Friday, August 7, 2015

Sikap Tegas Kh Hasyim Asy'ari Kepada Orang Yang Menyebarkan Paham Yang Bertentangan Dengan Syariah

Sikap Tegas KH Hasyim Asy'ari Kepada Orang yang Menyebarkan Paham yang Bertentangan dengan Syariah
Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan ulama di bumi adalah seperti bintang-bintang di langit yang memberi petunjuk di dalam kegelapan bumi dan laut. Apabila ulama mulai terbenam, maka jalan akan mulai kabur” (HR. Imam Ahmad). 
Demikianlah gambaran yang diberikan oleh Rasulullah saw kepada para ulama. Ulama itu laksana bintang di langit yang memberi petunjuk sehingga manusia tidak tersesat di dalam kehidupannya. Mengapa demikian? Karena ulama memiliki ilmu yang datang dari Allah dan Rasulullah saw. Dengan ilmu itulah, mereka memahami hakikat kehidupan dan bagaimana seharusnya kehidupan ini di jalani. 
Karena itu, sepanjang sejarah Islam yang panjang, ulama selalu berada di garda terdepan dalam memberikan cahaya dan bimbingan kepada umat. Ulamat juga selalu di barisan paling depan dalam meluruskan setiap penyimpangan di tengah-tengah umat. Bahkan mereka selalu berada di front paling depan untuk mengoreksi penguasa yang menyimpang atau pejabat yang dzalim. Mereka tak peduli dengan celaan orang-orang yang suka mencela, mereka tak peduli dengan berbagai kesulitan dan halangan yang ada di depan mereka dalam dakwah, bahkan mereka tak peduli dengan nyawa mereka. Mereka hanya fokus dengan misinya, yaitu membimbing manusia dengan ajaran Islam yang mulia. 
Diantara ulama yang mulia seperti di atas adalah Syeikh KH. Hasyim Asy’ari. Beliau benar-benar menyadari amanah ilmu yang dititipkan Allah swt kepadanya. Karena itu, ilmunya digunakan untuk kemuliaan Islam dan umatnya. Beliau tak segan mengoreksi dan meluruskan penyimpangan yang dilakukan oleh siapa saja. Hal itu dilakukan, murni karena Allah dan karena kasih sayangnya yang tulus kepada sesama manusia. 
Berikut ini adalah salah satu kitab beliau dalam rangka memberikan bimbingan kepada umat dan meluruskan pihak-pihak yang menyimpang dari Islam dan syariah-Nya yang agung. Kitab ini beliau namakan: Tamyizul haq minal bathil (memisahkan yang haq dari yang bathil). Kitab yang ditulis dalam bahasa campuran antara jawa halus (namun dengan huruf pegon Arab) dan bahasa Arab, memang tidak tebal, hanya 11 halaman termasuk cover, tetapi isinya menggambarkan amanah dan tanggung-jawab beliau yang sangat besar dalam membela Islam dan umatnya, serta menggambarkan keilmuan beliau yang sangat mendalam. 
Saat ini, nasihat beliau ini masih sangat relavan, apalagi saat ini arus liberalisme begitu dahsat membanjiri umat Islam. Akibatnya, syariah Islam banyak dipinggirkan dan bahkan dicela serta dianggap tidak cocok lagi oleh sebagian umat Islam, bahkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai “tokoh umat Islam”. Nasihat ini terasa sangat menyentak kita semua, karena nasihat ini begitu tulus. Nasihat ini juga terasa seperti embun pagi, sebab kita sudah lama kehilangan nasihat-nasihat tulus dan kehilangan sosok ulama pewaris para Nabi. 
Siapa saja yang bisa berbahasa Jawa dan bahasa Arab, sebaiknya melihat sendiri dan merasakan betapa dahsatnya nasihat beliau. Namun, bagi siapa saja yang tidak bisa berbahasa Jawa dan bahasa Arab, terjemahan berikut, insya Allah akan sedikit membantu. 
***** 
TAMYIZUL HAQ MINAL BATHIL (MEMISAHKAN YANG HAQ DARI YANG BATHIL) 
Segala puji bagi Allah yang telah memisahkan para kekasih-Nya (auliya’uhu) dari para kekasih setan (auliya’us-syaithan), yaitu dengan iman dan taqwa. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada pimpinan orang-orang yang takut kepada tuhannya dan menjaga diri dari mengikuti hawa nafsu (yaitu Nabi Muhammad saw), juga semoga tercurah kepada keluarga beliau yang suci (thahirin) dan para sahabat beliau yang mulia, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik (ihsan) sampai hari kiamat. Wa ba’du. 
