Thursday, March 3, 2016

4 Tipe Ustadz Dalam Berdakwah. 4 Tipe Manusia Dalam Beramal



Bagi seorang Muslim, dakwah merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar. Kewajiban dakwah merupakan suatu yang tidak bisa dihindarkan dari kehidupan. Dakwah melekat erat bersamaan dengan pengakuan dirinya sebagai seorang Muslim. Orang yang mengaku sebagai Muslim, dia menjadi seorang juru dakwah.
Sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad saw dalam sabdanya, “Sampaikan apa yang kamu terima dariku walaupun hanya satu ayat”.  Atas dasar ini, dakwah merupakan bagian penting dalam kehidupan seorang muslim. 

Ada empat tipe dakwah.

Pertama, seperti Air hujan, berdakwah ke tempat manapun, tidak memilih-milih lokasi; kaya miskin, pejabat rakyat, tua muda, muslim kafir dan sebagainya.

Allah SWT berfiman :”Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepa Allah…”(QS.Ali Imron: 110).
Lihat juga surat Annahl 82 dan 125, Al Ghasiyah 21-22, Ali Imron 104, Annisa 95-96, Yusuf 108, Fusshilat 33, as-shaf 10-13).

Dalam hadis Rasulullah saw bersabda : “Apabila umatku sudah meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar maka tercabutlah bagi mereka keberkahan wahyu (HR.Hakim dan Tirmidzi ).

Kedua, seperti air sumur  (mata air), orang-orang mendatangi ulama untuk mendapatkan ilmu, hikmah, faedah. Firman Allah dalam Surat Fathir ayat 28: “Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya, hanyalah para ulama…”

Lihat juga Surat Attaubah : 122, Al Ahzab 39, Al Haj 54. Rasulullah saw bersabda :”Ulama itu para penerima amanah Rasul selama tidak bergelimang dengan kekuasaan, dan tidak menjadikan dunia sebagai tujuan. Apabila mereka dikendalikan oleh kekuasaan dan menjadikan dunia sebagai tujuannya, sungguh mereka telah berkhianat pada para Rasul. Hati-hatilah menghadapi mereka. “(HR.Uqaily dari Anas).

Ketiga, seperti air pam, berdakwah jika dibayar, jika tidak dibayar dia tidak mau berdakwah, seperti air pam yang mampet. Allah SWT berfirman :”Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab ? Tidakkah kamu mengerti. ”(Al-Baqarah :44 ).

Lihat juga Al Baqarah :174-175 dan Ali Imron : 187.  Rasulullah saw bersabda : “barangsiapa yang mencari ilmu (yang dengan ilmunya tersebut ) hanya untuk pandai mendebat (beragumentasi) dengan para ulama atau untuk membodohi/mengelabui orang-orang bodoh, atau hanya ingin mendapatkan kemuliaan manusia (dengan menjadi terkenal) maka Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka.”(HR.Tirmidzi).

Keempat, seperti air kotor, dakwah bercampur dengan maksiat,  dia berdakwah tapi juga melakukan perbuatan dosa, maksiat dan kezholiman.

Firman Allah dalam Al Quran Surat As Shaf :2-3  menjelaskan, :”Wahai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ? (Itu ) sangatlah dibenci disisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.
Rasulullah saw bersabda : “Jika seorang alim tidak mengamalkan apa yang diketahui orang alim tersebut akan masuk neraka” (HR.Dailamy).

Dari Ibnu Umar, Rasulullah saw bersabda :”Sesungguhnya Allah swt tidak mencabut ilmu secara langsung dari hati hamba-hambaNya, akan tetapi Allah mencabut ilmu itu dengan cara mewafatkan para ulamanya, sehingga tidak ada seorangpun yang tertinggal di kalangan mereka. Dan pada waktu itu umat manusia menjadikan pemimpin mereka dari orang yang bodoh; yang apabila mereka ditanya, maka mereka memberikan fatwa tanpa didasari ilmu, sehingga mereka tersesat dan menyesatkan.”(HR.Bukhari dan Muslim).

Jika kita merujuk apa yang diucapkan Ali bin Abi thalib karramallahu wajhah, saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda :”Pada akhir zaman akan datang suatu kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka mengutip ucapan manusia terbaik (Nabi SAW ), tetapi tidak melewati tenggorokan mereka (tidak di amalkan). Mereka  tercabut dari agama sebagaimana anak panah tercabut dari busurnya. Ketika Rasulullah isra mi’raj melihat orang-orang yang dipotong lidah mereka dengan pemotong dari api.

