Monday, November 2, 2015

Waspadai Perang Pemikiran (Ghazwul Fikri)

Ghazwul Fikri-mencengkram umat-1-jpeg.image

Ghazwul Fikri
–Catatan ABU MUAS TARDJONO–
Disadari atau tidak, kini kaum kuffar dan munafiqin secara gencar dan sistematis berupaya keras mengeliminasi Islam supaya tidak berkembang dan berupaya pula menghancurkan umat Islam dari dalam. Program eliminasi dan penghancuran ini terangkum dalam program Al-ghazwul-fikri (perang pemikiran) yang mereka rencanakan.
Dalam bukunya, Pengantar Memahami Al-ghazwul-fikri, Abu Ridha menyatakan, Al-ghazwul-fikri merupakan bagian yang tak terpisahkan dari uslub qital (metode perang) yang bertujuan menjauhkan umat Islam dari agamanya. Ia adalah penyempurnaan, alternatif, dan penggandaan cara peperangan dan penyerbuan mereka terhadap dunia Islam.
Paling tidak, ada empat hal yang termasuk dalam program al-ghazwul-fikri. Pertama,Tasykik, yakni gerakan yang berupaya menciptakan keraguan dan pendangkalan akidah kaum Muslimin terhadap agamanya. Misalnya, dengan terus menerus menyerang (melecehkan) Al-Qur’an dan Hadits, melecehkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mengampanyekan bahwa hukum Islam tidak sesuai dengan tuntutan zaman.
Kedua, Tasywih yakni gerakan yang berupaya menghilangkan kebanggaan kaum Muslimin terhadap agamanya. Caranya, memberikan gambaran Islam secara buruk sehingga timbul
rasa rendah diri di kalangan umat Islam. Di sini, mereka melakukan penyesatan dan pencintraan negatif,  tentang agama dan umat Islam lewat media massa dan lain-lain, sehingga Islam terkesan menyeramkan, kejam, sadis, radikal dan lain sebagainya.
Ketiga, Tadzwib, yakni pelarutan budaya dan pemikiran. Di sini, kaum kuffar dan munafiqin melakukan pencampur-adukan antara hak dan batil, antara ajaran Islam dan non-Islam, sehingga umat Islam yang awam kebingungan dengan pedoman hidupnya.
Dan, keempat, Taghrib yakni “pembaratan” dunia Islam, mendorong Kaum Muslimin agar menerima pemikiran dan budaya Barat, seperti sekularisme, pluralisme, liberalisme, nasionalisme dan lain sebagainya.
Keempat hal tersebut di atas, dirasakan atau tidak, kini telah banyak mempengaruhi ucap, sikap dan perilaku kaum Muslimin dalam meniti kehidupannya.
Tak sedikit, di antara saudara seiman kita yang terperdaya oleh program ini. Kini, di hadapan kita terbentang banyak tantangan. Muncul bermacam aliran pemikiran, paham dan gerakan dari kaum kafirin dan munafiqin yang berupaya keras meracuni jiwa tauhid kita. Bahkan lebih dari itu, kaum kafirin dan munafiqin saling bahu membahu melakukan aksi pemurtadan dengan berbagai cara, dari mulai yang paling halus dengan iming-iming dan kedok Kemanusiaan hingga memaksa banyak umat Islam dengan cara kasar, brutal disertai penganiayaan untuk meninggalkan Islam.
“Dan tiada henti-hentinya mereka memerangi kalian sehingga kalian murtad dari agama kalian, jika mereka mampu…,” (QS Al-Baqarah: 217).
Seiring dengan itu, gerakan sekularisme berskala global pun sedang berupaya keras mengenyahkan syariat Islam dari kehidupan kaum Muslimin. Penguasa negara-negara kapitalis yang notabene kaum Salibis dan Zionis, rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk menjerumuskan kaum Muslimin ke dalam jurang sekularisme yang mereka tawarkan.
Allah berfirman: “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai,” (QS At Taubah: 32).
Saat ini pula, kaum kuffar tak henti-hentinya memunculkan isu “terorisme”, sebagai isu utama (main issue)  atau isu sentral. Sasaran kampanye anti-“terorisme” itu sebenarnya sangat mudah dipahami oleh kita. Sasarannya tiada lain adalah kekuatan Islam.  Tegasnya, umat Islam yang berupaya menerapkan syariat Islam dan menyerukan jihad melawan kezaliman kaum kafir bersiap-siaplah mendapat label “teroris”.
Kampanye anti-“terorisme” hakikatnya merupakan bagian dari ghazwul fikri, yakni invasi, serangan, atau serbuan pemikiran dengan tujuan mengubah sikap dan pola pikir agar sesuai dengan yang mereka kehendaki. Dalangnya (Zionis) dan antek-anteknya berupaya secara sistematis untuk menempatkan Islam dan umatnya agar dipandang sebagai ancaman yang sangat menakutkan.
Semakin jelas kiranya, pada era global sekarang, medan perang utama Islam vis a vis kaum kafirin dan munafiqin adalah ghazwul fikri, selain medan perang konvensional seperti yang terjadi di Afghanistan, Palestina, Suriah, Kashmir, dan lain-lain.
Ghazwul Fikri-cuci otak-2-jpeg.image
Senjata utama kemenangan dalam perang pemikiran ini adalah media massa, yang terbukti sangat efektif mempengaruhi pola pikir, pemahaman, dan perilaku masyarakat. Karena itu, pihak yang lemah dalam bidang penguasaan media massa akan menjadi pihak yang kalah perang.
