Tuesday, December 1, 2015

Putin Frankenstein. Putin Mau Apa?


PUTIN FRANKENSTEIN

Setelah 4 tahun memerangi dan membunuhi ratusan ribu rakyatnya sendiri, posisi rezim Basyar al-Assad semakin terjepit sejak awal tahun 2015. Ibarat efek domino, kekalahan demi kekalahan terus menyusul dimulai dari kota Idlib hingga Jisr Syughur, Ariha sampai yang terakhir adalah bandara Abu Zhuhur, serta berbagai kerugian dalam pertempuran lainnya. Moral tempur bala pasukan Syi'ah Nushairiyah dan Rafidhah di wilayah utara terus-menerus jeblok, melawan sipil bersenjata bernama Mujahidin.


Dalam kondisi Assad sakaratul maut, datanglah Putin dengan mengirimkan jet-jet tempur mulai 30 September, dengan meluncurkan serangan udara di wilayah yang dikuasai oposisi dan membunuh sebagian besar warga sipil dan pejuang oposisi. Assad pun dibangkitkan kembali dari maut oleh si PUTIN FRANKENSTEIN.

Tentu, sebagaimana tokoh-tokoh jahat, kejahatan mereka dibungkus dengan kamuflase. Dan kamuflase si PUTIN FRANKENSTEIN adalah memerangi ISIS. Namun pada akhirnya kedok kejahatan mereka terbongkar.

"Mendukung rezim (Assad) yang telah membunuh 380.000 jiwa di Suriah dan melakukan terorisme yang disponsori Negara, Putin sedang bermain dengan api,” sebut Erdogan dalam sebuah pidato di provinsi Bayburt, Jumat (27/11).

"Rusia selama ini berdalih terbang di atas langit Turkmen untuk gempur ISIS, tapi saya katakan daerah tersebut bukan kekuasaan ISIS melainkan kekuasaan mujahid Suriah anti Assad, dan ini bukti nyata siapa musuh Rusia sebenarnya di Suriah." Tegas Erdogan.



Putin mau apa?

