Saturday, August 1, 2015

[ Jawaban Jahil Murokkab Web Syiah ] Kenapa Imam Mazhab Tidak Pakai Hadits Bukhari dan Muslim?

Lihat bantahannya :
Apakah Imam Madzhab Itu Lebih Tahu Seluruh Hadits Daripada Ulama Setelahnya? Akidah Imam Yang Empat Itu Adalah Satu… Yaitu Akidah Yang Benar..!
Lihat 50 Tanggapan pada sumbernya :
[sampai Januari 19, 2017 at 2:06 am, si admin sampai gelagapan membantah tulisan tersebut]

Kenapa para Imam Mazhab seperti Imam Malik tidak memakai hadits Sahih Bukhari dan Sahih Muslim yang katanya merupakan 2 kitab hadits tersahih? Untuk tahu jawabannya, kita harus paham sejarah. Paham biografi tokoh2 tsb.
Imam Malik lahir tahun 93 Hijriyah. Sementara Imam Bukhari lahir tahun 196 H dan Imam Muslim lahir tahun 204 H. Artinya Imam Malik sudah ada 103 tahun sebelum Imam Bukhari lahir. Paham? 
Apakah hadits para Imam Mazhab lebih lemah dari Sahih Bukhari dan Sahih Muslim? [pertanyaan busuk syiah laknatullah ]
Justru sebaliknya. Lebih kuat karena mereka lebih awal lahir daripada Imam Hadits tsb.
Rasulullah SAW bersabda, خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ “Sebaik-baik manusia adalah pada kurunku (Sahabat), kemudian yang sesudahnya (Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (Tabi’ut Tabi’in).”[HR. Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 2533 ]
Siapakah pengikut ulama SALAF sebenarnya? 1) Imam Hanafi lahir:80 hijrah 2) Imam Maliki lahir: 93 hijrah 3) Imam Syafie lahir:150 hijrah 4) Imam Hanbali lahir:164 hijrah
Jadi kalau ada manusia akhir zaman yang berlagak jadi ahli hadits dgn menghakimi pendapat Imam Mazhab dgn Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, ya keblinger. Hasil “ijtihad” mereka pun berbeda-beda satu sama lain…
Biar kata misalnya menurut Sahih Bukhari misalnya sholat Nabi begini2 dan beda dgn sholat Imam Mazhab, namun para Imam Mazhab seperti Imam Malik melihat langsung cara sholat puluhan ribu anak2 sahabat Nabi di Madinah. Anak2 sahabat ini belajar langsung ke Sahabat Nabi yang jadi bapak mereka. Jadi lebih kuat ketimbang 2-3 hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari 100 tahun kemudian.
Imam Bukhari dan Imam Muslim pun meski termasuk pakar hadits paling top, tetap bermazhab. Mereka mengikuti mazhab Imam Syafi’ie.
Menurut Ustad Ahmad Sarwat, Lc., MA, banyak orang awam yang tersesat karena mendapatkan informasi yang sengaja disesatkan oleh kalangan tertentu yang penuh dengan rasa dengki dan benci. Menurut kelompok ini Imam Mazhab yang 4 itu kerjaannya cuma merusak agama dengan mengarang-ngarang agama dan menambah-nambahi seenaknya. Itulah fitnah kaum akhir zaman terhadap ulama salaf asli. [ tunjukan buktinya, kalau tidak namanya fitnah keji wa busuk ! ]
Padahal Imam Mazhab tsb menguasai banyak hadits. Imam Malik merupakan penyusun Kitab Hadits Al Muwaththo. Dengan jarak hanya 3 level perawi hadits ke Nabi, jelas jauh lebih murni ketimbang Sahih Bukhari yang jaraknya ke Nabi bisa 6-7 level. Begitu pula Imam Ahmad yang menguasai 750.000 hadits lebih dikenal sebagai Ahli Hadits ketimbang Imam Mazhab.
Ada tulisan bagus dari Ustad Ahmad Sarwat, Lc., MA, yaitu:
Penelitian Hadits Dilakukan Oleh Empat Imam Mazhab
Di antaranya Ustad Ahmad menulis bahwa para imam mazhab yang empat, Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, sama sekali tidak pernah menggunakan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Kenapa? [ pertanyaan dungu wa bodoh ]
Pertama, karena mereka lahir jauh sebelum Bukhari (194-265 H) dan Muslim (204-261 H) dilahirkan. Sementara Imam Malik wafat sebelum Imam Bukhari lahir. Begitu pula saat Imam Syafi’ie wafat, Imam Bukhari baru berumur 8 tahun sementara Imam Muslim baru lahir. Tidak mungkin kan para Imam Mazhab tsb berpegang pada Kitab Hadits yang belum ada pada zamannya? 
Kedua, menurut Ustad Ahmad, karena keempat imam mazhab itu merupakan pakar hadits paling top di zamannya. Tidak ada ahli hadits yang lebih baik dari mereka.
