Thursday, November 5, 2015

Pimpinan NU Dan Muhammadiyah Dukung keputusan Walikota Bogor Larang Acara Syiah, Saatnya Melarang Syiah Di NKRI !

Muhammadiyah Dukung Keputusan Walkot Bogor Larang Acara Syiah

Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. Yunahar Ilyas, MA menyatakan keputusan Bima Arya melarang kegiatan Asyura kelompok Syiah tidak bertentangan dengan konstitusi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut dia, banyak pihak salah kaprah dalam memahami tugas pemerintah dan kewajiban menjalankan HAM.
Yunahar menegaskan, pemerintah memang tidak punya otoritas menilai keyakinan warga negaranya. Namun, lanjutnya, pemerintah memiliki otoritas menjaga keamanan dan ketertiban serta mencegah kegiatan apapun yang berpotensi menimbulkan konflik.
“Jadi, Bima Arya itu tidak mengatakan Asyura ini salah, enggak.. tapi, berdasarkan ketertiban karena mau ada acara di suatu kawasan setelah dinilai akan mengganggu ketertiban. Karena itu, jangan di sini diadakannya,” katanya kepada kiblat.net, pada Selasa (3/11) di Jakarta.
Yuhanar kembali menegaskan, pelarangan Asyura di Bogor dilakukan Bima Arya bukan karena sentimen kepada agamanya. Tindakan Bima Arya, lanjut dia, juga terjadi di Malaysia. Syiah dilarang atas dasar keamanan oleh otoritas Malaysia.
“Malaysia mengatakan kami melarang Syiah untuk menjaga ketertiban di masyarakat. Kalau Syiah berkembang di sini akan menimbulkan suasana tidak tertib dengan umat Islam,” jelas Yunahar.
Dia menambahkan, umat Islam pun juga pernah mengalami pelarangan kegiatan dengan alasan keamanan. Hal itu sebagaimana pernah terjadi di Bali dan di Indonesia Timur.
“Orang mau mengadakan pengajian menutupi jalan raya. Kemudian dilarang oleh Pemda, itu anti Islam? tentu tidak. Itu urusannya bukan agama, tapi ketertiban,” tandas Wakil Ketua MUI Pusat ini.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, menerbitkan Surat Edaran Wali Kota dengan Nomor: 300/1321-Kesbangpol yang berisi larangan merayakan Asyuro bagi penganut Syiah di Bogor.
Surat edaran itu diterbitkan atas dasar memperhatikan beberapa hal. Pertama, sikap dan respons dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor dengan Nomor: 042/SEK-MUI/KB/VI/2015 tentang paham Syiah. Kedua, surat pernyataan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam di Kota Bogor yang menyatakan penolakan segala bentuk kegiatan keagamaan Syiah. Dan ketiga, merupakan hasil rapat dari Pimpinan Daerah.
Reporter: Bilal Muhammad
Editor: Hunef Ibrahim


Masyarakat Bogor Dukung Larangan Acara Syiah, Rais Aam PBNU: Itu Bagus Lah

Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU) KH Ma’ruf Amin mengapresiasi dukungan masyarakat Kota Bogor terhadap walikota Bima Arya yang mengeluarkan surat edaran larangan acara Syiah beberapa waktu lalu.
“Itu bagus lah,” kata Kyai Ma’ruf kepada Kiblat.net seusai mengikuti rapat pimpinan MUI di Kantor MUI Pusat Jakarta, Selasa (27/10).
“Artinya orang Bogor tidak ingin terjadi apa-apa di sana,” imbuhnya.
Untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban, walikota Bogor Bima Arya Sugiarto mengeluarkan surat edaran yang melarang perayaan Asyura oleh kelompok Syiah. Surat tertanggal 22 Oktober lalu dibuat dengan mempertimbangkan surat MUI dan permintaan ormas-ormas Islam setempat.
Akibat langkah yang diambilnya, Bima Arya mendapat sorotan di media sosial. Banyak pihak yang mendukung, meskipun ada sejumlah kalangan yang mengecamnya.
KH Ma’ruf yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun angkat bicara terkait adanya sebagian orang yang tak setuju dengan keputusan walikota Bogor itu. Menurutnya hal itu adalah sesuatu yang biasa dan kelompok seperti itu akan selalu ada.
“Kan orang-orang yang ingin bebas-bebas saja itu tidak peduli ada masalah,” pungkasnya.
Reporter : Imam S.
Editor: Rudy

Ketua PP Muhammadiyah: Aliansi Anti-Sunni Bangkitkan Macan Tidur

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Yunahar Ilyas, MA mempersilakan aktivis Syiah Emilia Renita membuat Aliansi Anti-Ahlu Sunnah Wal Jamaah atau Sunni. Sebab, menurutnya, ada atau tidaknya aliansi anti Sunni tidak mengubah substansi Syiah sebagai anti-thesa Sunni.
“Silahkan saja kalau orang mau buat gerakan anti-Sunni, tidak ada pengaruh. Toh, tanpa dia membuat gerakan anti-Sunni dia sudah anti sunni, ajaran-ajaran yang mereka sebarkan sudah anti-Sunni,” katanya kepada Kiblat.net pada Selasa (3/11).
Menurut tokoh yang juga menjabat Wakil Ketua MUI Pusat ini, merebaknya gerakan anti-Syiah muncul dari reaksi pergerakan anti-Sunni. Pergerakan anti-Sunni yang dimaksud, kata Yunahar, bukan dalam bentuk lembaga formal. Akan tetapi dalam bentuk pemikiran dan ajaran yang disebar.
“Anti-Sunni itu bukan harus dibuat kata-kata anti. Perkataannya dan perbuatannya saja sudah anti. Misal, Sunni menghormati Abu Bakar Ash-Shidiq dan Umar Bin Khattab sedangkan Syiah melaknat. Itu Sudah anti Sunni namanya,” ujar pria yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Muhammad Ibnu Su’ud, Riyad, Arab Saudi, ini.
Ia berpendapat, bila aktivis Syiah benar-benar membuat lembaga formal anti-Sunni justru menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Keberadaan aliansi anti-Sunni akan memicu ketidaksukaan terhadap kelompok Syiah lebih luas.
“Kalau dia model begitu, itu namanya membangkitkan macan tidur. Selama ini umat Islam yang mau bergerak membendung Syiah tidak banyak, sebagian besar diam. Kalau dia buat provokasi seperti itu, yang diam ini bisa bangun,” tegasnya.
Yunahar sendiri menilai, pernyataan aktivis Syiah bahwa mereka ingin membentuk aliansi anti-Sunni hanyalah perang urat syaraf. “Itu psywar aja,” tandasnya.
Syiah Emilia Renita Az beberapa waktu lalu melontarkan kelompoknya juga bisa membuat aliansi anti Islam Ahlusunnah wal Jamaah alias Sunni. Pernyataan itu diungkapkan ketika menanggapi deklarasi Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS).
“Tentunya, apakah kami sebagai orang Syiah tidak bisa (membentuk) aliansi nasional anti Sunni misalnya,” kata Emilia Renita Az saat konferensi pers di kantor LBH Jakarta.
Reporter: Bilal Muhammad
Editor: Hunef Ibrahim