Friday, February 5, 2016

Salibis Barbar Amerika dan Komunis Barbar Rusia Menambah Rumit Penyelesaian Konflik Timur Tengah. Motifnya Gemar Membantai Muslim Dengan Ratusan Ribu Ton Bom Di Negara Mayoritas Muslim, Kita Pasrah Aja atau Perang Bubat ?

amerika-kapalinduk

Dalam sebuah diskusi di PP Muhammadiyah sekitar tahun 2003, mantan Menteri Agama Tarmizi Taher menyatakan bahwa di dunia ini yang menang adalah yang kuat. Kebenaran dan keadilan kadang dikalahkan oleh kekuatan.
Inilah nampaknya yang terjadi di Timur Tengah saat ini. Amerika dan Rusia seperti tidak mau kehilangan dominasi dunianya menunjukkan kekuatan militer di Timteng. Rusia negara yang dibangun dengan jutaan darah rakyatnya oleh Lenin, kini membantu penuh presiden Suriah Bashar Assad. Rusia tidak peduli Bashar salah atau tidak, zalim atau adil.
Rusia mengerahkan pesawat-pesawat militer terbaiknya ke Rusia. Terakhir Rusia menempatkan tank tempur tercanggihnyaT-90 ke Aleppo Suriah. Tank ini sudah pernah digunakan dalam konflik di Chechnya dan Ukraina, namun ini pertama kalinya T-90 dikirim langsung ke medan perang, demikian disampaikan Tim Ripley, analis yang menulis untuk Jane’s Defence Weekly, seperti dikutip Telegraph.
Selain mengirim pesawat dan tank, Rusia juga mengirim pasukan-pasukan tempur yang terlatih untuk memback-up diktator Bashar Assad. Banyak analis politik yang menyatakan, bila Rusia tidak mendukung Bashar habis-habisan, Suriah mungkin sudah jatuh ke gerilyawan oposisi. Apakah ke ISIS, Jabhatun Nushrah, atau Free Syrian Army.
Hubungan Bashar dengan Rusia memang sudah lama –sebagaimana hubungan Bashar dengan Iran. Rusia membantu peralatan militer dinasti Assad sejak lama. Tentu hubungan militer Suriah-Rusia sekarang ini ada imbalan konsesi dari Bashar untuk Putin. Apakah jaminan eksplorasi minyak atau pembukaan jaringan-jaringan bisnis lainnya.
Begitu pula masalah di Irak. Perdana Menteri Irak Haidar al Abadi akan segera jatuh bila Amerika tidak memback-upnya. Kurdi dan pasukan pemerintah Irak kini hanya minoritas kecil di negeri Seribu Satu Malam itu.

Tapi begitulah Negara Superpower. Ia tidak mau hilang kendalinya mengatur Timur Tengah. Bagi Amerika invasinya ke Irak tahun 2003 bukan sebuah kesalahan, meski saat itu jutaan orang dari Eropa, Asia dan negerinya sendiri memprotesnya. Seperti diketahui ambisi tamak Bush terhadap minyak Irak saat itu mengakibatkan hancurnya negara Irak dan korban lebih dari 1 juta rakyat Irak.

Para analis politik menyatakan bahwa invasi Amerika ke Irak bukan semata-mata untuk menjatuhkan Saddam Husein, tapi untuk menguasai ladang-ladang minyak Irak yang menggiurkan. Salah satu ladang sumur minyak di Irak saja dapat menghasilkan hampir dua juta barel per hari. Bayangkan di Indonesia saja total hanya bisa memproduksi minyak sekitar 900 ribu barel per hari.
Karena itu tidak heran bila kapal induk Amerika ada yang dinamakan George W Bush. Karena jasa Bush menginvasi Irak –sehingga bisa menguasai ladang-ladang minyak di sana—ingin dikenang terus oleh militer Amerika. Menlu Amerika John Kerry dalam pertemuan dengan para wakil 23 negara di Roma Italia kemarin (2/2) menyatakan bahwa masyarakat internasional tidak ingin kekhalifahan palsu punya akses atas minyak yang nilainya miliaran dolar.
Begitu juga dalam kasus Yaman. Militer Amerika ikut mempersiapkan pesawat-pesawat tempurnya untuk membantu Arab Saudi memerangi pemberontak Houthi. Yaman kini juga dalam krisis, karena di sana terjadi konflik antara Saudi, pemberontak Syiah Houthi dan al Qaida.
Begitu pula krisis di Libia merembet hingga kini, adalah terutama karena nafsu Amerika menggulingkan Muammar Qaddafi. Pasukan NATO yang dkomandani Amerika menggunakan pesawat-pesawat tempur tercanggihnya di Libia, hingga akhirnya Qaddafi terbunuh.
000
Walhasil, pendapat ahli politik Prof Amien Rais agar negara adi daya membiarkan dunia Arab mengatur dirinya sendiri menarik untuk dicermati. Selama Amerika dan Rusia merasa dirinya ras yang super dan berhak mengatur dunia, maka perdamaian dunia hanya akan menjadi angan-angan.
Pengamat politik Amerika John L Esposito juga pernah menyarankan agar pemerintah Amerika mengevaluasi politik luar negerinya (untuk terciptanya perdamaian dunia).
Biarkan Irak, Suriah, Libia dan lain-lain mengatur negaranya sendiri, maka seiring dengan berjalannya waktu akan terjadi ‘perbaikan dan perdamaian’ di negara itu. Perdamaian yang terjadi dalam sebuah negara biasanya akan menular pada perdamaian hubungan dengan negara-negara lain.
Kerakusan atau ketamakan ekonomi seringkali menjadi sumber peperangan. Wallahu alimun hakim.*IZ