Sunday, July 19, 2015

MAJMU FATAWA : Pembunuhan Husain bin Ali bin Abu Thalib

Banyak sekali bertebaran kisah-kisah tentang terbunuhnya Husain dari berbagai sumber terutama dari kalangan Syiah. Disini saya mencoba menyusun tulisan dari beberapa tulisan yang telah ada dengan mendasarkan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah dan juga Muridnya ibnu Katsir dalam kitabnya Al bidayah Wannihayah disertai sumber-sumber otentik dari hadits-hadits dan atsar yang telah sah.

Isyarat akan terbunuhnya Husain
Jauh hari sebelum Husain terbunuh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bercerita Kepada Ali bin Abi Thalib  bahwa Husain akan wafat dalam keadaan terbunuh. Adz-Dzahabi rahimahullah membawakan dari  dari ‘Ali, ia berkata:
“Aku datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika kedua mata beliau bercucuran air mata, lalu beliau bersabda: “Jibril baru saja datang, ia menceritakan kepadaku bahwa Husain kelak akan mati dibunuh. Kemudian Jibril berkata: “Apakah engkau ingin aku ciumkan kepadamu bau tanahnya?”. Aku menjawab: “Ya. Jibril lalu menjulurkan tangannya, ia menggenggam tanah satu genggaman. Lalu ia memberikannya kepadaku. Sehingga karena itulah aku tidak kuasa menahan air mataku”.[1]
Kronologi terbunuhnya Husain Radiyallahu anhu