Ringkasnya, siapa yang menguasai media, dialah yang akan menguasai dunia, karena “The new source of power is information in the hand of many” (sumber utama kekuasaan yang baru adalah informasi yang menyebar kepada banyak orang (opini publik). Opini yang terus-menerus melalui media massa bisa menentukan yang jahat (batil) menjadi benar (hak) dalam persepsi masyarakat atau sebaliknya.
Sarana paling efektif dari ghazwul fikri yang dibarengi dengan ghazwuts tsaqofi (perang peradaban/budaya) adalah media massa, termasuk di antaranya radio, televisi, suratkabar, tabloid, majalah, buku, buletin, selebaran dan lain sebagainya.
Dalam dunia komunikasi ada istilah populer, “Siapa yang menguasai informasi, dialah penguasa dunia”. Memang, telah menjadi pendapat umum bahwa siapa yang menguasai informasi, dialah penguasa masa depan. Sumber kekuatan baru masyarakat bukanlah uang di tangan segelintir orang, melainkan informasi di tangan banyak orang.
Kaum Zionis Yahudi memang tak pernah menyia-nyiakan kesempatan. Mereka dengan sangat lincah menguasai sarana media massa  dalam  ‘perang pemikiran dan perang kebudayaan’ yang serba canggih itu sekaligus merekrut menjadi pemiliknya. Dalam bukunya berjudul ‘Bahaya Zionisme terhadap Dunia Islam’, Dr Majid Kailani mengajak kita untuk mau membaca sekaligus mewaspadai strategi mereka dalam menghadapi abad Informasi yang tercantum dalam Protokolat Zionis XII yang isinya:
“Peran apakah yang dapat dimainkan oleh media massa akhir-akhir ini? Salah satu di antaranya adalah untuk membangkitkan opini rakyat yang keliru. Hal ini dapat membangkitkan emosi rakyat. Kadang juga bermanfaat guna mengobarkan konfrontasi antar partai politik,  tentunya  akan  banyak menguntungkan pihak kita. Apalagi saat mereka sedang bertikai, kesempatan baik bagi kita untuk mengadu domba. Namun dengan media massa, kita juga dapat memakainya sebagai ajang persahabatan semu yang kebanyakan orang tidak mengerti kesemuan itu. Kita akan mengendalikan peran media ini dengan sungguh-sungguh. Sastra dan pers adalah dua kekuatan yang amat berpengaruh. Oleh karena itu kita akan banyak menerbitkan buku-buku kita dengan oplag yang besar.”
Menurut Dr Majid Kailani, memang Zionis amat suka menyuguhkan berbagai pemberitaan yang menimbulkan umpan emosional di segala bidang. Atau juga banyak menimbulkan kebangkrutan moral pembacanya. Berbagai jenis media massa dalam strategi Zionis dibagi menjadi tiga bagian yang setiap bagiannya berperan sesuai dengan perannya, seperti tercantum dalam Protokolat Zionis XII yang isinya:
“Media pertama, kita jadikan sebagai media yang resmi, yakni media yang selalu siap membela kepentingan rakyat. Dengan strategi ini mata rakyat akan terkibuli. Media yang kedua, kita jadikan semi-resmi, yang berkewajiban menetralkan setiap oposisi yang hendak mengobarkan api permusuhan atau pemberontakan. Sedang media ketiga, bertugas sebagai media yang berpihak menjadi oposisi semu. Di dalam berita utamanya harus menampakkan sikap konfrontatif. Dengan memasang perangkap semacam itu, akan bermunculanlah orang-orang yang berwatak oposisi menjadi kolomnis yang gigih dan banyak menantang. Maka kerja kita tinggal mencatat mereka ke dalam ‘Daftar Hitam’ kita.”
Sebenarnya, Ghazwul Fikri bukanlah hal baru bagi kalangan gerakan Islam, namun mungkin karena kurangnya persiapan dan minimnya ‘peralatan perang’ masih jauh tertinggal dibanding dengan sarana ghazwul fikri yang dimiliki kaum kuffar dan munafiqin, utamanya televisi. Minimnya dana, kurang profesionalnya pengelola, dan lemahnya manajemen biasanya menjadi penyebab utama lemah dan hancurnya sebuah media massa Islam.
Kini tiba saatnya, kaum aghniya (orang-orang kaya) untuk lebih disadarkan dalam jihad al mal (jihad harta). Dan, dana Infak (zakat & shadaqoh) pun diberdayakan lebih optimal, khususnya untuk membekali para da’i dan mujahid terjun ke medan perang/ghazwul fikri.
Ghazwul-Fikri-human-brain-3-jpeg.image
Kaum Muslimin, khususnya kalangan mudanya juga harus terus membekali diri menghadapi ghazwul fikri ini dengan bermodal iman, ilmu, wawasan dan keterampilan jurnalistik untuk bertempur di medan media massa. Sekaligus memerangi kaum penyesat ajaran Islam melalui keterampilan menulis di media massa.
Betapapun gencarnya Zionis Yahudi dan Salibis setiap hari mengendalikan pikiran kita melalui gambar dan kata-kata, namun semua itu tidak menjadikan kita lupa untuk mengambil langkah bijak dengan check and recheck, tabayun dalam setiap menerima informasi.
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu,” (QS Al Hujuraat: 6).
Wallahu a’lam bish-shawab.

