Monday, October 19, 2015

Dendam Kesumat Bangsa Majusi(Persia) Syi'ah Kepada Umat Islam Hingga Kini.

Diposting oleh MITHUN THUN pada 05:34, 23-Jul-15  
'Benang Merah' Dari Abu Lu'lu'ah -- hingga Abdullah Ibnu Saba.

Selamat Membaca -- Semoga Mencerahkan Wawasan antum.
********************
ALKISAH, Sepeninggal Baginda Nabi Shallallahu'Alaihi Wasallam, maka Umat Islam mempercayakan Kepemimpinan kepada Khalifah Ar-Rasyidin : Abu Bakar Ash-Siddiq Radhiyallahu'Anhu. Dan setelah beliau wafat, umat Islam pun membai'at Al-Faruq : Umar Ibnu Khattab Radhiyallahu'Anhu sebagai Khalifah Penggantinya.
Pada Masa Khalifah Umar Ibnu Khattab Radhiyallahu'Anhu inilah proses perluasan Dawulah Islamiyyah hingga ke beberapa wilayah di sekitar Jazirah Arabiyah. Tepatnya pada Tahun 14 Hijriyah atau tahun 636 M, Amirul Mu'minin Al-Faruq mengutus Sahabat yang juga paman Nabi, yaitu : Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu sebagai Panglima Perang untuk menaklukkan wilayah Irak (yang saat itu masih berada dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Majusi Persia).

Terjadilah Pertempuran hebat antara Kaum Muslimin melawan kaum Kafir musyrikin Majusi Persia di wilayah Irak , tepatnya di wilayah yang bernama : Qadisiyyah, yang merupakan sebuah daerah di sebelah barat sungai Eufrat, Irak. Sehingga perang tersebut di catat dalam sejarah dengan nama : Pertempuran Al-Qadisiyyah (Bahasa Arab: ﻣﻌﺮﻛﺔ ﺍﻟﻘﺎﺩﺳﻲّ )

ALLAHU AKBAR...!
Atas Izin ALLAH TA'ALA akhirnya perang tersebut di-menangkan oleh kaum Muslimin dengan gemilang. Pasukan majusi persia berhasil di tumpas hingga sisanya melarikan diri, sedang sang panglima perang majusi, Rustam Farrokhzad (Rustum) berhasil di penggal kepalanya, setelah itu gelombang serangan pasukan muslim merangsek masuk hingga menguasai ibukota Persia, Ctesiphon atau Mada'in. Kaisar Persia Yazdgird III (Yazdegerd) terbunuh dalam serangan itu. Akhirnya binasalah kekaisaran Imperium Majusi persia, para kaum Musyrik - penyembah Api , Laknatullah Alaihim !

Hasil akhir dari pertempuran Qadisiyyah ini, Kaum muslimin mendapat 'Ghanimah' (harta rampasan perang) yang sangat banyak. Bahkan putri raja Yazdegerd yang bernama Shahrbanu atau yang dikenal dengan Syahzinan berhasil di tawan. Kemudian oleh Amirul Mu'minin - khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu'Anhu, sang puteri dari Raja persia ini di-Hadiahkan - untuk di-Nikahi oleh Husain Bin Ali (putra dari Ali bin Abi Thalib).

KEKALAHAN Telak yang sangat Menyakitkan dan memalukan ini tentu saja membuat Api kemarahan penuh dendam kesumat di-dada kaum Majusi Persia. Sebagian dari mereka melarikan diri, sebagian lagi di tawan, namun mereka masuk islam secara terpaksa - mereka pun menerima Aqidah islam dengan 'setengah hati'. Untuk itulah mereka terus memikirkan cara sambil menyusun 'strategi busuk' untuk kembali menyerang Islam , atau paling tidak melakukan Adu-Domba untuk membuat kekuatan Islam terpecah-belah. Inilah Sifat Asli dari Kaum MUNAFIKIN LAKNATULLAH ALAIHIM !