Saya akan memberikan penjelasan kepada saudara-saudara kami ahlul Islam dan Iman, bahwa pada hari jum’at kliwon, 22 Jumadil ula 1359 H, bertepatan dengan 28 Juni 1940 M, saya telah mengutus dua orang santri (Muhammad Yusuf dan Muhammad Makkini) agar datang ke rumah Kyai Sokowangi Kandangan, Pare, Kediri, yaitu Khalifahnya Tuan Guru Gembungan, Blitar. Dua orang santri tadi saya minta untuk mendengarkan perkataan dari Tuan Kyai tersebut. Kemudian kedua mendapatkan pernjelasan sebagaimana yang tersebut di bawah ini: Jadi pernyataan di bawah ini merupakan pernyataan Kyai Sokowangi yang diterima dari pernyataan Tuan Guru tersebut. 
Iman itu tempatnya hanya ada di permulaan

Sholat itu cukup takbir, tidak perlu melakukan apa-apa
Kalau melakukan sesuatu tidak boleh mengucapkan lillahi ta’ala, tetapi boleh kalau menyebut karena Allah
Tuan Guru tersebut mengaku bahwa beliau telah menerima wahyu sendiri dari Allah ta’ala
Orang sholat itu tidak boleh mengeraskan suara (jahr) dalam membaca fatihah
Kalau dzikir itu dengan melihat bawah dada (susu) kiri kira-kira kurang dua jari
Kata La: itu posisinya ada di pusar
Kata Ilaha: itu posisinya ada di dada (susu) kanan
Kata Illa: itu posisinya ada di bahu kanan
Kata Allah: itu posisinya ada di bawah dada (susu) kanan kira-kira kurang dua jari
Dzat Allah itu berada di pusar
Melihat apa-pun yang diharamkan syariah tidaklah dosa, asal hatinya selalu ingat kepada Allah.

Wahai saudaraku yang mulia: Nanti saya akan menjelaskan kesalahan pernyataan-pernyataan tersebut. Saya tidak memiliki maksud lain, kecuali hanya amar ma’ruf dan nahi mungkar, agar saudara-saudara kami umat Islam yang awam tidak tertipu dengan pernyataan yang bathil dan pernyataan yang diharamkan (muharromah), pernyataan yang membuat jadi kafir (mukaffiroh), dan keyakinan (i’tiqod) yang rusak. Saya, sama sekali tidak ada maksud menghina Tuan Guru tersebut, dan saya sangat takut dengan perkataan (dawuh) Rasulullah saw “idza dhoharot al bid’ah wa sakata al-‘aalimu, fa ‘alai laknatullahi wal malaaikati wannaasi ajmaiin (Jika bid’ah telah merajalela, sementara orang yang tahu (al-‘alim) hanya diam saja, maka baginya laknat Allah, malaikat dan manusia seluruhnya)”. Dan saya ingin mengharapkan kabar gembira sebagaimana dalam suatu hadits “man ahyaa sunnatan umiitat min ba’dii, kaana rofiiqi fil jannah (siapa orangnya yang menghidupkan sunnah yang telah dimatikan setelahku, maka ia akan menjadi temanku di surga)”. Karena itu, jika saudaraku semua menerima tulisan (risalah) ini agar mau menjelaskan (dan menyebarkan) kepada umat Islam secara umum “li yakuuna nashibun minal ajri (agar mendapatkan bagian pahala kebaikan)”. Sebelum saya menjelaskan pernyataan-pernyataan tersebut, lebih baik saya jelaskan dahulu hukum syariah dan dalil-dalilnya. 
Ketahuilah, bahwa hukum syariah itu jumlahnya ada 5 (lima), yaitu wajib (wujub), sunnah (an-nadbu), haram (harom), makruh (al-karohah), dan mubah. Hukum-hukum tersebut harus ditetapkan dari dalil. Jika tidak ada dalilnya, maka kita tidak perlu menghiraukannya (la yultafatu ilaihi). Dalil-dalil hukum syariah yang dimaksud adalah: al-Kitab, as-Sunnah, al-Ijma’, al-Qiyas dan al-Istishab. Untuk diketahui oleh saudara-saudaraku semua bahwa pernyataan-pernyataan Tuan Guru tersebut, sama sekali tidak ada dalilnya, bahkan justru bertentangan dengan dalil-dalil yang ada. 