Perang Itu Namanya Ghazwul Fikri

Perang. Siapa yang suka perang? Normalnya manusia tidak suka. Apalagi kaum ibu. Tapi ada saja pihak-pihak yang dengan sengaja mengobarkan perang karena maksud-maksud untuk  menguasai pihak-pihak yang ingin dikuasai. Dewasa ini perang tidak hanya menggunakan senjata fisik seperti bedil dan tombak. Bahkan lebih berbahaya karena yang mengobarkan perang justru menyembunyikan aktivitasnya dengan berbagai bungkus sehingga musuh yang diperangi tidak sadar sedang diperangi. Tujuannya tetap sama, yaitu mengalahkan dan menguasai musuh, hanya caranya yang berubah drastis.
Perang yang kita bicarakan ini adalah yang sangat konsepsional, sangat luas bidangnya, sangat lihai dalam memilih cara sehingga tidak disadari musuh, sangat jauh dampaknya kepada jiwa lawan dan sangat lama masa berlangsungnya. Ghazwul Fikri. Secara bahasa artinya perang pemikiran. Ada yang mengistilahkan dengan perang urat syaraf.
Perang ini baru muncul sekitar awal abad duapuluh dan merupakan upaya musuh-musuh untuk menjatuhkan kekuatan Islam secara tuntas. Ghazwul fikri dilaksanakan dengan cara melakukan dua tipu daya dasar yang disusupkan dalam fikrah (pemikiran) umat Islam. Dua tipudaya tersebut adalah takhwif  (usaha untuk menimbulkan rasa takut kepada selain Allah), dan tadl-lil (usaha pengkaburan berbagai konsepsi dalam fikrah Islam). Adapun bentuk-bentuk upayanya dapat sangat beragam, antara lain:
Dengan berbagai opini sesat di media dan di tengah masyarakat Muslim
Melalui film, sandiwara, pertunjukan seni, maupun lirik-lirik lagu yang dikemas indah
Melalui berbagai bentuk fiksi, baik fiksi murni, fiksi ilmiah, cerita komik, cerita drama sampai cerita anak
Melalui berbagai sandiwara politik dan peristiwa seperti sandiwara Holocaust di masa Perang Dunia II dan lain-lain
Melalui sejumlah acara ilmiah yang mempertontonkan berbagai kecanggihan militer dan intelijen mereka
Melalui penyebaran berbagai adat kebiasaan non-Islam yang dipromosikan dan dikemas dengan beragam    
keindahan dan kemeriahan
Mungkin masih banyak lagi cara-cara dan media perang mereka yang kita belum tahu, namun intinya tetap sama. Ini perang sungguhan dan ini perang yang curang.
Kecurangan yang paling nyata adalah dalam cara mereka bersembunyi ketika menyerang. Berbagai film-film menarik yang bahkan dinobatkan (oleh mereka sendiri) sebagai film-film terbaik, ternyata di dalam film itu ada berbagai propaganda anti Islam yang menusuk.
Promosi berbagai perayaan adat jahiliyah yang dikemas sedemikian rupa sebagai “warisan” pelecehan terhadap nilai-nilai tinggi Islam. Misalnya di Mesir, digencarkan promosi kebudayaan Mesir kuno zaman Fir’aun, lengkap dengan segala atributnya dan berbagai upacara penyembahan berhala. Itu semua bertujuan tersembunyi agar masyarakat Mesir yang kini Muslim mulai meninggalkan nilai-nilai Islam dan kembali bangga dengan nilai-nilai zaman Fir’aun.
Cobalah simak program-program sebuah channel TV khusus tentang berbagai kebudayaan dari TV berlangganan. Bahkan CD-CDnya dijual di toko CD.
Lalu untuk apa rubrik ini membicarakannya? Agaknya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa justru perang itu (Ghazwul Fikri) sangat tidak disadari di negeri ini. Para penjaga Benteng Terakhir negeri ini (baca: kaum ibu) apakah sadar bahwa setiap hari mereka dicekoki racun-racun Ghazwul Fikri lewat kotak kaca yang menjadi hiburan wajib setiap rumahtangga? Apakah para Penjaga Benteng Terakhir masih saja rela membelikan racun telinga dan jiwa bagi putra-putri mereka yang berbentuk berbagai format lagu, yang seolah wajib kini selalu hadir menghiasi pendengaran putra-putri kita dua-puluh-empat jam? 24 jam? Ya! Tidak jarang putra-putri kita belajar sampai tertidur tetap memasang “alat mantra” tersebut ke kuping mereka!