Pada Suatu Kesempatan, tepatnya pada hari Rabu tanggal 25 Dzulhijjah tahun 23 H, di saat Sholat Subuh , Khalifah Umar Ibnu Khattab Radhiyallahu'Anhu sedang mengimami Sholat Subuh tersebut, .. Tiba-tiba masuklah seseorang yang bernama : Abu Lu’lu’ah Fairuz, ke dalam mesjid, dia lantas 'menikam' tubuh Khalifah Al-Faruq , beberapa kali tikaman dengan sebuah belati yang bermata dua. Setelah berhasil menikam sang Khalifah, Abu Lu’lu’ah Fairuz yang sebenarnya adalah Budak pengikut majusi ini, berusaha melarikan diri, bahkan dia sempat melukai dan membunuh beberapa jama'ah mesjid lainnya yang ingin menangkapnya. Akhirnya dia berhasil di-sergap dan di tangkap, si Majusi Abu Lu’lu’ah Fairuz ini pun terbunuh ! SEMOGA ALLAH TA'ALA Mengadzab Abu Lu’lu’ah dengan Adzab yang Pedih !

Adapun Khalifah Umar Ibnu Khattab Radhiyallahu'Anhu setelah menderita luka parah akibat tikaman belati-nya si Abu Lu’lu’ah, Beberapa hari kemudian Beliau Radhiyallahu'Anhu akhinya wafat. Setelah itu Kaum Muslimin memilih dan membai'at : Usman Bin Affan Radhiyallahu'An
hu sebagai Khalifah Penggantinya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 23 H.

Ternyata tidak cukup sampai disitu saja. Konspirasi Busuk kaum Munafikin dan majusi terus berlanjut. Pada Masa Ke-Khalifahan Usman Bin Affan Radhiyallahu'Anhu ini, munculah seseorang dari Shan’a, negeri YAMAN. Orang itu bernama : Abdullah Bin Saba (Ibnu Saba). Dahulu orang ini beragama : Yahudi. Dengan bersikap munafik -- ibnu saba berpura-pura masuk islam, namun sebenarnya dia ingin menghancurkan ajaran islam dari dalam. Ibnu Saba menolak membai'at Khalifah Utsman Bin Affan Radhiyallahu'Anhu serta menolak mengakui Khalifah-khalifah sebelumnya (Abu Bakar & Umar bin Khattab Radhiyallahu'An
hum). Bahkan ibnu saba memprovokasi masyarakat untuk melakukan huru-hara dan pemberontakan (bughat) terhadap khalifah.

Inilah Fitnah-Kerusakan Besar yang pertama terjadi dalam sejarah Islam, sejak wafatnya baginda Nabi Shallallahu Alayhi Wassallam. Kemunculan Tokoh Yahudi Munafik, Abdullah bin Saba’ (ibnu Saba') adalah menjadi Tonggak ''Peng-Rusakkan" Aqidah umat islam. Ibnu Saba' bersama para Konspirator Makarnya terus menghasut masyarakat untuk memberontak dan melawan Penguasa Islam.

Tepat pada Hari Jum’at tanggal 8 Dzulhijjah Tahun 35 H ,terjadi peristiwa makar berdarah , yang berujung pada pembunuhan sadis terhadap Khalifah Utsman Bin Affan Radhiyallahu'Anhu.
Apakah mereka puas setelah menghabisi Sahabat Nabi yang mulia, Utsman Bin Affan Radhiyallahu'Anhu ? Ternyata tidak !
.
Setelah itu Ummat Islam membai'at Khalifah penggantinya, yaitu Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'Anhu. Lalu ibnu Saba datang menemui sang khalifah untuk menyampaikan ajaran SESAT-nya !

Ia (Ibnu Saba’) yang mengaku-ngaku sebagai seorang Muslim yang mencintai Ahlul Bayt (keluarga Nabi), dan mengklaim adanya wasiat kekhalifahan bagi ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, serta bersikap 'ghuluw' terhadapnya, hingga mengangkatnya (‘Ali) kepada tingkat Rububiyyah serta Uluhiyyah (menanggap ali sebagai Tuhan), yang bertujuan hendak merusak agama Islam.

