqi, Abu Hasan bin Sami', Abu Bakar Abdus Shamad bin Said AI Himshi, Ibnu Mandah, Abu Nu'aim, Nawawi, AI Khatib AI Baghdadi, As Syaibani, AI Mizzi, Ibnu Asakir, Abu Nashr AI Hafizh, dan Ibnu Fathun.
Ahmad bin Hanbal mengkhususkan satu bab untuk meriwayatkan hadits-hadits dari Abdurrahman bin Umairah, yang menegaskan pada kita bahwa Abdurrahman bin Umairah adalah seorang sahabat.
Semua ini membantah pendapat Ibnu Abdul Barr yang menyatakan bahwa Abdurrahman bin Umairah bukan sahabat Nabi.
Salah satu yang mendhaifkan hadits ini adalah Ibnul Jauzi, dengan alasan bahwa yang menjadi "perawi tumpuan" dalam hadits ini adalah Muhammad bin Ishaq AI Balakhi. Tapi Ad Dzhahabi membantahnya dalam Talkhis AI Hal AI Mutanahiyah: ini adalah ketidaktahuan dari Ibnul Jauzi, Muhammad bin Ishaq yang menjadi perawi had its ini adalah Abubakar As Shaghani, seorang terpercaya.
Lalu Ibnul Jauzi menambahkan lagi: dalam sanad yang lain ada perawi bernama Ismail bin Muhammad, Ad Daruquthni mengatakan bahwa dia seooang pendusta. Ad Dzhahabi juga membantahnya:
Ini adalah satu masalah lagi, Ismail yang menjadi perawi hadits ini adalah As ShaHar, seorang terpercaya. Yang dianggap pendusta oleh Ad Daruquthni adalah AI Muzani, yang merlwayatkan dari Abu Nuaim.
Bukankah doa Rasulullah akan terkabul?
Atau ketika Rasulullah mendoakan orang yang kita benci, doanya menjadi tidak terkabul ?
Ketika kita membenci orang yang didoakan Nabi, kita layak memeriksa hati kita sendiri, mengapa bisa sampai membenci orang yang didoakan Nabi.
Bukan sekali Muawiyah didoakan Nabi. 
Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanad shahih dari Abu Mushir, dari Said bin Abdul Aziz, dari Rabi'ah bin Yazid, dari Abdurrahman bin Abi Umairah -dia adalah seorang sahabat Nabi­ berkata:
Ya Allah ajarkan Muawiyah berhitung, dan jagalah dia dari adzab
Hadits ini sanadnya shahih seperti kami jelaskan di atas.
Tambahan -dia adalah seorang sahabat Nabi-terdapat dalam Sunan Thabrani, itu adalah ucapan Said At Tanukhi.
Pasukan pertama dari umatku yang berperang di laut telah wajib .
[Bukhari 7002] Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, dia berkata: Ummu Haram binti Milhan berkata Rasululah Saw tidur di dekatku, sejenak lalu bangun sambiI tersenyum. Ummu Haram bertanya, "Apa yang membuat anda tersenyum ya Rasulullah ?" Rasulullah Saw bersabda, "Sebagian dari umatku yang berperang di jalan Allah diperlihatkan kepadaku (dalam mimpiku). Mereka berlayar mengarungi laut Hijau ini bagai raja-raja di atas singgasana". Ummu Haram berkara, "Ya Rasulullah • doakanlah agar aku termasuk dalam kelompok itu". Maka Rasulullah Saw mendoakannya, kemudian beliau tertidur lagi. lalu beliau bangun sambil tersenyum. Ummu haram bertanya lagi, "Apa yang membuat anda tersenyum ya Rasulullah ?" Beliau bersabda, "Sebagian dari umatku yang berperang di jalan Allah diperlihatkan kepadaku di dalam mimpiku ---sebagaimana sabda beliau sebelumnya---"Ummu Haram berkata, "Ya Rasusulliah , doakanlah agar aku termasuk dalam kelompok itu·'. Rasulullah Saw bersabda, "Kamu akan termasuk dalam kelompok pertama di antara mereka". Ketika Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi khalifah, Ummu Haram turut berlayar dalam kelompok pasukan muslim in mengarungi laut Merah, kemudian dia terjatuh dari hewan tunggangannya setelah mendarat, lalu meninggal".
Ibnu Hajar berkata tentang mimpi Rasulullah di alas: "Sebagian dari umatku yang berperang di jalan Allah diperlihatkan kepadaku (dalam mimpiku.