Mantra! Memang seperti mantra. Boleh jadi lagu yang dipasang langsung ke telinga dapat mempengaruhi jiwa anak kita lewat kata-kata yang terdengar maupun tidak terdengar dari lagu tersebut. Efeknya bisa sampai seperti mantra. Seperti orang terhipnotis.
Masih ingat fenomena Kurt Cobain musisi metal dari ujung Utara bumi yang membuat lagu tentang bunuh diri dan kemudian melaksanakannya? Kemudian jejak langkahnya diikuti oleh beberapa orang penggemarnya. Tersihir!
Tahukah para Penjaga Benteng Terakhir bahwa brainwashing atau cuci otak dapat terjadi dengan cara seseorang terus menerus mendengarkan kata-kata yang sama berulang-ulang, yang apalagi jika dikemas dengan nada-nada musik dan dentingan alat musik akan semakin memperkuat efeknya karena akan masuk ke bagian otak yang tanpa nalar? Jika seseorang sudah gandrung dengan suatu lagu, niscaya dia akan mendengarkannya berulang-ulang dan tak jarang mendengarkannya sambil sangat relaks yang berarti masuk ke tingkat kesadaran yang bisa dengan mudah disurupi jin?
Tanyakan pada para ahli ruqyah syar’iyyah (para terapis yang mempunyai keterampilan mengobati orang kesurupan). Apakah para ibu Muslimah dan para remaja penikmat lagu selalu mengerti apa yang dinyanyikan dalam lirik lagu kegemaran mereka? Banyak sekali yang mengaku tidak memperhatikan makna lagu, yang penting enak mengelus gendang telinga. Meskipun kadang sebenarnya mudah saja mempelajari lirik lagu tersebut, tapi jarang yang secara serius mencoba mencari apa makna sebenarnya. Paling jauh sebagian besar penikmat lagu hanya mengingat arti dari bagian-bagian tertentu  dari lagu tersebut, terutama kalau dianggap cocok. Misalnya refrain yang meneriakkan kata-kata pujian cinta atau patah hati.
Di era menjelang tahun 1980-an, era kami-kami yang kepala empat masih remaja, ada lagu dari sebuah grup musik Queen yang berjudul Bohemian Raphsody. Lagu yang diteriakkan oleh Freddy Mercury yang minta disuntik mati karena AIDS tersebut, seluruh isinya adalah pelecehan terhadap nilai-nilai Islam, bahkan sampai penolakan atas takdir (“ sometimes ‘ wished I’ve never been born before”). Lagu ini dulu termasuk Hit, bahkan bertahan masih digemari hingga kini.
Masih ingat lagu berbahasa spanyol yang sempat ketahuan ternyata berbicara tentang iblis? Grup musik Last Ketchup yang melantunkan lagu tersebut bahkan mengakui tak paham isi lagunya karena berbahasa kuno. Itu mantra setan!
Masih-kah para Penjaga Benteng Terakhir merasa masa kini sudah tak ada lagi perang dan karenanya boleh bersantai dalam menjaga bentengnya? Masihkah kita menyangka bahwa zaman sudah berubah dan kini musuh-musuh Islam sudah beristirahat dari memerangi kita? Lihatlah ke sekeliling, dan lihatlah dengan teliti. Wallahu a’lam. (eramuslim/salam-online.com)

Waspadai Perang Pemikiran (Ghazwul Fikri)

Istilah perang pemikiran (ghazwul fikri) di berbagai media  termasuk media online mencuat. Dengan menggunakan dalih kebebasan mengemukakan pendapat mereka mencoba mematahkan dan menerobos sendi-sendi Islam.
Jika ajaran Islam tak dipahami betul oleh umat Islam akan menjadi mudah terbawa arus pola pikir mereka hingga membenarkan anggapan mereka.Dalam Al-Qur’an, geliat kaum seperti ini telah dijelaskan sebagaimana potongan ayat:“….Dan tiada henti-hentinya mereka selalu memerangi kalian sehingga kalian murtad dari Din kalian, jika mereka mampu…” (Al Baqarah: 217).
Empat belas abad yang lalu, di saat Islam mencapai puncaknya, Rasulullah saw telah memprediksi  nasib umat Islam di masa yang akan datang, sebagai tanda nubuwwah beliau. Nasib umat Islam pada masa itu digambarkan oleh Rasulullah seperti seonggok makanan yang diperebutkan oleh sekelompok manusia yang lapar lagi rakus.
Sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits:

“Beberapa kelompok manusia akan memperebutkan kalian seperti halnya orang-orang rakus yang memperebutkan hidangan.”