" ﻭَﺃَﺻْﻞُ ﺍﻟﺮَّﻓْﺾِ " ﻣِﻦْ ﺍﻟْﻤُﻨَﺎﻓِﻘِﻴﻦَ ﺍﻟﺰَّﻧَﺎﺩِﻗَﺔِ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺍﺑْﺘَﺪَﻋَﻪُ ﺍﺑْﻦُ ﺳَﺒَﺄٍ ﺍﻟﺰِّﻧْﺪِﻳﻖُ ﻭَﺃَﻇْﻬَﺮَ ﺍﻟْﻐُﻠُﻮَّ ﻓِﻲ ﻋَﻠِﻲٍّ ﺑِﺪَﻋْﻮَﻯ ﺍﻟْﺈِﻣَﺎﻣَﺔِ ﻭَﺍﻟﻨَّﺺِّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺍﺩَّﻋَﻰ ﺍﻟْﻌِﺼْﻤَﺔَ ﻟَﻪُ

Dan asal Rafidhah (Syiah) adalah berasal dari kaum Munafiq Zindiq, sesungguhnya ia (Rafidhah) ciptaannya Ibnu Saba’ az-Zindiq yang menampakkan ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap ‘Ali dengan mengklaim al-Imamah (hanya milik ‘Ali) serta terdapat nash mengenainya, dan Ia (Ibnu Saba’) juga mengklaim kema’shuman baginya (‘Ali).

.[Kitab Majmu’ al-Fatawa 4/435, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]
.
ﻭَﻗَﺪْ ﺫَﻛَﺮَ ﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺃَﻥَّ ﻣَﺒْﺪَﺃَ ﺍﻟﺮَّﻓْﺾِ ﺇﻧَّﻤَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺰِّﻧْﺪِﻳﻖِ : ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦِ ﺳَﺒَﺄٍ؛ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺃَﻇْﻬَﺮَ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡَ ﻭَﺃَﺑْﻄَﻦَ ﺍﻟْﻴَﻬُﻮﺩِﻳَّﺔَ ﻭَﻃَﻠَﺐَ ﺃَﻥْ ﻳُﻔْﺴِﺪَ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡَ
.
Dan telah disebutkan oleh kalangan Ahli Ilmu bahwasanya penciptaan Rafidhah (Syiah) berasal dari kaum Zindiq, yakni ‘Abdullah bin Saba’, dan sesungguhnya ia (Ibnu Saba’) berpura-pura menampakkan ke-Islaman dan menyembunyikan agama Yahudi-nya, serta ia (Ibnu Saba’) berhasrat hendak merusak agama Islam.

. [Kitab Majmu’ al-Fatawa 28/483, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]

Di antara beberapa Provokasi dari pemikiran sesat Ibnu Saba adalah sebagai berikut :

Ibnu Saba Menganggap bahwa Ali bin abi Thalib telah menerima wasiat sebagai Khalifah yang Sah pengganti Nabi.
- Dia Menganggap dalam diri Ali memiliki Sifat-sifat Ketuhanan !
- Dia Mencela Para Khalifah sebelum Ali dan menyebarkan kebencian kepada kaum muslimin yang telah membai'at para Khalifah pengganti sesudah Nabi Wafat.
- Bahkan ibnu Saba Menganggap Para Sahabat telah Kafir dan Murtad setelah Nabi Wafat.
- Ibnu Saba mengklaim bahwa para Sahabat telah merampas Hak ke-Khalifahan yang seharusnya di ambil alih oleh Ali bin abi Thalib sesudah Nabi Wafat.

Mendengar Pemikiran sesat ibnu saba ini, tentu saja Khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'Anhu tidak bisa menerimanya dan beliau berlepas diri , seraya meminta agar ibnu saba dan para pengikutnya agar ber-taubat dari keyakinan Sesat lagi Zindiq tersebut. Namun ke-engganan ibnu saba dan pengikutnya untuk bertaubat, akhirnya membuat Khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'Anhu menghukum mereka. Sebagian di Hukum Mati dengan cara di bakar, sedangkan ibnu saba sendiri di buang / di-asingkan.

