Thursday, May 12, 2016

Sebagian Besar Isi Deklarasi Pemimpin Munafiqun Moderat Semata-Mata Kedengkian Kepada Saudi Dan Salafi /Ahlus Sunnah ( Terutama Point 8,9,10,11 ). Imam Masjidil Haram: Tidak Ada Islam Moderat Atau Islam Ekstrem, Munculnya Klasifikasi Karena Kepentingan Kelompok Tertentu Yang Membenci Islam Sebagai Agama Yang Benar (Manhaj Yang Satu) Dan Tetap (Al-Haq) !

Kembali kepada ajaran islam yang hakiki sesuai dengan apa yang Allah telah turunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu'Alaihi Wassalam (Manhaj Salafusshalih). Ditimur tengah kaum musliminnya memiliki kehormatan diri (muru’ah) dengan mempertahankan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam (Shahih)  
sebagai harga mati dan mati-matian !

Imam Masjidil Haram: Tidak Ada Islam Moderat Atau Islam Ekstrem

Imam Masjidil Haram, Syaikh Saud Al-Shureem, mengkritik klasifikasi Islam kepada Islam moderat dan Islam ekstrem. Karena Islam adalah satu dan tidak pernah berubah-ubah.

Beliau menilai, munculnya klasifikasi tersebut didasarkan pada kepentingan kelompok tertentu yang membenci Islam. Padahal sepanjang zaman, Islam adalah agama yang benar, dan tetap (haq). Tidak seharusnya seorang muslim mengkotak-kotakkan Islam ini, seperti yang dilakukan oleh orang-orang munafik.

Melalui akun twitternya, @saudalshureem, beliau mengatakan, “Islam adalah manhaj yang satu, didasarkan pada al-haq (kebenaran yang tetap) dan keadilan. Orang-orang yang membaginya kepada Islam moderat atau Islam ekstrem, hanyalah ingin mendapatkan kepentingannya dengan melakukan hal tersebut.”

Beliau juga mengatakan bahwa keimanan yang benar adalah jika bisa menjadikanmu merasa mulia dan menolak untuk dihinakan. Jangan sampai seorang mukmin mengikuti begitu saja tipu daya orang-orang munafik. (msa/dakwatuna)
http://www.dakwatuna.com/2014/10/23/58861/imam-masjidil-haram-tidak-ada-islam-moderat-atau-islam-ekstrem/#axzz48P7k0wcf