Seorang sahabat bertanya, “Apakah karena kami waktu itu sedikit, ya Rasulullah?”
Jawab Rasul, “Tidak! Bahkan waktu itu jumlah kalian sangat banyak. Akan tetapi kalian waktu itu seperti buih di lautan. Dan sungguh, rasa takut dan gentar telah hilang dari dada musuh kalian. Dan bercokollah dalam dada kalian penyakit wahn.”
Kemudian sahabat bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan penyakit wahn itu ya Rasulullah?”
Jawab beliau, “Cinta dunia dan benci mati.”
Kita bisa membayangkan bagaimana nasib seonggok makanan yang menjadi sasaran rebutan dari orang-orang kelaparan yang rakus. Tentu saja dalam sekejap mata makanan yang tadinya begitu menarik menjadi hancur berantakan tak berbekas, lumat ditelan para pemangsanya.
Demikian pula dengan kondisi umat Islam saat ini. Umat Islam menjadi bahan rebutan dari sekian banyak kepentingan yang apabila kita kaji lebih jauh ternyata tujuan akhirnya adalah sama, kehancuran umat Islam!
Banyak pihak yang memusuhi kaum Muslimin. Allah memberikan informasi kepada kita siapa saja musuh-musuh kaum Muslimin. Ada beberapa kelompok besar manusia yang dalam perjalanan sejarah selalu mengibarkan bendera permusuhan dan perang terhadap kaum Muslimin. Adapun kelompok-kelompok tersebut adalah:
1. Orang-Orang Yahudi dan Nasrani

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela terhadap kalian, sehingga kalian mengikuti jejak mereka…,” (Al-Baqarah: 120).

2. Orang-orang Musyrik

“Sesungguhnya telah kalian dapati orang-orang yang paling besar permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik….” (Al-Maidah: 82).

3. Orang-orang Munafik

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui, bahwa kamu benar-benar Rasulullah.’ Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya’, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta,” (Al Munafiqun: 1).

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan melarang yang ma’ruf dan menggenggam tangannya (kikir). Mereka telah melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafiq itulah orang-orang yang fasik,” (At-Taubah: 67).
Meskipun mereka (musuh-musuh Islam) itu nampaknya berbeda, tetapi sesungguhnya di dalam memerangi kaum Muslimin mereka bersatu padu melakukan konspirasi (persekongkolan) yang berskala Internasional. Mereka berusaha tanpa kenal lelah dan putus asa.
“Dan tiada henti-hentinya mereka selalu memerangi kalian sehingga kalian murtad dari Din kalian, jika mereka mampu…,” (Al-Baqarah: 217).
Ada dua jenis peperangan yang selalu mereka lancarkan terhadap ummat Islam, yaitu perang secara fisik (militer) dan perang secara non fisik (pemikiran), yang lebih dikenal dengan istilah ghazwul fikri.
Metode Jitu

Ketika cahaya Islam mulai menyebar luas meliputi wilayah Persi, Syria, Palestina, Mesir dan menyeberang daratan Eropa sampai Spanyol, maka kaum Salibis, Yahudi dan orang-orang Paganis segera membendung laju kebenaran Islam. Mereka khawatir kalau cahaya Islam akan menerangi seluruh belahan dunia. Maka kemudian digelarlah peperangan yang panjang yang kita kenal dengan nama perang Salib.

Selama perang salib yang berlangsung delapan periode itu, tak sekalipun umat Islam dapat dikalahkan. Mereka berpikir keras bagaimana cara mengalahkan umat Islam. Setelah melalui pemikiran yang panjang akhirnya mereka mengambil kesimpulan sebagaimana dikemukakan oleh Gladstone, salah seorang perdana menteri Inggris, “Selama Al-Qur’an ini ada di tangan umat Islam, tidak mungkin Eropa akan menguasai dunia Timur.”
Mereka selanjutnya menyusun langkah-langkah untuk menjauhkan umat Islam dari ajarannya. Dengan metode yang sistematis mereka memulai melancarkan serangan pemikiran yang berujud program-program yang dikemas dengan menarik. Tanpa disadari, umat Islam sudah mengikuti mereka bahkan menjadi pendukung program-program yang mereka adakan. Di samping tipu daya yang berbentuk perang pemikiran, perusakan akhlak, sekulerisasi sistem pendidikan serta penjajahan di negeri-negeri Muslim yang telah dikuasai, mereka juga mengeruk seluruh kekayaan kaum Muslimin. Hal itu berhasil mereka lakukan setelah melalui perjalanan panjang.
Dibandingkan dengan perang fisik atau militer, maka perang pemikiran atau ghazwul fikri ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain:
1. Dana yang dibutuhkan tidak sebesar dana yang diperlukan untuk perang fisik.