Ketiga, karena keempat imam mazhab itu hidup di zaman yang lebih dekat ke Rasulullah SAW dibanding Imam Bukhari dan Imam Muslim, maka hadits mereka lebih kuat dan lebih terjamin keasliannya ketimbang di masa-masa berikutnya.
Dalam teknologi, makin ke depan makin maju. Komputer, laptop, HP, dsb makin lama makin canggih. Tapi kalau hadits Nabi, justru makin dekat ke Nabi makin murni. Jika menjauh dari zamannya, justru makin tidak murni, begitu tulis Ustad Ahmad Sarwat.
Keempat, justru Imam Bukhari dan Muslim malah bermazhab Syafi’ie. Karena hadits yang mereka kuasai jumlahnya tidak memadai untuk menjadi Imam Mazhab. Imam Ahmad berkata untuk jadi mujtahid, selain hafal Al Qur’an juga harus menguasai minimal 500.000 hadits. Nah hadits Sahih yang dibukukan Imam Bukhari cuma 7000-an. Sementara Imam Muslim cuma 9000-an. Tidak cukup.
Ada beberapa tokoh yang anti terhadap Mazhab Fiqih yang 4 itu kemudian mengarang-ngarang sebuah nama mazhab khayalan yang tidak pernah ada dalam sejarah, yaitu mazhab “Ahli Hadits”. Seolah2 jika tidak bermazhab Ahli Hadits berarti tidak pakai hadits. Meninggalkan hadits. Seolah2 para Imam Mazhab tidak menggunakan hadits dalam mazhabnya. Padahal mazhab ahli hadits itu adalah mazhab para ulama peneliti hadits untuk mengetahui keshahihan hadits dan bukan dalam menarik kesimpulan hukum (istimbath).
Kalaulah benar pernah ada mazhab ahli hadits yang berfungsi sebagai metodologi istimbath hukum, lalu mana ushul fiqihnya? Mana kaidah-kaidah yang digunakan dalam mengistimbath hukum? Apakah cuma sekedar menggunakan sistem gugur, bila ada dua hadits, yang satu kalah shahih dengan yang lain, maka yang kalah dibuang?
Lalu bagimana kalau ada hadits sama-sama dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim, tetapi isinya bertentangan dan bertabrakan tidak bisa dipertemukan?
Imam Syafi’ie membahas masalah kalau ada beberapa hadits sama-sama shahihnya tetapi matannya saling bertentangan, apa yang harus kita lakukan? Beliau menulis kaidah itu dalam kitabnya : Ikhtilaful Hadits yang fenomenal.
Cuma baru tahu suatu hadits itu shahih, pekerjaan melakukan istimbath hukum belum selesai. Meneliti keshahihan hadits baru langkah pertama dari 23 langkah dalam proses istimbath hukum, yang hanya bisa dilakukan oleh para mujtahid.
Entah orientalis mana yang datang menyesatkan, tiba-tiba muncul generasi yang awam agama dan dicuci otaknya, dengan lancang menuduh keempat imam mazhab itu sebagai  bodoh  dalam ilmu hadits. Hadits shahih versi Bukhari dibanding-bandingkan secara zahir dengan pendapat keempat mazhab, seolah-olah pendapat mazhab itu buatan manusia dan hadits shahih versi Bukhari itu datang dari Allah yang sudah pasti benar. Padahal cuma Al Qur’an yang dijamin kebenarannya. Hadits sahih secara sanad, belum tentu sahih secara matan. Meski banyak hadits yang mutawattir secara sanad, sedikit sekali hadits yang mutawattir secara matan. Artinya susunan kalimat atau katanya sama persis.
Orang-orang awam dengan seenaknya menyelewengkan ungkapan para imam mazhab itu dari maksud aslinya : “Bila suatu hadits itu shahih, maka itulah mazhabku”. Kesannya, para imam mazhab itu tidak paham dengan hadits shahih,  lalu menggantungkan mazhabnya kepada orang-orang yang hidup dua tiga abad sesudahnya.
Padahal para ulama mazhab itu menolak suatu pendapat, karena menurut mereka hadits yang mendasarinya itu tidak shahih. Maka pendapat itu mereka tolak sambil berkata,”Kalau hadits itu shahih, pasti saya pun akan menerima pendapat itu. Tetapi berhubung hadits itu tidak shahih menurut saya, maka saya tidak menerima pendapat itu”. Yang bicara bahwa hadits itu tidak shahih adalah profesor ahli hadits, yaitu para imam mazhab sendiri. Maka wajar kalau mereka menolaknya.
Tetapi lihat pengelabuhan dan penyesatan dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif. Digambarkan seolah-olah seorang Imam Asy-Syafi’i itu tokoh idiot yang tidak mampu melakukan penelitian hadits sendiri, lalu kebingungan dan menyerah menutup mukanya sambil bilang,”Saya punya mazhab tapi saya tidak tahu haditsnya shahih apa tidak, jadi kita tunggu saja nanti kalau-kalau ada orang yang ahli dalam bidang hadits. Nah, mazhab saya terserah kepada ahli hadits itu nanti ya”.