Moderat, Antara Pandangan Barat dan Syari’at

Permulaan abad ke-15 Hijriyah dinyatakan oleh para aktivis sebagai abad kebangkitan Islam. Pernyataan ini mengawali peningkatan gerakan perlawanan umat Islam terhadap barat di segala bidang. Meskipun tidak serta merta, bagi para pengamat, perlawanan itu semakin terasa kuat.
Ketika barat melihat gelombang kebangkitan Islam ini, muncullah usaha serius mereka untuk sesegera mungkin memupusnya. Namun menyadari bahwa Islam adalah satu kekuatan yang tidak mudah ditaklukkan, mereka pun mendirikan pusat-pusat kajian strategis. Tujuannya adalah untuk mencari strategi yang jitu dalam menahan laju kebangkitan Islam. Di antara pusat kajian yang saat ini sangat produktif menyumbangkan gagasan itu adalah RAND Corporation. Lembaga kajian inilah yang telah menyumbangkan berbagai produk pemikiran dan gagasan untuk memadamkan cahaya Allah.
Pada tahun 2007, Rand telah mengeluarkan sebuah proposal untuk membangun jaringan muslim moderat. Maksud dari pembangunan jaringan ini adalah dalam rangka menghadapi gerakan ummat Islam menggunakan ummat Islam sendiri. Rupanya negara-negara penjajah ini masih ingat betul strategi devide et impera yang dulu pernah digunakan dalam menumpas segala bentuk pemberontakan kaum pribumi. Dan dalam rangka untuk memecah belah umat Islam inilah, barat membuat beberapa istilah yang disematkan kepada umat Islam. Mereka membuat istilah yang memojokkan islam seperti teroris, militan, ekstrim dan yang agak ringan sedikit adalah fundamentalis. Untuk tidak menciptakan kesan anti Islam, mereka buat pula istilah yang terkesan ramah, yaitu moderat, modernis, liberalis, rasionalis dan lain-lain.
Moderat yang dimaksudkan oleh barat adalah moderat dalam arti tidak anti pati terhadap ideologi dan budaya barat. Maka Jaringan Muslim Moderat yang hendak dibangun oleh barat adalah jaringan orang-orang Islam atau organisasi Islam yang bisa bekerja sama dan hidup dengan system hidup barat. Lembaga Rand menyebutkan criteria muslim yang termasuk moderat adalah sebagai berikut;
Menerima gagasan demokrasi. Sebagian muslim memang menyetarakan antara demokrasi dengan system Syura di dalam Islam. Padahal sesungguhnya gagasan demokrasi ini untuk menutup kesempatan untuk berdirinya Negara Islam.
Menerima landasan non-sektarian. Maksudnya, muslim yang termasuk kategori moderat tidak melulu harus membina kehidupan dengan dasar Islam, namun menerima kesetaraan antara muslim dan non-muslim. Sementara itu dalam islam antara muslim dan non-muslim terdapat hak dan kewajiban yang berbeda.
Menerima kesetaraan gender dan rasionalisasi pemahaman agama. Barat memandang bahwa Islam sangat mendeskreditkan kaum wanita di dalam panggung sosial. Latar belakangnya, karena memang dalam al-Qur’an dan hadits secara verbal dinyatakan demikian. Karena itulah diperlukan pemahaman terhadap al-Qur’an dan hadits dengan cara baru yang lebih rasional dan adil.
Anti kekerasan yang in-konstitusional. Perang untuk melawan ketidak adilaan secara logis tetap diterima. Persoalannya adalah tindakan kekerasan itu dilakukan seara konstitusional atau tidak. Jika dilakukan secara konstitusional, maka itu boleh dilakukan, sebagaimana Israel menghabisi muslim Palestina. Tetapi jika serangan WTC, adalah bagian dari kekerasan yang inkonstitusional.
Demikianlah kriteria moderat dalam konsep barat. Lebih lanjut, kenyataannya golongan yang dianggap sebagai muslilm moderat itu adalah kaum modernis, kaum pluralis, para pejuang kesetaraan gender, sekularis muslim, dan bahkanliberalis muslim. Sebagai wujud dari gagasan Rand ini, berbagai founding barat telah menggelontorkan dana yang sangat banyak untuk membiayai kampanye kelompok yang dianggap moderat ini. Mereka itulah yang sering bersuara nyaring mengangkat ayat, ”Dan demikianlah, kami jadikan kalian sebagai umat wasathan (umat pertengahan)….” (al-Baqarah:143)
Sayangnya wasathan yang diteriakkan ini adalah wasathan dalam konsep barat. Sementara itu wasathan dalam pemahaman ulama’ tidak dibicarakan sama sekali.