Mengisyaralkan bahwa Rasulullah tertawa karena senang pada mereka, karena gembira saat melihat kedudukan mereka yang tinggi di sisi Allah.

Imam al Bukhari dalam meriwayatkan dari jalan Tsaur bin Zaid bin Khalid bin Mi'dan, dari Umair bin al Aswad al Ansiy, dari Ummu Haram sesungguhnya ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda, "Tentara pertama dari umatku yang berperang di lautan dan te!ah wajib bagi mereka," Ummu Haram bertanya, "Wahai Rasulullah , apakah aku termasuk di antara mereka?" Rasulullah menjawab, "Engkau termasuk di antara mereka." Lalu ia menambahkan, kemudian Rasulullah berkata, "Tentara pertama dari umatku yang melakukan ekspansi ke kota Kaisar dan mendapat ampunan (selamat) dari Allah bagi mereka."
la pun bertanya kembali, "Apakah aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah ?" Rasulullah menjawab, "Tidak.". Bukhari Muslim.
Kata Ibnu Hajar dalam Fathul Bari jilid 6 hal 121: makna telah wajib bagi mereka: mereka melakukan perbuatan yang membuat mereka wajib masuk sorga.
AI Mahlab bin Ahmad bin Abu Shufrah AI Asadi AI Andalusi berkata: hadits ini mengandung keutamaan bagi Muawiyah, karena dia adalah orang pertama yang berperang di laut. Fathul Bari 6 hal 120.
Seluruh ahli sejarah sepakat bahwa ekspedisi perang laut pertama dan penaklukan Cyprus adalah tahun 27 H, saat Muawiyah menjadi Gubernur Syam, pada era khalifah Utsman bin Affan.
Sedangkan ekspedisi pertama penaklukan Konstantinopel adalah di bawah pimpinan Yazid bin Muawiyah, inilah tentara kedua yang dilihat oleh Rasulullah shallallahu alai hi wasallam dalam mimpinya, lalu Ummu Haram berdoa agar dijadikan bersama tentara kedua, Rasulullah shallallahu alalhi wasallam menjawab: engkau bersama rombongan pertama. Dan benar-benar terjadi Ummu Haram ikut berperang bersama tentara Muawiyah, dan tidak ikut pada pasukan kedua (red.lamurkha) yang menyerang Konstantinopel, yang dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah.
Ibnu Katsir mengatakan: Ini adalah salah satu tanda kenablan yang terbesar.
Apa yang membuat kita ragu akan wahyu Allah?
Bukankah mimpi Rasulullah adalah wahyu?
Bukankah wahyu Allah benar adanya?
Dan mimpi Rasulullah benar terjadi, Ummu Haram ikut bersama tentara Muawiyah.
Kita tidak menukilkan seluruh hadits yang memuji Muawiyah.
Meski hadits-hadits tentang keutamaan Muawiyah jelas adanya, masih ada yang percaya pada riwayat palsu dari seorang ulama, yaitu Ishaq bin Rahawaih, yang konon pernah berkata: tidak ada satu pun hadits shahih tentang keutamaan Muawiyah.
Kita tidak perlu memeriksa detil ucapan ini, jelas ucapan ini keliru. Apakah Ishaq bin Rahawaih, seorang pakar hadits yang tidak
diragukan lagi, bisa tidak tahu hadits keutamaan  uawiyah?
Saya tidak yakin. Barangkali ada masalah dengan perawi ucapan ini. Mari kita lihat:
Riwayat ini berasal dari AI Hakim, seperti dalam Siyar A'lam Nubala, dan dari As Syaukani, dalam AI Fawaid AI Majmu'ah dari AI Ashamm, yaitu Abul Abbas Muhammad bin Ya'qub AI Ashamm-dari ayahku, aku mendengar Ibnu Rahawaih mengatakan : tidak ada satupun hadits shahih tentang keutamaan Muawiyah.
Sementara dalam AI Fawaid AI Majmu'ah tidak ada kata : dari ayahku, dan AI Asham ini lahir tahun 247 H, dan tidak pernah mendengar dari Ibnu Rahawaih, yang wafat tahun 238 H. Sedangkan ayahnya, Yusuf bin Ya'qub bin Ma'qil, tidak ada ulama yang menilainya sebagai terpercaya. Maka riwayat dari Ibnu Rahawaih ini tidak bisa diterima, karena perawinya tidak jelas statusnya.