Dalam hayalan mereka, para imam mazhab berubah jadi badut pandir yang tolol dan bloon. Bisanya bikin mazhab tapi tidak tahu hadits shahih. Sekedar meneliti hadits apakah shahih atau tidak, mereka tidak tahu. Dan lebih pintar orang di zaman kita sekarang, cukup masuk perpustakaan dan tiba-tiba bisa mengalahkan imam mazhab.
Cara penyesatan dan merusak Islam dari dalam degan modus seperti ini ternyata nyaris berhasil. Coba perhatikan persepsi orang-orang awam di tengah kita. Rata-rata mereka benci dengan keempat imam mazhab, karena dikesankan sebagai orang bodoh dalam hadits dan kerjaanya cuma menambah-nambahi agama.
Parahnya, setiap ada tradisi dan budaya yang sesat masuk ke dalam tubuh umat Islam, seperti percaya dukun, tahayyul, khurafat, jimat, dan berbagai aqidah sesat, sering diidentikkan dengan ajaran mazhab. Seolah mazhab fiqih itu gudangnya kesesatan dan haram kita bertaqlid kepada ulama mazhab.
Sebaliknya, orang yang harus diikuti adalah para ahli hadits, karena mereka itulah yang menjamin keshahihan hadits.
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Baca selengkapnya di:
Menurut Ustad Ahmad Sarwat Lc, MA,  Hadits di zaman Imam Bukhari yang hidup di abad 3 Hijriyah saja sudah cukup panjang jalurnya. Bisa 6-7 level perawi hingga ke Nabi. Sementara jalur hadits Imam Malik cuma 3 level perawi. Secara logika sederhana, yang 3 level itu jelas lebih murni ketimbang yang 6 level.
Jika Imam Bukhari hidup zaman sekarang di abad 15 Hijriyah, haditsnya bisa melewati 40-50 level perawi. Sudah tidak murni lagi. Beda 3 level saja bisa kurang murni. Apalagi yang beda 50 level.
Jadi Imam Bukhari dan Imam Muslim bukan satu2nya penentu hadits Sahih. Sebelum mereka pun ada jutaan ahli hadits yang bisa jadi lebih baik seperti Imam Malik dan Imam Ahmad karena jarak mereka ke Nabi lebih dekat.
[ Tulisan diatas keblinger dengan latar belakang kedengkian, amati jawaban konyol wa dungu dibawah ini ]


Untuk menghindari pengelabuan syiah, baca  :

Hakikat Yang Terlupakan Dari Imam Asy-Syafi'i Dan Kesamaan Aqidah Imam Empat
Sebagian ‘Aqidah Para Imam Ahli Hadits
Kesepakatan Umat (Ulama) Kitab Shahih Al-Bukhari Dan Muslim, Kitab Yang Paling Shahih Setelah Al-Qur’an,Kecuali Golongan Syi’ah/Taqiyaher/Kamuflaser Yang Tidak Mengakui Keberadaan Keduanya.
Kedudukan Shahih Bukhari Muslim [ bagian I ]
Diantara Dusta Syi’ah Atas Nama Al-Imam Al-Bukhariy
Ahlul Hadits “Ahlul Madzhab”
Hukum Bermadzhab Dalam Islam
Imam Al-Bukhari Imamnya Muhaditsin
[Amirul mukminin dalam bidang hadits]
Kata Imam Syafi’i, Tinggalkan Pendapatku Jika Menyelisihi Hadits
Mengenal Shahih Bukhari Dan Shahih Muslim
Guru-Guru Terpenting Al-Imam Al-Bukhariy
Mazhab Salafy adalah Mazhab yang Paling Benar dan Baik dalam Islam


20 Tanggapan

jika bukan menggunakan Bukhori muslim lalu apa yng menjadi rujukan orisinalitas hadits itu datangnya dari Rasul?
misal kita mencari tahu kebiasaan makan Rasul atau kebiasaan rasul sebelum tidur. merujuknya pada hadits yang mana?
terimakasih.
Rujukannya ya Imam Mazhab yg berfatwa berdasarkan Al Qur’an dan Hadits dan juga amal Ahli Madinah yang merupakan anak/cucu dari sahabat Nabi.
Kalau langsung pakai hadits tanpa lewat Imam Mazhab bisa sesat. Contohnya anda bisa membiarkan istri anda menyusui pria dewasa lain agar bisa jadi muhrim. Ini haditsnya ada di Sahih Muslim. Padahal di Al Qur’an jelas La taqrabu zina. Jangan dekati zina.
Dari Zainab binti Ummu Salamah, ia berkata : Ummu Salamah berkata kepada A’isyah, “Sesungguhnya ada seorang yang sudah baligh keluar-masuk ke (rumah)mu yang aku sendiri tidak menyukai ia masuk (rumah)ku”. Lalu Aisyah menjawab, “Tidakkah pada diri Rasulullah SAW ada suri teladan yang baik bagimu ?”. Dan ‘Aisyah berkata (lagi) : Sesungguhnya istri Abu Hudzaifah pernah berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Salim keluar masuk (rumah)-ku, sedang ia kini telah dewasa sedangkan pada diri Abu Hudzaifah ada sesuatu terhadapnya, yang demikian itu bagaimana ?”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Susuilah ia, sehingga ia (boleh) keluar masuk (rumah)mu”. (Muslim).