Lalu, seperti apakah konsep wasathan dalam ajaran Islam?
Wasath (moderat) dalam agama adalah bahwa seseorang tidak bersikap ghuluw (berlebihan) padanya maka ia melewati apa yang dibatasi oleh Allah saw, dan ia tidak pula muqashshsir (kurang) maka ia mengurangi dari sesuatu yang telah dibatasi oleh Allah saw.
Wasath dalam agama adalah berpegang teguh dengan sirah Nabi saw. Ghuluw dalam agama adalah melewatinya dan taqshir (kurang) adalah tidak sampai kepadanya. Contohnya: seseorang berkata, “Saya akan bangun sepanjang malam (ibadah) dan tidak tidur sepanjang tahun, karena shalat adalah ibadah yang paling utama, maka saya ingin menghidupkan semuanya dengan shalat”. Itu adalah ghuluw dalam agama Allah swt dan tidak berada di atas kebenaran. Dan kasus seperti ini pernah terjadi di zaman Nabi saw, ada beberapa orang shahabat berkumpul, salah seorang dari mereka berkata, “Saya akan selalu bangun dan tidak tidur.” Yang lain berkata, “Saya selalu puasa dan tidak berbuka (di siang hari)”. Yang ketiga berkata, “Saya tidak menikahi wanita.” Maka hal itu sampai kepada Nabi saw. Lalu beliau bersabda:
Bagaimanakah keadaan kaum yang mengatakan seperti ini dan seperti itu? Akan tetapi aku shalat dan tidur, puasa dan berbuka, dan menikahi wanita. Maka barangsiapa yang membenci sunnahku maka ia bukan dari golonganku.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Mereka telah bertindak ghuluw dalam agama dan Rasulullah saw berlepas diri dari mereka, karena mereka membenci sunnahnya saw, yaitu puasa dan berbuka, bangun dan tidur, serta menikah dengan wanita.
Adapun muqashshir, yaitu orang yang berkata: Saya tidak perlu melakukan ibadah sunnah, saya tidak melakukan ibadah sunnah dan saya hanya melakukan yang wajib saja. Terkadang ia kurang dalam ibadah wajib, maka ini adalah muqashshir. Dan mu’tadil (orang yang pertengahan) yaitu yang berjalan di atas sunnah Nabi saw dan para khulafaurrasyidin.
Contoh yang lain: Ada tiga orang laki-laki yang berjalan di hadapan mereka orang yang fasik.
Salah seorang dari mereka berkata: Saya tidak memberi salam kepada orang fasik ini, tidak menyapanya, menjauhkan diri darinya dan tidak berbicara kepadanya.
Yang kedua berkata: Saya akan berjalan bersama orang fasik ini, memberi salam kepadanya, senyum kepadanya, mengundangnya, memenuhi undangannya, dan saya tetap memperlakukannya seperti seorang yang shalih.
Dan yang ketiga berkata: Ini orang fasik, saya membencinya karena fasiknya dan mencintainya karena imannya, tetap menyapanya kecuali bila tidak menyapanya bisa menjadi sebab kebaikan dia. Jika tidak menyapanya maka tidak akan bisa memperbaikinya, bahkan menjadi penyebab bertambah kefasikannya, maka saya tetap menyapanya.
Dari kasus yang terakhir ini, yang pertama adalah sikap ghuluw (melewati batas), yang kedua kurang, dan yang ketiga adalah pertengahan. Dan seperti inilah yang dikatakan wasathan di dalam semua ibadah dan pergaulan sesama makhluk. Tidak berlebih-lebihan dan juga tidak kurang.
Sesungguhnya wasathan dalam Islam adalah sikap komitmen yang kuat kepada ajaran islam. Adapun Islam sendiri memang telah mengajarkan sikap wasathan ini. Ketika seseorang menafsirkan al-Qur’an dengan sekehendak sendiri, dengan sudut pandang kepentingan kaum kafir, maka sesungguhnya ia telah keluar dari istilah moderat (wasathan) dalam kaca mata syari’at. Yang terjadi adalah taqshir (pengurangan).
Termasuk dalam hal wasathan, seharusnya orang Islam menerapkan konsep al-wala’ wal bara’ sesuai dengan tuntutan al-Qur’an dan sunnah. Cinta kasih sesama muslim dan sikap keras kepada kaum kafir dipraktekkan. Selama keras kepada kekafiran itu tidak menghalangi sikap adil kepada mereka, itulah wasathan dalam Islam.
Alangkah indah Islam jika dilaksanakan sesuai dengan arahan Allah dan teladan Rasulullah saw. Jika hal itu terjadi, maka Islam benar-benar akan menjadi rahmat bagi semesta alam… Tetapi jika Islam ini difahami dengankaca mata barat, maka akan rusak, hilang wibawanya, dan tidak akan membawa kebaikan bagi umat manusia (last)

