Tuesday, January 27, 2015

Raja Salman, Peta Baru Pergolakan Negara Teluk, Dan Faktor Erdogan

Oleh Hasmi Bakhtiar
Pasca Arab Spring di beberapa negara di Timur Tengah yang kini arahnya semakin tidak jelas, ditambah tragedi kudeta militer di Mesir 30 Juni 2013 silam, negara-negara Timur Tengah dilanda krisis percaya diri. Satu-satunya yang terus bergerak maju, terlepas dari kontroversi dunia internasional terhadapnya, hanyalah Iran.
Khusus untuk kawasan teluk, kumpulan negara kaya minyak tersebut pasca Arab Spring berada dalam kondisi tertekan dan minim kekuatan menghadapi super power Iran di kawasan. Walaupun Saudi Arabia memiliki hubungan baik dan merupakan sekutu terdekat Amerika Serikat di kawasan, namun dibawah kepemimpinan raja Abdullah negara kaya tersebut tidak bisa berbuat banyak, padahal sebagai pemimpin negara teluk dan kiblat umat Islam dunia, Saudi Arabia diharapkan memainkan peran lebih dalam menangkal pengaruh Iran yang semakin luas di Timur Tengah.
Kudeta di Yaman yang baru-baru ini terjadi menjadi bukti bagaimana kekuatan Iran untuk mengusai kawasan dari segala sisi terutama militer dan ekonomi bukan omong kosong. Lewat milisi syiah Hauthi Iran berhasil menguasai Yaman. Sebelumnya Iran sudah menancapkan kuku di Suriah, Libanon dan ada kemungkinan Kuwait segera menyusul. Satu persatu negara arab jatuh kedalam ‘saku’ Iran.
Pada awalnya, bagi-bagi kekuasaan antar negara kuat di Timur Tengah diprediksi banyak kalangan menjadi solusi ketegangan, dalam hal ini Saudi Arabia dan Iran, tentu dengan dukungan Amerika Serikat dan Eropa. Namun peta politik di kawasan sepertinya berubah dan menjadi sedikit lebih rumit ketika raja Abdullah wafat. Tampuk kekuasaan yang sekarang dipegang Raja Salman dinilai akan membawa perubahan signifikan di kawasan.
Walaupun ketika Arab Spring meletus, Saudi Arabia dibawah komando raja Abdullah memilih mendukung rezim lama, seperti di Mesir misalnya. Tetapi sudah menjadi rahasia umum, Iran adalah ancaman lama bagi Saudi Arabia. Gesekan dua negara minyak tersebut bukan hanya memperebutkan ‘kue’ negara di kawasan, lebih dari itu, ketidak harmonisan dua negara tersebut juga dipicu gengsi dua peradaban, Persia dan Arab.
Bagaimanapun, Saudi Arabia adalah kiblat umat Islam di dunia. Tentu semacam kewajiban bagi Saudi Arabia untuk mempertahankan posisi terhormat tersebut. Iran, walaupun memakai nama Islam dalam negaranya, yaitu Republik Islam Iran, tetapi posisi dua negara tersebut sangat berbeda di hati umat Islam, belum lagi issue Sunni-Syiah yang membuat cita rasa keduanya sangat berbeda.
Misi Iran menguasai kawasan tentu berdampak terhadap negara teluk yang dipimpin Saudi Arabia, baik secara politik maupun ekonomi. Ketika milisi syiah Hauthi berhasil menduduki Yaman beberapa waktu lalu, negara teluk langsung menggelar pertemuan di Abu Dhabi, guna membahas langkah yang akan ditempuh untuk menghadang lajunya pengaruh Iran.
Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Bahrain, Kuwait, Qatar dan Oman yang tergabung dalam kerja sama negara teluk (GCC) tentu tidak ingin kekuasaan mereka terancam dengan semakin menguatnya pengaruh Iran, karena itu mereka bersatu untuk menghadang, dibawah komando Saudi Arabia, yang sekarang komando itu ada di pundak raja Salman. 
Raja Salman menjadi harapan para pemimpin negara teluk untuk lebih berani keras terhadap Iran. Dengan bantuan Amerika Serikat, negara teluk berharap Saudi Arabia bisa menekan Iran dan melindungi kekuasaan mereka dari hal serupa yang terjadi di Yaman.
Saya pribadi termasuk orang yang percaya bahwa raja Salman akan menempatkan Iran sebagai musuh utama dibandingkan musuh Saudi Arabia lainnya, yaitu Ikhwanul Muslimin di Mesir. Namun dalam waktu bersamaan raja Salman juga akan tetap menjaga Saudi Arabia dari pengaruh gerakan Ikhwanul Muslimin.
Disinilah titik perbedaan politik mendiang raja Abdullah dengan raja Salman, pada penempatan siapa yang akan dihabisi terlebih dahulu. Mendiang raja Abdullah menghabisi Ikhwanul Muslimin dengan mendanai kudeta di Mesir, dan sedikit berdamai dengan Iran untuk sementara waktu. Berbeda dengan raja Salman, walaupun saya tidak terlalu yakin raja Salman berani melakukan konfrontasi ‘jantan’ melawan Iran, tetapi setidaknya dia akan lebih keras dibanding pendahulunya, raja Abdullah, dan akan sedikit berkompromi dengan Ikhwanul Muslimin, dengan syarat tidak saling mengganggu.
Dalam agenda raja Salman kedepan melawan Iran, tentu Saudi Arabia tidak bisa melakukannya sendiri, mengharapkan bantuan negara teluk lainnya agak mustahil, karena sifat pemimpin negara teluk cenderung lebih memilih cari aman. Mempertaruhkan kekuasaan untuk melawan Iran sangat berisiko, jadi posisi negara teluk lebih menunggu langkah berani Saudi Arabia, sedangkan mereka membantu dari jauh. Solusinya raja Salman mau tidak mau harus mencari sekutu lain yang kekuatan militer dan ekonominya memadai.
Erdogan
Kehadiran Erdogan dalam pemakaman raja Abdullah beberapa waktu lalu cukup menarik. Jadwal Erdogan yang seharusnya berkunjung ke Somalia ditunda demi menghadiri prosesi pemakaman raja Abdullah, padahal selama ini Turki dikenal sering berseberangan sikap dengan Saudi Arabia.
Ada yang mengatakan Erdogan adalah sekutu yang dilirik raja Salman untuk menghadapi Iran. Dengan kekuatan ekonomi dan militer yang dimiliki Turki, koalisi dua negara tersebut cukup menjanjikan, ditambah kesiapan Qatar untuk bergabung. Turki pada dasarnya memiliki kepentingan untuk menekan Iran, terutama dalam kasus Suriah dan perbatasan. 
Jika poros Riyadh-Ankara-Doha ini benar-benar terbentuk, tentu memiliki konsekuensi. Saudi Arabia diperkirakan akan mengganti haluan politiknya terhadap Ikhwanul muslimin di Mesir, sebagai imbalan untuk sekutu barunya Turki.
Erdogan dikenal sebagai anak ideologis Ikhwanul Muslimin, penentang kudeta nomor wahid di Mesir. Ini tentu ancaman bagi negara teluk lainnya terutama Uni Emirat Arab, dan kemungkinan pecah kongsi dalam tubuh GCC akan sangat terbuka. Uni Emirat Arab akan meninggalkan Saudi Arabia kemudian membangun poros Dubai-Al-Manamah-Cairo.
Uni Emirat Arab tidak akan membiarkan Saudi Arabia dan Turki melemahkan pemerintahan As-Sisi di Mesir dengan membantu perjuangan Ikhwanul Muslimin. Kekacauan di Mesir merupakan ‘nafas’ bagi Uni Emirat Arab. Selama ini Uni Emirat Arab selalu ketakutan jika kondisi Mesir kondusif, karena akan berdampak terhadap ekonomi negara tersebut terutama sektor pariwisata.
Namun kedua poros ini umurnya sangat dinamis, sekuat apa perlawanan penentang kudeta di Mesir. Ketika pemerintah kudeta di Mesir tumbang, kemungkinan akan ada peta baru diluar dua poros tersebut.
*Hasmi Bachtiar, Alumni Al-Azhar Mesir, Saat ini menempuh S2 di Lille Perancis Jurusan Hubungan Internasional. 
http://www.gensyiah.com/raja-salman-peta-baru-pergolakan-negara-teluk-dan-faktor-erdogan.html