(Pernyataan nomer 1) itu jelas-jelas keliru. Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman dalam surat al-Hujurat ayat 13: “Orang-orang Arab Badui berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah kepada mereka: “Kalian belum beriman, tetapi katakanlah: ‘Kami telah berislam’. Sebab iman itu belum masuk ke hati kalian””. Dan sabda Rasulullah sallahu alaihi wa sallam: “Iman itu akan rusak di hati salah satu diantara kalian sebagaimana rusaknya baju. Karena itu, mohonlah kepada Allah agar Allah selalu memperbaharui iman di hati kalian”. Ayat dan hadits tersebut menjelaskan dengan sangat gamblang bahwa iman itu tempatnya di dalam hati. 
(Pernyataan nomer 2) itu juga keliru. Kekeliruannya sebagaimana telah dijelaskan Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat al-Hajj ayat 77: “Wahai orang-orang yang beriman, ruku’lah dan sujudlah kalian”. Juga sabda Rasulullah sallahu ‘alahi wa sallam yang disebutkan dalam hadits Imam Bukhari: “Jika kamu melaksanakan sholat, bertakbirlah, lalu bacalah sebagian ayat al-qur’an yang mudah bagimu, kemudian ruku’lah sampai kamu thuma’ninah dalam kondisi ruku’, kemudian bangunlah lagi sampai berdiri sempurna (i’tidal), lalu sujudlah sampai kamu thuma’ninah dalam kondisi sujud, kemudian duduklah sampai kamu thuma’ninah dalam kondisi duduk. Lakukanlah hal itu di dalam seluruh sholatmu”. Ayat yang mulia dan hadits shohih tersebut menjelaskan bahwa semua rukun sholat yang jumlahnya 14 (empat belas) wajib dilaksanakan semua. Seandainya tertinggal satu saja, maka sholat tersebut tidak sah. Jadi, penyataan beliau nomer 2 itu jelas bertentangan dengan qur’an dan hadits. Seandainya ada orang yang meyakini (beri’tiqod) seperti pernyataan nomer 2 tersebut, maka tentu orang tersebut telah keluar dari Islam. 
(Pernyataan nomer 3) juga keliru. Penjelasan atas kekeliruannya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:”Ketahuilah, hanya milik Allah agama yang murni” surat az-Zumar ayat 1, dan firman Allah subhanahu wa ta’ala “Dan tiada mereka diperintah kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” surat al-Bayyinah ayat 5, dan juga sabda Rasulullah sallahu wa alaihi wa sallam: “Tiga kelompok orang yang tidak menipu, artinya tidak akan khianat atau tidak akan dengki. Pertama, hati seorang muslim yang mengiklaskan amalnya karena Allah (lillah), kedua menasihati para pemimpin (orang yang mengendalikan urusan, atau wulatul amri), dan ketiga orang-orang yang selalu berada dalam jama’ah umat Islam (taat kepada pemimpin umat Islam). Juga sabda Rasulullah sallahu ‘alaihi wa sallam kepada sayyidatina Aisyah radliyallahu ‘anha: “Tinggalkan aku, aku akan beribadah kepada tuhanku. Kemudian ia mengijinkannya. Lalu beliau berdiri menuju tempat air, kemudian berwudlu. Kemudian beridir untuk sholat, sampai beliau menangis sehingga air mata beliau menjatuhi dada beliau, kemudian beliau ruku’ hingga beliau menangis, lalu beliau mengangkat kepalanya hingga beliau menangis, kemudian beliau bersujud hingga beliau menangis, kemudian beliau mengangkat kepalanya hingga beliau menangis. Beliau selalu seperti itu sampai Bilal datang dan mengadzani untuk sholat. Maka aku (Bilal) berkata kepadanya: wahai Rasulullah, apa yang membuat engkau menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa yang telah lalu dan yang akan datang? Beliau menjawab: Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur”. Ayat-ayat dan hadits-hadits tadi bahwa menyebaut nama (lafadz) Allah saat beramal apapun itu boleh, dan itu bagus. 
(Pernyataan nomer 4) itu jelas merusak keislaman seseorang (menyebabkan seseorang menjadi murtad). Penjelasannya diambil dari kitab Anwar karya Syeikh Yusuf al-Ardabiil. Redaksinya: “Ketika orang mengaku mendapat wahyu, meskipun tidak mengaku sebagai nabi, atau mengaku telah masuk surga dan memakan sebagian dari makanan surga dan memeluk bidadari di sana, maka orang tersebut kafir berdasarkan ijma”. Juga dari Kitab Syifa karya Al-Qadli Iyadh: “Siapa saja yang mengaku mendapatkan wahyu, meskipun tidak mengaku sebagai nabi, maka sungguh ia telah kafir”. Dua keterangan dari dua kitab tersebut telah menjelaskan dengan gamblang bahwa siapa saja yang mengaku telah menerima wahyu dari Allah ta’ala, maka orang tersebut murtad. 