Muktamar Pemimpin Islam ( ? ) Moderat Dunia Ditutup PBNU Dengan 16 Butir Deklarasi

Deklarasi itu memuat soal konsep Islam Nusantara. Berikut 16 poin deklarasi yang dibacakan oleh Ketum PBNU, KH Said Aqil Siradj:
1. Nahdlatul Ulama menawarkan wawasan dan pengalaman Islam Nusantara kepada dunia sebagai paradigma Islam yang layak diteladani, bahwa agama menyumbang kepada peradaban dengan menghargai budaya yang telah ada serta mengedepankan harmoni dan perdamaian.
2. Nadhlatul Ulama tidak bermaksud untuk mengekspor Islam Nusantara ke kawasan lain di dunia, tapi sekadar mengajak komunitas-komunitas Muslim lainnya untuk mengingat kembali keindahan dan kedinamisan yang terbit dari pertemuan sejarah antara semangat dan ajaran-ajaran Islam dengan realitas budaya-budaya lokal di seantero dunia, yang telah melahirkan beragam peradaban-peradaban besar, sebagaimana di Nusantara.
3. Islam Nusantara bukanlah agama atau madzhab baru melainkan sekadar pengejawantahan Islam yang secara alami berkembang di tengah budaya Nusantara dan tidak bertentangan dengan syari’at Islam sebagaimana dipahami, diajarkan dan diamalkan oleh kaum Ahlussunnah wal Jama’ah di seluruh dunia.sesuai dengan apa yang Allah telah turunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu'Alaihi Wassalam ?? )
4. Dalam cara pandang Islam Nusantara, tidak ada pertentangan antara agama dan kebangsaan. Hubbul watan minal iman: “Cinta tanah air adalah bagian dari iman.” Barangsiapa tidak memiliki kebangsaan, tidak akan memiliki tanah air. Barangsiapa tidak memiliki tanah air, tidak akan punya sejarah.
5. Dalam cara pandang Islam Nusantara, Islam tidak menggalang pemeluk-pemeluknya untuk menaklukkan dunia, tapi mendorong untuk terus-menerus berupaya menyempurnakan akhlaqul karimah, karena hanya dengan cara itulah Islam dapat sungguh-sungguh mewujud sebagai rahmat bagi semesta alam (Rahmatan lil ‘Alamin).
6. Islam Nusantara secara teguh mengikuti dan menghidupkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam yang mendasar, termasuk tawassuth (jalan tengah, yaitu jalan moderat), tawaazun (keseimbangan; harmoni), tasaamuh (kelemah-lembutan dan kasih-sayang, bukan kekerasan dan pemaksaan) dan i‘tidaal (keadilan). 
7. Sebagai organisasi Ahlussunnah wal Jama’ah terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama berbagi keprihatinan yang dirasakan oleh sebagian besar warga Muslim dan non-Muslim di seluruh dunia, tentang merajalelanya ekstremisme agama, teror, konflik di Timur Tengah dan gelombang pasang Islamofobia di Barat.
8. Nahdlatul Ulama menilai bahwa model-model tertentu dalam penafsiran Islamlah yang merupakan faktor paling berpengaruh terhadap penyebaran ekstremisme agama di kalangan umat Islam. ( ? kedengkian terhadap Saudi /salafi ! )