Para Imam Mazhab tidak pernah membiarkan pria lain menyusu pada wanita yg bukan muhrimnya dan juga bukan istrinya. Hadits di atas ada 3 hadits lho di Imam Muslim. Apa anda mau langsung mengambil hukum dari hadits dan mempraktekkannya?
Bgaimana pendapat ustadz..
Admin, on April 20, 2015 at 3:21 am said: [ ngga nyambung ]
Hadits ini meski sahih secara sanad, namun matan (isi) bertentangan dgn Al Qur’an dan hadits2 lainnya:
Dari ‘Aisyah, ia berkata : “Telah datang Sahlah binti Suhail kepada Nabi SAW. Ia berkata : ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah melihat ketidaksenangan pada wajah Abu Hudzaifah dengan masuknya Saalim’. Maka Nabi SAW bersabda : “Susuilah dia’. Sahlah berkata : “Bagaimana aku menyusuinya, padahal ia seorang laki-laki yang telah besar/dewasa ?’. Maka Rasulullah SAW tersenyum dan bersabda : “Sungguh aku telah tahu bahwa ia laki-laki yang telah besar” [HR. Muslim no. 1453]
Hadits tsb cuma bersumber dari Siti ‘Aisyah ra dan cuma diriwayatkan oleh Imam Muslim (lahir tahun 204H). Istri2 Nabi yang lain menentang pendapat tsb. Imam Kitab Hadits lain juga tak ada yg memuat hadits tsb.
Menetek itu (selain bayi) kan mendekati zina, sedang Allah mengharamkan kita mendekati zina. Buat apa Allah menyuruh wanita berjilbab dan menutupi dada mereka jika mereka dibolehkan menyusui pria dewasa yang bukan muhrimnya? Akhirnya akan terjadi perzinahan.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” [Al Israa’ 32]
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya..”[An Nuur:31]
“Seorang ditusuk kepalanya dengan jarum dari besi adalah lebih baik ketimbang menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani, no. 16880, 16881)
mohon maaf saya sangat awam terhadap masalah periwayatan hadist ini, karena yang saya tahu ketika masih sekolah di MI, MTS, MAN itu kalo di bagian belakang hadist itu pasti ada HR, misalhnya HR Imam Ahmad, HR Bukhari Muslim dll…nah kalau Imam Mazhab seperti di atas, itu HRnya bagaimana? Apakah Muttafaq alaih, atau HR Madzhab Syafii, Hambali, dan seterusnya?
Imam Mazhab tsb seperti Imam Malik yg lahir tahun 93 Hijriyah juga menulis hadits2. Contohnya Kitab Al Muwaththo. Imam Syafi’ie yg lahir tahun150 H pun menyusun kitab fiqihnya berdasarkan hadits2 dan juga ilmu yang didapat dari guru ke guru. Guru Imam Malik adalah 900 ulama yang merupakan anak dan cucu dari sahabat Nabi. Imam Malik adalah guru Imam Syafi’ie. Jadi cara sujud begini2, cara duduk sholat tahiyat terakhir begini2 itu disusun berdasarkan hadits2 dan juga praktek sholat para ulama yang merupakan anak dan sahabat Nabi. Imam Bukhari (lahir 196H) dan Imam Muslim (lahir 204H) belum lahir saat itu. Para Imam hadits ini mengikuti mazhab Syafi’ie.
Muttafaq ‘alaihi artinya hadits yang ada di Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.
Bagus kali ustadz penjelasannya.
semoga orang2 yg anti terhadap madzhab tersadarkan dengan tulisan ust.
Ada yg mungkin kurang penjelasan ustadz.
Bukhori dan Muslim ini sesat ya? Sehingga kita nggak bisa jadikan rujukan?
trus kenapa kita masih harus bermadzhab imam yg empat itu?
kenapa nggak 1 madzhab aja?
Imam Hanafi kan lebih dulu hidup dan lebih dekat ke zaman para
sahabat..jd bukankah td logikanya yg lebih dekat itu lebih
shohih?
Kenapa imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali nggak bermadzhab kepada Imam Hanafi?
kenapa Imam yg 3 membuat madzhab sendiri?
apa perbedaan para imam itu dengan imam Hanafi sampe Imam yg lain harus membuat madzhab sendiri?
Apa juga perbedaanatara imam yg 4 ini?
kalo sama kenapa harus dibedakan?kalo beda kenapa yg lebih baru nggak ngikut yg lebih dekat dengan zaman Sahabat, yang sudah pasti lebih sahih?
Mohon penjelasan dan pencerahannya ustadz.
somoga kita dalam lindungan Allah…
Admin, on Juni 23, 2015 at 3:26 am said: [ jawabannya mulai dungu ]
Artinya bahkan pakar hadits seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim pun mereka bermazhab. Mereka mengikuti Mazhab Syafi’ie. Mereka tidak bikin mazhab sendiri.
