Saturday, April 30, 2016

Bahaya Besar Wilayatul Faqih

Hasil gambar untuk wali al faqih

Terjemah dari tulisan Prof. Dr. Nashir Al Qifari.
Syiah meyakini bahwa umat harus dipimpin oleh manusia-manusia tertentu, dengan jumlah tertentu, dan sudah ditentukan pula nama-nama mereka. Syiah meyakini bahwa Allah telah memilih para pemimpin itu seperti memilih para nabi1. Perintah para imam itu sederajat dengan perintah Allah. Mereka juga terjaga dari kesalahan, sebagaimana para nabi. Dan mereka memiliki keutamaan yang lebih daripada keutamaan para nabi.

Tetapi imam terakhir dari 12 imam syiah, telah menghilang pada tahun 260 H. Maka syiah mengharamkan siapa pun untuk menduduki posisinya sebagai pemimpin umat, sampai nanti dia keluar dari tempat persembunyiannya. Syiah mengatakan: setiap bendera kepemimpinan yang diangkat sebelum bendera imam mahdi, maka pengangkat bendera itu adalah taghut2. Pensyarah kitab Al Kafi menjelaskan: meskipun orang yang mengangkat bendera itu mengajak kepada kebenaran3.Kaum syiah di masa lalu meyakini pendapat ini. Mereka berhasil mendapatkan surat dari imam, yang ditandatangani langsung oleh imam yang bersembunyi, seperti diyakini oleh syiah, yang membolehkan ulama syiah untuk mengambil beberapa kewenangan yang dimiliki olei imam, bukan seluruh kewenangan, surat ini berbunyi: sedangkan untuk mengetahui hukum peristiwa-peristiwa yang terjadi, maka merujuklah kepada para perawi hadits kami4

Jelas sekali perintah imam di atas, yaitu perintah untuk merujuk kepada para ulama syiah untuk mengetahui hukum peristiwa-peristiwa baru.

Maka seluruh ulama syiah sepakat bahwa kewenangan para ulama syiah adalah seputar memberi fatwa, seperti dijelaskan dalam surat dari imam mahdi. Adapun mengenai kepemimpinan umum, yang mencakup kewenangan politik dan mendirikan negara, maka merupakan kewenangan imam yang bersembunyi sampai dia muncul kembali. Maka para penganut syiah memandang para khalifah yang memimpin dunia Islam sebagai perampas dan diktator, mereka meratapi hal itu, karena dalam pandangan mereka, para khalifah itu telah merampas kekuasaan yang menjadi milik imam mereka. Syiah selalu berdoa kepada Allah setiap saat agar Allah menyegerakan munculnya imam mahdi, agar menegakkan negara syiah. Mereka berinteraksi dengan pemerintahan yang ada dengan akidah taqiyah yang mereka yakini. Mereka selalu mengarahkan para pengikut syiah untuk membuat fitnah dan kekacauan di negeri mereka. Karena menurut mereka, fitnah dan kekacauan adalah salah satu syarat bagi munculnya Imam Mahdi dari persembunyiannya. Demi tercapainya tujuan itu juga, Syiah juga bekerjasama dengan musuh Islam. Abdul Hadi Al Fadhli, seorang ulama syiah, mengatakan: sesungguhnya negara yang dipimpin oleh imam Mahdi adalah negara Islam5. Dan tidak ada negara lslam selain itu. Maka dia mengatakan lagi:  kita harus hidup di masa persembunyian imam dalam suasana menunggu datangnya hari yang dijanjikan, yang mana pada hari itu Imam Mahdi yang ditunggu mulai menghancurkan kekafiran6.Tetapi menunggu itu tidak berarti berdamai dengan pemerintahan Islam yang ada.

Abdul Hadi Al Fadhli mengatakan: yang dijelaskan oleh riwayat-riwayat yang ada, bahwa yang dimaksud dengan menunggu adalah tetap wajib menyiapkan kemunculan imam Mahdi yang ditunggu7.

Lalu Abdul Hadi Al Fadhli menerangkan makna persiapan yaitu:Sesungguhnya persiapan bagi munculnya Imam Mahdi adalah dengan melakukan kegiatan politik, yaitu dengan jalan membangkitkan kesadaran politik, dan melancarkan revolusi bersenjata8.