9. Selama beberapa dekade ini, berbagai pemerintah negara di Timur Tengah telah mengeksploitasi perbedaan-perbedaan keagamaan dan sejarah permusuhan di antara aliran-aliran yang ada, tanpa mempertimbangkan akibat-akibatnya terhadap kemanusiaan secara luas. Dengan cara mengembuskan perbedaan-perbedaan sektarian, negara-negara tersebut memburu soft power (pengaruh opini) danhard power (pengaruh politik, ekonomi serta militer) dan mengekspor konflik mereka ke seluruh dunia. Propaganda-propaganda sektarian tersebut dengan sengaja memupuk ekstremisme agama dan mendorong penyebaran terorisme ke seluruh dunia.( ? kedengkian terhadap Saudi /salafi ! )
10. Penyebaran ektremisme agama dan terorisme ini secara langsung berperan menciptakan gelombang pasang Islamofobia di kalangan non-Muslim.? kedengkian terhadap Saudi /salafi ! )
11. Pemerintahan negara-negara tertentu di Timur Tengah mendasarkan legitimasi politiknya diambil justru dari tafsir-tafsir keagamaan yang mendasari dan menggerakkan ekstremisme agama dan teror. Ancaman ekstremisme agama dan teror dapat diatasi hanya jika pemerintahan-pemerintahan tersebut bersedia membuka diri dan membangun sumber-sumber alternatif bagi legitimasi politik mereka.( ? kedengkian terhadap Saudi /salafi ! )
12. Nahdlatul Ulama siap membantu dalam upaya ini. ( siapa Ulamanya yang kapabel ? )
13. Realitas ketidakadilan ekonomi dan politik serta kemiskinan massal di dunia Islam turut menyumbang pula terhadap berkembangnya ekstremisme agama dan terorisme. Realitas tersebut senantiasa dijadikan bahan propaganda ekstremisme dan terorisme, sebagai bagian dari alasan keberadaannya dan untuk memperkuat ilusi masa depan yang dijanjikannya. Maka masalah ketidakadilan dan kemiskinan ini tak dapat dipisahkan pula dari masalah ektremisme dan terorisme.
14. Walaupun maraknya konflik yang meminta korban tak terhitung jumlahnya di Timur Tengah seolah-olah tak dapat diselesaikan, kita tidak boleh memunggungi masalah ataupun berlepas diri dari mereka yang menjadi korban. Nahdlatul Ulama mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengambil peran aktif dan konstruktif dalam mencari jalan keluar bagi konflik multi-faset yang merajalela di Timur Tengah.
15. Nahdlatul Ulama menyeru siapa saja yang memiliki iktikad baik dari semua agama dan kebangsaan untuk bergabung dalam upaya membangun konsensus global untuk tidak mempolitisasi Islam, dan memarjinalkan mereka yang hendak mengeksploitasi Islam sedemikian rupa untuk menyakiti sesama.
16. Nahdlatul Ulama akan berjuang untuk mengkonsolidasikan kaum Ahlussunnah wal Jama’ah sedunia demi memperjuangkan terwujudnya dunia di mana Islam dan kaum Muslimin sungguh-sungguh menjadi pembawa kebaikan dan berkontribusi bagi kemaslahatan seluruh umat manusia.
Jakarta, 10 Mei 2016. Deklarasi tersebut ditandangani oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Ketum Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, MA, Sekjen Dr. Ir. Helmi Faisal Zaini, Rais 'Aam KH Ma'ruf Amin, dan Katib 'Aam KH Yahya Cholil Staquf.
Seperti ini pemimpin islam moderat, bagaimana bisa damaikan timur tengah ?