(Pernyataan nomer 5, 6, 7, 8, 9, 10), semuanya tidak ada hujjahnya (dalilnya). Jadi sudah selayaknya tidak perlu didengarkan dan tidak perlu dianggap. Semua tadi hanyalah ucapan ahli bid’ah dan dlolalah (kesesatan). 
(Pernyataan nomer 11 dan 12) itu jelas merusak keislaman seseorang (menyebabkannya menjadi murtad) sebagaimana penyataan nomer 4 yang lalu. Keterangan diambil dari Kitab Anwar. Redaksinya: “Telah dipastikan kekafiran seseorang yang mengucapkan ucapan yang mengantarkan pada penyesatan kepada umat”. Karena itu, tidak samar lagi bahwa saudara-saudaraku yang sudah tahu bahwa pernyataan-pernyataan tersebut menyebabkan kesesatan orang banyak. Jadi orang-orang yang menyatakan pernyataan-pernyataan tersebut dapat dipastikan kekafirannya. Demikian pula telah kafir orang-orang yang memuji pernyataan-pernyataan tersebut. Orang yang ragu tentang kafirnya orang yang menyatakan pernyataan tersebut dan berkeyakinan (beri’tiqod) dengan keyakinan tersebut, juga kafir. Keterangan diambil dari kitab Anwar. Redaksinya: “Orang yang tidak mengakfirkan orang beragama selain Islam atau ragu tentang kekafirannya atau membenarkan madzhabnya, maka ia menjadi kafir”. Dan juga keterangan dari Kitab Syarhi Syifa Li al-Mala Ali al-Qari Ma’al-Matani: “Telah disepakati (ijma’) kekafiran setiap orang yang telah memisahkan diri dari agama umat Islam, baik secara ucapan atau tindakan; juga siapa saja yang abstain (tawaqquf) dalam mengkafirkannya, atau ragu tentangnya. Demikian pula (telah kafir) orang-orang yang beragama wahdaniyah (meyakini menyatunya Allah pada dirinya), dan orang-orang yang membenarkan kenabian Nabi kita (sallahu alaihi wa sallam) tetapi juga membiarkan nabi-nabi palsu yang mengaku-ngaku membawa kemaslahatan; maka semua itu kafir berdasarkan ijma’. Yang demikian itu seperti sikap melampaui batas dari sebagian ahli tasawuf (al-ghulaat al mutashowwifah), dan para penyeru kebebasan (pengusung liberalisme, ashabul ibahah). Mereka (para pengusung liberalisme) menduga bahwa syariah yang ada dan sebagian besar berita yang dibawa oleh para Rasul tentang urusan akhirat seperti al-Hasyr, qiyamat, surga, dan neraka; mereka menganggapnya tidak ada nilainya sama sekali baik secara bahasa maupun secara substansi. Mereka mengkalim bahwa Allah mengatakan itu hanyalah untuk mendorong kemaslahatan manusia. Maka ucapan mereka itu jelas mengabaikan syariah, meremehkan perintah dan larangan Allah, mendustakan para Rasul, dan meragukan syariah yang beliau bawa”. 
Jadi sudah jelas dari penjelasan kitab-kitab yang saya kutip bahwa orang-orang yang memiliki penyataan dan keyakinan (i’tiqod) seperti nomer 4, 11 dan 12, adalah jelas orang murtad. Jika dia tidak taubat dan kembali kepada Islam, maka batal nikahnya, haram memakan hewan-hewan yang disembelih olehnya, batal semua sholat, puasa dan semua amal ibadahnya. Jika ia meninggal, haram jenazahnya disholati, juga haram dimakamkan di pemakaman umat Islam. Inilah keterangan yang harus saya jelaskan. Atas semua yang telah saya sampaikan, saya berlindung kepada Allah. Dialah sebaik-baik penolong dan pelindung. Maksud dari penyebaran risalah ini adalah untuk nasihat dan peringatan kepada saudara-saudara kami umat Islam, tidak ada maksud lain selain itu. 
Mulahadzoh (Perhatian): Pernyataan Tuan Guru yang telah disebutkan tadi, jelas kelirunya, demikian pula pernyataan-pernyataan beliau yang tidak disebutkan juga banyak yang keliru, seperti pernyataan: Bahwa mulai hari jum’at legi bulan muharram, tahun 1359 H, Allah ta’ala sudah menetapkan bahwa sholat jum’at dilakukan tanpa adzan, tanpa khutbah, tanpa mengeraskan suara (jahr) (penerjemah: maksudnya imam tidak perlu membaca al-fatihah dan surat lain secara keras sehingga di dengar makmum, tetapi dibaca dengan sirr atau pelan sehingga cukup didengar oleh dirinya sendiri, seperti saat imam mengimami sholat dzuhur atau ashar). Perumpamaan pernyataan tersebut seperti menganggap bahwa air satu genggam (cawukan) sebagai air satu gentong (seganten). 