Lalu aku bertanya, siapa mereka itu ya, Jibril? ”Mereka adalah para da’i dari umat Anda yang menyuruh berbuat kebajikan tetapi lupa diri mereka sendiri”, jawab jibril. Semoga kita dijauhkan dari tipe da’i air pam dan air kotor. (Ustaz A Saefullah MA dikutip dari ROI/Dz)
http://www.solusiislam.com/2013/05/4-tipe-ustadz-dalam-berdakwah.html

Artikel terkait :
[ Out Of Topics ] Tidak Semua Muslim Layak Dijadikan Guru Atau Ustadz
Apa dan Siapa disebut Zalim (ظلم). [ IT ]
Al Quran : The Miracle Of Miracles. Allah Tidak Sekali-Kali Menjadikan Seseorang Mempunyai Dua Hati Dalam Jiwanya. Masukilah Islam Secara Kaffah ( Not Less Than 100 % Kaffah ! )
2 Dosa Besar Yang Kerap Membuat Seorang Ustadz/Kyai /Ulama Tergelincir Dari Qudwah ( 18 Dosa Besar Lainnya Mungkin Bisa Dipatuhi ) Yaitu Ghibah Dan Riba (Bagian I)
http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/02/2-dosa-besar-yang-kerap-membuat-seorang.html

Dakwah : Kewajiban atau profesi?

Rabu 4/9/2013 Lembaga Dakwah kampus Dewan Keluarga Masjid Universitas Padjadjaran (LDK DKM Unpad) mengadakan kajian Fiqih Kontemporer.
Kajian yang rutin dilaksanakan setiap bulannya, kali ini mengangkat tema “Haramkah memperjualbelikan ayat Allah?” dibawakan oleh Ust Hisyam Mansur, S.Ip (aktivis bakti DKM Unpad / Direktur perencanaan dan pengembangan organisasi DKM Unpad),.
Ust Hisyam memaparkan dengan gamblang fakta yang terjadi di masyarakat, bahwa ada 2 tipe ustadz yang sering kita lihat. Tipe pertama adalah seorang ustadz yang dengan ikhlas mengajarkan ilmunya walaupun tidak dibayar, ia rela pergi ke pelosok-pelosok pedesaan demi melaksanakan tugas mulianya. Mereka tidak terkenal bahkan tidak terbetik sedikitpun dalam benak ustadz tersebut untuk terkenal.
Adapun tipe kedua, terdapat ustadz yang menjadikan dakwah sebagai ladang bisnis, sebagai sumber penghasilannya sehari-hari. Mereka dengan gayanya yang mengejar ketenaran, mengejar masa demi tujuan materi. Bukan timbul dari kesadaran bahwa dakwah itu wajib.
Pembicara kemudian menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan munculnya ustadz tarif. Diantaranya :
– Sistem kapitalisme yang melahirkan sistem sosial yang serba materi oriented.
– Pergeseran paradigma Da’wah (dari Perintah menjadi profesi, menyampaikan apa yg diinginkan masyarakat bukan yang dibutuhkan masyarakat)
– Kesejahteraan para mualim.
– Minimnya peran negara dalam mendukung aktivitas da’wah.
Menjamurnya ustadz tarif baru-baru ini sebenarnya lebih disebabkan oleh sistem kapitalis yang saat ini diterapkan”. Begitulah statement dari pemateri kajian fiqih edisi September LDK DKM unpad.
kemudian menjelaskan bahwa aktivitas dakwah bukan sebuah profesi tetapi kewajiban seorang muslim, yang harus dilaksanakan oleh semua kalangan baik mahasiswa, dosen, tukang becak, dan lain-lain.
Seperti halnya kewajiban yang lain, dakwah tidak boleh dilandasi oleh nilai-nilai material, apalagi ditarif. Karena dakwah tidak boleh dijadikan ladang bisnis. Tapi, yang namanya wajib tentunya harus dilaksanakan karena dorongan iman, sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah Allah swt. Kemudian ustadz Hisyam mencontohkan dengan kewajiban-kewajiban yang lain yang pelaksanaannya harus betul-betul dilandasi keikhlasan dan sebagai bentuk ketaatan kepada-Nya. “tidak boleh tidak jadi melaksanakan shalat karena tidak ada biaya, juga tidak boleh tidak jadi shaum karena tidak dibayar, kalo yang seperti itu namanya dagang, bukan ibadah” ungkap ustadz hisyam.
Tidak cukup sampai disitu, pembicara pun menjelaskan bahwa seorang ustadz ketika diberi upah Karena ia mengajarkan ilmunya, atau karena dakwahnya, ia boleh mengambilnya. Dengan catatan tidak boleh mematok tarif dan memberatkan umat atau bahkan menghalangi umat untuk memperoleh pengajaran.
Barang siapa yang ditanya mengenai suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya, niscaya ia akan dipecut oleh Allah swt di hari kiamat nanti dengan tali pecut dari neraka” (HR Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Majah
Peserta kajian pun begitu antusias mengikuti acara kajian fiqih tersebut. Diantara mereka pun aktif bertanya kepada pembicara seputar fenomena-fenomena yang terjadi dalam dunia dakwah.  [TS]