Dari nukilan-nukilan di atas, pembaca bisa melihat dengan jelas bahwa syiah menolak seluruh pemerintahan Islam kecuali pemerintahan Syiah, dan ajakan untuk mempersiapkan rakyat agar bisa menerima revolusi mereka, dengan menyebarkan ajaran syiah dengan segala sarana, yang disebut oleh Al Fadhli dengan istilah: kesadaran politik.Tetapi imam bersembunyi terlalu lama, dan waktu pun berlalu hingga mendekati 12 abad dan imam Mahdi pun belum muncul. Dan syiah terhalangi dari hidup di bawah negara Islam yang sesuai dengan keyakinan mereka. Maka muncullah pemikiran untuk memindahkan kewenangan imam Mahdi kepada ulama syiah di kalangan para ulama syiah belakangan.Khomeini menyatakan bahwa ulama syiah yaitu An Naraqi9  -wafat thn 1245- dan An Na’ini10  –wafat thn 1355- beranggapan bahwa ulama syiah memiliki seluruh kewenangan dan tugas imam, bekaitan dengan kekuasaan, pemerintahan dan politik.11 Khomeini tidak menyebutkan nama ulama syiah yang menyatakan pendapat ini sebelum dua nama di atas. Jika Khomeini mendapatkan ulama yang menyatakan pendapat ini sebelum mereka berdua, maka sudah pasti akan disbutan, karena Khomeini mencari dasar legitimasi untuk pendapatnya. Maka keyakinan wilayatul faqih tidak ditemukan pada penganut syiah 12  imam sebelum abad ke 13.

Khomeini mengambil pemikiran ini, dan mengajak orang untuk mengikutinya, dan mengajak orang untuk meyakini pentingnya mendirikan negara yang dipimpin oleh wakil dari Imam, untuk menerapkan mazhab syiah dalam kehidupan. Khomeini mengatakan:  hari ini – di masa persembunyian imam- tidak ada satu orang yagn ditunjuk untuk menjalankan pemerintahan negara. Lalu apa pendapat kalian? Apakah hukum Islam harus dibiarkan tidak diterapkan? Atau kita sudah benci kepada Islam? Atau kita mengatakan bahwa Islam hanya turun untuk mengatur kehidupan manusia selama dua abad saja, lalu membiarkan manusia sesudahnya? Atau kita ingin mengatakan: bahwa Islam telah mengabaikan urusan pemerintahan negara? Dan kita semua tahu bahwa tidak adanya pemerintahan mengakibatkan wilayah kekuasaan Islam akan diserang musuh, dan artinya kita akan diam ketika musuh masuk ke wilayah kita. Apakah agama kita membolehkan hal itu terjadi? Bukankah adanya sebuah pemerintahan merupakan hal yang amat penting dalam kehidupan?12

Khomeini mengatakan juga: Imam Mahdi telah bersembunyi selama seribu tahun lebih, dan bisa jadi ada ribuan tahun lagi sebelum tiba saatnya maslahat datangnya imam Mahdi, dan selama waktu yang panjang ini, apakah hukum Islam tidak diterapkan? Apakah manusia pada masa yang panjang itu bebas melakukan apa yang ia mau? Bukankah itu akan mengakibatkan kekacauan, dan aturan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan dengan susah payah menyebarkannya, menjelaskan dan menerapkannya selama 23 tahun, apakah semua itu hanya untuk masa yang terbatas? Apakah Allah menetapkan bahwa penerapan syariah hanya untuk 2 abad saja? Menurut hemat saya, meyakini pendapat ini lebih buruk dari menyatakan bahwa syariat Islam telah dihapuskan13.

Lalu Khomeini menyatakan: maka setiap orang yang meyakini penapat yang menyatakan tidak perlu pembentukan sebuah pemerintahan Islam, maka dia mengingkari pentingnya pelaksanaan hukum Islam, dan dia mengajak untuk mengabaikan hukum Islam, maka berarti dia mengingkari bahwa syareat Islam adalah syareat yang menyeluruh dan kekal sampai akhir zaman14. Karena alasan-alasan di atas, Khomeini meyakini keharusan bagi ulama syiah dan pengikutnya untuk menguasai pemerintahan di negara Islam guna mewakili imam Mahdi. Dengan pendapatnya ini, Khomeini menyimpang dari ajaran syiah dan riwayat-riwayat para imam, yang mengharuskan untuk menunggu imam yang bersembunyi, dan tidak tergesa-gesa15.

Dan salah satu ulama syiah di zaman ini dengan tegas menyatakan: banyak riwayat dari para imam yang mengharamkan memberontak kepada musuh, yaitu para penguasa di zaman kekuasaan mereka16. Ini semua karena jabatan pimpinan umat hanya boleh dijabat oleh mereka yang ditunjuk oleh Allah, bukan karena mereka merestui pemerintahan itu. 