Arab Saudi dan Ikhwanul Muslimin Akan Rujuk Tahun Ini?

Riyadh. Sebuah riset di lembaga Stratfor di Amerika memperkirakan akan terjadinya rujuk antara kerajaan Arab Saudi dan berbagai gerakan Islam terutama Ikhwanul Muslimin. Seperti dilansir Rassd, Sabtu (24/1/2015) kemarin.
Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuatan Sunni yang direpresentasikan oleh Saudi akan mengeluarkan kebijakan baru yang lebih membuka diri untuk gerakan-gerakan politik Islam yang moderat. Hal itu menurutnya adalah untuk membendung pengaruh kuat Iran di Timur Tengah dan semakin kuatnya kelompok-kelompok Islam jihad.
Selain itu, pembaharuan sikap politik ini bertujuan untuk menemukan solusi bagi krisis yang terus melanda Suriah, Irak, Libya, dan Mesir. Hal itu hanya bisa dilakukan dengan rujuk kepada Ikhwanul Muslimin, dan kembali berdiplomasi dengan Qatar dan Turki.
Pada tahun 2015 ini, menurut Stratfor, kawasan Timur Tengah masih akan terus dilanda krisis. Masalah di Libya masih akan menjadi ancaman bagi ketidakstabilan di Afrika bagian utara. Sementara itu, kabut tebal masih menyelimuti kondisi politik di dunia Arab bagian timur dan negara-negara Teluk. Hal itu disebabkan masih terus berjalannya perundingan antara Amerika Serikat dan Iran, ditambah perang Sunni-Syiah di Suriah dan Irak.
Turki yang seharusnya banyak berperan kini disibukkan dengan permasalahan dalam negeri, sehingga mengurangi perannya di Timur Tengah. Negara-negara Teluk juga semakin direpotkan dengan jatuhnya harga minyak dunia yang semakin terjun bebas. 

