Sunday, September 20, 2015

Said Agiel Siradj Semakin Panik, Terima Kasih Pak !

Pelecehan dan ungkapan “goblok” serta sumpah-serapahnya yang sampai dia menyatakan siap dipotong lehernya itu tidaklah tepat sasaran.
Dengan kuasa Alloh Ta’ala semakin hari semakin nampak keburukan rencana “Islam Nusantara”, Alhamdulillah beberapa hari belakangan ini kita menyaksikan ulah pendirinya yang semakin membuka kedoknya sendiri.
Terkuak dari ucapan-ucapannya bahwa “Islam Nusantara” adalah Islam yang Anti Arab, Anti Wahaby Dan Anti Sunnah, hal ini semua kita dapati dari video dan rekaman suara yang sedang merebak dan menyebar luas dengan cepatnya.
Nampaknya tokoh yang satu ini kurang cerdas, sehingga dia tidak menyadari kalau dirinya Ketua PB NU, sedang berbicara dihadapan khalayak ramai dan peralatan rekam- suara dan video sudah semakin canggih, akibatnya dimanapun dia berbicara akan sampai kemana-mana.
Cara-cara dia berdalil sangatlah dangkal, kata-kata yang diucapkannya tidak melewati filter ilmunya dan agama yang suci inipun – tanpa adab – dijadikannya bahan becanda untuk mengundang orang tertawa terbahak-bahak.
Dia panik mendapati begitu banyaknya kader-kader NU yang semakin siap Istiqomah dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, terutama di kota kelahirannya Cirebon.
Malaikat Munkar dan Nakir dikatakannya harus tunggu antrian untuk menanyai Gusdur, dia lupa akan kekuasaaan Alloh dan lupa akan kehebatan kemampuan para Malaikat serta lupa akan kelemahan para manusia yang mudah capek, bosan dan lengah.
Jenggot diyakininya menarik dan mengurangi kecerdasan orang, sehingga semakin panjang jenggot seseorang semakin goblok, dia lupa kalau jenggot itu sunnaturrosul SAW yang sangat dicintai oleh para ulama dan dikenakan oleh para tokoh Pendiri NU.
Dia lupa kalau orang-orang yang disebutnya “wahaby” itu sangatlah berpegang teguh dengan Al-Qur’an, Al-Hadits dan Ijma’ para Ulama, akibatnya pelecehan dan ungkapan “goblok” serta sumpah-serapahnya yang sampai dia menyatakan siap dipotong lehernya itu tidaklah tepat sasaran.
Berulang-ulang dia mengungkapkan kebenciannya kepada “Arab” dan “Timur-Tengah”, untuk kemudian memuji dirinya dan menyebut keberhasilan NU dalam rangka mengarahkan orang kepada  proyek dan program “Islam Nusantara” yang diusungnya, ini menunjukkan kalau dia itu lupa kepada hadits-hadits yang mengarahkan kemunafikan terhadap orang yang benci “Arab”.
Said Agiel Siradj akan dicatat oleh sejarah, sebagai orang yang menyeret rangkaian gerbong NU yang dipimpinnya kearah “Liberal” dan semakin hari semakin jelas kedok “Taqiyah” disingkapnya sendiri.*
Abiisa Baisa

Terima Kasih Pak Said Aqil Siraj

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Ketika dakwah di Mekah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dijatuhkan karakternnya, agar masyarakat yang belum kenal, menjauh dari beliau. Beliau disebut tukang sihir, penyair, orang gila, dan seabreg gelar lainnya.

Tersebutlah seorang ahli ruqyah zaman Jahiliyah, Dhimad al-Azdi. Berasal dari suku Azd Syanu’ah di Yaman. Dia biasa meruqyah orang gila atau kesurupan.

Ketika tiba di Mekah, dia mendengar orang-orang Mekah mengatakan, “Sesungguhnya Muhammad itu majnun (gila).”

