Thursday, October 29, 2015

Syiah bukan soal kebebasan keyakinan tapi penistaan keyakinan kaum Muslimin

Syiah bukan soal kebebasan keyakinan tapi penistaan keyakinan kaum Muslimin
Rabu, 15 Muharram 1437 H / 28 Oktober 2015 23:24
Kasus Syiah dalam kehidupan umat Islam bukan soal kebebasan keyakinan tapi penistaan kaum syiah terhadap keyakinan kaum muslimin. Hal ini ditegaskan oleh Harits Abu Ulya, Direktur CIIA.
Isu HAM dimainkan gerombolan liberal pro syiah dalam menyikapi surat edaran walikota Bogor yang melarang kegiatan Asyura Syiah di wilayahnya. Namun gerombolan liberal bungkam saat bersamaan syiah telah menista Al Quran dan agama Islam,

Oleh karena itu, kata Harits, dalam kasus penistaan agama yang dilakukan entitas tertentu tidak bisa diklaim sebagai tindakan legal hanya karena berpijak pada asumsi HAM.Atau sebaliknya, ketika ada upaya untuk menutup pintu-pintu penistaan terhadap agama juga divonis sebagai tindakan melanggar HAM seseorang atau entitas tertentu.”
“Isu HAM dalam masyarakat yang beradab dan agamis tidak bisa dijadikan tameng dan godam untuk mereduksi keadaban dan mencemari religiusitas masyarakat yang ada,” terang Harits.
Menurutnya mengambil contoh kasus pelarangan rencana kegiatan sekelompok orang Syiah di wilayah Bogor oleh Walikotanya dianggap melanggar HAM, maka para pengusung HAM dan ide liberalisme itu sejatinya sama saja mengajak untuk bebas melecehkan, menghina, menistakan dan mendiskriditkan keyakinan orang lain.
“Dalam kehidupan masyarakat yang beradab dan agamis tidak ada satupun anjuran dan ajaran untuk saling melecehkan dan menistakan keyakinan antar sesama mereka.
Dan dalam masyarakat yang beradab, tidak logis dan naif jika setiap individunya harus memikul hak untuk dihina dan menghina orang lain,” paparnya.

Dia mengungkapkan, kehidupan harmonis dalam masyarakat hanya menjadi imajinasi jika budaya yang tumbuh di masyarakat adalah bebas dihina dan bebas menghina. Keadaan ini tabiatnya hanya pada komunitas binatang bukan manusia yang berakal apalagi beragama.
“Oleh karena itu, isu HAM ketika diangkat untuk menilai kasus penistaan agama sejatinya sarat dengan motif untuk merusak kehidupan masyarakat khususnya umat Islam,” jelasnya.
Sudah selayaknya, imbuh Harits, negara melindungi keyakinan warga negaranya dari setiap bentuk penistaan. Baik melalui usaha preventif edukatif maupun penindakan dan penegakan hukum terhadap setiap individu atau entitas yang melakukan penistaan.
“Dalam hidup seseorang bisa memiliki keyakinan tertentu tapi tidak logis kemudian ia boleh menistakan keyakinan yang dimiliki apalagi keyakinan orang lain,” tukasnya.
(azmuttaqin/arrahmah.com)

Dukung Bima Arya Larang Syiah, Hakim MK: “Kalau Mau buat Ajaran Sendiri, Jangan Numpang pada Islam”

Kamis, 15 Muharram 1437 H / 29 Oktober 2015 07:59
Munculnya protes yang dilakukan oleh kelompok liberal atas nama HAM terhadap keluarnya surat edaran dari Wali Kota Bogor Bima Arya yang melarang adanya perayaan Asyuro Syiah di Kota Bogor ditanggapi oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Dr Patrialis Akbar.
“Saya mendukung penuh salah satu tokoh kebanggaan kita itu (Bima Arya, red). Kalau kita berbicara hak asasi manusia bukan berarti penyelenggaraan hak asasi manusia itu bebas sebebas-bebasnya,”ujar Hakim MK Patrialis Akbar di depan peserta Perkumpulan Lembaga Dakwah dan Pendidikan Islam Indonesia (PULDAPII) di Resto Al Jazeera, Polonia, Jakarta Timur, Rabu (28/10) malam.
Patrialis menjelaskan bahwa di dalam sila pertama sudah jelas disebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Ketika kita berbicara Ketuhanan Yang Maha Esa, semua kegiatan apapun yang bertentangan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa itu patut dilarang,” tegasnya.
Bahkan, ia menambahkan, di dalam sila kedua kembali dipertegas bahwa Kemanusiaan yang adil dan beradab menjelaskan kemanusiaan.
“Kalau orang mengadakan acara, memotong-motong tangannya, kemudiaan ia menyiksa diri, itu bukan kemanusiaan, korelasinya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa,” terangnya.
Berbicara mengenai HAM, lanjutnya, itu dibatasi di negara ini, antara lain, tidak boleh melanggar HAM orang lain.
“Merokok hak asasi manusia, tapi kalau orang lain terganggu, ya tidak boleh, makanya orang merokok tempatnya sudah dikucilkan sekarang ini,” ujarnya.
Mantan Menteri Hukum dan HAM ini menegaskan, jika ingin melanggar moral dan hukum agama yang sudah disahkan, maka itu sudah termasuk ke dalam pelanggaran HAM berat.
“Kalau sesama pelanggar HAM orang lain ya silakan, tidak boleh melanggar moral dan hukum agama. Kebebasan dalam pasal 28 A UUD itu dibatasi juga oleh UUD yang tidak bisa bebas sebebas-bebasnya,” tandas Patrialis.
Ia mengatakan, pelanggaran HAM kepada manusia saja dilarang, apalagi kalau ada satu kelompok yang mengaku sebagai pemeluk Islam, agama mayoritas, lalu melakukan penyimpangan dan penistaan terhadap Islam yang dipeluk oleh mayoritas bangsa ini.
“Di dalam UUD sudah dijelaskan, ada undang-undangnya. Kalau mau buat ajaran sendiri jangan numpang pada Islam,” tegasnya. (EZ/salam-online)