TANTANGAN RAJA SAUDI

Syaikh Dr. Abu Anas Muhammad bin Musa Alu Nashr AL-MUQRI` AL-SALAFI, menulis pada hari Senin tanggal 6 R. Tsani 1436 H (26 Januari 2015) di group WA al-Dakwah Fi Indonesia sebagai berikut:

التحديات التي تواجه خادم الحرمين الشريفين سلمان بن عبد العزيز وفقه الله كثيرة داخلية وخارجية ومنها المضي في تطبيق الشريعة اﻻسلامية السلفية واقامة الحدود دون التهاون في شيء منها تقليم انياب ومخالب العلمانيين واللبراليين والمنافقين واقصائهم عن دفة التوجيه وتقوية هيئة اﻻمر بالمعروف والنهي عن المنكر واعادة اﻻعتبار لها وتقوية دو ر العلماء الربانيين وتمكينهم من منابر اﻻصلاح والتوجيه العمل على تقوية الجيش العربي السعودي وتاهيله ليكون هو اﻻقوى في الخليج والمنطقة ليكون قادرا على حماية ارض الحرمين من كل تهديد خارجي بعد ان اشتد التهديد المجوسي الصفوي خصوصا على حدود المملكة مع اليمن الذي استولى عليه اذناب ايران الحوثيون وحماية الحدود مع العراق الشيعية اﻻيرانية والعمل على تقوية الدول السنية كاﻻردن والسودان ومصر والمغرب ودول الخليج ومكافحة الفكر التكفيري عسكريا وعلميا
واخيرا العمل على الوحدة الشاملة لﻻمة اﻻسﻻمية ونصرة قضاياها والحد من الهيمنة الغربية وتدخﻻتها في قضايا اﻻمة المصيرية وعلى راسها قضية المسجد اﻻقصى وفلسطين وفق الله خادم الحرمين الشريفين سلمان بن عبد العزيز لما يحب ويرضى ونصر به دينه واعلى به كلمته وجعله على سنن الملوك الصالحين من السلف الصالحين من الصحابة والتابعين
/وكتبه ابو انس محمد بن موسى ال نصر نصيحةلله ولرسوله وﻻئمة المسلمين وعامتهم 6 ربيع الثاني 1436هجرية
Tantangan-tantangan yang dihadapi khadimul haramain al-syarifain Salman bin Abdul Aziz –semoga Allah memberinya taufiq- adalah sangat banyak baik internal maupun eksternal. Diantaranya adalah: melanjutkan penerapan syariat Islam salafiyyah dan penegakan hudud tanpa teledor. Diantaranya adalah memotong taring-taring dan kuku-kuku kaum skularis, liberalis dan kaum munafiq, serta menjauhkan mereka dari mengarahkan kebijakan kerajaan, menguatkan haiatul amr bilmakruf wa annahyi anil munkar, mengembalikan kedudukanya, menguatkan peran ulama rabbaniyyin, dan memantapkan posisi mereka dalam mimbar-mimbar reformasi dan bimbingan, memperkuat pasukan Saudi dan melatihnya agar menjadi pasukan terkuat di teluk dan kawasan timur tengah, agar mampu melindungi dua tanah suci dari setiap ancaman eksternal setelah menguatnya ancaman majusi shafawi, terutama di perbatasan KSA dengan Yaman yang telah dikuasai oleh milisi al-Houtsi antek antek Iran , dan menjaga perbatasan dengan Irak yang syiah iraniyyah, bekerja untuk menguatkan Negara-negara sunni seperti Yordan, Sudan, Mesir, Maghrib dan Negara-negara teluk, serta menanggulangi pemikiran takfiri baik secara militer maupun keilmuan.
Terakhir, bekerja menyatukan umat Islam dan menolong kasus-kasus umat Islam dan membatasi hegemoni Barat dan intervensi mereka dalam kasus-kasus yang menentukan nasib umat islam khususnya kasus masjidil Aqsha dan Palestina.
Semoga Allah memberi taufiq kepada Khadimul Haramain al-Syarifain, Salman bin Abdul aziz, kepada apa yang Allah cintai dan ridhai. Semoga Allah memenangkan agama-Nya sebab beliau, , dan meninggikan kalimat-Nya sebab beliau. Semoga Allah menjadikan beliau meniti jalan para raja yang shalih dari kalangan Salaf shalih, para sahabat dan tabi’in.
Ditulis oleh Abu Anas Muhammad bin Musa Alu Nashr sebagai nasehat (sikap tulus) kepada Allah, Rasul-nya dan kepada semua pemimpin umat islam dan rakyat mereka.
6 Rabiul Awal 1436 H.
http://www.gensyiah.com/tantangan-raja-saudi.html


Adzan Ditengah Penyambutan Obama, Raja Saudi Salman Hentikan Protokelar dan Pamit Sholat