Karena itu, para saudaraku ahlul Islam dan Iman, saya harapkan agar menjauhi orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai guru Thariqah dan menjadi Khalifah, dan mengaku-ngaku menjadi wali. Sebab, orang-orang bodoh (bodo) tersebut tidak mengetahui kefarduan wudlu, kefarduan mandi, dan selainnya, juga tidak mengetahui najis dzahir dan batin, juga tidak menjaga (ngrekso) syariah Islam. Kita harus menjauhi mereka, sebagaimana kita menjauhi macan. 
Sungguh para ulama rohimahumullah telah mengatakan: “Ma ittakhodza Allahu min waliyyin jaahilin, walau ittakhodzahu waliyyan la’allamahu (Allah tidak akan menjadikan wali (kekasih) dari orang yang bodoh. Seandainya Allah menjadikan wali dari orang bodoh, pasti Allah telah mengajarinya (menjadikannya orang alim) terlebih dahulu”. 
Meski orang tersebut banyak keramatnya (janganlah tertipu oleh mereka). “Faidza ra-aita man yathiru fil hawa’ wa yamsyi alal ma’ wa yukhbiru bil mughayyabat, wa yukhalifu asy-syar’a bi irtikabil muharromaat bighoiri sababin muhallilin, au yatruku al-wajibaati bighoiri sababin mujawwizin, fa’lam innahu syaithonu nashobahu Allahu fitnatan lil juhhalati wa khalifatun ‘an iblis, fahum qoththo’u thariqillah ‘ala ibaadihi, wa a’daa’u auliyaillah ad-daa’iina ila rosyadihi wa hum al-masyaru fil khobar (Jika engkau melihat orang yang dapat terbang di udara dan dapat berjalan di atas air, mampu mengabarkan hal-hal ghoib, tetapi menyelisihi syariah, maka ketahuilah itu adalah setan yang telah Allah jadikan sebagai fitnah bagi orang-orang bodoh, dia adalah khalifah (wakilnya) iblis, dia adalah pembegal dari jalannya Allah, dan dia adalah musuh bebuyutan walinya (kekasihnya) Allah yang berdakwah kepada petunjuknya Allah. Para kekasihnya Allah itulah tempat mengambil petunjuk tentang berita (yang benar). 
Rasulullah bersabda: “Ana min ghoiri dajjal akhwafu alaikum minad dajjal. Qiila: man? Qoola: aimmatun mudlilluna suiluu faaftau bighoiri ilmin fadlallu wa adlolluu (Ada yang aku lebih takuti daripada dajjal pada kalian semua? Ditanyakan kepada beliau: siapa dia? Rasulullah berkata: Yaitu para imam yang sesat, mereka diminta fatwa, lalu memberikan fatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan”. Jauhilah mereka, maka kita akan baik dan beruntung. Putuslah hubungan dengan mereka, maka kita akan diselamatkan dan terselamatkan. Allah ta’ala berfirman: “perbaikilah (amal-amal kalian). Jangan kalian ikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan”. 
Para saudaraku ahlul Islam dan Iman, saya anjurkan agar kalian mengikuti jalan al-ulama’ al-‘amiliin bi uluumihim (ulama berilmu yang menjalankan ilmunya), as-saalikiina thariqotas salaf (yang berjalan pada jalan generasi salaf (generasi sholih Islam terdahulu)). Allah ta’ala berfirman: “Ikutilah jalan orang-orang yang bertaubat kepada-Ku. Kemudian, hanya kepada-Ku tempat kembali kalian. Maka Aku akan ceritakan apa saja yang telah kalian lakukan”. 
Inilah wasiyatku kepada kalian. Aku telah menjelaskannya dan menyebar-luaskannya sebagai sikap belas kasih (welas asih) kepada kalian. Aku mendistribusikannya sebagai pelayanan (ri’ayatul maqom), maka terimalah. Dan dariku salam untuk kalian. 
Telah dikeluarakan oleh al-faqir al-faanyMuhammad Hasyim Asy’ari Al-Jambany, Khodimul Ilmi Wa Jam’iyyati Nahdlotil Ulama’i Bi TebuirengJombang 
Jumadis tsani, tahun 1359 H 
[www.globalmuslim.web.id