Sunday, May 3, 2015

Standar Ganda Iran: Antara Yaman dan Suriah [ Kedustaan Rafidhah dan Dendam Majusi ]

Oleh: Azeza Ibrahim Rizki
Pegiat Kajian Zionisme Internasional
RAHBAR Iran, dikutip dalam web Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB) berbahasa Indonesia menyatakan dengan gamblang bahwa negaranya tidak akan menjadi ancaman bagi negara tetangganya, apalagi sampai harus ikut campur tangan urusan internal sebuah wilayah.
Editorial berjudul “Perspektif Rahbar: Militer Iran Bukan Ancaman bagi Tetangga dan Kawasan” yang dimuat pada Ahad (19/04/2015) ini tentu membuat dahi pembaca yang kritis berkerut.
Pasalnya, kita selalu digiring dalam narasi AS-Israel sebagai aktor tunggal kerusuhan Timur Tengah dengan mengabaikan fakta-fakta lapangan adanya pemain lain yang ikut ambil bagian dalam setiap konflik di kawasan.
Tentunya, yang paling menarik untuk ditilik adalah peran Iran sendiri, sebab kita tidak bisa menutup mata, bahwa Houtsi di Yaman dan Bashar Assad di Suriah memiliki hubungan erat dengan negara pemilik reaktor nuklir ini.
Antara Kata “Rakyat” dan “Teroris”
Kita patut bertanya, mengapa Iran yang mengaku sebagai negara cinta damai ini menunjukkan wajah yang berbeda saat menyikapi konflik Suriah dan Yaman.
Contoh paling sederhana dapat dilihat dari kata-kata yang dipilih IRIB selaku media resmi Iran dalam menyebut “pemberontak” di dua daerah tersebut.
Di Yaman, Syiah Houtsi yang memberontak pemerintahan resmi Mansour Hadi dianggap sebagai gerakan rakyat, namun di Suriah, walau sama-sama gerakan rakyat, pejuang yang melawan rezim Bashar Assad justru disebut teroris.
Pejuang An Nushra yang sangat jelas melawan kekejaman rezim Bashar Assad di Suriah, justru disebut teroris oleh IRIB, namun Iran bahkan enggan menyebut Syiah Houthi sebagai pemberontak atas pemerintahan sah Mansour Hadi, alih-alih justru disebut sebagai “gerakan perlawanan rakyat Yaman”.
Lebih jauh, Iran bahkan memberikan dukungan militer yang tidak sedikit baik pada rezim Assad dan Syiah Houthi. Kanal berita dunia seperti Reuters, Telegraph, dan Independent kerap merilis berita keterlibatan militer Iran di dua daerah tersebut, baik dengan mengutus pelatih, amunisi, hingga persenjataan.
Anehnya, baik pihak Iran, Houthi dan Assad justru kerap menyangkal dukungan satu sama lain.
Dualisme sikap Iran ini memiliki efek kemanusiaan yang luar biasa berbahaya. Bukti paling nyata adalah diamnya Iran ketika rezim Bashar menolak masuk bantuan kemanusiaan dari PBB untuk para pengungsi yang membutuhkan.
Menurut Valerie Amos, koordinator Bantuan Darurat dan Kemanusiaan PBB menyatakan bahwa Assad hanya memberi akses ke 3 kota dari 33 kota yang siap dibantu. Akibatnya, ribuan orang terlantar dan kehidupan mereka terancam.
Anehnya, ketika Yaman diserang, selama satu bulan terakhir, lewat berbagai media, Iran memaparkan narasi krisis kemanusiaan yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya atas 4 tahun lebih konflik Suriah.
Pernyataan netralitas Rahbar dengan dualisme sikap Iran antara Suriah dan Yaman tentu bertolak belakang. Akibatnya, narasi AS-Israel yang kerap mereka umbar lebih terdengar seperti retorika apologetik, apalagi setelah dicabutnya sanksi ekonomi Iran oleh AS, dua seteru verbal ini tampak lebih akrab.
Publik pun dibuat bertanya-tanya, tuluskah niat Iran membela kepentingan Islam di kawasan Timur Tengah?
Dualisme Sikap, Pudarnya sebuah Propaganda?
Retorika Iran yang anti AS-Israel tampak makin pudar seiring waktu, terutama setelah konflik Suriah. Dimana rezim Bashar diketahui memiliki hubungan dekat dengan Israel setelah para pejuang menemukan stok senjata made in Israel di pos militer Assad yang berhasil mereka taklukkan.
Lucunya, para pembela Iran dan sekutunya di Indonesia justru menyebut tentara pejuanglah yang mendapat dukungan persenjataan dari Israel dengan mengajukan bukti senjata hasil rampasan tersebut.
Sementara di Yaman, Syiah Houthi masih berusaha memanfaatkan sentiment anti AS-Israel dengan menyebar poster propaganda di berbagai sudut kota Sanaa yang berbunyi, “Kematian bagi AS dan Israel”.
Poster ini menjadi jauh panggang dari api jika melihat aksi-aksi Houthi yang justru melakukan pemberontakan atas pemerintahan yang sah Yaman. Adakah satu peluru Houthi yang sudah bersarang ke tubuh tentara Israel?
Makin luasnya pengaruh Iran yang meliputi Yaman, Suriah, Libanon, dan Irak disertai keakraban dengan AS sekali lagi harus kita sikapi dengan kritis dan tidak serta merta percaya dengan jargon-jargon yang mereka sampaikan.
Toh dualisme sikap Iran di Yaman dan Suriah sudah menjadi indikasi kuat bahwa mereka tengah mempersiapkan sesuatu, dan jika kita dengan mudah percaya retorika mereka, bukan tidak mungkin tanpa sadar kita sudah menjadi pion yang membela kepentingan Iran.