Alasan-alasan yang diutarakan oleh Khomeini dalam rangka menerangkan keharusan mendirikan negara syiah, dan ulama syiah yang mewakili kewenangan Imam Mahdi dalam memimpin negara, semestinya bisa diarahkan ke arah yang lain, jika saja para ulama syiah benar-benar jujur dan tulus kepada para pengikutnya. Yaitu alasan-alasan itu bisa digunakan untuk mengkritik mazhab syiah dari dasarnya, mazhab syiah yang berdiri di atas mitos imam yang bersembunyi, dan menunggu kedatangan imam itu, yang membuat mereka mengalami kondisi ini.

Apa pun, alasan-alasan di ats adalah kesaksian penting dari seorang ulama syiah yang bergelar Ayatullah, tentang batilnya mazhab syiah imamiyah dari dasarnya. Dan kesaksian ini juga menunjukkan bahwa kesepakatan ulama syiah di seluruh masa yang lalu adalah sesat. Dan juga menunjukkan bahwa keyakinan syiah tentang penunjukan imam dari Allah, yang menjadi sumber konflik mereka dengan ahlussunnah, yang karena itu pula mereka mengkafirkan ahlussunnah, adalah hal yang keliru. Sejarah dan realita telah menunjukkan dengan jelas bahwa ajaran ini adalah ajaran yang keliru.

Maka kita lihat mereka terpaksa menyimpang dari keyakinan itu, dengan meyakini pendapat bahwa ulama syiah bisa mewakili seluruh kewenangan imam, setelah mereka melalui waktu yang amat panjang, dan setelah mereka berputus asa dari munculnya imam Mahdi yang mereka sebut dengan shohibuz zaman. Maka mereka menguasai seluruh kewenangan imam Mahdi, dan Khomeini menjadikan seluruh kewenangan imam pada dirinya sendiri, dan bagi sebagian ulama yang sealiran dengannya, karena Khomeini berpendapat akan pentingnya menduduki kewenangan Imam Mahdi yang muncul untuk memimpin negara. Untuk meyakinkan penganut syiah akan hal ini, maka Khomeini menulis bukunya berjudul Al Hukumah Al Islamiyah, atau Wilayatul Faqih.Tetapi Khomeini tidak sepakat atas kewenangan semua orang untuk memimpin pemerintahan, tetapi menyatakan bahwa kewenangan itu adalah khusus bagi ulama syiah. Hanya mereka yang boleh memimpin pemerintahan. Khomeini menyatakan: meskipun tidak ada penunjukan dari Allah tentang siapa yang mewakili imam Mahdi saat berada dalam persembunyian, tetapi sifat-sifat kepala negara yang Islami terdapat pada ulama kita di zaman ini. Jika mereka semua sepakat, maka mereka dengan mudah mewujudkan pemerintahan yang adil, yang tiada bandingannya17
Khomeini berpandangan bahwa pemerintahan ulama syiah adalah sama seperti pemerintahan Rsaulullah. Katanya: Allah menjadikan Rasul sebagai wali bagi seluruh kaum beriman, dan berikutnya imam pun menjadi wali. Makna kata wali di sini, adalah perintahnya berlaku bagi seluruh orang beriman18.

Lalu Khomeini menambahkan: kekuasaan ini juga dimiliki oleh ulama, dengan sebuah perbedaan, yaitu seorang ulama tidak bisa menguasai ulama lainnya, dan ulama bisa mencopot jabatan ulama yang menjabat kepala pemerintahan, karena kedudukan para ulama dalam terhadap kepemimpinan adalah setara19. Teori yang dicetuskan Khomeini ini berdasar pada dua hal:
Pertama, menyatakan bahwa para ulama memiliki kekuasaan umum.
Kedua, yang berhak memimpin negara Islam adalah ulama syiah.
Dan dua hal ini menyimpang dari keyakinan utama syiah, yaitu para imam yang memimpin umat telah ditentukan oleh Allah, dan ditetapkan jumlahnya hanya 12 orang. Sedangkan jumlah para ulama tidak bisa ditetapkan dengan jumlah tertentu, dan tidak ada penunjukan langsung kepada person-person mereka. Ini artinya Khomeini terpengaruh konsep kepemimpinan yang dianut oleh ahlussunnah. Karena Khomeini tidak lagi menganut kriteria kepemimpinan dengan penunjukan langsung, tetapi adalah dengan kategori tertentu, yaitu yang menjabat pemimpin umat haruslah seorang ulama syiah. Dan dengan pendapat ini, secara tak langsung mereka mengakui kesesatan dan kekeliruan ulama syiah sebelum mereka.