Presiden AS Barack Obama memimpin sebuah delegasi legislator, pejabat senior dan dua mantan menteri luar negeri AS ke Arab Saudi, hari Selasa (27/1), untuk menyampaikan penghormatan dan belasungkawa kepada keluarga kerajaan, menyusul wafatnya Raja Abdullah.
Kedatangan Presiden America Barack Obama dan ibu negara Michelle Obama serta rombongan disambut raja baru Saudi,Salman bin Abdul-Aziz Al Saud setibanya di bandara Internasional King Khalid di Riyadh, Arab Saudi.
Ditengah seremonial penyambutan kenegaraan ini, ada kejadian yang sangat menarik. Ketika Adzan Ashar berkumandang Raja menghentikan protokoler penyambutan dan meminta izin pada tamu (Obama) untuk menunaikan shalat terlebih dahulu. Kejadian tersebut disaksikan jutaan rakyat melalui siaran televisi secara langsung. Obama sempet bengong ditinggal tuan rumah.
Peristiwa tersebut memunculkan komentar positif dengan perasaan bangga dan hormat karena menempatkan shalat dalam prioritasnya.
Anggota dewan fatwa provinsi Qashim Dr Kholid al-Mushlih mengatakan : “Bahwa apa yang dilakukan oleh pelayan dua tanah suci Raja Salman bin Abdulaziz hari ini dengan mengutamakan shalat dan melaksanakannya di tengah-tengah kunjungan Presiden Amerika Serikat Barack Obama merupakan bukti rasa hormat terhadap hukum Islam dalam segala situasi”.
Beliau juga menjelaskan bahwa sikap Raja Salman memberikan pesan kepada semua, bahwa hak Allah berada diatas hak apapun dan siapapun, dan sikap ini memberikan jaminan dan ketenangan bahwa pemimpin kami sangat perhatian terhadap syariat islam walaupun dalam kondisi dan keadaan apapun. (sabq.org/almowaten.net/manhajuna.com)
Semoga Allah memberikan taufiq kepada raja Salman bin Abdil Aziz hafidzohullah, seorang raja yang sudah hafal Al-Qur’an sejak usia 10 tahun dan menghafal kitabut tauhid karya syeikh Muhammad bin Abdil Wahhab serta mutun ilmiyah lainnya, aamiin..(red lamurkha)
link video peristiwa ini:
sumber : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=700615040057612&set=a.106565622795893.6682.100003273669168&type=1

Raja Salman: Presiden Mursi Harus Diberi Kesempatan Selesaikan Masa Jabatannya
09 Rabbi al-Thanni 1436 H

Kairo. Banyak pengamat bertanya-tanya tentang arah kebijakan raja baru Arab Saudi, Raja Salman bin Abdulaziz. Terutama terkait dengan sikapnya terhadap negara-negara Musim Semi Arab.
Saat terjadi gonjang-ganjing rencana penggulingan Presiden Mursi di Mesir, Raja Salman yang saat ini masih menjadi menteri pertahanan, pernah mengeluarkan pernyataan mendukung Presiden Mursi.
Seperti diberitakan surat kabar Mesir, Al-Ahram edisi bulan April 2013, Raja Salman menyatakan, “Saudi tetap mendukung presiden Mesir yang sah, apa pun kondisinya.”
Pernyataan Raja Salman itu menunjukkan sikapnya bahwa Presiden Mursi harus diberi kesempatan menyelesaikan masa jabatannya. Tidak dibenarkan dilakukannya kudeta militer seperti yang dilakukan As-Sisi beberapa saat kemudian, tepatnya 3 Juli 2013.
Salman bin Abdulaziz resmi menjadi pemimpin kerajaan Arab Saudi menggantikan Raja Abdullah yang meninggal hari Jumat, pekan lalu. 


Seperti Dilakukan Raja Salman, Presiden Mursi Juga Pernah Abaikan Telepon Obama Karena Hendak Shalat
30/01/15 | 16:26 | 09 Rabbi al-Thanni 1436 H

Riyadh. Publik sempat dikagetkan dengan peristiwa Raja Salman bin Abdulaziz meninggalkan Presiden Barack Obama saat upacara penyambutan kenegaraan, pada Selasa (27/1/2015) yang lalu. Ternyata bukan kali ini saja terjadi pada Obama. Sebelumnya, Presiden Mursi pernah beberapa mengabaikan sambungan telepon Obama dengan alasan mau shalat Jumat.

Putri Presiden Mursi, Syaima’ Mursi, mengungkapkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 28 Juni 2013, lima hari sebelum terjadinya kudeta militer atas Presiden Mursi yang dipimpin oleh As-Sisi.
Dalam akun facebooknya, Syaima’ menyebutkan, “Presiden Mursi menolak Obama yang meminta berbincang lewat telepon. Beliau meminta sekretaris untuk menjawab bahwa agendanya sedang penuh. Beliau menyatakan siap menerima hubungan telepon di waktu yang lain, setelah ada kesempatan.”
Syaima’ melanjutkan, “Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 28 Juni, di awal terjadinya demonstrasi pendukung pemerintah sah yang menduduki Bundaran Rabi’ah Adawiyah. Tepatnya 30 menit sebelum waktu Zhuhur. Saat itu, istri dan putrinya bersama beliau di markas Paspamres, di ruang presiden. Aku duduk bersama ayah dan ibuku. Pada saat itu, sekretaris presiden datang memberitahu bahwa Barack Obama ingin berbicara lewat telepon selama 10 menit saja. Ayah menjawab sebagai seorang pemimpin muslim, “Katakan kepadanya bahwa aku sedang sibuk. Aku sedang siap-siap untuk shalat Jumat. Setelah itu aku ada pertemuan penting.”
Syaima’ mengaku heran dengan jawaban ayahnya tersebut. Tapi ayahnya kemudian berkata kepadanya dengan penuh keyakinan, “Aku presiden Republik Mesir, negara Muslim terbesar di dunia Arab. Tidak mungkin aku menurut saja dengan jadwalnya. Aku yang menentukan kapan aku bisa menerima telepon.”
Syaima’ pun bangga dengan sikap ayahnya ini. Dia teringat dengan lembaran sejarah Islam masa lalu. Apalagi setelah melihat ayahnya tersenyum lebar saat pergi ke masjid untuk shalat Jumat. (msa/dakwatuna).
Sumber: 