Dimata masyarakat Arab, Presiden Turki dinilai memiliki rekam jejak dan reputasi yang baik, khususnya dimata masyarakat arab yang baik-baik, bukan yang bobrok, sehingga wajar saja bila dunia arab membenarkan apa yang disampaikan Ankara terkait penembakan pesawat Sukhoi Rusia yang sudah lancang menembus batas wilayah udara Turki dan tidak mau mendengarkan peringatan yang berulang-ulang.
Dunia sadar bahwa Erdogan benar dan senantiasa berpihak kepada kebenaran, selalu membela kemanusiaan. Kita semua juga mengetahui bahwa Putin itu serigala di dunia intelijen, jendral ganas yang kerjaanya dimana-mana mendukung kedikatatoran.
Kita tidak pernah mendengar kalau Erdogan suka memborbardir warga tidak berdosa secara semena-semena, atau mendukung rezim yang menjatuhkan bom barel terhadap anak-anak lemah tidak berdaya, atau meratakan satu kampung dengan tanah demi menopang seorang teman dikatator biar enggak tumbang, atau memberikan lahan cuma-cuma kepada militer asing buat landasan pesawat tempurnya untuk menghujani bom buat negeri kita, atau membantu siapapun yang ingin menggagalkan arab spring. Semua itu tidak pernah terjadi.
Tetapi, semua kita mengetahui secara haqqul yakin bahwa tangan Putin berlumuran dengan darah-darah saudara kita di Syiria. Tangan Putin juga berlumuran dengan darah saudara-saudara kita di Wilayah Krimea, dan sebelumnya di Cehnya dan Afganistan. Kita sadar benar bahwa penguasa Kremlin ingin mengembalikan Kekaisaran Rusia yang semena-mena itu , tapi paling vokal berbicara tentang perang melawan teroris. Padahal merekalah pendukung utama dan kepala biangkerok dari semua rezim “yang lebih ISIS dari ISIS” itu sendiri, meskipun harus menggunakan cara-cara super teror, seperti saat mereka menjatuhkan pesawat sipil milik Rusia sendiri di Sinai beberapa minggu yang lalu. Musibah penjatuhan pesawat sipil itu sangatlah menyedihkan hati masyarakat arab awam ketimbang Kaisar Rusia dan para tuan-tuan demangnya yang tidak lain lain adalah dikator-diktator kecil arab yang pastinya tidak perlu merasa sedih sama sekali, karena itu ulah mereka sendiri untuk tujuan politik tertentu.
Tidak benar, kalau Rusia datang ke negeri kita untuk memerangi teroris. Yang tepat dan yang lebih valid adalah: kedatangannya ke arab untuk mengambil jatah keuntungan pada proyek melawan teroris. Proyek ini sangat menguntungkan semua pihak kecuali bangsa arab sendiri. Kita tidak akan salah jika menyimpulkan bahwa mereka sengaja menciptakan ISIS dan memeliharanya dengan baik lalu melepaskannya dan mengirimkannya ke rumah-rumah kita sebagai pegawai mereka buat “memerah susu ternak kita” secara paksa, dan menguras sumur-sumur ladang minyak kita, lalu memaksa kita untuk menerima pemerintahan ISIS ciptaan mereka yang bertugas untuk mengangkangi “arab spring” kita yang sudah patah tulang.
Saya pernah mengatakan bahwa Rusia dan China adalah dua negara yang sangat tidak suka dengan “arab springs” secara umum, dan sangat benci dengan revolusi Syiria secara khusus, karena jika pergantian rezim di Syiria terjadi, berarti perombakan secara totalitas pada stabilitas berbagai hubungan di Timur Tengah secara keseluruhan.
Seperti hasil riset yang dikeluarkan oleh “Centre For Arab Unity Studies” setelah meletusnya berbagai revolusi di tanah arab pada tahun 2011 yang mengatakan bahwa semangat arab spring ternyata sudah merembes sampai Rusia pada saat pemilu 2011, dimana Partai Putin mengalami kemunduran pada capaian hasil pemilunya, plus berbagai demo meletus secara luas, baik di Moskow maupun di kota-kota lainnya dalam rangka menolak hasil pemilu yang dinilai curang oleh rakyat Rusia. Sementara itu, -sejak meledaknya arab spring- China juga saat itu melakukan operasi pembungkaman secara serius dan keras terhadap rakyatnya, , dimana kata-kata “revolusi yasmin” atau revolusi penjatuhan rezim Tunisia, “arab spring”, “Egypt”, dan “Tahrir Square” adalah kata-kata terlarang untuk dicari di mesin pencari di internet, di China.
Salah besar, ketika beberapa markas studi di arab pernah memperkirakan pada tahun 2011 yang lalu, bahwa Rusia tidak akan ikut campur membela rezim Basyar sampai titik darah penghabisan meskipun Moskow memiliki hubungan kuat dengan Basyar di bidang keamanan, dimana Rusia adalah satu-satunya yang memiliki pangkalan angkatan laut Mediterania tepatnya di kota Tartus-Syiria. Waktu itu banyak yang melihat bahwa kepentingan startegis utama Rusia ada di Eropa Timur dan Asia Tengah, berikut berbagai kepentingan dagang dengan negara-negara Barat dan negara-negara di Timur Tengah. Dengan Demikian Rusia akan membela rezim Basyar tapi tidak untuk selama-lamanya. Dan Basyar akan menarik dukungannya bila sudah terjadi pembunuhan dan perang secara besar-besaran, atau bila rezim sudah terlihat sangat lemah dan kehilangan kontrol.
Sekarang, perang berkecamuk dengan sadisnya, pembunuhan dimana-mana, sungai darah rakyat Syiria meluap dengan derasnya, rezim Syiria sudah lemas lunglai dan itu terlihat secara kasat mata. Lalu mengapa Moskow tidak berlepas tangan dan tidak membiarkan Basyar masuk neraka sendirian? Mengapa pula Moscow ikut-ikutan terjun ke neraka?
Sepertinya, Putin merasa punya kekuatan lebih yang membuatnya tergoda untuk bertualang dan pamer kekuatan, dalam rangka mengetes kemampuan pihak-pihak lain untuk menghadapi Rusia. Namun yang jelas, Putin sangat yakin bahwa banyak pihak tidak serius dalam membantu rakyat-rakyat yang ingin memerdekakan diri dari pemerintahan-pemerintahan diktator.
Bisa dikatakan bahwa titik awal perubahan sikap Rusia adalah ketika dunia menunggu serangan militer Amerika terhadap pasukan rezim Syiria setelah pembantaian Ghouta dengan bom kimia (https://en.m.wikipedia.org/wiki/Ghouta_chemical_attack) pada Agustus 2013 yang sudah membunuh hampir 1500 nyawa manusia tak berdosa dengan menggunakan Gas VX, namun Obama kebanyakan mikir sampai akhirnya mendengkur tertidur, dan pas bangun tau-taunya ISIS sudah keluar dari kepompongnya untuk dihadiahkan kepada rezim-rezim. ISIS yang super teror dan doyan mandi darah.
Putin petantang-petentang di negeri kita bukan karena benci dengan teroris dan ingin melumpuhkannya, melainkan karena Putin sangat cinta dengan kediktatoran dan ingin mengukuhkan ketiranian dan sangat benci dengan “Democracy Spring” di Timur Tengah.
Oleh karena itu, jet-jet tempurnya akan terus berjatuhan, Putin akan terus melanjutkan tipuan-tipuannya, dan bangsa-bangsa kita akan tetap melanjutkan perlawanan dalam rangka mempertahankan hak hidup kita dan hak kita untuk merdeka.
Penulis: Syafruddin Ramly