2. Sasaran tidak terbatas.

3. Serangannnya dapat mengenai siapa saja, di mana saja dan kapan saja.
4. Tidak ada korban dari pihak penyerang.
5. Sasaran yang diserang tidak merasakan bahwa sesungguhnya dirinya dalam kondisi diserang.
6. Dampak yang dihasilkan sangat fatal dan berjangka panjang.
7. Efektif dan efisien.

Sasaran Perang Pemikiran

Yang menjadi sasaran perang pemikiran adalah pola pikir dan akhlak. Apabila seseorang sering menerima pola pikir sekuler, maka iapun akan berpikir ala sekuler. Jika seseorang sering dicekoki paham komunis, materialis, fasis, marxis, liberalis, kapitalis atau yang lainnya, maka merekapun akan berpikir dari sudut pandang paham tersebut.

Sementara itu dalam hal akhlak, boleh jadi pada awalnya seseorang menolak terhadap suatu tata cara kehidupan tertentu, namun karena tiap kali ia selalu mengonsumsi tata cara tersebut, maka lama kelamaan akan timbul perubahan dalam dirinya.
Yang semula menolak, akan berubah menjadi menerima. Dari yang sekadar menerima itu akan berubah menjadi suka. Selanjutnya akan timbul dalam dirinya tata sikap yang sama persis dengan mereka. Bahkan pada akhirnya ia akan menjadi pendukung setia tata hidup jahiliyah tersebut. Seperti contoh dalam kehidupan sehari-hari adanya pergaulan bebas antara wanita dan pria yang bukan mahramnya.
Demikianlah bahaya perang pemikiran. Ia akan menyeret seseorang ke dalam jurang kesesatan dan kekafiran tanpa terasa. Ibaratnya seutas rambut yang dicelupkan ke dalam adonan roti, kemudian ditarik dari adonan tersebut. Tak akan ada sedikitpun adonan roti yang menempel pada rambut. Rambut itu keluar dari adonan dengan halus sekali tanpa terasa. Demikianlah, seseorang hanya tahu bahwa ternyata dirinya sudah berada dalam kesesatan, tanpa terasa!
Ada beberapa jenis perang pemikiran, di antaranya:
1. Perusakan Akhlak

Dengan berbagai media musuh-musuh Islam melancarkan program-program yang bertujuan merusak akhlak generasi Muslim. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, sampai yang tua renta sekalipun. Di antara bentuk perusakan itu adalah lewat majalah-majalah, televisi, serta musik. Dalam media-media tersebut selalu saja disuguhkan penampilan tokoh-tokoh terkenal yang pola hidupnya jelas-jelas jauh dari nilai-nilai Islam. Mulai dari cara berpakaian, gaya hidup dan ucapan-ucapan yang mereka lontarkan.Dengan cara itu, mereka telah berhasil membuat idola-idola baru yang gaya hidupnya jauh dari adab Islam. Hasilnya betul-betul luar biasa, banyak generasi muda kita yang tergiur dan mengidolakan mereka.Na’udzubillahi min dzalik!

2. Perusakan Pola Pikir

Dengan memanfaatkan media-media tersebut di atas, mereka juga sengaja menyajikan berita yang tidak jelas kebenarannya, terutama yang berkenaan dengan kaum Muslimin. Seringkali mereka memojokkan posisi kaum Muslimin tanpa alasan yang jelas. Mereka selalu memakai kata-kata teroris, fundamentalis, dan lainnya untuk mengatakan para pejuang kaum Muslimin yang gigih mempertahankan kemerdekaan negeri mereka dari penguasaan penjajah yang zalim dan melampui batas. Sementara itu di sisi lain mereka mendiamkan setiap aksi para perusak, penindas, serta penjajah yang sejalan dengan mereka; seperti Israel, Ateis Rusia, Fundamentalis Hindu India, Serbia, dan lainnya. Apa-apa yang sampai kepada kaum Muslimin di negeri-negeri lain adalah sesuatu yang benar-benar jauh dari realitas. Bahkan, sengaja diputarbalikkan dari kenyataan yang sesungguhnya.

3. Sekulerisasi Pendidikan

Hampir di seluruh negeri Muslim telah berdiri model pendidikan sekolah yang lepas dari nilai-nilai Islam. Mereka sengaja memisahkan antara Islam dengan ilmu pengetahuan di sekolah. Maka, muncullah generasi-generasi terdidik yang jauh dari Islam. Sekolah macam inilah yang mereka dirikan di bumi Islam pada masa penjajahan (imperialisme), untuk menghancurkan Islam dari dalam tubuhnya sendiri.