SELASA, JANUARI 06, 2015
Dewan Ulama Senior Saudi: As-Sisi Murtad Total

Portal al-gornal (28/12/2014) mempublikasikan sebuah dokumen sangat penting yang dibocorkan dari Kantor Pusat Dewan Fatwa Saudi Arabia nomor 251450 yang menfatwakan bahwa As-Sisi sudah keluar dari Islam alias murtad total “murtad kubro”. Dokumen tersebut tertanggal 20 Ramadhan 1435 H, tepat saat zionis Israel menyerang Gaza dan blokade total yang dilakukan As-Sisi terhadap kaum muslimin Gaza pada saat penyerangan itu dalam rangka membantu Israel.
Dokumen menyebutkan:
“Merujuk fatwa syaikh Bin Baz rahimahullah (1/274) yang menyatakan bahwa orang yang membantu kaum kafir untuk menyerang kaum muslimin adalah murtad dari agamanya, dan sudah melakukan tindakan terlarang dan sebuah kemungkaran.

Syaikh Bin Baz mengatakan: ‘Semua ulama Islam sepakat bahwa siapa saja yang membantu orang-orang kafir untuk -menyerang- kaum muslimin maka orang tersebut menjadi bagian dari orang-orang kafir, sebagaimana firman Allah: ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya (orang kepercayaan, orang yang diberikan pertolongan, rasa sayang dan dukungan) bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.

Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. (QS. Al Maidah: 51).’
Setelah merujuk fatwa dan pendapat para ulama-ulama terdahulu dan modern, dan setelah membicarakan lebih lanjut dan meneliti tindakan dan sikap Abdul Fattah Said Husein Khalil As-Sisi kelahiran 19 November 1954 yang sudah melakukan blokade terhadap dua juta penduduk Gaza dalam rangka membantu Yahudi dengan cara menahan makanan dan obat-obatan untuk masuk Gaza dan juga menghalangi para orang-otang tua, wanita dan anak-anak keluar Gaza, dan kami sudah mendapatkan bukti-bukti yang tidak diragukan lagi bahwa Abdul Fattah Said Husein Khalil As-Sisi telah murtad dari Islam dengan level ‘Murtad Kubro’ yang membuatnya sudah keluar dari Islam secara totalitas sehingga semua hukum terkait orang yang murtad dapat diterapkan kepadanya.”(FIMADANI)
http://muslimina.blogspot.com/2015/01/dewan-ulama-senior-saudi-as-sisi-murtad.html

Raja Salman Pun Diperkirakan Copot Dubes Saudi di Kairo
01/02/15 | 17:41 | 10 Rabbi al-Thanni 1436 H
dakwatuna.com – Kairo. Seorang jurnalis Mesir, Amr Abdel Hadi, menyambut positif reformasi yang dilakukan Raja Salman di Arab Saudi saat ini. Apalagi saat ini sedang santer tersebar kabar tentang akan digantinya duta besar di Kairo, Ahmad bin Abdulaziz Al-Qattan, yang menurutnya sangat mendukung kudeta militer di Mesir.
Seperti ditulis dalam akun twitternya, Abdel Hadi mengatakan, “Aku pernah menemui Al-Qattan, dubes Saudi di Mesir, setelah revolusi. Dia benar-benar pendukung Husni Mubarak, bahkan lebih ekstrem daripada anggota partainya sekalipun. Terima kasih kepada Raja Salman yang telah menariknya dan akan menggantinya.”
Saat ini sedang santer berita dipanggilnya dubes Saudi di Kairo ke Riyadh. Hal itu diyakini sebagai pendahuluan sebelum benar-benar diganti. Kerajaan Saudi akan melakukan reformasi besar-besaran seiring dengan reformasi birokrasi yang saat ini dilakukan di dalam negeri. (msa/dakwatuna)
Gebrakan: Raja Salman bersihkan kerajaan, dekati IM