Tetapi mereka meyakin bahwa konsep “wilayatul faqih” atau kepemimpinan ulama, ini mewakili kewenangan imam Mahdi, hingga tiba saatnya imam Mahdi muncul. Mereka tidak meninggalkan keyakinan pokok mereka. Maka pemikiran seperti ini –dalam pendapat saya- tidak berbeda dengan pendapat sekte Babiyah. Karena Khomeini menganggap para ulama syiah itulah yang mewakili imam Mahdi, sebagaimana sekte Babiyah menganggap seseorang menjadi pintu, yang mewakili imam Mahdi juga. Bedanya, Khomeini  menganggap semua ulama syiah menjadi pintu.

Kita bisa mengatakan: bahwa teori ini membuat Imam Mahdi muncul, karena kewenangan dan tugas-tugasnya bisa diwakili oleh ulama syiah. Bahkan teori ini tidak hanya memunculkan satu imam Mahdi, tapi puluhan imam Mahdi, karena banyak dari ulama syiah yang berhak menjabat wakil imam Mahdi. 

Khomeini mengatakan: mayoritas ulama kita di zaman ini memiliki sifat-sifat yang membuat mereka layak mewakili imam yang maksum20.
Konsekuensi dari mewakili jabatan dan kewenangan imam Maksum, adalah perintah para ulama syiah adalah sama dengan perintah Rasul, Khomeini berkata: mereka adalah hujjah bagi manusia, sebagaimana Nabi Muhammad adalah hujjah bagi manusia. Setiap yang berpaling dari ketaatan pada mereka, maka Allah akan menghukumnya dan meminta pertanggungjawaban akan hal itu21. Khomeini juga mengatakan: demikian, bahwa Allah telah memberi kewenangan kepada mereka, segala kewenangan yang diberikan kepada para nabi, dan Allah telah memberi tugas kepada mereka dengan kewenangan para nabi22.

Bahkan Khomeini mengisyaratkan bahwa pemerintahan wilayatul Faqih adalah sama dengan pemerintahan imam Mahdi yang dijanjikan. Khomeini berkata: yang hilang dari kita23  adalah tongkat Nabi Musa, dan pedang milik Ali bin Abi Thalib24, dan tekad raksasa yang dimiliki oleh mereka berdua. Jika kita bertekad untuk mendirikan pemerintahan Islam, maka kita akan mendapatkan tongkat Nabi Musa, dan pedang Ali bin Abi Thalib25
Dan Khomeini menyatakan bahwa mendirikan pemerintahan syiah tidak pernah dilakukan oleh kaum syiah sebelumnya. Katanya: sebelum ini, kita tidak pernah bangkit dan membentuk pemerintahan yang membasmi para pengkhianat dan para perusak26. Khomeini juga mengatakan: Tidak pernah ada kesempatan bagi para imam kita untuk mengambil kendali, mereka menanti kesempatan itu hingga saat terakhir kehidupan mereka. Maka para ulama yang terpercaya harus mencari kesempatan itu, dan menggunakannya untuk membentuk pemerintahan27
Pernah ada beberapa pemerintahan syiah yang berdiri, tetapi tidak dipimpin oleh para ulama syiah dan wakil imam maksum, maka mereka menganggap negara mereka hari ini, yaitu negara yang disebut dengan Iran, adalah negara Islam (syiah) pertama.Sebagian syiah berkata : sesungguhnya Khomeini mendirikan pemerintahan Islam Raya di Iran, untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, dan berhasil membuat mimpi para Nabi, juga Nabi Muhammad, dan mimpi para imam, menjadi nyata28.

Salah seorang ulama syiah, yaitu At Thalaqani, berpandangan bahwa pemerintahan Rasulullah saw dan para khalifah sepeninggalnya, tidak mencapai tingkatan pemerintahan mereka, dan hanya menjadi langkah awal bagi berdirinya negara mereka, yaitu Iran. Katanya: kami meyakini bahwa pemerintahan Republik Islam Iran adalah yang layak untuk berdiri di zaman ini, dan belum siap untuk berdiri di masa awal Islam. Segala perubahan sosial dan politik yang dialami oleh dunia sejak datangnya Rasulullah dan para khulafa Rasyidin hingga hari ini, itulah yang memberikan dasar bagi berdirinya republik Islam29.

