Thursday, May 21, 2015

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany dan 9 Tuduhan Dusta Yang Dialamatkan Padanya (Bag. I)

Nama Syaikh Muhammad Naasdhiruddin Al-Albany tentu bukanlah nama yang asing di telinga para penuntut ilmu. Meskipun beliau telah meninggal lebih dari satu dekade silam, karya-karya beliau (baik versi tulisan maupun ceramah lisan) dan peninggalan ilmiyahnya masih banyak dipergunakan dan diambil faidahnya.
Semenjak kemunculannya, nama Syaikh Muhammad Naashiruddin Al-Albany memang banyak mendapat perhatian dari para penuntut ilmu, asatidzah dan para ulama. Karya-karyanya, kegigihannya dalam bidang ilmu hadits, dan keteguhannya terhadap sunnah membuat beliau menjadi salah satu rujukan dalam beragama.
Pujian pun banyak dilayangkan oleh para ulama untuk Syaikh Al-Albany. Julukan Muhaddits Asy-Syam (Ahli hadits negeri Syam) pun melekat kepeda beliau.
Meskipun begitu, beliau pun tidak lepas dari kritikan. Selayaknya pohon, semakin tinggi tentu semakin besar pula anginnya. Begitu pun dengan beliau, semakin beliau mendapat perhatian dan pujian dari para ulama hadits dan masyarakat Islam, semakin banyak pula kritikan yang dialamatkan kepadanya.
Beberapa kritikan memang terkesan ilmiyah, tetapi tidak jarang kritikan yang datang justru lebih bersifat kedustaan. Kedustaan terhadap Syaikh Al-Albany, datang dari para pendengki beliau. Dan ini memang sunnatullah yang juga menimpa kepada para ahli hadits sebelum beliau.
Dan layaknya ucapan seorang penyair, Allah akan terus meninggikan derajat seseorang dan menyebarkan keutamaannya melalui lidahnya para pendengki.

وإِذَا أَرادَ اللَّهُ نَشْرَ فَضيلَة                          طويتْ أتاحَ لها لسانَ حسودِ