Dhimad bergumam,

لو إني أتيت هذا الرجل لعل الله يشفيه على يدى

“Bagaimana kalau aku datangi orang ini. semoga Allah menyembuhkannya melalui tanganku.”

Setelah ketemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia menawarkan,

يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَرْقِي مِنْ هَذِهِ الرِّيحِ، وَإِنَّ اللهَ يَشْفِي عَلَى يَدِي مَنْ شَاءَ، فَهَلْ لَكَ؟

“Hai Muhammad, saya biasa mengobati sakit jiwa. Dan Allah menyembuhkan siapa saja yang Dia kehendaki melalui tanganku. Apa kamu bersedia?”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapinya dengan mengatakan,

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ

Mendengar kalimat ini pertama kalinya, Dhimad keheranan.

“Tolong ulangi semua ucapanmu tadi!” pinta Dhimad.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulanginya 3 kali.

Komentar Dhimad,

لَقَدْ سَمِعْتُ قَوْلَ الْكَهَنَةِ، وَقَوْلَ السَّحَرَةِ، وَقَوْلَ الشُّعَرَاءِ، فَمَا سَمِعْتُ مِثْلَ كَلِمَاتِكَ هَؤُلَاءِ، وَلَقَدْ بَلَغْنَ نَاعُوسَ الْبَحْرِ، هات يدك أبايعك على الإسلام

“Sungguh aku telah mendengar ucapan dukun, ucapan tukang sihir, dan penyair, dan saya belum pernah mendengar seperti ucapanmu tadi. Sungguh untaian kalimatmu mencapai kedalaman lautan. Berikan tanganmu, kubaiat kamu bahwa aku masuk islam.” (HR. Muslim no. 868).

Kejadian yang sama juga dialami seorang penyair cerdas dari Yaman, Thufail bin Amr ad-Dausi.

Beliau salah satu pemuka kaum, dimuliakan masyarakat arab, dikenal sangat cerdas berbahasa, dan pemimpin kabilah Daus.

Ketika beliau datang ke Mekah tahun 11 pasca-kenabian, beliau disambut banyak peringatan dari orang musyrikin Mekah agar jangan dekat-dekat Muhammad.

“Wahai Thufail, kamu datang di negeri, hati-hati dengan orang yang satu ini. Dia mengacaukan kami, memecah belah persatuan kami, merusak semua urusan kami. Ucapannya seperti sihir, bisa memisahkan anak dengan orang tuanya, dengan saudaranya, suami bisa pisah dari istrinya. Kami khawatir, kamu dan kaummu bisa mengalami seperti yang kami alami. Karena itu, jangan bicara dengan orang itu dan jangan dengarkan apapun darinya.”

Nasehat orang musyrikin kepada Thufail

“Mereka terus memberi masukan itu kepadaku, hingga aku bertekad, tidak akan mendengarkan apapun dari nabi ini dan mengajak bicara apapun dengannya. Hingga aku menyumbat telingaku dengan kapas ketika datang ke Masjidil haram. Karena takut, jangan sampai terdengar sesuatu yang dia ucapkan.”

Suatu hari, berangkatlah Thufail menuju masjidil haram. Kala itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang shalat di dekat Ka’bah. Allah membuat Thufail bisa mendengar sepotong ayat yang dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Kalimat yang indah.”

والله إني رجل لبيب شاعر، ما يخفى علي الحسن من القبيح، فما يمنعني أن أسمع من هذا الرجل ما يقول؛ فإن كان حسنا قبلته، وإن كان قبيحا تركته

“Sungguh saya ini penyair cerdas, saya bisa memahami mana ucapan yang baik, mana yang jelek. Mengapa saya harus enggan untuk mendengarkan ucapan orang ini. Jika itu baik, saya menerimanya dan jika itu jelek, akan kutinggalkan.”