Jika ada pendapat Imam Mazhab yang berlandaskan Al Qur’an, Hadits, dan Sunnah Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in bertentangan dgn Hadits Bukhari atau Muslim, yang lebih kuat adalah pendapat Imam Mazhab. Karena hadits mereka lebih murni.
Imam Bukhari dan Imam Muslim yg bermazhab Syafi’ie insya
Allah lurus.
Beda dgn kaum akhir zaman yang justru tidak mau bermazhab.
Assalamualaikum Ustadz…. saya masih kabur dengan penjelasan Ustadz atas pertanyaan dari saudara Usman Mabrur Siregar…. kenapa imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali membuat mazhab sendiri padahal Imam Hanafi lebih dekat dengan zaman sahabat? mengapa ketiga Imam tersebut tidak mengikuti mazhab Imam Hanafi?… trus… pertanyaan yang sama kenapa Imam Hanafi harus membuat madhab? para Tabi’it Tabiin tidak membuat mazhab sedangkan mereka tidak hidup pada zaman rasul? secara logika seharusnya Ulama-Ulama zaman Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in membuat mazhab tapi mereka tidak membuat mazhab karena mereka mengikuti Islam Versi Rasulullah… trus makin berlalu waktu para Ulama berlomba2 mengajari Islam versi mereka masing-masing…seperti Islam versi Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hambali… ketika ada golongan tertentu ingin memahami Islam Menurut Rasulullah berdasarkan hadist-hadist shahih dianggap sesat…. saya sendiri jadi bimbang mana yang harus di ikuti… sementara para pengikut Imam Syafi’i sekarang terutama di Indonesia memasukkan upacara agama Hindu menjadi bahagian dari pelaksanaan Islam… apakah ini dianggap lebih Sunnah… padahal Rasul tidak pernah mencontohkannya… mohon tanggapannya
Admin, on Juli 8, 2015 at 5:32 am said: [ mulai panik dan tambah dungu ]
Wa’alaikum salam wr wb,
Mau tanya apa mau ngeyel?
Para Imam Mazhab tsb justru adalah kelompok tabi’in dan tabi’it tabi’in. Generasi anak dan cucu sahabat Nabi. Islam masih lurus.
Mazhab Fiqih itu dibuat sehingga kita bisa tahu cara wudlu, sholat, dsb sesuai dgn wudlu dan sholat Nabi.
Saat kita belajar sholat, kita kan belajar sholat lewat mazhab Fiqih langsung praktek sholat. Kalau buka kitab2 hasits seperti takbir itu hadits Bukhari nomor berapa, ruku hadits Muslim nomor berapa, ya tidak akan bisa sholat kita.
Masalah tradisi Hindu jadi tradisi Islam sepeti Tahlil misalnya. Itu adalah Syiar Islam. Zaman dulu orang Indonesia itu Hindu. Kalau para Ulama seperti Walisongo tidak mengenalkan Islam dgn cara Tahlilan, bisa jadi anda ibadahnya masih di pura. Bukan di masjid.
Dgn Syiar Islam itu maka melayat keluarga yang meninggal pada hari pertama, ke7, 40, 100, 1000 hari diisi dgn membaca Tahlil (zikir utama), baca surat Al Qur’an, dan juga ceramah untuk Syiar Islam.
Nabi juga pernah membuat tradisi orang kafir jadi Syiar Islam. Contoh Sya’ie antara Shafa dan Marwah itu dulu biasa dilakukan orang kafir. Begitu pula Puasa Asyura. Nabi menjadikan tradisi orang kafir tsb menjadi Syiar Islam yg sesuai ajaran Islam.
Ada tidak orang Hindu baca Tahlil: Laa ilaha illallahu? Kalau iya, berarti dia sudah jadi muslim. Begitu.
Mengubah Tradisi Orang Kafir jadi Satu Tradisi Islam bukan berarti Tasyabbuh atau Bid’ah. Bisa jadi itu adalah Syiar Islam. Ini Nabi lakukan dgn mengubah Puasa Asyura yang biasa dilakukan kaum kafir jadi Puasa Sunnah. Begitu pula dengan mengelilingi Ka’bah yang biasa dilakukan orang kafir dengan Thawaf:
“Orang2 Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah pun melakukannya pada masa jahiliyyah.
Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.” (HSR Bukhari 3/454, 4/102, 244, 7/ 147 Muslim 2/792, dll)
Para sahabat sempat enggan melakukan sya’i di Shafa dan Marwa karena takut berdosa mengingat Shafa dan Marwa adalah bekas tempat berhala dan orang-orang kafir dulu biasa Sya’i di situ. Mereka takut tasyabbuh/meniru kebiasaan orang kafir. Namun itu adalah 1 Syiar Islam sehingga Allah menurunkan ayat di bawah:
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-‘umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” [Al Baqarah 158]
‘Ashim bin Sulaiman bertanya kepada Anas tentang Shafa dan Marwah. Anas berkata: “Kami berpndapat bahwa thawaf antara Shafa dan Marwah adalah upacara di jaman Jahiliyyah, dan ketika Islam datang, kami tidak melakukannya lagi.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 158) yang menegaskan hukum Sa’i dalam Islam (Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari ‘Ashim bin Sulaiman.)
ingat doa ikhwan-akhwat sekalian setiap sholat:
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ
jgn biarkan kalbu itu keras seperti batu…luluhkan dgn banyak dzikir kalimah toyyibah
Kalau yg lbh dekat dg zaman Nabi berarti lbh shohih. Berarti madzhab hanafi n maliki lbh benar daripada madzhab syafii n madzhab hambali? Kenapa imam syafii membuat madzhab sendiri padahal beliau murid imam malik? Mohon penjelasannya
Admin, on Juli 8, 2015 at 5:18 am said: [ dungu habis ]
Meski Imam Syafi’ie lahir belakangan dari Imam Malik, namun beliau tetap sezaman dgn Imam Malik sehingga bisa berguru dgn Imam Malik dan juga guru2 lainnya. Masa mereka hidup tidak jauh beda. Insya Allah semua benar.
Apakah lebih baik atau tidak, wallahu a’lam. Kan tergantung kecerdasan, keluasan ilmu, dsb.
Cuma secerdas2 orang, kalau hidup di zaman sekarang ya tidak bisa bikin mazhab yg lebih baik. Sebab zaman kita sudah jauh dari zaman Nabi. Sudah tidak murni lagi. Zaman Imam Mazhab, antara mereka dgn Nabi cuma dipisah 1-2 orang saja. Sedang zaman kita, dipisah oleh 40-50 generasi, terlalu jauh.
Perbedaan itu Sunnah. Misalnya dalam menafsirkan ayat menyentuh wanita membatalkan wudlu. Imam Syafi’ie berpendapat batal dgn mengacu pada zahir ayat Al Qur’an tsb. Sementara Imam Mazhab lain berpendapat tidak batal kecuali diikuti nafsu dgn mengacu hadits ttg itu. Kalau mau hati2, ya ikut Imam Syafi’ie.
Ayat Al Qur’an tangan Allah di atas tangan mereka. Nah bagi yang menafsirkan secara hakiki dan majazi (kiasan) tafsirannya saja sudah beda. Meski sama2 mengacu pada Al Qur’an. [ bicara ilmu jika didasarkan kedengkian, Allah akan tampakan kebodohan dan kedunguannya ! ]
Muhammad Yusuf, on Agustus 3, 2015 at 2:10 am said:
Bgmn hukumnya, aku sbg orang awam sangat menghormati para imam mazhab, ttpi aku tdk fanatik pd salah seorang mazhab saja, jzkllhkhoironkastiro
Anis, on Oktober 15, 2015 at 5:42 am said:
Mungkin dapat sedikit saya tambahkan. Mengambil satu mazhab saja untuk dipelajari tidak sama dengan bersikap fanatik. Sebagaimana jawaban dari Admin di bawah, mengambil satu mazhab saja untuk kita yakini dan ikuti itu untuk mempermudah kita dalam menjalankan syariat agama.
Fanatik di sini apakah yang anda maksud? Saya takutnya memang ada persepsi awal yang tidak sama. Yang saya pahami, sikap fanatik itu timbul ketika menganggap hanya yang diikutinya saja yang benar sementara lainnya salah. Contoh sederhananya jika mengikuti mazhab syafi’i yang menggunakan qunut, lalu ia menganggap metode dari mazhab hambali yang tanpa qunut adalah salah, hanya yang menggunakan qunut lah yang benar; vice versa alias dan sebaliknya.
Selama sikap-sikap fanatik yang semodel dengan penjelasan di atas tidak terjadi, menurut saya memang bukan fanatik namanya. Tidak perlu takut dengan mazhab, semuanya boleh dipilih salah satu untuk diikuti, sesuai dengan kemantapan hati kita.
Wallahu a’lam bisshawab.
Admin, on Agustus 4, 2015 at 8:49 am said:
Belajar 1 Mazhab saja sulit pak. Apalagi belajar 4 Mazhab, itu di luar kemampuan kita. Berapa banyak sih dari kita yang sudah khatam kitab Al ‘Umm yang disusun oleh Imam Syafi’ie?
Basma Adzim Mutaalli (@mutaalli), on September 10, 2015 at 3:14 am said:
saya bingung dengan penjelasan ustadz bahwa syai’ dan thowaf itu amalan orang kafir, setahu saya itu adalah amalan / manasiknya Nabi Ibrahim dan Isma’il, cuma setelah beberapa dekade kaumnya membuat patung dan gambar orang soleh yang kemudian dijadikan penyembahan dan mengotori hanifnya agama islam, ibrahim red.
bagaimana itu ustadz?
Admin, on September 11, 2015 at 11:22 pm said:
Sya’i antara bukit Shafa dan Marwah itu dari Siti Hajar yang berlari2 kebingungan antara mencari air dengan tangis anaknya Nabi Ismail. Jadi saat itu, itu bukan ibadah pak.