Ketika Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu resmi menjadi khalifah, maka Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu juga sangat memuliakannya, bahkan sangat memperhatikan kehidupan Husain Radhiyallahu ‘anhu dan saudaranya, sehingga sering memberikan hadiah kepada keduanya. Tetapi, ketika Yazid bin Mu’awiyah diangkat sebagai khalifah, Husain Radhiyallahu ‘anhu bersama Ibnu Zubair Radhiyallahu ‘anhu termasuk yang tidak mau berbai’at. Bahkan penolakan itu terjadi sebelum Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu wafat ketika Yazid sudah ditetapkan sebagai calon khalifah pengganti Mu’awiyah.
Oleh karena itu, beliau berdua keluar dari Madinah dan lari menuju Mekah. Kemudian keduanya menetap di Makkah. Ibnu Zubair Radhiyallahu ‘anhu menetap di tempat shalatnya di dekat Ka’bah, sedangkan Husain Radhiyallahu ‘anhu di tempat yang lebih terbuka karena di kelilingi banyak orang.
Selanjutnya, banyak surat yang datang kepada Husain Radhiyallahu ‘anhu dari penduduk Irak membujuk beliau supaya memimpin mereka. Menurut isi surat, mereka siap membai’at Husain Radhiyallahu ‘anhu.dan surat-surat itu diantaranya juga berisi pernyataan gembira atas kematian Muawiyah Radhiyallahuanhu.[2]
kita ketahui penduduk Irak bahkan hinggan saat ini memang banyak diwarnai oleh pemikiran Rafidah (syiah) dan khawarij
Tidak cukup dengan surat saja, mereka terkadang mendatangi Husainradhiyallahu ‘anhu di Makkah, mengajak Beliau radhiyallahu ‘anhu berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan[3]. Para Sahabat seperti Ibnu Abbâs radhiyallahu ‘anhuma kerap kali menasehati Husain radhiyallahu ‘anhuagar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayah Husain radhiyallahu ‘anhu, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dibunuh di Kufah dan Ibnu ‘Abbasradhiyallahu ‘anhu khawatir mereka membunuh Husain radhiyallahu ‘anhujuga disana.
Saat hendak berangkat dari Mekah menuju Irak, di negeri tempat beliau terbunuh, Husain Radhiyallahu ‘anhu meminta nasehat kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.
Maka, Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu ‘anhma berkata: “Kalaulah tidak dipandang tidak pantas, tentu aku kalungkan tanganku pada kepalamu (maksudnya hendak mencegah kepergiannya)”.
Maka Husain Radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Sungguh jika aku terbunuh di tempat demikian dan demikian, tentu lebih aku sukai daripada aku mengorbankan kemuliaan negeri Mekah ini” [4]
Husain Radhiyallahu ‘anhu akhirnya tetap berangkat menuju Irak setelah sebelumnya mengutus Muslim bin ‘Aqil bin Abi Thalib ke Irak untuk mengadakan penyelidikan, dan akhirnya mendapat berita bahwa beliau harus segera ke Irak.[5]
Namun, ketika Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma tiba di Madinah, beliau mendengar berita bahwa Husain sedang menuju ke Irak. Mengingat betapa bahayanya Irak bagi Husain Radhiyallahu ‘anhuma, maka Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma pun menyusulnya untuk menyarankan agar Husain mengurungkan niatnya. Tetapi, karena harapan-harapan yang diberikan oleh orang-orang Irak, maka Husain tetap pada pendiriannya untuk berangkat ke Irak. Maka Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma pun dengan berat hati melepaskannya setelah sebelumnya memeluk Husain Radhiyallahu ‘anhu dan mengucapkan kata perpisahan. Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Aku titipkan engkau kepada Allah dari kejahatan seorang pembunuh”.[6]
Demikianlah, akhirnya Husain bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhuma tetap berangkat ke Irak
Sebagian riwayat menyatakan bahwa Beliau radhiyallahu ‘anhu mengambil keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang sepupunya, Muslim bin ‘Aqil, yang telah dibunuh disana.
Akhirnya, berangkatlah Husain radhiyallahu ‘anhu bersama keluarga menuju Kufah.
Sementara di pihak yang lain, ‘Ubaidullah bin Ziyâd diutus oleh Yazid bin Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, ‘Ubaidullah dengan pasukannya berhadapan dengan Husain radhiyallahu ‘anhu bersama keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan ini sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain radhiyallahu ‘anhu. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu, sementara orang-orang Irak yang (telah) membujuk Husain radhiyallahu ‘anhu, dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri meninggalkan Husain radhiyallahu ‘anhu dan keluarganya berhadapan dengan pasukan ‘Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain radhiyallahu ‘anhu sebagai orang yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu dibawa ke hadapan ‘Ubaidullah bin Ziyâd dan kepala itu diletakkan di bejana.
Dalam tragedi mengenaskan ini, di antara Ahlul Bait yang gugur bersama Al Husain adalah putera Ali bin Abi Thalib lainnya; Abu Bakar bin Ali, Umar bin Ali, dan Utsman bin Ali.
Demikian pula putera Al Hasan, Abu Bakar bin Al Hasan. Namun anehnya, ketika Anda mendengar kaset-kaset, ataupun membaca buku-buku Syiah yang menceritakan kisah pembunuhan Al Husain , nama keempat Ahlul Bait tersebut tidak pernah diungkit. Tentu saja, agar orang tidak berkata bahwa Ali memberi nama anak-anak beliau dengan nama-nama sahabat Rasulullah ; Abu Bakar, Umar, dan ‘Utsman. Tiga nama yang paling dibenci orang-orang Syiah.
Kemana perginya para pengirim ratusan surat itu? Mana 12.000 orang yang katanya akan berbaiat rela mati bersama Al Husain ?