Semoga angin baru kebangkitan Islam terjadi melalui gebrakan Raja Salman yang melakukan pembersihan loyalis Raja Abdullah. Kini ia dikabarkan mendekati Ikhwanul Muslimin (IM), sebagaimana analisis Hashmi Bachtiar, alumni Universitas Al-Azhar dan mahasiswa postgraduate Hubungan Internasional di Lille-Perancis yang diterima redaksi Arrahmah.com, Ahad (1/2/2015).
Raja Salman bin Abdul Aziz sebagai nakhoda baru kerajaan Saudi Arabia terus melanjutkan ‘kudeta’ di tubuh kerajaan lumbung minyak tersebut. Sebelumnya, pasca dibai’at menjadi raja menggantikan saudara tirinya Abdullah bin Abdul Aziz, Raja Salman langsung bergerak cepat dengan memilih Muhammad bin Nayef sebagai wakil putra mahkota dan memecat Khalid Al-Tuwaijri yang menjabat kepala dewan kerajaan.
Baru-baru ini Raja Salman kembali mengambil kebijakan yang membuat dirinya semakin menjadi sorotan. Raja Salman mengganti Gubernur Makkah dan melakukan perombakan besar-besaran dalam kaninet kerajaan, mungkin ini perombakan terbesar yang pernah terjadi di kerajaan Saudi Arabia. Setidaknya Raja Salman mengeluarkan 34 keputusan raja yang salah satunya pergantian kabinet.
Perombakan kabinet tersebut sangat jelas tujuannya yaitu membersihkan loyalis Raja Abdullah dan menggantinya dengan sosok yang dipercaya oleh Raja Salman. Sebut saja menteri pertahanan yang baru, sekarang dijabat oleh Muhammad bin Salman yang merupakan anaknya sendiri. Kemudian menteri dalam negeri, dijabat oleh Muhammad bin Nayef bin Abdul Aziz, yang sebelumnya dipilih menjadi wakil putra mahkota.
Keputusan lainnya adalah memberi ampunan kepada tahanan politik, yang merupakan pantangan dalam kerajaan. Selama ini Saudi Arabia selalu menempatkan oposisi kerajaan sebagai musuh berbahaya, tetapi Raja Salman malah memberi ampunan, semakin membuat penasaran kemana arah politik raja baru tersebut.
Sebenarnya membaca arah politik Raja Salman tidaklah terlalu sulit. Dengan kebijakannya akhir-akhir ini sudah terlihat, baik itu arah politik dalam negeri maupun kawasan dan internasional. Dari komposisi kabinet yang baru dipilih dan orang-orang terdekat raja Salman juga bisa dikuak, kemana kapal kerajaan tersebut akan berlayar.
Di dalam kerajaan, Raja Salman dibantu oleh dua orang terdekatnya dalam melakukan operasi pembersihan loyalis Abdullah. Pertama adalah Muhammad bin Nayef yang dipilih sebagai wakil putra mahkota.
Muhammad bin Nayef selama ini dikenal dekat dengan petinggi Turki dan mempunyai sejarah buruk dengan Khalifa bin Zayed presiden Uni Emirat Arab. Mungkin inilah alasan mengapa Erdogan menunda lawatannya ke Somalia dan memilih terbang ke Riyadh ikut prosesi pemakaman Abdullah. Sedangkan Bin Zayed presiden Uni Emirat Arab memilih tidak hadir dengan alasan tidak jelas.
Sosok kedua adalah Muhammad bin Salman. Tidak tanggung-tanggung, Muhammad bin Salman diberi tiga jabatan penting sekaligus, yaitu sebagai menteri pertahanan, kepala dewan kerajaan dan kepala urusan ekonomi dan pembangunan. Dua sosok inilah yang membantu pembersihan loyalis Abdullah ditubuh kerajaan.
Untuk Raja Salman sendiri, dirinya dikenal dekat dengan Tamim bin Hamed, amir kerajaan Qatar. Raja Salman dikenal sudah lama memiliki hubungan baik dengan kerajaan Qatar. Terlihat ketika kudeta di Mesir terhadap Muhammad Mursi, Raja Salman bersama Qatar menentang aksi kudeta tersebut, namun Raja Salman tidak bisa berbuat banyak terbentur oleh Raja Abdullah yang waktu itu salah seorang pendukung kudeta. Sosok Raja Salman sangat dibenci Uni Emirat Arab, konon issue kesehatan Raja Salman bermasalah bermula dari negara tersebut.
Raja Salman sangat paham posisinya saat ini, kemungkinan buruk bisa saja terjadi terhadap pemerintahannya. Bagi loyalis Abdullah di istana, yang dilakukan Raja Salman bukanlah reformasi, tetapi kudeta yang tentu menimbulkan badai di internal kerajaan. Apalagi mengingat yang memusuhinya bukan saja dari internal kerajaan, tetapi juga dari kawasan dan internasional.
Setidaknya saat ini Raja Salman memiliki tiga musuh berbahaya. Yang pertama adalah Khalid Tawajiri, mantan kepala dewan kerajaan. Kedua Bendar bin Sulthan, mantan kepala kemanan nasional dan ketiga Khalifah bin Zayed presiden Uni Emirat Arab.
Tiga nama tersebut jauh sebelum Abdullah wafat sudah menyusun strategi agar Raja Salman tidak naik tahta, namun sayang sebelum misi selesai, Abdullah wafat. Rencana tinggal rencana Raja Salman tetap naik tahta.
Maka wajar Raja Salman bergerak cepat membersihkan istana sebelum melakukan manuver politik lebih jauh. Contoh sikap Saudi Arabia terjadap kasus kudeta di Mesir dan kasus Palestina. Belum lagi konspirasi Barat yang harus dihadapi Raja Salman, jika dirinya melakukan langkah politik yang membahayakan Barat yang sejak lama menjadi ‘tamu istimewa’ di Saudi Arabia.
Mendekat IM
Kedekatan Raja Salman dengan kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) juga menjadi catatan penting dalam membaca arah politik Raja Salman. Rasyid Al-Ghanusy adalah tokoh Ikhwanul Muslimin yang turut hadir dalam prosesi pemakaman Abdullah bersama Erdogan. Ini tentu tanda bahwa Raja Salman membuka pintu pembicaraan dengan kelompok tersebut, namun banyak kalangan memperkirakan sebenarnya mereka sudah memiliki hubungan dekat.
Beberapa media menurunkan berita bahwa Saudi Arabia waktu pemerintahan Abdullah meminta PM Inggris David Cameron melakukan penyelidikan terhadap pemimpin Ikhwanul Muslimin yang bermukim di sana dengan tuduhan teroris. David Cameron menyanggupi permintaan Abdullah sebagai sahabat. Namun setelah penyelidikan dilakukan, Inggris tidak menemukan tudahan tersebut, tetapi Inggris belum melaporkan hasil penyelidikan tersebut takut Abdullah kecewa. Mungkin saat ini waktu yang tepat bagi Inggris untuk melaporkan hasil penyelidikan tersebut kepada pemerintah Saudi Arabia, lapor pejabat tinggi kementrian luar negeri Inggris.
Politik Mesir
Kurang lengkap berbicara timur tengah tanpa membahas Mesir. Berita teranyar Raja Salman telah memecat Dubes Saudi Arabia untuk Mesir, Ahmad bin Abdul Aziz Qattan. Dubes Qattan dikenal sebagai kurir kerajaan Saudi Arabia untuk pemerintah kudeta Abdel Fattah As-sisi.
Pemecatan tersebut signal dari Raja Salman bahwa politik Saudi Arabia akan berubah terhadap Mesir. Bisa jadi Raja Salman menghentikan bantuan untuk Mesir, atau masih memberikan bantuan tapi dengan syarat yang harus dipenuhi Mesir. Syaratnya apa? Mungkin kesepakatan poros baru nanti Ankara-Riyadh-Doha yang bisa menjawab.
Sepak terjang Raja Salman ini tentu mendapat dukungan kuat dari rakyat Saudi Arabia, bahkan muslim internasional yang melihat selama ini Saudi Arabia seperti raksasa ompong, makanpun harus disuapkan bubur oleh Amerika. Raja Salman diharapkan menjadi penerus raja Fahd yang mementingkan negaranya dan umat muslim dari pada Barat.
Mungkin benar yang dilakukan Salman adalah kudeta, kudeta terhadap kepentingan Barat, kudeta yang didukung Rakyat Saudi Arabia.