Sedangkan bahaya besar yang tersembunyi di balik pendapat syiah yang memberikan kewenangan bagi seluruh ulama syiah, adalah bahwa konsep wilayatul faqih itu sendiri memindahkan seluruh kewenangan dan tugas imam mahdi yang ditunggu, yang hanya ada di khayalan syiah saja, kepada ulama syiah.

Sedangkan tugas dan perilaku imam Mahdi bisa dibilang sebagai amat berdarah, dan mengandung permusuhan yang belum pernah terjadi dalam sejarah. Referensi otentik syiah sendiri menjelaskan bagaimana cara imam Mahdi memperlakukan muslim yang tidak menganut ajaran syiah, dan menjelaskan dasar hukum yang digunakan oleh imam Mahdi syiah untuk menghukumi manusia, yaitu membunuh seluruh muslim non syiah dan tidak menerima jizyah (upeti) dari mereka. Tidak menerima alasan apa pun dari mereka. Imam Mahdi tidak memiliki agenda lain selain membunuh dan membalas dendam. Sampai dinyatakan oleh referensi syiah bahwa imam Mahdi akan membawa kitab “jafr merah”, yang menurut penjelasan syiah sendiri artinya “menyembelih muslim non syiah”, dan yang menjadi target pembantaian imam Mahdi adalah kam arab. Syiah juga menyatakan bahwa Imam Mahdi yang akan datang akan mengubah syariat Nabi Muhammad. Dalam kitab Biharul Anwar, yang ditulis oleh Al Majlisi, salah seorang ulama syiah, dinyatakan: Imam Mahdi tidak menerima jizyah seperti dilakukan oleh Nabi Muhammad..30 Dan imam Mahdi akan menggunakan hukum yang digunakan oleh Nabi Sulaiman dan Nabi Dawud, dan dalam mengadili perkara manusia, keluarga Dawud tidak pernah bertanya tentang bukti31.  Imam Mahdi akan menggunakan hukum Sulaiman sekali, dan hukum Dawud sekali, dan menggunakan hukum Ibrahim sekali, dan ketika menghukumi dia ditentang oleh sebagian pengikutnya, lalu Imam Mahdi membunuh mereka, lalu pada kali keempat dia akan menggunakan hukum Muhammad dan tidak ada yang menentangnya32.

Kelak Imam Mahdi (yang disebut dengan Al Qa’im, artinya adalah yang bangkit)  muncul, maka dia akan membantai anak keturunan para pembunuh Husein, karena dosa yang dilakukan oleh kakek mereka33.  Mereka juga mengatakan: bahwa Imam Mahdi yang mereka tunggu, “ akan memberlakukan isi kitab “jafr ahmar” kepada mereka- yaitu membantai mereka34.

Mereka juga menyatakan: Imam Mahdi akan membantai para budak, dan membunuh musuh yang terluka35.

Syiah sendiri mengakui bahwa semua itu menyimpang dari ajaran Nabi Muhammad, Ali dan Hasan. Dalam biharul Anwar tercantum:  bahwa Ali dan Hasan mengikuti petunjuk Nabi Muhammad, yang diutus menjadi rahmat bagi seluruh alam. Dan imam Mahdi diutus untuk menjadi hukuman bagi orang zhalim36. Ini artinya, bahwa imam Mahdi tidak mengikuti peutnjuk Ali dan Hasan, dan Imam Mahdi akan membunuh setiap orang yang mencapai usia 20 tahun dan belum belajar agama37.

Syiah juga menyatakan bahwa Imam Mahdi mereka akan membuat kerusakan di dua tanah suci, dalam kitab Al Ghaibah dinyatakan: bahwa imam Mahdi akan menghancurkan masjidil haram dan mengembalikannya ke pondasi semula, dan juga masjid Nabawi, dan mengembalikan ka’bah ke tempatnya semula38….

Begitu juga imam Mahdi syiah akan membantai para jamaah haji dan umrah saat mereka sedang melaksanakan manasik. Dalam mimpi berdarah mereka, salah satu imam syiah berkata: seolah-olah aku melihat Humran bin A’yun dan Mausar bin Abdul Aziz sedang memukul manusia dengan pedang di antara Shafa dan Marwa39.

Dan inilah yang dilakukan oleh Qaramithah, generasi syiah terdahulu.