Mereka tidak memberikan pertolongan kepada Muslim bin Uqail, utusan Al Husain yang beliau utus dari Makkah ke Kufah. Tidak pula berperang membantu Al Husain melawan pasukan Ibnu Ziyad. Maka tak heran jika sekarang orang-orang Syiah meratap dan menyiksa diri mereka setiap 10 Muharram, sebagai bentuk penyesalan dan permohonan ampun atas dosa-dosa para pendahulu mereka terhadap Al Husain .
Tidak mengherankan kalau Ibnu Umar menyalahkan penduduk irak sebagai pembunuh Husain dalam sebuah atsar yang diriwayatkan Oleh Al Imam Al bukhari haditss no. 3470
  ‏عن ‏ابن أبي نعم ‏قال كنت شاهدا ‏لابن عمر ‏وسأله رجل عن دم البعوض فقال : ممن أنت ؟ فقال : من ‏أهل ‏‏العراق ، ‏قال انظروا إلى هذا يسألني عن دم البعوض وقد قتلوا ابن النبي ‏صلى الله عليه وسلم ،‏ ‏وسمعت النبي ‏صلى الله عليه وسلم ‏يقول ‏هما ريحانتاي من الدنيا
Dari ibnu Abi Nuaim, dia berkata:” saya menyaksikan Abdullan bin Umar ketika ditanya oleh seseorang tentang darah nyamuk, Maka ibnu umar bertanya: “engkau darimana? Dia menjawab:”dari irak, Maka ibnu Umar berkata:”Lihatlah orang ini! Dia bertanya kepadaku tentang darah nyamuk padahal mereka telah membunuh cucu Rasulullah Shallalahu Alaihi Wasallam, Aku telah mendengar Rasullullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:”mereka berdua adalah Bunga rahanku didunia.
Kisah Kepala Husain
Riwayat yang paling shahih tentang kepala Husain telah dibawakan oleh Imam al-Bukhâri, nomor 3748:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنِي حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُتِيَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ بِرَأْسِ الْحُسَيْنِ فَجُعِلَ فِي طَسْتٍ فَجَعَلَ يَنْكُتُ وَقَالَ فِي حُسْنِهِ شَيْئًا فَقَالَ أَنَسٌ كَانَ أَشْبَهَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَخْضُوبًا بِالْوَسْمَةِ
Aku diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrâhîm, dia mengatakan; aku diberitahu oleh Husain bin Muhammad, kami diberitahu oleh Jarîr dari Muhammad dari Anas bin Mâlik radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan; ‘Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada ‘Ubaidullah bin Ziyâd. Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu ‘Ubaidullah bin Ziyâd menusuk-nusuk (dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan Husain. Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan; ‘Diantara Ahlul-Bait, Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Saat itu, Husain radhiyallahu ‘anhu disemir rambutnya dengan wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam).
Lalu ‘Ubaidullah yang durhaka ini kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain radhiyallahu ‘anhu, padahal disitu ada Anas bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhuma. Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan; “Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku pernah melihat mulut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium mulut itu!” Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan; “Seandainya saya tidak melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah rusak, maka pasti kepalamu saya penggal.
Dalam riwayat at-Tirmidzi dan Ibnu Hibbân dari Hafshah binti Sirîn dari Anasradhiyallahu ‘anhu dinyatakan:
Lalu ‘Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain radhiyallahu ‘anhu.
Dalam riwayat ath-Thabrâni rahimahullah dari hadits Zaid bin Arqamradhiyallahu ‘anhu:
Lalu dia mulai menusukkan pedang yang di tangannya ke mata dan hidung Husain radhiyallahu ‘anhu. Aku (Zaid bin Arqam) mengatakan; ‘Angkat pedangmu, sungguh aku pernah melihat mulut Rasulullah (mencium) tempat itu.’
Demkian juga riwayat yang disampaikan lewat jalur Anas bin Mâlikradhiyallahu ‘anhu:
Aku (Anas bin Malik) mengatakan kepadanya; ‘Sungguh aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium tempat dimana engkau menaruh pedangmu itu.’ Lalu Ubaidullah mengangkat pedangnya.
Dari sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini yang menyatakan bahwa kepala Husain radhiyallahu ‘anhu diarak sampai diletakkan di depan Yazid rahimahullah. Para wanita dari keluarga Husainradhiyallahu ‘anhu dikelilingkan ke seluruh negeri dengan kendaaraan tanpa pelana, ditawan dan dirampas. Semua ini merupakan kepalsuan yang dibuat Rafidhah (Syiah). Karena Yazid rahimahullah saat itu sedang berada di Syam, sementara kejadian memilukan tersebut berlangsung di Irak.
Syaikhul-Islam ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan;
“Al-Husain terbunuh di Karbala di dekat Eufrat dan jasadnya dikubur di tempat terbunuhnya, sedangkan kepalanya dikirim ke hadapan Ubaidillah bin Ziyad di Kufah.