Menanti Koalisi Raja Salman Saudi Dan Turki Bebaskan Mesir, Palestina Dan Dunia Islam
By boemiislam on February 1, 2015@boemiislam

DR. Mahmud Al Khafaji menegaskan, “Kalian akan segera menyaksikan tebaran kebaikan dari Ikhwanul Muslimin. Hanya perlu sabar sedikit saja!”
Ya. Seminggu setelah meninggalnya Raja Abdullah, harapan kembali membahana di seantero Timur Tengah. Peran Raja Abdullah dalam kudeta di Mesir yang menyebabkan 10.000 orang lebih wafat, 100.000 orang terusir dari Mesir, 20.000 orang terluka, 45.000 orang dipenjara, merupakan dosa teramat berat yang dipikul Raja Abdullah.
Kini di era Raja Salman bin Abdul Aziz, babak baru Saudi Arabia dimulai. Empat hari setelah resmi berkuasa, Raja Salman Saudi langsung meratifikasi pernjanjian industri alutsista dengan Turki yang dibekukan sejak kudeta di Mesir. Bahkan Raja Salman melakukan gunting pita, atas kedatangan kapal tempur baru yang diproduksi Turki. Maka poros Saudi-Turki kembali berkibar.
Hal yang sama dilakukan Kuwait. Dubes Kuwait di Kairo menegaskan, Kuwait tidak akan lagi memberi tambahan bantuan untuk pemerintahan As-Sisi. Perlu diketahui, bantuan Kuwait untuk kudeta di Mesir berada di urutan ketiga setelah Saudi Arabia, UAE.
Publik Mesir kini berharap-harap cemas. Kendali kekuasaan di Mesir sebenarnya berada di tangan Panglima AB dan Menhan, Jenderal Shidqi Shubhi.

Maka seorang Ahmad Mansour, wartawan senior Almujtama’ berharap, Shidqi Shubhi terketuk hati untuk menebus segala dosa dan kesalahan di masa lalu dengan melakukan kudeta senyap terhadap As-Sisi. Lalu dilakukan rekonsiliasi, pembebasan tahanan politik, pengembalian hak-hak WN Mesir yang dirampas, dan tidak membiarkan Mesir seprti Syiria atau Irak.
Sikap negara-negara Teluk pendukung kudeta, tidak terlepas dari merosotnya harga minyak dunia. Dimana Dewan Kerjasama Teluk mengalami kerugian hampir 215 Milyar Dollar dalam enam bulan terakhir. Selain sikap rakyat di negara-negara Teluk yang “jengah” atas raja-raja dan emir-emir mereka yang lebih memperhatikan Mesir dengan kudetanya, daripada mensejahterakan rakyatnya. Hal ini pula yang mendorong Raja Salman, menggelontorkan bonus 2 bulan gaji dengan total 30 Milyar Riyal untuk rakyat Saudi Arabia.
Jadi, kunci berakhir tidaknya kudeta di Mesir tergantung daya tekan Saudi Arabia terhadap AS. Tekanan akan semakin kuat saat Turki dan Qatar ikut menekan AS. Tentunya dengan tawar menawar, salah satunya Turki mengendurkan dukungan kepada Ikhwanul Muslimin. Mari terus kita cermati!
Oleh : Nandang Burhanuddin, Lc. MA.