Muawiyah pernah berperang bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bahkan setelah fathu Makkah, dia langsung berperang bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada perang Hunain. Allah berlirman tentang sahabat yang mengikuti perang Hunain:
9:25
9:26
9:25. Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai.
9:26. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.
Maka Muawiyah adalah salah satu yang mendapat ketenangan dari Allah . Ini sebuah keutamaan bagi Muawiyah, bahwa hatinya mendapat ketenangan iman, yang membuatnya tetap teguh beriman. Keutamaan ini diberika n langsung dari Allah bagi sahabat Rasulullah yang mengikuti perang Hunain .
57:10
57:10. Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-Iah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama  diantara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya dari pada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing·masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengelahui apa yang kamu kerjakan.

Perang Hunain terjadi setelah Fathu Makkah, maka Muawiyah termasuk orang yang berperang setelah Fathu Makkah.
Begitu juga Muawiyah ikut bersama Rasulullah pada perang Tabuk.
9:88
9:89
9:88. Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan; dan mereka itulah (pula) orang-orang yang beruntung.
9:89. Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.
Seperti kita ketahui, perang Tabuk berlangsung dalam kondisi susah payah, pada puncak musim panas, dalam kondisi kekurangan, benar-benar dalam kondisi sulit. AI Qur'an menggambarkan perang Tabuk dengan Sa'atul 'usrah, masa·masa sulit. Sampai Rasulullah harus menolak mereka yang ingin ikut berperang. tapi tidak memiliki bekal. Mereka kembali dan air mata mengalir di pipi, karena tidak bisa ikut berjihad bersama Rasulullah .
Tapi Allah tidak menyia-nyiakan pengorbanan mereka yang ikut dalam perang Tabuk. Allah mengampuni dosa-dosa mereka.

Minimal Muawiyah ikut pada perang Hunain bersama Nabi. Ikut berperang bersama Rasulullah merupakan keutamaan. Tapi Muawiyah tidak hanya ikut perang Hunain, perang Tabukpun ikut serta, juga memimpin ekspedisi pasukan muslim yang pertama berperang dilaut.
Dari Anas bin malik, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam : Pagi dan sore hari di medan perang, lebih baik dari dunia seisinya. Shahih Bukhari dan Muslim
Maksudnya, berada di medan perang di pagi dan sore hari, lebih baik dari dunia seisinya. Apalagi bersama Rasulullah .
Bagaimana dengan kita?
Perang apa yang sudah kita ikuti?
Perang apa yang sudah pernah kita pimpin?
Bukankah sahabat yang berperang bersama Rasulullah lebih baik daripada kita?
Jika Abu Huralrah jauh peringkatnya dibawah Abu Bakar As Shiddiq, maka kita jauuuuuh sekali dibawah Abu Hurairah. Begitu pula peringkat kita jauuuh sekali dibanding Muawiyah.
Allah telah mengampuni mereka yang bersama Rasulullah pada perang Tabuk. Mengampuni artinya mereka memiliki kesalahan. Apakah kesalahan membuat orang masuk neraka, dan tidak memiliki keutamaan serta amalan baik sama sekali?
Marilah kita lihat diri kita sendiri, apakah diri kita pernah melakukan amalan seperti yang dilakukan sahabat Nabi?
Apakah diri kita tidak memiliki dosa dan kesalahan?
Katakanlah kita memiliki kesalahan, dan sahabat Rasulullah memiliki kesahalan juga, jelas sahabat Rasulullah pernah melakukan kebaikan-kebaikan yang tidak pernah kita lakukan.
Sayangnya kita terlalu banyak memikirkan orang lain, sementara kita sendiri jarang melihat kecermin, untuk mengetahui kondisi kita sendiri. Kita tidak pernah bermuhasabah, akhirnya kita merasa diri kita sudah beres, hingga kita seenaknya membicarakan sahabat Nabi.
Jika kita mengatakan bahwa kita juga pernah beramal shaleh, pernah beribadah, pernah beramal shaleh. Coba tanyakan lagi pada diri anda: Apakah anda sudah berani memastikan bahwa ada satu amalan anda yang diterima oleh Allah?
Apakah ada sebuah amalan yang pernah anda lakukan, dan anda yakin seyakin-yakinnya bahwa Allah pasti menerima amalan itu? Apakah anda berani memastikan bahwa Allah menerima satu amalan anda?
Tidak pernah bisa memastikan.

Bersambung........ Insya Allah