Demikianlah yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya dan dari para imam yang lain.
Adapun tentang dibawanya kepala beliau kepada Yazid telah diriwayatkan dalam beberapa jalan yang munqathi’ (terputus) dan tidak benar sedikitpun tentangnya.
Bahkan dalam riwayat-riwayat tersebut tampak sesuatu yang menunjukkan kedustaan dan pengada-adaan. Disebutkan padanya bahwa Yazid menusuk gigi taringnya dengan besi dan sebagian para shahabat yang hadir seperti Anas bin Malik, Abi Barzah dan lain-lain mengingkarinya. (tidak suka, red)
Hal ini adalah pengaburan, karena sesungguhnya yang menusuk dengan besi adalah ‘Ubaidilah bin Ziyad. Demikian pula dalam kitab-kitab shahih dan musnad, bahwasanya mereka menempatkan Yazid di tempat ‘Ubaidilah bin Ziyad. Adapun ‘Ubaidillah, tidak diragukan lagi bahwa dialah yang memerintahkan untuk membunuhnya (Husain) dan membawa kepalanya ke hadapan dirinya. Dan akhirnya Ibnu Ziyad pun dibunuh karena itu.
Dan lebih jelas lagi bahwasanya para shahabat yang tersebut tadi seperti Anas dan Abi Barzah tidak berada di Syam, melainkan berada di Iraq ketika itu.
Sesungguhnya para pendusta adalah orang-orang jahil (bodoh), tidak mengerti apa-apa yang menunjukkan kedustaan mereka.”[7]