Abu Muhammad al Hasan Ibnu Musa An Naubakhti , seorang Pendeta Syi’ah yang terkemuka , di dalam bukunya yang berjudul “Firaq As Syi’ah” pada halaman. 41-42 mengatakan bahwa Ali Radhiyallahu'anhu pernah hendak membunuh Abdullah bin Saba’ karena fitnah dan kebohongan yang disebarkan, yakni menganggap Ali sebagai tuhan dan mengaku dirinya sebagai Nabi, akan tetapi tidak jadi karena tidak ada yang setuju. Lalu sebagai gantinya Abdullah bin Saba’ dibuang ke Mada’in, ibu kota Iran di masa itu
.
ﺃُﺗِﻲَ ﻋَﻠِﻲٌّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﺑِﺰَﻧَﺎﺩِﻗَﺔٍ ﻓَﺄَﺣْﺮَﻗَﻬُﻢْ ﻓَﺒَﻠَﻎَ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﺑْﻦَ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻮْ ﻛُﻨْﺖُ ﺃَﻧَﺎ ﻟَﻢْ ﺃُﺣْﺮِﻗْﻬُﻢْ ﻟِﻨَﻬْﻲِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻟَﺎ ﺗُﻌَﺬِّﺑُﻮﺍ ﺑِﻌَﺬَﺍﺏِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻟَﻘَﺘَﻠْﺘُﻬُﻢ ْ ﻟِﻘَﻮْﻝِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﺑَﺪَّﻝَ ﺩِﻳﻨَﻪُ ﻓَﺎﻗْﺘُﻠُﻮﻩُ
.
Di-datangkanlah kepada ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu sekelompok orang-orang Zindiq, lalu ia (‘Ali) membakar mereka, Kemudian berita tersebut sampai kepada Ibnu ‘Abbas,
lantas ia (Ibnu ‘Abbas) berkata, “Seandainya (yang menghukum) adalah aku, maka aku tidak akan membakar mereka dikarenakan terdapat larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yakni “Janganlah kalian mengadzab dengan adzab Allah.”
Namun aku tetap akan membunuh mereka berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia "
--. [HR. imam Al-Bukhari no.6411]
.
ﻭَﺯَﻋَﻢَ ﺃَﺑُﻮ ﺍﻟْﻤُﻈَﻔَّﺮِ ﺍﻟْﺈِﺳْﻔَﺮَﺍﻳِﻦُّﻱِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤِﻠَﻞِ ﻭَﺍﻟﻨِّﺤَﻞِ ﺃَﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃَﺣْﺮَﻗَﻬُﻢْ ﻋَﻠِﻲٌّ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮَّﻭَﺍﻓِﺾِ ﺍﺩَّﻋَﻮْﺍ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟْﺈِﻟَﻬِﻴَّﺔَ ﻭَﻫُﻢُ ﺍﻟﺴَّﺒَﺎﺋِﻴَّﺔُ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻛَﺒِﻴﺮُﻫُﻢْ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦُ ﺳَﺒَﺄٍ ﻳَﻬُﻮﺩِﻳًّﺎ ﺛُﻢَّ ﺃَﻇْﻬَﺮَ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡَ ﻭَﺍﺑْﺘَﺪَﻉَ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﻟَﺔَ
.
Abu al-Mudhaffar al-Isfarainiy menyatakan di dalam (kitab) al-Milal wan Nihal, “Bahwasanya orang-orang yang dibakar oleh ‘Aliy adalah sekelompok dari Rawafidh (Syiah) yang mengklaim pada dirinya (‘Ali) terdapat Uluhiyyah (sifat ketuhanan), mereka adalah as-Sabaiyyah dan tokoh besar mereka adalah ‘Abdullah bin Saba’ yang seorang Yahudi. Kemudian menampakkan ke-Islaman serta mengada-adakan perkataan ini.”

--.(Sumber : kitab al-Milal wan Nihal,)
.
Tidak puas dengan hukuman dari Khalifah ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu itu, kaum Munafikin pengikut Abdullah bin Saba terus memikirkan cara lain untuk mengadu-domba sesama kaum muslimin ketika itu.

Al-kisah setelah Syahid-nya Khalifah Utsman Bin Affan Radhiyallahu'Anhu yang di bunuh oleh kaum Munafikin, mereka pun terus menyebarkan Provokasi dan hasutan ke semua pihak.

Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhu, yang menjabat sebagai Gubernur Syam di Damaskus atau Damsyik (Suriah) ketika itu dan Ibunda - Ummul Mu'minin, A'isyah Radhiyallahu'Anha beserta Thalhah dan Az-Zubair Radhiyallahu'An
hum, mereka semua ingin menuntut 'Qishash' atas pembunuhan terhadap Khalifah Utsman Bin Affan Radhiyallahu'Anhu. Mereka menuntut agar para pembunuh Utsman Bin Affan di tangkap dan di-hukum 'Qishash'.
Adapun pendapat Khalifah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau akan tetap melakukan Qishash, namun menunggu hingga keadaan / situasi keamanan kembali Stabil

Dan yang di maksud sebagai orang-orang 'pembunuh' yang harus di-Qishash itu adalah Golongan Kaum Munafikin, yang saat itu sebagian dari mereka menyusup masuk kedalam barisan 'Syi'ah' (Pendukung-pembela) Khalifah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Mereka ini di sebut sebagai : ''Syi'ah Ali''. Inilah kelicikan kaum Munafikin dalam hal Taktik Adu-Domba. Melihat situasi seperti ini, mereka pun berlomba-lomba mendukung dan membela Khalifah Ali agar nanti terjadi peperangan melawan saudara sesama muslim. Tentu saja akhir dari semua ini adalah : kelemahan di tubuh Ummat islam sendiri.

Upaya Provokasi dan Adu-Domba dari kaum Munafikin ini pun berhasil. Maka Terjadilah tiga kali peperangan antar sesama Ummat islam sendiri.

1. Perang Jamal :

Pada tahun 36 H terjadi perang JAMAL, antara Pasukan Ummul Mu'minin, Siti Aisyah Radhiyallahu'Anha yang berhadapan dengan pasukan khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu, dan akhir dari peperangan itu adalah kemenangan di pihak pasukan khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu, dan kekalahan di pihak Ummul Mu'minin, Siti Aisyah Radhiyallahu'Anha.

Namun Khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'an
hu tidak ingin mengambil Ghanimah (harta rampasan perang) dan beliau tidak pula menawan pihak yang kalah. Bahkan beliau Radhiyallahu'an
hu tetap memperlakukan Ummul Mu'minin, Siti Aisyah Radhiyallahu'Anha dengan penuh penghormatan dan mengembalikannya ke Mekkah.

2. Perang Shiffin.

Belum selesai luka akibat Perang Jamal, menyusul lagi perang Shiffin. Perang ini terjadi pada 37 H , di kawasan hulu Sungai Eufrat yang kini dikenal sebagai wilayah perbatasan antara Irak dan Suriah. yaitu antara pasukan khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu yang berhadapan dengan pasukan Gubernur Syam, Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhu.
Pertikaian ini berakhir dengan cara Tahkim (perundingan) untuk mencapai perdamaian, yang berisi keputusan bahwa (khalifah) Ali bin Abi Thalib ditetapkan membawahi wilayah Irak dan penduduknya. Sedangkan pihak Muawiyah (gubernur) ditetapkan membawahi wilayah Syam beserta para penduduknya. Sesuai kesepakatan tidak ada penggunaan senjata dan hal ini berlaku dalam satu tahun.

3. Perang Nahrawan.

Perang ini terjadi pada Bulan Muharram tahun 38 H. Sekelompok pasukan memisahkan dari barisan khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu. Mereka merasa tidak puas atas keputusan Tahkim antara Ali Bin Abi Thalib dengan pihak Muawiyah bin Abi Sufyan. Bahkan mereka menyatakan bahwa Ali telah Kafir dan murtad karena menerima Tahkim sebagai hukum manusia. Mereka yang memberontak terhadap khalifah Ali inilah yang di sebut dengan : Kaum KHAWARIJ. Ali berusaha menyadarkan mereka agar kembali pada jalan yang benar, namun sebagian besar dari mereka tetap bersikeras untuk membangkang. Akhirnya khalifah Ali memerangi mereka di sebuah tempat di wilayah Irak yang bernama : Nahrawan. Sebagian besar pasukan khawarij ini binasa, Sisanya tertawan dan lainnya melarikan diri. Kelompok kecil mereka yang tersisa dan masih hidup berkomplot untuk membalas dendam, seorang dari mereka di utus untuk membunuh Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, namun hal itu tidak berhasil. Seorang lagi yang bernama Abdurahman bin Muljam di utus untuk membunuh khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu. tepat Pada Hari Jum’at Shubuh di Bulan Ramadhan 40 H, Abdurahman bin Muljam membacok kepala sang Khalifah yang mengakibatkan luka yang sangat parah, hingga Ali hanya bisa bertahan selama 3 hari dan kemudian meninggal pada tanggal 21 Ramadhan 40 H.