4. Pemurtadan

Ini adalah program yang paling jelas kita saksikan. Secara terang-terangan orang-orang non-Muslim menawarkan “bantuan” ekonomi; mulai dari bahan makanan, rumah, jabatan, sekolah, dan lainnya untuk menggoyahkan iman orang-orang Islam.

Bermain Tipu Muslihat

Pastor Takly berkata: “Kita harus mendorong pembangunan sekolah-sekolah ala Barat yang sekuler. Karena ternyata banyak orang Islam yang goyah akidahnya dengan Islam dan Al-Qur’an setelah mempelajari buku-buku pelajaran Barat dan belajar bahasa asing.”

Samuel Zwemer dalam konferensi Al-Quds untuk para pastor pada tahun 1935 mengatakan: “Sebenarnya tugas kalian bukan mengeluarkan orang-orang Islam dari keyakinannya menjadi pemeluk keyakinan kalian. Akan tetapi menjauhkan mereka dari Islam (Al-Qur’an dan Sunnah) sehingga mereka menjadi orang-orang yang putus hubungan dengan Tuhannya dan sesamanya (saling bermusuhan), menjadi terpecah-belah dan jauh dari persatuan. Dengan demikian kalian telah menyiapkan generasi-generasi baru yang akan memenangkan kalian dan menindas kaum mereka sendiri sesuai dengan tujuan kalian.”
Jadi, Berhati-hatilah!

Begitu banyak perang pemikiran, seharusnya tak membuat kita lengah. Banyak-banyaklah kita menambah wawasan dan keilmuan tentang Islam, karena mereka sendiri juga menyerang dari segi ilmu Islam dengan pengertian mereka sendiri. Jangan pedulikan anggapan dan pemikiran fiktif mereka. Pemikiran mereka sebenarnya adalah pemikiran yang lemah dan tak berarti apa-apa jika landasan iman dan pengetahuan kita tentang Islam telah kuat. Karena sesungguhnya akal manusia selamanya tak akan mungkin mampu mengalahkan wahyu yang datang dari Tuhan semesta alam, yakni Allah subhanahu wa ta’ala.

Wallahu a’lam bish showab.
sumber: firmanazka.blogspot.com

Ketika Hermeneutika Mendekonstruksi Hukum Islam

Saat pertama kali al-Qur’an muncul, banyak penantang dan penentangnya. Kondisi tersebut juga terjadi pada masa sekarang ini, dimana banyak yang menantang dan menentang. Mereka meragukan orisinalitas serta konsep-konsep al-Qur’an. Tak heran terjadi benturan-benturan di sepanjang zaman.
“Mereka yang menantang dan menentang itu menolak diintervensi oleh Tuhan. Mereka berpikir, jika ingin maju, maka harus berkiblat ke Barat.”
Demikian Fahmi Salim, MA, dalam paparannya pada acara Kajian Islam yang bertema ‘Kontroversi studi al-Qur’an Timur dan Barat’ pada hari Sabtu, 31 Maret 2012. Selain menghadirkan Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), acara yang diadakan oleh Majelis Dai Paguyuban Ikhlas pimpinan dai kondang Ustadz Drs. H. Ahmad Yani, yang berlangsung di Gedung Ikhlas, jalan Fachrudin No 6, Tanah Abang, Jakarta Pusat ini, juga menghadirkan Saifuddin Zuhri (dosen Institut PTIQ, Jakarta), DR. Abdul Muid Nawawi, dan Mulyana, Lc.
Para penentang al-Qur’an ini, lanjut Fahmi, memaksa umat Islam untuk menjustifikasi isu Hak Asasi Manusia (HAM), gender, pluralisme, dan juga paham-paham humanisme. Oleh mereka, Islam ditafsirkan dari paham-paham Barat, bukan sebaliknya. Inilah yang melahirkan Islam Liberal, dimana mereka melihat Islam dari perangkat ilmu-ilmu humaniora, lebih tepatnya ilmu dari dunia Barat. “Tak heran pola pikirnya jadi salah dan kacau,” tegas Fahmi.
Penafsiran-penafsiran yang dilakukan oleh para penantang dan penentang al-Qur’an ini melahirkan hermeneutika, yakni membaca dan memahami kitab suci dengan cara mendudukkannya dalam ruang sejarah, bahasa dan budaya yang terbatas. Ilmu ini dikembangkan oleh peradaban Barat sekuler, yang tidak sejalan dengan konsep tafsir atau takwil dalam khazanah Islam.
Mereka yang berpaham Islam Liberal memandang al-Qur’an bukan sebagai kitab suci wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah. Mereka memandang al-Qur’an sebagai sebuah teks sejarah, teks budaya dan teks bahasa. “Pandangan rusak seperti itu hanya mungkin terjadi jika kita umat Islam telah menganggap Islam itu sebagai agama budaya dan sejarah(cultural and historical religion) seperti halnya agama Kristen,”  ungkap Fahmi.
Oleh karena dianggap sebagai teks sejarah belaka, tak heran hukum-hukum Islam yang ada sudah dianggap tidak tepat lagi pada masa kini. Inilah yang membuat Islam didekonstruksikan oleh mereka dan banyak orang yang menjadi bimbang, dan kemudian sesat.
“Praktik hermeneutika ini tebang pilih. Mereka hanya menafsir ayat-ayat untuk pranata sosial, seperti ayat tentang jilbab, hak waris, poligami, perkawinan sejenis, perkawinan beda agama, judi, maupun minuman keras. Ini jelas terbaca, bahwa mereka punya agenda untuk mendekonstruksi hukum Islam dan ingin mengatakan, Islam jangan mengatur hidup manusia,” papar Fahmi.
Para pegiat HAM, feminisme, humanisme dan liberal yang mendekonstruksi hukum Islam  membuat umat Islam masa kini galau. Mereka menjadi krisis identitas. Sementara teori-teori  hermeneutika yang mereka kembangkan dianggap masuk akal, mau tak mau umat jadi terbawa ke arah kesesatan.
“Padahal setiap yang dibawa oleh peradaban Barat harus diseleksi, difilter, apakah konsep sosial di Barat sesuai dengan masyarakat Islam. Yang terjadi justru sebaliknya, orang Islam malah menyeleksi sesuai dengan standar Barat. Kalau sesuai, dipakai. Jadi Islam dijalankan sesuai dengan keinginan manusia.”
Padahal umat Islam mengenal otoritas. Allah adalah otoritas kita. Jika kita menentang otoritas, itu sama saja kita menentang Allah. Otoritas Allah diturunkan pada Rasulullah. Lewat Rasulullah, ilmu Allah diturunkan pada manusia. Intinya, ketika kita bicara agama, maka kita berbicara otoritas.
Berbeda sekali dengan Barat yang menentang otoritas. (*)