Adapun tempat yang selama ini dianggap sebagai kuburan Husain atau kuburan kepala Husain di Syam, di Asqalan, di Mesir atau di tempat lain, maka itu adalah dusta, tidak ada bukti sama sekali. Karena semua ulama dan sejarawan yang dapat dipercaya tidak pernah memberikan kesaksian tentang hal itu. Bahkan mereka menyebutkan bahwa kepala Husain dibawa ke Madinah dan dikuburkan di sebelah kuburan Hasan
Adapun yang dirajihkan oleh para ulama tentang kepala Al-Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma adalah sebagaimana yang disebutkan oleh az- Zubair bin Bukar dalam kitabnya Ansab Quraisy dan beliau adalah seorang yang paling ‘alim dan paling tsiqah dalam masalah ini (tentang keturunan Quraisy). Dia menyebutkan bahwa kepala Al-Husain dibawa ke Madinah An-Nabawiyah dan dikuburkan di sana. Hal ini yang paling cocok, karena di sana ada kuburan saudaranya Al-Hasan, paman ayahnya Al-Abbas dan anak Ali dan yang seperti mereka.[8]
Komentar Ibnu Taimiyah Tentang pembunuhan Husain
“Ketika Husain bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh pada hari ‘Asyura, yang dilakukan oleh sekelompok orang zhalim yang melampaui batas, dan dengan demikian berarti Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan Husain Radhiyallahu ‘anhuma untuk memperoleh kematian sebagai syahid, sebagaimana Allah Azza wa Jalla juga telah memuliakan Ahlu Baitnya yang lain dengan mati syahid, seperti halnya Allah Azza wa Jalla telah memuliakan Hamzah, Ja’far, ayahnya yaitu ‘Ali dan lain-lain dengan mati syahid. Dan mati syahid inilah salah satu cara Allah Azza wa Jalla untuk meninggikan kedudukan serta derajat Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Maka, ketika itulah sesungguhnya Husain Radhiyallahu ‘anhuma dan saudaranya, yaitu Hasan Radhiyallahu ‘anhuma menjadi pemuka para pemuda Ahli sorga.” [9]
Kesyahidan Husain menurut Syaikhul Islam
“Husain Radhiyallahu ‘anhuma telah dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mati syahid pada hari (‘Asyura) ini. Dengan peristiwa ini, Allah Azza wa Jalla juga berarti telah menghinakan pembunuhnya serta orang-orang yang membatu pembunuhan terhadapnya atau orang-orang yang senang dengan pembunuhan itu. Husain Radhiyallahu ‘anhuma memiliki contoh yang baik dari para syuhada yang mendahuluinya. Sesungguhnya Husain Radhiyallahu ‘anhuma dan saudaranya (yaitu Hasan) Radhiyallahu ‘anhuma merupakan dua orang pemuka dari para pemuda Ahli sorga. Keduanya merupakan orang-orang yang dibesarkan dalam suasana kejayaan Islam, mereka berdua tidak sempat mendapatkan keutamaan berhijrah, berjihad dan bersabar menghadapi beratnya gangguan orang kafir sebagaimana dialami oleh para Ahli Baitnya yang lain. Karena itulah, Allah Azza wa Jalla memuliakan keduanya dengan mati syahid sebagai penyempurna bagi kemuliaannya dan sebagai pengangkatan bagi derajatnya agar semakin tinggi. Pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhuma ini merupakan musibah besar. Dan Allah Azza wa Jalla mensyari’atkan agar hamba-Nya ber-istirja’ (mengucapkan innâ lillâh wa innâ ilaihi raji’ûn) ketika mendapatkan musibah dengan firman-Nya:
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innâ lillâh wa innâ ilaihi râji’ûn “. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [al-Baqarah/2:155-157][10]
Semoga Kita dapat mengambil Pelajaran dari kisah ini.
Semoga bermanfaat.
Artikel ini merupakan saduran dari Tulisan Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin dan ustadz Abdul Hakim serta sumber-sumber lain dengan beberapa perubahan sesuai dengan Misi blog ini.

[1] Siyar A’lâm Nubalâ (III/288-289). Pentahqiq kitab ini (Muhammad Na’im al-‘Arqasusy dan Ma’mûn Shagharjiy) mengatakan, hadits itu dan yang senada diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Thabrani dan lain-lain, sedangkan para perawinya oleh al-Haitsami dikatakan sebagai para perawi yang tsiqah.
[2] Al-Bidâyah wan Nihâyah (VIII/150)
[3] Mereka (penduduk irak) mengatakan telah menyediakan 12000 pasukan untuk mengamankan kedatangan Husain, Namun hingga Husain dipenggal kepalanya, tak ada satupun yang muncul.
[4] Siyar A’lâm Nubalâ (III/292). Pentahqiq kitab ini (Muhammad Na’im al-‘Arqasusy dan Ma’mûn Shagharji) mengatakan, riwayat ini diriwayatkan oleh ath-Thabrâni, sedangkan para perawinya oleh al-Haitsami dikatakan sebagai para perawi yang dipakai dalam kitab Shahîh.
[5] al-Bidâyah wan Nihâyah (VIII/153 dst)
[6] Siyar A’lâm Nubalâ (III/292)
[7] Majmû’ Fatâwa, ( IV/ 507)
[8] Majmû’ Fatâwa (XXVII/465)
[9] Majmû’ Fatâwa (XXV/302)
[10] Majmû’ Fatâwa (IV/511)
photo credit by: BlazinPicture @ flickr.oom

Sangat bermanfaat, silahkan buka :

MINHAJUSSUNNAH: Menyikapi Pembunuhan Al Husein


9 Responses to “MINHAJUSSUNNAH: Menyikapi Pembunuhan Al Husein”

ismailDecember 15, 2010 at 10:07 am #
semoga Allah mengumpulkan orang2 yg membela Yazid dan Muawiyah di tempat yg sama di akhirat kelak. Beruntunglah kalian yg telah yakin keduanya akan diampuni.