Jenderal Syiah Iran Akhirnya Akui Keterlibatan Mereka Di Yaman
Seorang pejabat tinggi militer Iran mengakui bahwa negaranya ikut membantu pemberontak Syiah Houthi dan sekutunya dalam menghadapi agresi militer Koalisi Negara Islam yang dipimpin Saudi dan sekutunya di Yaman.
Dalam wawancaranya dengan kantor berita Farsi Iran pada hari Minggu (26/04) kemarin, Jenderal Ali Hadmani mengakui bahwa negaranya ikut mendukung pemberontakan Syiah Houthi dengan menjadi penasehat militer dan memberikan sejumlah bantuan kepada meraka, tanpa mau menjelaskan apa bentuk bantuan tersebut.
“Kami mengumumkan secara terbuka dukungan dan bantuan kami kepada perlawanan Syiah Houthi di Yaman, sama seperti perlawanan Palestina, Lebanon, Irak dan Afghanistan,” ujar Jenderal Ali Hadmani.
Ini adalah konfirmasi pertama pemerintah Teheran mengenai keterlibatan mereka dalam konflik di Yaman, setelah sebelumnya Menlu Iran Javad Zarif membantahnya.
Menurut keterangan Menteri Luar Negeri Yaman, Riad Yassin, pada hari Minggu kemarin di ibukota London menyatakan bahwa sedikitnya Teheran telah melatih sekitar 1600 pemberontak Syiah Houthi sebelum memanasnya konflik di Aden pada bulan April lalu.

PBB Buktikan Iran Kirim Senjata ke Pemberontak Yaman

Kapal nelayan Iran diam-diam mengirimkan ratusan roket anti-tank dan anti-helikopter ke pemberontak.
Iran telah melakukan pengiriman senjata ke pemberontak Huthi Yaman setidaknya sejak 2009. Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah laporan rahasia PBB yang juga menunjukkan bahwa tanggal dukungan Teheran kembali ke tahun-tahun awal pemberontakan milisi Syiah.

Laporan oleh panel ahli telah disampaikan kepada Komite Sanksi Dewan Keamanan PBB pekan lalu karena PBB berupaya untuk menengahi diakhirinya serangan udara yang dipimpin Saudi di Yaman dan kembali ke pembicaraan damai.

"Informasi yang dikumpulkan oleh para ahli menunjukkan bahwa kasus Jihan mengikuti pola pengiriman senjata ke Yaman dengan laut sejak 2009," kata laporan itu.

Dilansir dari AFP, kapal nelayan Iran diam-diam mengirimkan ratusan roket anti-tank dan anti-helikopter ke pemberontak.

"Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa Republik Islam Iran adalah asal pengiriman tersebut dan penerima yang dimaksudkan adalah Huthi di Yaman.

Namun sejauh ini Iran membantah tuduhan bahwa mereka ikut campur di Yaman dan sebaliknya menuduh Arab Saudi melakukan agresi militer terhadap negara bermasalah setelah meluncurkan kampanye udara pada 26 Maret.

Koalisi yang dipimpin Saudi berusaha untuk mengembalikan kewenangan Presiden Abedrabbo Mansour Hadi yang terpaksa melarikan diri Yaman setelah Huthi menyerbu ibukota Sanaa dan maju di kota selatan Aden yang menjadi kubu Hadi.