Perjalanan berdarah ini telah nampak ciri-cirinya pada negara Iran saat awal berdiri. Khomeini dan para pendukungnya memulai proyek negara Al Mahdi dengan pembantaian yang mengerikan, baik di dalam negeri Iran sendiri maupun di luar Iran. Kita juga melihat mereka mulai membuat mimpi mereka jadi nyata, dengan menyebarkan keyakinan mereka, dan mengekspor revolusi, juga dengan menanamkan sel-sel tidur di seluruh penjuru dunia.

Inilah yang tercantum dalam undang-undang Iran: sesungguhnya tentara Republik Islam dan Garda Revolusi, tidak hanya bertanggung jawab untuk menjaga perbatasan, tapi juga mengemban tanggung jawab penyebaran keyakinan, yaitu berjihad dan berjuang untuk memperluas cakupan kekuasaan undang-undang Allah di seluruh penjuru dunia40. Sebelum berdirinya negara Iran, syiah meyakini, seperti yang dinyatakan oleh Khomeini, bahwa sebelum adanya Imam Mahdi, mereka tidak boleh mengangkat senjata. Khomeini berkata: pada masa persembunyian pemerintah yang sah, dan penguasa zaman, semoga Allah mensegerakan kemunculannya, para wakil imam, yaitu para ulama yang memenuhi syarat untuk berfatwa dan menjadi hakim, mewakili kewenangan imam untuk mengatur manusia dan seluruh kewenangan imam lainnya, kecuali kewenangan memulai jihad41.  

Anda melihat kontradiksi yang jelas. Khomeini menyatakan dalam kitab Tahrir Wasilah bahwa jihad adalah kewenangan imam Mahdi, sedangkan pada undang-undang Iran menjadikan jihad sebagai tugas yang diemban oleh tentara Iran, dan menjadi kewenangan ulama syiah, sesuai pendapat baru yang dianut Khomeini tentang wilayatul Faqih, yang memindahkan seluruh kewenangan imam kepada para ulama syiah. Hal ini juga ditegaskan dalam undang-undang negara Iran yang mengatakan: pada zaman persembunyian imam Mahdi –semoga Allah menyegerakan kemunculannya, maka pemerintahan dan kepemimpinan umat pada Republik Islam Iran berada di tangan ulama syiah42.

Maka setelah berdirinya negara Iran, langkah pertama mereka adalah memulai perang jangka panjang melawan rakyat Irak, baik syiah maupun sunnah. Dan kaki tangan syiah selalu mengacaukan keamanan dan menebar kekacauan di tiap negara tempat mereka berada.

Tetapi Khomeini kadang berdalih bahwa seluruh aktifitas ini adalah dalam rangka membela diri, dan sekedar berdalih tidak akan ada batasnya: Kami tidak ingin menyerang, dan kami tidak mengangkat senjata melawan seseorang, Irak telah menyerang kami sejak lama, kami tidak menyerang, kami hanya membela diri. Sedangkan membela diri adalah sebuah kewajiban43. Tetapi Khomeini menyatakan sendiri bahwa dia ingin mengekspor revolusinya : kami ingin mengekspor revolusi Islam kami ke seluruh negeri Islam44.

Khomeini tidak hanya ingin menyebarkan revolusinya secara damai, tetapi ingin memaksakan mazhabnya kepada kaum muslimin dengan kekuatan senjata. Khomeini telah mengisyaratkan hal itu sebelum berdirinya Iran. Khomeini memutuskan bahwa jalan untuk menyebarkan ajaran syiah ke seluruh dunia adalah dengan mendirikan negara Syiah yang akan melaksanakan tugas ini. Kata Khomeini: kita tidak memiliki jalan untuk mempersatukan umat Islam45,  dan membebaskan negeri Islam dari para penjajah, dan menjatuhkan pemerintahan boneka penjajah, kecuali dengan mendirikan pemerintahan Islam, dan negara ini akan mensukseskan programnya, pada saat mampu meremukkan kepala para pengkhianat, dan menghancurkan berhala berwujud manusia yang meneybarkan kezhaliman dan kerusakan di muka bumi46.

Kaum syiah tidak mengkritik pemerintahan ini, karena sebab-sebab yang sudah disebutkan di atas. Jika ada pemerintahan yang terbaik di muka bumi ini, tetap mereka akan membencinya, kecuali pemerintahan itu menganut mazhab syiah. Untuk mengetahui keyakinan ini adalah cukup dengan melihat sikap syiah terhadap kepemimpinan Khulafa Rasyidin.