“Sekiranya Allah akan menyebarkan keutamaan seseorang,
Allah akan membukakannya melalui lisan pendengki”
Pada kesempatan ini, kita akan membahas secara singkat tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada Syaikh Muhammad Naashiruddin Al-Albany rahimahullah. Tulisan ini diterjemahkan secara ringkas dan bebas, serta diambil dari artikel yang dituliskan oleh Syaikh  Muhammad Umar Bazmul (untuk yang mengerti bahasa arab, silahkan baca artikel lengkapnya disini)
1. Ahli Hadits Yang Tidak Paham Fikih
Ungkapan ini, bila dimaksudkan hanya sekedar untuk mensifati bahwa Syaikh Al-Albany termasuk ulama ahli hadits yang piawai dan pakar dibidangnya, dan tidak ada maksud untuk mengurangi ketinggian ilmu fikih beliau, maka ungkapan ini tidak perlu dijawab. Karena Syaikh Al-Albany merupakan salah satu ahli hadits abad ini yang dapat disaksikan keilmuannya, dan peran aktifnya di bidang hadits.
Adapun jika ungkapan tersebut bermaksud untuk menggugurkan dan meniadakan keilmuan Syaikh Al-Albany dalam bidang fikih hadits, penjelasan maknanya, pilihan-pilihannya, dan hasil tarjih beliau dalam masalah-masalahnya, maka ini adalah ungkapan yang munkar dan batil. Dan dapat dijawab dengan pernyataan berikut ini.
Kita katakan kepada orang yang menuduh Syaikh Al-Albany dengan tuduhan beliau tidak mengerti masalah fikih : Apa sebenarnya arti fikih menurut kalian? Jika maksud kalian fikih adalah menghafal masalah-masalah, matan-matan, dan masuk ke dalam permasalahan yang bersifat tidak nyata, tanpa mendasari semua itu dengan dalil yang shahih, maka Syaikh  Al-Albany memang jauh dari hal itu.
Adapun jika maksud kalian bahwa fikih adalah memahami dan mempelajari masalah-masalah berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’anul Karim dan As-Sunnah Ash-Shahihah dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in, tanpa fanatik kepada seseorang kecuali kepada dalil, maka jelas ini merupakan tuduhan dusta. Karena Syaikh Al-Albany justru merupakan orang yang memahami dan mempelajari dalil-dalil dari Al-Qur’anul Karim dan As-Sunnah Ash-Shahihah dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in.
2. Tidak Mengetahui Ilmu Ushul
Tuduhan ini jelas mengada-ada. Justru apa yang ada dalam kitab-kitab Syaikh Al-Albany merupakan kebalikan dari tuduhan ini.
Bahkan, yang masyhur di kalangan para penuntut ilmu adalah bahwa beliau memiliki kajian ushul fikih yang dihadiri oleh mahasiswa Universitas Islam Madinah dan sebagian staff dosen Universitas tersebut. Diantara kitab yang diajarkan oleh beliau di halaqah ilmiyah tersebut adalah kitab Ushulul Fikih karya Abdul Wahhab Khallaf.
3. Tidak Memiliki Guru
Tuduhan ini terlalu tergesa-gesa untuk diucapkan. Sebab Syaikh Al-Albany pernah belajar beberapa ilmu alat dari ayahnya, seperti ilmu shorof. Beliau juga belajar darinya beberapa kitab madzhab Hanafi, seperti Mukhtashor Al-Qaduri. Darinya juga beliau belajar Al-Qur’an dan pernah menghatamkan riwayat Hafsh beserta tajwidnya.
Beliau pun pernah belajar dari Syaikh Sa’id Al-Burhani kitab Maraqi Al-Falah, sebuah kitab yang bermadzhab Hanafi, dan kitab Syudzurudz Dzahab di cabang ilmu nahwu serta beberapa kitab balaghah
Beliau juga pernah menghadiri seminar-seminar Al-Allamah Muhammad Bahjat Al-Baithar bersama beberapa ustadz dari Al-Majma Al-Islami Damaskus, diantaranya : Izzudin At-Tanukhi. Waktu itu mereka belajar kitab Al-Hamasah syairnya Abu Tammam.
Di akhir hayatnya, beliau sempat bertemu dengan Syaikh Muhammad Raghib Ath-Thabbakh. Syaikh Muhammad Raghib pun menyatakan takjub dengan Syaikh Al-Albani, dan menghadiahkan kepada beliau kitab Al-Anwar Al-Jaliyah Fi Mukhtashar Al-Atsbat Al-Hanbaliyah.
Apabila kita mengetahui semua ini, maka jelas bahwa bahwa tuduhan dusta mereka “Al-Albani tidak memiliki guru” menyelisihi realita yang ada.
Dan tentunya tidak mengurangi kedudukan Syaikh meskipun hanya sedikit gurunya. Betapa banyak ulama yang hanya memiliki sedikit guru, dan itu tidak mempengaruhi kredibilitas keilmuannya. Bahkan diantara perawi hadits ada yang tidak meriwayatkan hadits kecuali dari dua atau tiga orang saja, bahkan ada juga yang berguru dari seorang Syaikh saja. Namun ternyata para ulama bersaksi akan kekuatan dan kesempurnaan hafalannya. Dan hal itu tidak menjadi alasan yang mencegah untuk mengambil ilmu dan meriwayatkan hadits dari mereka.
Sebagai contoh, ada seorang ulama yang bernama Abu Umar Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Al-Lakhami yang terkenal dengan sebutan Ibnul Baji (wafat mendekati tahun 400H) yang merupakan penduduk daerah Isybilia (Sevilla). Dia adalah satu-satunya ulama dan ahli fikih yang ada pada waktu itu. Beliau mengumpulkan cabang ilmu hadits, fikih, dan keutamaan. Dan beliau menghafal dengan baik beberapa kitab-kitab sunnah dan penjelasan maknanya.
Oleh : Aziz Rachman