[ IT ] Bencana…!! Banyak Berilmu Namun Tanpa Amal
Siapa Bilang Ilmu Tidak Diambil Dari Seorang Kutu Buku!!

Allah tidak menjadikan dua hati dalam diri seseorang

Sebuah wadah baru bisa diisi dengan sesuatu jika kosong dari lawan sesuatu tersebut. Hukum ini, selain berlaku untuk dzat dan benda, juga berlaku untuk hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan dan kehendak.

Apabila hati seseorang dipenuhi oleh keyakinan dan rasa cinta terhadap perkara yang bathil , maka tidak ada lagi ruang didalamnya untuk menempatkan keyakinan dan rasa cinta terhadap perkara yang haq.

Demikian pula,apabila lidah seseorang terbiasa disibukan dengan membicarakan sesuatu yang tidak bermanfaat, niscaya ia tidak mungkin berbicara tentang sesuatu yang bermanfaat baginya, kecuali setelah lidahnya dikosongkan dari perkataan-perkataan yang bathil.

Begitu pula anggota tubuh, jika telah disibukan dengan selain ketaatan kepada Alllah, maka tidak mungkin anggota tubuh itu dapat disibukan dengan ketaatan kepada Allah, kecuali setelah dikosongkan terlebih dahulu dari perbuatan yang berlawanan tersebut.

Hatipun demilkian, jika sudah sibuk mencintai sesuatu selain Allah , sibuk dengan keinginan terhadap sesuatu selain Allah, serta sibuk merindukan dan larut kepada selain Allah, pastilah ia tidak mungkin sibuk untuk
mencintai Allah dan menginginkan-Nya, juga dalam merindukan pertemuan dengan-Nya, kecuali setelah hati itu dikosongkan dari keterkaitannya kepada selain Allah.

Gerakan lidah tidak mungkin sibuk menyebut Allah, begitu pula anggota tubuh lainnya tidak akan sibuk melayani Allah, kecuali jika lidah dan anggota tubuh tersebut dikosongkan terlebih dahulu dari menyebut selain Allah atau melayani selain-Nya.

Jika hati telah dipenuhi oleh kesibukan dengan sesama makhluk dan ilmu yang tidak bermanfaat, maka tidak ada lagi ruang didalamnya untuk menyibukan diri dengan Allah, termasuk untuk mengenal asma-asma, sifat-sifat, maupun hukum-hukum-Nya.

Ada hikmah dibalik semua itu. Yaitu, pengaruh dari penyimakan hati serupa dengan pengaruh dari penerimaan telinga. Apabila hati terbiasa menyimak perkataan yang tidak berhubungan dengan Allah, niscaya ia tidak akan mendengar atau memahami firman Allah. Sebagaimana ketika hati cenderung dan cinta kepada selain Allah, didalamnya pasti tidak akan ada kecenderungan dan kecintaan kepada-Nya. Jika hati sudah berbicara dengan selain dzikir kepada Allah, maka hati tidak akan berbicara dengan dzikir kepada-Nya’ sebagaimana halnya lidah.

Oleh sebab itu didalam kitab ash-Shahiih disebutkan bahwasanya Nabi pernah bersabda :
“Seandainya perut seseorang di antara kamu dipenuhi oleh nanah sampai nanah itu menggerogoti dan merusaknya, sungguh yang demikian itu lebih baik baginya daripada dipenuhi oleh sya’ir ( yang melalaikannya)” [ diriwayatkan oleh al-Bukhari ( no.6155) dan Muslim ( no.2257) dari Abu Hurairah. Kata yariyahu dalam hadits tersebut bermakna menggerogoti dan merusak perut.lihat pula fathul baarii ( X/550)].