Ustadz Fahmi Salim: “Umat Islam Saat Ini Tengah Dilanda Penyakit Mematikan Bernama Wahn”

Senin, 19 Muharram 1437 H / 2 November 2015 06:35
Umat Islam saat ini tengah ditimpa penyakit berbahaya dan juga mematikan, bernama wahn—cinta dunia, benci atau takut mati. Penyakit Wahn ini diungkap oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dari 14 abad yang lalu.
Rasulullah menggambarkan suatu saat umat Islam akan ditimpa penyakit jenis ini, sehingga kualitasnya seperti buih di atas laut yang habis ditiup angin, apalagi digulung ombak. Itu lantaran kecenderungan, kegandrungan dan silau terhadap dunia, sehingga takut mati, bahkan benci dengan mati. Banyak di antara umat Islam yang akhirnya lalai sehingga melupakan masa depannya di akhirat.
Wahn, penyakit yang melanda umat Islam saat ini. Penyakit yang dapat mematikan ruh jihad, mematikan ruh dakwah dan mematikan ruh persatuan maupun kesatuan. Cinta kepada dunia dan takut mati,”ujar Sekretaris Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ustadz Fahmi Salim, MA dalam orasinya di depan ribuan jamaah pada acara Tabligh Akbar yang bertajuk ‘Doa dan Cinta untuk Kemanusiaan di Syam’, di Masjid Baitul Ihsan Bank Indonesia, Jakarta, Ahad (1/11).
Berbicara Suriah dan Palestina, Fahmi Salim dalam orasinya mengajak umat Islam untuk fokus mengirimkan doa kepada kaum Muslimin di Suriah dan Palestina yang terus-menerus mendapatkan gempuran dari musuh-musuh Allah.
“Kita fokuskan dengan mengirim doa bagi umat Islam di Suriah dan Palestina agar Allah memberikan kekuatan kepada mereka dan mampu mengalahkan musuh-musuh Allah,” tandas alumnus Universitas Al Azhar Mesir ini.
“Kami mengutuk keras intervensi yang dilakukan oleh negara-negara seperti Rusia dan Iran yang mereka klaim memerangi ISIS, tetapi sampai saat ini justru menunjukkan bukanlah ISIS yang menjadi target pembumihangusan itu,” kata Wasekjen MIUMI Pusat ini merespon kondisi saat ini di Suriah.
Selain Fahmi Salim, orasi juga disampaikan oleh Sekjen MIUMI Ustadz Bachtiar Nasir, Ketua Ikatan Ulama dan Dai Asia Tenggara Ustadz Zaitun Rasmin, dai asal Papua Ustadz Fadzlan Garamatan dan aktivis dakwah Peggy Melati Sukma.
Sebelum Tabligh Akbar, digelar Konferensi Pers di Aula Masjid Baitul Ihsan Bank Indonesia terkait kondisi terkini Suriah dan Palestina. (EZ/salam-online)