Para ulama syiah masih sering membahas tugas imam Mahdi yaitu membantai kaum muslimin, inilah sikap kaum syiah terhadap kaum muslimin lainnya ketika mereka memiliki kesempatan, ketika mereka memegang kekuasaan di suatu negeri, seperti telah disaksikan oleh sejarah dan realita. Meskipun kadang mereka mengajak berdamai, dan menampakkan perdamaian, ini adalah sekedar menipu hingga waktu tertentu.

Syiah akan terus berusaha meluaskan kekuasaannya ke seluruh dunia Islam dengan segala cara dan sarana, untuk merealisasikan misi Imam Mahdi mereka, mereka juga selalu berusaha untuk bisa menguasai Makkah dan Madinah, untuk melakukan kerusakan di sana, sesuai tatacara mereka dan sesuai rencana Imam Mahdi mereka yang sebenarnya tidak ada, yang sedang dilaksanakan oleh pengikut Khomeini. Mereka membuat makar, dan Allah pun membuat makar, dan Allah adalah sebaik-baik pembuat makar. Al Anfal 30.
1. Lihat kitab Ashl As Syi’ah wa Ushuluha hal 58.
2. Al Kafi, Syarh Mazindarani jilid 12 hal 371.
3. Syarh Jami’, Mazindarani jilid 12 hal 371.
4. Al Kafi ma’a Mir’atul Uqul jilid 4 hal 55, Ikmalud Din hal 451, Wasa’il Syi’ah, jilid 18 hal 101.
5. Fi Intizhar Al Imam hal 55.
6. Fi Intizhar Al Imam hal 67.
7. Fi Intizhar Al Imam hal 69.
8. Fi Intizhar Al Imam hal 70.
9. Ahmad bin Muhammad Mahdi An Naraqi Al Kasyani, lahir 1185- wafat 1245 H.
10. Husein bin Muhammad An Najafi An Na’ini, lahir 1273 wafat 1355 H.
11. Al Hukumah Al Islamiyah hal 74.
12. Al Hukumah Al Islamiyah hal 48.
13. Al Hukumah Al Islamiyah hal 26.
14. Al Hukumah Al Islamiyah hal 26-27.
15. Ajaran menunggu adalah ajaran yang berasal dari ulama syiah pada masa dahulu. An Nu’mani, salah seorang ulama syiah, mencantumkan riwayat-riwayat itu dalam kitab Al Ghaibah hal 129. Ada banyak riwayat syiah tentang hal ini, misalnya: jadilah kalian kaum yang duduk di rmah, karena yang membangkitkan fitnah akan terkena fitnah sendiri. (Al Ghaibah hal 131), juga : aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertakwa kepada Allah, dan jangan sampai meninggalkan rumah, dan janganlah kalian ikuti kaum pemberontak dari kalangan kami, sesungguhnya mereka tidak berjalan di jalan yang benar, dan tidak mengarah kepada kebenaran. Al Majlisi mengatakan: yang dimaksud dengan kaum pemberontak di kalangan kami adalah seperti Zaid dan anak cucu Hasan. Biharul Anwar jilid 52 hal 136. Al Ghaibah hal 129. Pembaca menyaksikan sendiri bagaimana kitab mereka melarang untuk memberontak, meski bersama ahlul bait, seperti Zaid dan anak cucu Hasan, bagaimana boleh memberontak dengan ulama syiah lainnya?
16. Muhammad Al Huseini Al Baghdadi An Najafi, yang dijuluki Ayatullah Agung, dan Tempat Kembali (Marja) Tertinggi, dalam kitab: Wujub An Nahdhah li Hifzhil Baidhah hal 93.
17. Al Hukumah Al Islamiyah hal 48-49. Jika memang pemerintahan ulama syiah tidak ada yang menyamai dalam hal keadilan, seperti kata mereka, lalu mengapa mereka memerlukan kehadiran imam Mahdi?
18. Al Hukumah Al Islamiyah hal 51.
19. Al Hukumah Al Islamiyah hal 51
20. Al Hukumah Al Islamiyah hal 113.
21. Al Hukumah Al Islamiyah hal 80.
22. Al Hukumah Al Islamiyah hal 80.
23. Maksudnya: semua yang hilang dari kita.
24. Ini adalah salah satu warisan petunjuk para Nabi dan Imam, lihat Al Kafi jilid 1 hal 231.
25. Al Hukumah Al Islamiyah hal 135. Tongkat Musa dan pedang Ali, bisa jadi adalah kiasan –menurut pendapat saya- yang mengarah kepada kerjasama antara Syiah dan Yahudi. Hal ini telah terbukti dalam sejarah, dan terjadi pada negara Iran hari ini, berupa penjualan senjata yang dilakukan oleh Israel kepada Iran, dan kerjasama rahasia yang sudah diberitakan oleh banyak kantor berita, dan sudah diketahui banyak orang. 
26. Al Hukumah Al Islamiyah hal 40.
27. Al Hukumah Al Islamiyah hal 54.
28. Ahmad Al Fihri, dalam pengantar kitab Sir As Shalat karya Khomeini, hal 10.
29. Koran As Safir, Lebanon, edisi tanggal 31-3-1979. Muhammad Jawad Mughniyah juga menukil hal itu, dan menganggap hal itu sebagai pemahaman baru tentang Republik Islam, yang hanya dianut oleh mereka yang hidup dalam Islam dengan hati dan akalnya. Lihat juga Al Khomeini wa Ad Daulah Al Islamiyah hal 113. Pembaca bisa menyaksikan sendiri bahwa pandangan syiah selalu cenderung kepada ekstrim, dan kultus personal, dan ekstrim dalam keyakinan. Seperti pembaca bisa menyimak pandangan Thalaqani tentang negara Iran yang didirikan oleh Khomeini. Bahkan ada sebagian yang meyakini bahwa para imam syiah telah meramalkan kedatangan Khomeini. Al Khomeini wa Ad Daulah Al Islamiyah hal 38-39.
30. Biharul Anwar jilid 52 hal 349.
31. Biharul Anwar jilid 52 hal 319-320.
32. Biharul Anwar jilid 52 hal 389.
33. Biharul Anwar jilid 52 hal 313.
34. Biharul Anwar jilid 52 hal 313,318.
35. Biharul Anwar jilid 52 hal 353.
36. Biharul Anwar jilid 52 hal 314.
37. Al Fadhl bin Hasan At Thabrasi, A’lam Al Wara hal 431, Biharul Anwar jilid 52 hal 152.
38. Al Ghaibah, At Thusi hal 282. Lihat juga Biharul Anwar jilid 52 hal 338.
39. Biharul Anwar jilid 47 hal 79. Lihat juga beberapa riwayat tentang hal ini dalam kitab Rencana Besar Ayatullah Qum, tulisan kami.
40. Ad Dustur Li Jumhuriyat Iran Al Islamiyah hal 16.
41. Tahrir Al Wasilah jilid 1 hal 482.
42. Dustur Li Jumhuriyat Iran Al Islamiyah hal 18.
43. Khotbah Khomeini tentang kemerdekaan Palestina dan Imam Mahdi, hal 9-10.
44. Idem hal 10.
45. Menyatukan umat Islam di dalam mazhab syiah, dengan memaksa mereka menganut syiah.
46. Al Hukumah Al Islamiyah hal 35