Ketika Mendengar khabar Terbunuhnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu, Sikap kaum munafikin Pengikut Ibnu Saba (Syi'ah Ali) malah semakin menjadi-jadi Kejahilan-nya.

Para pengikut Ibnu Saba’ masih belum merasa puas dengan hanya mendustakan kabar itu (terbunuhnya Ali), tetapi mereka pergi ke Kufah dengan menyiarkan ajaran-ajaran kesesatan guru dan pemimpin mereka, Ibnu Saba Al-Kadzab !

Sa’d bin Abdullah Al-Qummi, seorang penulis kitab Al-Maqalat wal Firaq dan orang yang sangat terpercaya di kalangan Syi’ah telah meriwayatkan, bahwa kaum Sabaiyah (pengikut Ibnu Saba) telah berkata pada pembawa kabar tentang wafatnya Ali :
.
" Engkau berdusta, wahai musuh Allah. Seandainya engkau datang dengan membawa otaknya yang telah hancur serta membawa 70 orang saksi, kami tetap tidak akan mempercayai-mu. Kami yakin bahwa dia tidak mati dan tidak terbunuh. Dia tidak akan mati sampai ia kelak menggiring orang-orang Arab dengan tongkatnya serta menguasai bumi.” Kemudian, sedang beberapa saat mereka pergi ke rumah Ali. Mereka minta ijin untuk masuk dengan penuh keyakinan bahwa Ali masih hidup, hingga mereka dapat memenuhi keinginan mereka untuk bertemu dengannya. Orang-orang yang menyaksikan pembunuhan terhadap Ali, yaitu keluarga, para sahabat serta putranya, mengatakan kepada para pendatang tersebut : “Subhanallah ! Tidak tahukah kalian, bahwa Amirul Mukminin (Ali) telah mati syahid ?!?”

Mereka menjawab : “Kami tahu pasti, bahwa ia tidak terbunuh dan tidak mati, hingga kelak ia menggiring orang-orang Arab dengan pedang dan cemetinya, sebagaimana ia pimpin mereka dengan hujjah dan bukti nyata yang ada padanya. Sungguh ia mendengar segala bisikan yang penuh rahasia dan mengetahui apa yang ada dibawah selimut tebal. Ia demikian kemilau dalam kegelapan, sebagaimana kemilaunya pedang yang tajam.”

--. (Kitab Al-Maqalat wal Firaq oleh Sa’d bin Abdullah Al-Qummi tahun 301 H, hal : 21, cetakan : Teheran 1963 M. Tahqiq Dr. Muhammad Jawad Masykur

Mengapa kaum Majusi lebih memilih Ali..?

Sebab pada ajaran Majusi kuno; Zoroaster, Manikeisme, dan Mazdakisme, perihal Kepemimpinan haruslah dipegang oleh ‘Keluarga Suci’. Ali di anggap sebagai anggota keluarga Nabi Shallallahu'Alaihi Wasallam. Maka dengan berpihak kepada Ali, mereka bisa menghidupkan lagi tradisi ajaran Majusi Kuno. Mereka pun mengklaim bahwa Ali dan keturunannya ma’shum (suci), karena Ali bagian dari Ahlul bait nabi dan hikmah ilahiyah terpatri dalam diri mereka.

Husain , (anak dari Ali bin Thalib) , telah menikahi puteri Raja Persia Iran, yaitu putri raja Yazdegerd yang bernama Shahrbanu atau yang dikenal dengan nama Syahzinan. Sehingga Kaum Syi'ah majusi lebih meng-Agungkan dan mengkultuskan Garis keturunan Ali ==> ke Husain (hingga 12 orang Imam).

mereka meyakini bahwa hak keimaman (kepemimpinan) hanya berada pada keturunan Ali bin Thalib ., terutama Husein bin Ali.

Tahukah Anda, mengapa syiah senantiasa memuja dan menyembah Husein saja dan tidak mencintai anak-anak Fatimah yang lainnya...?