Kenapa Syiah Hutsi Tidak Dikategorikan Teroris?

San’a. Tokoh pemikiran dan pengamat politik dari Kuwait, Abdullah Al-Nefisi, mempertanyakan sikap masyarakat dunia terhadap milisi Syiah Hutsi di Yaman.
Dalam akun twitternya, @DrAlnefisi, Jumat (19/9/2014) kemarin, beliau menulis, “Kenapa departemen luar negeri Amerika Serikat tidak memasukkan Syiah Hutsi dalam daftar organisasi teroris?”
Menurutnya, sikap Amerika itu masuk dalam kesepakatan saling mendukung antara Amerika dan Iran. Karena ada kesepakatan tersebut, Amerika harus mendukung keberadaan Syiah Hutsi.
Al-Nefisi juga memperingatkan negara-negara Teluk akan ancaman berdirinya negara Iran di Yaman bagian utara. “Jika negara-negara Teluk tidak aktif bergerak mendukung pemerintah Yaman dalam melawan Syiah Hutsi, maka sebentar lagi Yaman akan menjadi pendukung Iran yang sangat membahayakan wilayah Teluk.”
Amerika tidak memerangi Syiah Hutsi, padahal kelompok bersenjata ini mengangkat slogan “Matilah Amerika, Matilah Israel, Terlaknatlah Yahudi” sejak awal didirikan oleh Husain Badrudin Al-Hutsi.
Tentang slogan ini, banyak kalangan menilainya hanya merupakan kedok untuk menarik dukungan rakyat. Yang diinginkan Syiah Hutsi hanyalah mengubah Yaman menjadi negeri Syiah. Bahkan mereka sendiri banyak melakukan tindakan yang bertentangan dengan slogan tersebut.
http://www.dakwatuna.com/2014/09/20/57149/kenapa-syiah-hutsi-tidak-dikategorikan-teroris/#ixzz3QYP2HdIH 

Syiah Houtsi di Yaman Tuntut Penghapusan Surat An-Nuur dalam Al-Qur’an
Posted by: Sohibul Qur'an Posted date: 12/30/2014 / 
SANAA (SALAM-ONLINE): Syiah Houtsi di Yaman baru-baru ini kembali menuntut suratAn-Nuur, salah satu nama surat dalam Al-Qur’an, agar dihapus dari kurikulum sekolah karena dianggap menimbulkan fitnah.

Sebagaimana diketahui, Allah Subhanahu wa Ta’ala membebaskan istri Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Aisyah binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha dari fitnah keji dalam surat ke-24 dari Al-Qur’an itu.

“Syiah Houtsi kembali menuntut penghapusan surat An-Nuur yang membebaskan Ummul Mukminin Aisyah dari tuduhan keji dari kurikulum sekolah di Yaman,” lansir portal berita Yaman, yemen-press.com, Senin (29/12/2014), sebagaimana dikutip Kiblat.net, Selasa (30/12).Kelompok Syiah itu beralasan bahwa surat tersebut hanya akan meningkatkan perselisihan sektarian.Tuntutan ini,tambah Yemen-Press, sebelumnya telah disuarakan Syiah Houtsi pada 2012 lalu. Mereka menuntut pembelajaran surat An-Nuur di sekolah dihapus setelah seorang guru Muslim memberikan soal kepada muridnya tentang Haditsul Ifki. Dalam soal itu, guru tersebut meminta murid memberikan dalil dari Al-Qur’an bahwa istri Nabi shallallahu ‘alaisi wa sallam, Aisyah, dibebaskan dari tuduhan perzinahan.

Pada waktu itu, Syiah Houtsi menuntut pemerintah supaya menghapus pembelajaran surat An-Nuur di sekolah karena dapat menimbulkan perselisihan antara Sunni dan Syiah. Tuntutan ini mencuat setelah Syiah Houtsi merasa kuat dan orang-orang mereka duduk di pemerintahan. Sebagaimana diketahui, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membebaskan Aisyah radhiyallahu ‘anhadari tuduhan perzinahan yang dihembuskan oleh orang-orang munafik. Fitnah itu sempat membuat Rasulullah terguncang dan menjauhi Aisyah selama beberapa hari.

Akan tetapi, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat 11 dari surat An-Nuur yang menegaskan bahwa seluruh tuduhan itu adalah dusta dan dihembuskan oleh orang-orang munafik. Peristiwa itu dikenal dengan Haditsul Ifki.
Sumber: Kiblat.net/yemen-press.com