Ustadz Farid Ahmad Okbah: "Syiah Rujukannya Para Imam, Sehingga Imam-Imam Itu 
Mengarang Ajarannya"

Alhamdulillah Deklarasi Anti Syiah di Jakarta berjalan lancar. Beberapa pembicara memaparkan sudut pandang tentang Syiah sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
Pada kesempatan kali ini, Ustadz Farid Ahmad Okbah selaku peneliti dan ahli seputar Syiah mengungkapkan:
“Syiah adalah agama karangan, rujukannya bukan Rasulullah, Syiah rujukannya adalah para imam. Karena, rujukannya para imam, sehingga imam-imam itu mengarang ajaran agamanya. Syiah itu syahadatnya beda, rukun imannya beda, rukun Islamnya beda,” ujar Ustadz Farid Ahmad Okbah dalam Deklarasi ANNAS di Masjid Al Barkah, Tebet, Jakarta Selatan, pada Ahad (25/10/2015).
Ia pun menambahkan, ini baru dari sisi ajarannya saja sudah menyimpang, bagaimana dengan pergerakannya. Kita jangan sampai tertipu oleh mereka. Syiah adalah ajaran yang sesat.
Di akhir ceramahnya Ustadz Farid Ahmad Okbah mengingatkan kepada umat Islam agar umat Islam berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah.
“Ummat Islam jika ingin berjaya harus berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah!” pungkasnya. [ar/headlineislam.com]


Revolusi Syiah Khumainiyah Iran, Wilayatul Faqih Syiah Rafidhah Harga Mati Untuk Merevolusi (Baca: Menumbangkan) Seluruh Pemerintah Negeri-Negeri Kaum Muslimin Di Berbagai Penjuru Dunia