Seusai shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang. Thufailpun menyusulnya. Di situlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai mendakwahi Thufail, membacakan al-Quran untuknya, hingga dia masuk islam, mengucapkan kalimat syahadat.  (ar-Rahiq al-Makhtum, hlm. 121)

Rasa Ingin Tahu

Setiap manusia diilhami sifat curiosity, perasaan selalu ingin tahu dan ingin tahu… terutama ketika ada hal menarik yang mengundang perhatian. Ketika dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin dipojokkan para tetangga beliau, justru ini mengundang rasa ingin masyarakat dari luar, untuk mengenal siapa sosok dan ajaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Justru pertemuan mereka, menjadi jalan hidayah baginya untuk mencintai islam dan memeluk islam…

Sunah Terasingkan

Sesuatu disebut terasingkan, ketika banyak masyarakat tidak lagi mengenalnya, tidak lagi mempedulikannya. Ketika ajaran ini masih dibahas, berarti sunah itu masih dihidupkan di tengah mereka.

Jenggot, celana di atas mata kaki, jilbab besar, dan cadar, semua ulama sepakat, itu islam.

Kecuali satu, islam nusantara. Karena dia lahir di tanah jawa. Bukan islam yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Karena itu, pejuang islam nusantara berusaha menggeser keberadaan islam murni yang sudah lama dianut hampir semua masyarakat muslim di Indonesia. Usaha ini diwujudkan, sekalipun harus dengan bahasa vulgar menc*ci-m*ki muslim murni.

Cikal bakal teroris itu rajin shalat malam, puasa dan hafal Qur’an
Jenggot bikin goblok
Jilbab dan cadar budaya arab
Celana cingkrang ciri muslim radikal
Gak bener shaf renggang diisi setan
Syi’ah di Indonesia tidak berbahaya
Wahhabi, Anta Aduwullah – kalian musuh Allah…
Namun kita layak bersyukur, usaha ini justru membuat ajaran sunah kembali banyak dibicarakan masyarakat. Hasilnya, bukan mengurangi populasi mereka yang mengikuti sunah, sebaliknya, mereka yang awam akan agama, semakin sadar akan sunah dan mendekat ke sunah.

Terima kasih Pak Said Aqil

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda, masyarakat jadi memperbincangkan sunah. Sebelumnya mereka hanya menghabiskan tema obrolannya untuk masalah bisnis dan politis, kini mereka beralih ke masalah agama…

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda, masyarakat menjadi semakin dekat dengan sunah. Sebelumnya ini hal asing bagi mereka, sekarang mereka mulai mendekat untuk mengenalnya…

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda, populasi mereka yang mengikuti ajaran sunah, memelihara jenggot, meninggikan pakaian, memakai cadar, semakin hari semakin bertambah… sejalan dengan besarnya rasa ingin tahu mereka dengan celaan yang anda sampaikan.

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda, masyarakat semakin sadar siapa yang lebih intoleran?, anda ataukan komunitas pecinta sunah yang anda sebut ‘wahhabi’.

Terima kasih Pak Said Aqil, karena ceramah anda pula, masyarakat semakin mengenal, akhlak dan budi pekerti sosok yang anda selalu sebut muslim radikal…

Terima kasih Pak Said Aqil, melalui ceramah anda pula, masyarakat semakin bisa menikmati ceramah para dai yang anda sebut wahhabi. Ceramah mereka lebih santun dari pada ceramah anda yang penuh dengan c*ci m*ki.

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda, masyarakat semakin tahu, siapa yang ceramahnya mengajarkan kedamaian dan siapa yang mengajarkan kebencian…

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda, masyarakat semakin tahu, siapakah sosok islam nusantara yang mengaku paling menjaga kearifan lokal…

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda pula, masyarakat jadi semakin tahu, ternyata anda sedang berbulan madu dengan syiah…

Terimakasih, terimakasih, dan terimakasih.

Kami menunggu ceramah anda selajutnya,

Semakin vulgar dan k*sar, semakin menyemarakkan dakwah sunah di tanah air tercinta…

Was salamu ‘ala manit taba’al hudaa…
Keselamatan bagi mereka yang mengikuti petunjuk…
Ammi Nur Baits