Informasi berikut ini bisa jadi akan membuat Anda dan kaum muslimin sedunia kaget setengah mati, khususnya Syiah-syiah non Iran. Kenapa mereka hanya meminta kepada Husein saja, padahal Hasan juga anak kandung Ali bin Abi Thalib yang juga terlahir dari rahim Fatimah binti Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, baik Hasan maupun Husein sama-sama Ahlu Bait.
.
Syiah hanya mensakralkan Husein saja, namun tidak mensakral Hasan dan tidak juga mensakralkan anak-anak Ali bin Abi Thalib yang lainnya yang semuanya diredhai Allah.

Jawabannya adalah: karena Husein menikahi wanita Persia Iran putri raja Yazdegerd yang bernama Shahrbanu atau yang dikenal dengan Syahzinan. ketika itu Kekaisaran Persia ditaklukkan dan terbunuhnya Kaisar Yazdegerd maka putri-putrinya pun ditawan.

Saat itu Khalifah Umar Al-Faruq menghadiahkan putri sang Kaisar yang bernama Syahzinan kepada Husein bin Ali bin Abi Thalib dan Husein pun menikahinya. Oleh karena itulah Syiah begitu mensakralkan Husein dan para imam Syiah yang terlahir dari rahim Syahzinan berdarah Persia, dan bukan seperti klaim mereka bahwa mereka mencintai keluarga nabi Muhammad yang berasal dari Arab.

Hakikatnya, mereka sangat mencintai Ahlu Bait kaisar yang menjadi moyang 12 imam yang semuanya berasal dari ibu berdarah Persia, mereka sangat fanatis dalam mencitai dan memuja kakek anak-anak Husein sang kaisar Persia, bukan sang nabi yang berasal dari Arab.

Imam-imam yang mereka sakralkan dan mereka anggap maksum satu level dengan nabi-nabi itu hanyalah imam-imam yang berasal dari keturunan raja Persia Yazdegerd, tidak ada yg berasal dari Arab.

Mereka mencintai Husein dan para imam-imamnya karena mereka meyakini bahwa di dalam darah imam itu mengalir darah Persia keturunan kaisar.

Mereka (Syi'ah majusi) sebenarnya hanya mencintai Ahlu Bait - keturunan dari kaisar raja Persia, dan bukan Ahlu Bait nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Bagi Mereka (kaum Syi'ah majusi) Pengkultusan terhadap Ali dan Husain hanyalah alasan mereka belaka, bukan segalanya bila ditinjau dari retorika perang. Tidak bisa menyerang langsung umat Islam. Orang-orang Persia dahulu yang memang terbilang sastrawan dan banyak menulis tentang peradaban “mitra” [ agama Persia Kuno] melakukan ajaran kombinasi anatara Islam dan Mitra.

Agama mitra yang sejak awal mentokohkan “Imam 12” [ sebelum Islam ] diorbitkan kembali dalam bentuk wajah ahlul bait, di-sandarkan nasabnya pada Rasulullah. Dihitung dari Husain hingga turunannya, ada 12 imam-fiktif ala Syiah yang merupakan produk agama lama Iran [Persia Kuno]

Ajaran 12 Imam Syi'ah (imamiyah Itsna Asyariyah), sesungguhnya di sandarkan pada kepercayaan kuno terhadap : ''12 Murid Mitra'' yang mereka anggap sebagai orang orang makshum dalam keyakinan Iran (persia) sebelum Islam. Lalu siapakah 'Mitra' itu.. ?

Sesungguhnya dalam ajaran Majusi persia kuno, Mitra atau Matras adalah “Dewa Matahari” , yang didampingi oleh '12 orang suci' pilihannya. Agama ini juga kemudian diadopsi oleh agama trinitas, Lalu dinisbatkan dalam bentuk ayat sisipan dalam alkitab perjanjian baru, yang melahirkan angka 12 imam atau rasul suci yang juga kedudukannya adalah makshum dan suci dimata trinitas.

Dijaman Khalifah umar, agama musyrik ini harus ditinggalkan, mereka harus memeluk Islam, meskipun banyak yang Ikhlas melepaskan negaranya dari retorika musyrikin Persia, tetapi masih saja ada yang tetap bertahan dengan keyakinan lamanya. Setelah penaklukan Islam terhadap Persia, sudah pasti banyak tokoh Persia yang rasial dalam mengaktualisasi dirinya merasa perlu merebut kembali Iran, sekalipun dengan jalan “tipu Muslihat atau yang disebut “taqiyah”,. Disamping bermunculan para pengarang kitab kitab dari orang orang di sucikan dan dikultuskan sebagai Imam. Yang isinya adalah propaganda anti Islam dengan menebarkan agama paganis Majusi jilid II dalam versi Iran muslim, yang 'setengah hati' menerima agama Islam.