dobdobDecember 17, 2010 at 1:25 am #
Sayang sekali saudara tidak membaca tulisan saya dengan baik, dari awal hingga akhir, tulisan diatas adalah penjabaran dari penyikapan pembunuhan alhusain dari beberapa goloongan. saya adalah layaknya Ahlussunnah dan Ibnu Taimiyah yang konsisten menyatakan Kesyahidan al Husain secara adil dan tidak berlebihan. sikap ahlussunnah terkait Yazid, dalam hal ini diwakili Ibnu Taimiyah telah dijabarkan dalam bahasan lain di blog ini, begitu juga Muawiyah. silahkan Saudara merujuknya.
Sutiyo TiyoJuly 22, 2012 at 7:31 am #
Allah SWT Maha Tahu yang haq dan yang bathil,,,dan Para Malaikat Allah tidak akan salah mencatat amal perbuatan para pembunuh,penyebar fitnah,perusak agama dan penyebar virus bid’ah..Semoga Imam Husein ra.mendapat Tempat terhormat disisi Allah SWT..
dakwahwaljihadJanuary 15, 2011 at 11:55 pm #
Imam Abu Ja’far ath-Thahawi mengatakan dalam kitabnya yang menjadi rujukan umat Islam di sepanjang zaman
( al_Aqiidah ath_Thahaawiyah, “Kami mencintai para shahabat Rasulullah. Kami tidak melampaui batas dalam mencintai salah satu di antara mereka. Dan kami juga tidak berlepas diri dari seorangpun di antara mereka. Kami membenci orang yang membenci mereka dan kami juga membenci orang yang menceritakan mereka dengan cara tidak baik. Kami tidak menceritakan mereka kecuali dengan kebaikan. Mencintai mereka adalah termasuk agama, iman dan ihsan. Sedangkan membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan dan pelanggaran batas.”

Jawara KarawangDecember 13, 2011 at 8:54 pm #
Berasal dari golongan manakah ketiga golongan tersebut?
Terlalu Absurd sepertinya,, kalau admin tidak menyebutkan golongan-golongan diatas secara terperinci.

dobdobDecember 29, 2011 at 11:18 am #
tulisan ini adalah laporan dari minhajussunnah yang apa adanya, dilain waktu Insya Allah bisa disampaikan

nokiaJanuary 22, 2013 at 10:10 pm #
Yang bikin artikel apa gak baca sejarah, jelas2 muawiyah yang meberotak ke pada Sayidina Ali KW yg pada waktu itu jadi khalifah yang syah, setalah Sayidah Ali terbunuh diteruskan ke Sayidina Hasan atas pemilian umat waktu itu muawiyah tetap memberontak ahirnya kekuasaan di berikan ke muawiayah dari Sayidina Hasan, ini Nas Rasullah bahwa Sayidina Hasan akan menjadi pemersatu umat pada waktu itu, setalah muawiyah meninggal, kok kekuasaan khalifah diserakan ke YAZID (LA), kok gak dikemabliakn ke umat? Sayidina Husein RA, pada waktu itu menolak baid YAZiD LA, karena tidak dipilih oleh umat secara langsung, coba ADMIN Baca KITAB al bidayah al inayah ibnu Katsir, jadi yg memberontak disini mana? jangan memutarkan balikkan sejarah dengan pikiran anda sendiri?

dobdobJanuary 30, 2013 at 10:18 am #
emang Waktu Dinasti SaFawi sama Fathimiyah ada istilah dikembalikan ke umat? ocba deh ente baca sejarah dua dinasti tersebut

nokiaJanuary 22, 2013 at 10:14 pm #
Anda kalau membenci AHLIBAIT jangan membabi buta, kelihatan gobloknya, sejarah diputar balikkan, menurut mayoritas pendapat AHLISUNNAH YAZID (LA) seorang fasik, pemabok dsb, gak pantes memimpin umat islam pada watu itu