Ada pun kaum kafir melakukan sya’i itu ada haditsnya:
Para sahabat sempat enggan melakukan sya’i di Shafa dan Marwa karena takut berdosa mengingat Shafa dan Marwa adalah bekas tempat berhala dan orang-orang kafir dulu biasa Sya’i di situ. Mereka takut tasyabbuh/meniru kebiasaan orang kafir. Namun itu adalah 1 Syiar Islam sehingga Allah menurunkan ayat di bawah:
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-‘umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” [Al Baqarah 158]
‘Ashim bin Sulaiman bertanya kepada Anas tentang Shafa dan Marwah. Anas berkata: “Kami berpndapat bahwa thawaf antara Shafa dan Marwah adalah upacara di jaman Jahiliyyah, dan ketika Islam datang, kami tidak melakukannya lagi.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 158) yang menegaskan hukum Sa’i dalam Islam (Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari ‘Ashim bin Sulaiman.)
Ibnu Abbas menerangkan bahwa syaitan-syaitan di jaman Jahiliyyah berkeliaran pada malam hari antara Shafa dan Marwah. Dan di antara kedua tempat itu terletak berhala-berhala mereka. Ketika Islam datang, berkatalah kaum Muslimn kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulullah kami tidak akan berthawaf antara Shafa dan Marwah, karena upacara itu biasa kami lakukan di jaman Jahiliyyah.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 158). (Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Mengubah Tradisi Orang Kafir jadi Satu Tradisi Islam bukan berarti Tasyabbuh atau Bid’ah. Bisa jadi itu adalah Syiar Islam. Ini Nabi lakukan dgn mengubah Puasa Asyura yang biasa dilakukan kaum kafir jadi Puasa Sunnah. Begitu pula dengan mengelilingi Ka’bah yang biasa dilakukan orang kafir dengan Thawaf:
“Orang2 Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah pun melakukannya pada masa jahiliyyah.
Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.” (HSR Bukhari 3/454, 4/102, 244, 7/ 147 Muslim 2/792, dll)
“Nabi tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari asyura. Beliau bertanya:”Apa ini?” Mereka menjawab:”Sebuah hari yg baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur.
Maka beliau (rasulullah) menjawab:”Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.” (HSR Bukhari 4/244, 6/429)
Batrisyia Herbal (@AgenBatrisyia), on Oktober 19, 2015 at 2:00 am said:
Ustadz yang di rahmati Allah, di salah satu situs wahabi, saya melihat mereka mencantumkan hadist ini (saya kutip):
“Sesungguhnya iman itu akan kembali ke Madinah sebagaimana ular akan kembali ke lobangnya” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Apakah dari hadist ini bisa kita simpulkan, kalau untuk belajar agama apakah kita sebaiknya merujuk ke kota nabi tersebut? Sedangkan disisi lain banyak kalangan muslim yang selalu menuduh di negara arab saudi penuh dengan hal2 negatif seperti negeri wahabi dll, bagaimana kaitannya dengan hadist ini ustadz?
Admin, on Oktober 19, 2015 at 6:15 am said:
Kalau sebelum Madinah (Hijaz) diserbu Kerajaan Najd tahun 1925 bagus pak belajar di Madinah. Pahamnya masih asli dari Nabi. Tapi setelah diserbu kerajaan Najd, pahamnya jadi berubah pakai paham Najd:
Ibnu Umar berkata, “Nabi berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam dan Yaman kami.’ Mereka berkata, Terhadap Najd kami.’ Beliau berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah Syam dan Yaman kami.’ Mereka berkata, ‘Dan Najd kami.’ Beliau berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam. Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Yaman.’ Maka, saya mengira beliau bersabda (Najd) pada kali yang ketiga, ‘Di sana (Najd) terdapat kegoncangan-kegoncangan (gempa bumi), fitnah-fitnah, dan di sana pula munculnya tanduk setan.’” [HR Bukhari]
Selain itu meski Dajjal tidak bisa masuk Madinah, namun saat terjadi 3 goncangan orang2 kafir dan munafik akan keluar dari Madinah. Artinya saat ini banyak orang2 kafir dan munafik diam di kota Madinah. Copet saja banyak:
Dari Anas r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tiada suatu negeripun melainkan akan diinjak oleh Dajjal, kecuali hanya Makkah dan Madinah yang tidak. Tiada suatu lorongpun dari lorong-lorong Makkah dan Madinah itu, melainkan di situ ada para malaikat yang berbaris rapat untuk melindunginya. Kemudian Dajjal itu turunlah di suatu tanah yang berpasir -di luar Madinah- lalu kota Madinah bergoncanglah sebanyak tiga goncangan dan dari goncangan-goncangan itu Allah akan mengeluarkan akan setiap orang kafir dan munafik.” (Riwayat Muslim)
Adfas, on Oktober 20, 2015 at 2:32 am said:
ustadz yang dirahmati Alloh.. ini misalnya ya ustad jika ada keterangan (hadist nabi ) didalam salah satu dari kitab atau keempatnya dari 4 mazhab kemudian di lemahkan keterangan tersebut oleh imam bukhory atau muslim gimana neh tanggapan ustaz… trims..