Kitab kitab itu banyak mengandung provokasi terhadap Islam, misalnya anti Quran dan khalifah yang mengumpulkannya, Anti hadist hadist nabi dan hadist mereka sendiri yang dipasarkannya, meskipun tidak terlepas dari tradisi musyirikin. Revolusi dari 12 orang suci Mitra ke 12 Imam suci Syiah, penghinaan kepada para sahabat nabi, sekaligus penghinaan pada semua perawi hadist yang ada dalam kitab Sunni, dengan topeng Syahadat Islam, padahal tujuannya untuk menghancurkan agama Islam.

Sehingga dalam babak perjalanan yang paling menjolok adalah usaha untuk terus mencela serta melaknat Khalifah Abu Bakar dan Umar yang mereka anggap sebagai biang kehancuran budaya dan agama Persia kuno yang ternyata menuhankan DEWA MATAHARI..! .... Na'udzubillah!

Waspadalah ...... Syi'ah sebenarnya adalah Jelmaan Majusi Persia yang berkomplot dengan Yahudi untuk menghancurkan Islam..!

Dan SYI'AH BUKAN ISLAM ...!
========================

Sumber Referensi :
(Tulisan sejarah lengkapnya dapat di baca pada kitab-kitab berikut ini)
- Kitab Waja'a Daurul Majus (Skenario Pemeluk Majusi), karya Syaikh DR. Abdullah Al Gharib
- Kitab Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah, al-Imam al-Hafizh Ibnu Katsir, Penyusun: Dr.Muhammad bin Shamil as-Sulami, Penerbit: Dar al-Wathan, Riyadh KSA. Cet.I (1422 H./2002 M.
- Kitab Ath-Thabaqat al-Kubra, 3/ 365, Tarikh ath-Thabari 4/193.
- Al Hafiz Ibnu Hajar Al Asqalani di dalam bukunya “lisan al mizan” (jilid III, hal. 289-290, cetakan I, tahun 1330 H
- DR. Ali Muhammad ash-Shalabi (Utsman ibn Affan h. 146, MS) menukil dari ath-Thabari dalam Tarikh al-Umam w al-Muluk dan Ibnu al-Atsir dalam al-Kamil fi al-Tarikh
- Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili, Al-Intishar Li Ash-Shahbi Wa Al-Aal Min Iftira'ati As- Samawi Adh-Dhaal. Hal 233-240- Tarikh at-Thabari, 4/427-429, beliau telah mengumpulkan riwayat ini dan dipelajari kembali oleh Dr. Muh. Amhazun dalam kitabnya yang berbobot, Tahqiq Mawaqif As-Shahabah fil al-Fitnah, 20/59-75- Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal karya Ibnu Hazm.
- Kitab Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 8/479, Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil ‘Izz hlm. 490, dan Kitab At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hlm. 123
- kitab Al-Furqon Bainal Haq Wal Batil tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, judul bahasa indonesia “Membedah Firqoh Sesat” penerbit Al-Qowam
- Kitab al-Bidayah wa al-Nihayah, 7/256 dan Tahqiq Mawaqif al-Shahabah Fi al-Fitnah, karya Amhazun, 2/147
- Kitab al-Bidayah wa al-Nihayah karya Ibnu Katsir, 7/268-270. Riwayat-riwayat ini telah dikumpulkan oleh Dr. Muh. Amhazun pada kitabnya Tahqiq Mawaqif al-Shahabah Fi al-Fitnah, 2/146-150.- Kitab Fathul baari (XIII/38). Ibnu Hajar.
- Kitab Alkaamil fit Taariikh (III/120)
- Kitab Tarikh al-Umam wal Muluk karya Ibnu Jarir ath-Thabari (4/573) dan al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir (7/280)
- Majalah Asy-Syariah No. 57/V/1431 H/2010, Meluruskan Sejarah Memurnikan Akidah. —

Translated from Indonesian|Original