Pada hadits diatas, Nabi menjelaskan bahwa perut manusia bisa dipenuhi oleh sya’ir, artinya anggota tubuh ini dapat pula dipenuhi oleh perkara-perkara syubhat ( yang tidak jelas halal-haramnya), hal-hal yang meragukan, segala takhayul ( khayalan), asumsi-asumsi yang tidak nyata, pengetahuan yang tidak bermanfaat, humor dalam kehidupan, berbagai lelucon, hikayat-hikayat, dan sebagainya.

Apabila hati seseorang telah dipenuhi oleh hal-hal tersebut, kemudian datanglah berbagai kebaikan yang hendak menempatinya ( berupa hakikat-hakikat Al-Qur’an serta ilmu agama yang akan membuat dirinya sempurna dan bahagia), niscaya semua hal positip itu tidak akan mendapatkan tempat dan tidak akan diterima. Akibatnya, seluruh hakikat al-Qur’an dan ilmu itu akan berlalu begitu saja melintasi hati yang dipenuhi keburukan tersebut, untuk mencari tempat yang lain.
Begitu pula jika anda memberi nasihat kepada hati yang dipenuhi oleh hal-hal yang berlawanan dengan perkara yang dinasihati, niscaya nasihat itu tidak akan menemukan jalan masuk. Sebab, hati tadi akan menolak nasihat itu, dan nasihatpun tidak akan bisa masuk kedalamnya. Nasihat itu akan berlalu melewatinya dan tidak akan tinggal di dalam hati sepeti itu.
Di dalam sebuah sya’ir dinyatakan :
Bersihkan hatimu dari selain Kami, niscaya engkau bertemu Kami
Sebab Kami hanya bertemu dengan orang seperti itu
Sabar adalah mantera pembuka perbendaharaan Kami
Siapa yang mendapatkannya pasti mendapatkan perbendaharaan itu
Hanya kepada Allah kita memohon taufik
Admin lamurkha
Disadur dari buku Fawaidul Fawaid, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Bab 13.12.

4 Tipe Manusia dalam Beramal

PERNAHKAN kita menjumpai seseorang yang ketika diajak berdakwah memperjuangkan Islam hanya diam saja, tidak berkata apa-apa dan juga tidak melakukan apa-apa? Atau, pernahkah kita menemui sesorang orang yang tidak berdakwah untuk Islam, tidak menyampaikan ide-ide Islam, tetapi pada yang sama, juga tidak berbuat apa-apa untuk Islam? Ternyata, hal ini sudah diprediksikan oleh ulama kita terdahulu.
Abu Hazim Rahimahullâhu Ta’ala sebagaimana dikutip Syaikh Mahmud al-Misri dalamTamasya Ke Negeri Akhirat (Terjemah kitab Rihlatun ilâ al-dâr al-âkhiroh) menyampaikan
“Ulama pada zaman ini (red=zaman Abu Hazim) merasa puas dengan perkataan-perkataan (tentang kebaikan) namun jarang berbuat. Sedangkan, para salaf Radhiyallahu Anhum terdahulu mereka mempraktekkan pekerjaan tanpa banyak berkata-kata. Kemudian, orang-orang setelah mereka melakukan pekerjaan sambil berkata-kata. Kemudian, orang-orang setelah mereka berkata-kata namun tidak melakukannya. Dan akan datang suatu zaman di mana penghuninya tidak berkata-kata dan tidak pula melakukannya.” (Syaikh Mahmud al-Mishri, Tamasya ke Negeri Akhirat, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2011), hal. 16)
Dari keterangan Abu Hazim di atas, bisa diketahui bahwa ada 4 tipe manusia dalam beramal:
Pertama, Mereka yang banyak beramal tapi sedikit berbicara, dan ini sebaik-baik tipe manusia dalam beramal,
Kedua, Mereka yang beramal dan sambil berbicara,
Ketiga, Mereka yang sedikit amalnya tapi banyak berbicara, dan
Keempat, Mereka sedikit bicara dan sedikit amalnya.
Dari keempat tipe tersebut, tipe yang manakah kita, tentu hanya kita dan Allah Subhanahu wata’ala saja yang mengetahuinya. Semoga kita diberikan kekuatan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk bisa menjadi manusia tipe yang pertama, tipenya para salaf radhiyallahu ‘anhum. Aamiin. [] Mabsus Abu Fatih, @mabsus