Admin, on Oktober 22, 2015 at 1:06 am said:
Insya Allah hadits dari Imam Mazhab yang hidup lebih awal dari perawi hadits itu lebih murni dan lebih kuat.
Imam Bukhari (lahir tahun 196 H) dan Imam Muslim (lahir tahun 204 H) saja konsekwen ikut Mazhab Syafi’ie (lahir tahun 150 H). Artinya mereka mengakui hadits Imam Syafi’ie lebih kuat daripada kitab Shahih mereka.
Fazar Riez, on Desember 6, 2015 at 6:46 am said:
Pak Ustadz yang semoga dirahmati Allah SWT
jujur Saya belum memahami mengenai permasalahan Mazhab yang sesungguhnya.
Karna di Negara Kita ini Madzhab identik dengan sebuah Aliran dalam Islam. Contoh yang Saya ketahui aliran Sunnah Wa al-jamaahnmengikuti Mazdhab Imam Hanafi
lalu pertanyaan Saya, apakah beraliran dalam islam itu diperbolehkan ?
Mohon maaf apabila ada kata” Saya yang salah
Admin, on Januari 18, 2016 at 3:07 am said:
Suka tidak suka, ada banyak aliran dalam Islam. Ada yang lurus. Ada yang sesat.
Sebaik2 paham adalah Mazhab seperti Syafi’ie yang muncul pada 2 abad pertama Islam. Saat itu Islam masih murni dan lurus. Mereka merumuskan hukum selain dari Al Qur’an dan Hadits juga dari praktek ibadah dari anak dan cucu sahabat Nabi. Jadi sanad ilmunya itu sampai ke Nabi. Hadits yang dikuasai para Imam Mazhab itu bisa 1 juta hadits yang kemudian mereka rumuskan dalam mazhab mereka.
Kalau sekarang, tinggal 100.000 hadits saja. Itu pun banyak yang tidak murni lagi.
jafalfarony, on November 1, 2015 at 7:59 am said:
Kalau kita mengerjakan ibadah haji itu syarat dan shanya ibadah haji itu ada sya’i, bukan begitu pak ustadz….?
Mohammad Ridwan, on Maret 18, 2016 at 6:45 pm said:
Syukron ustadz atas penjelasannya, semoga Alloh SWT merahmati anda cuma terus terang karena saya masih terlalu awam masih bingung
saya sering lihat sebuah hadits itu di sebutkan HR.Fulan misal HR Ahmad maksudnya hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad kan? yang dikumpulkan dalam musnadnya.
Nah klo imam Syafi’i apakah disebutkan HR Syafi’i atau bagaimana soalnya rasa-rasanya saya belum pernah mendengar/melihat tulisan HR Syafi’i di belakang sebuah hadits (karena saya fakir ilmu).
Kemudian mengapa dalam artikel di atas ustadz menukil hadits2 bukhari & muslim apakah hadits2 yang matannya seperti itu tidak ada di musnad-musnad imam 4 madzhab? kalau ada bukankah sebaiknya menampilkan hadits dari imam 4 madzhab saja karena menurut ustadz keempat imam mazhab itu hidup di zaman yang lebih dekat ke Rasulullah SAW dibanding Imam Bukhari dan Imam Muslim, maka hadits mereka lebih kuat dan lebih terjamin keasliannya ketimbang di masa-masa berikutnya mohon penjelasannya
Admin, on Maret 31, 2016 at 5:09 am said:
Imam Syafi’ie yang lahir tahun 150 H itu justru guru dari Imam Ahmad yang lahir tahun 164 H. Imam Syafi’ie itu hafal Al Qur’an saat umur 7 tahun dan hafal kitab Hadits Al Muwaththo yg disusun Imam Malik pada umur 10 tahun. Imam Syafi’ie menguasai 1 juta hadits dan juga praktek ibadah generasi cucu dari sahabat (Tabi’it tabi’in).
Dari situlah beliau menyusun kitab Fiqih Al Umm seperti cara sholat, puasa, dsb. Ini dibuat sistematis, dan tertib. Jadi dgn membaca kitab Al Umm dan berguru pada guru yang bermazhab Syafi’ie, anda bisa sholat.
Kalau anda cuma baca kitab Bukhari dan Muslim, tidak akan bisa sholat.Coba saja. Imam Bukhari dan Muslim pun meski mereka menguasai 300 ribu hadits lebih, tetap bermazhab Syafi’ie. Jadi tidak memakai hadits yang mereka tulis.
Hadits Bukhari dan Muslim dipakai selama tidak bertentangan dgn ajaran Imam Mazhab.
Samsul Tok, on Juni 29, 2016 at 4:46 am said:

Kita ikuti jawaban dungu berikutnya......
Silahkan baca :
Mengapa Imam Al-Bukhari Menulis Kitab Shahihnya? Mengenal Sisi Lain Shahih Al-Bukhari