Ketua PWNU Banten KH Makmur Masyhar mengaku tak bisa bekerjasama dengan KH Said Aqil Sirodj yang dianggap menghalalkan segala cara untuk meraih posisi dan berkuasa di NU. Karena itu ia menyatakan mundur dari posisinya sebagai ketua PWNU Banten. Pernyatan mundur itu ia sampaikan dalam secarik kertas yang ditulis tangan.

“Saya Makmur Masyhar di hadapan Rais Syuriah PWNU, menyatakan mengundurkan diri dari jabatan ketua PWNU Banten “2014-2018”,” demikian surat pernyataan Kiai Makmur Masyhar dalam secarik kertas berkop PWNU Provinsi Banten. Surat pernyataan mundur itu ia tandatangani di atas meterai lengkap dengan keterangan tempat dan tanggal: Serang, 07 -03 – 2016.

Kiai Makmur Masyhar adalah ketua PWNU Banten paling sukses mimpin NU. Pada era kepemimpinan Kiai Makmur Masyhar inilah PWNU Banten bisa membangun kantor megah senilai Rp 7,5 miliar. Selain itu aktivitas PWNU yang dipusatkan di kantor PWNU juga marak dan hidup. Para kiai – terutama pengurus NU - rajin datang ke kantor PWNU Banten karena sarat aktivitas, terutama pengajian rutin.
Namun Kiai Makmur Masyhar akhirnya memilih mengikuti hati nuraninya yaitu mundur dari posisinya sebagai Ketua PWNU Banten karena menganggap NU di bawah Said Aqil sudah tak sejalan dengan garis khitah pendirinya, Hadratussyaikh Haji Muhammad Hasyim Asy’ari. ”Saya tak bisa bekerjasama dengan orang seperti Said Aqil yang menghalakan segara cara untuk meraih jabatan dan selalu membohongi kiai,” kata Kiai Makmur Masyhar kepada bangsaonline.com.

Menurut dia, begitu PWNU Banten sukses membangun kantor, Said Aqil datang ke Banten berjanji di depan para kiai dan pengurus NU akan menyumbang perabotan kantor senilai Rp 100 juta. ”Itu diungkpakan di acara-acara resmi NU yang dihadiri para kiai. Tapi sampai sekarang sudah beberapa tahun dia berjanji, tak pernah ditepati,” kata Kiai Makmur Masyhar. “Jadi bagi dia bohong itu sudah sangat biasa. Dia berjanji sendiri, tapi dengan mudah mengingkari. Dan itu bukan hanya sekali dia berjanji di depan para kiai,” tegas Kiai Makmur Masyhar.

Karena itu Kiai Makmur Masyhar lalu berupaya sendiri mencari dana untuk melengkapi perabotan kantor PWNU Banten. Berkat kerja keras Kiai Makmur Masyhar akhinrya perabotan kantor PWNU terpenuhi lengkap, termasuk komputer mewah dan ber-AC.

Kiai Makmur Masyhar mengakui bahwa dirinya mundur dari ketua PWNU Banten tidak serta merta. Menurut dia, setelah Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang yang berakhir dengan kisruh hingga sekarang, Said Aqil terus berusaha merongrong dirinya sebagai ketua PWNU Banten yang sah.

Bahkan – tutur Kiai Makmur Masyhar - Said Aqil kemudian membekukan PWNU Banten dan mengangkat carekater dengan cara rekayasa habis-habisan. ”Ini kan aneh. Saya yang ketua PWNU sah tapi dibekukan oleh PBNU yang tak sah, karena PBNU masih sengketa bahkan kini lagi digugat secara hukum, “ kata Kiai Makmur Masyhar.

Tapi dia tak mau ampil pusing. Sebab motivasi dia aktif di NU untuk berkhidmat, bukan untuk berkuasa. Karena itu ia mengambil langkah mundur dari posisinya sebagai ketua PWNU Banten. ”Saya tak bisa bekerjasama dengan perusak NU seperti Said Aqil. Dia secara akidah maupun moral sudah seperti itu,” kata Kiai Makmur.

Ia memilih mundur ketimbang berkompromi dengan orang-orang yang punya ambisi dan bernafsu berkuasa secara membabi buta di NU. "Bagi saya lebih baik saya mundur dari pada PWNU-nya yang dibekukan. Para kiai itu kan tak punya salah apa-apa, kok dikorbankan sampai dibekukan. Kalau saya kan memang tak mengaku Said Aqil sebagai ketua umum karena proses pemilihannya cacat hukum dan tak sah," katanya. (
tim/bangsaonline)


Didalam negeri saja ribut terus dengan kaum muslimin diluar golongannya, rebutan kekuasaan dan berkonspirasi dengan non muslim untuk melawan umat islam diluar golongannya, bagaimana disebut Pemimpin/organisasi Islam Moderat dan bisa mendamaikan timur tengah, mimpi kale ya ?

Meninjau kembali istilah "Islam Moderat"

Beberapa tahun belakangan ini telah muncul berbagai istilah-itilah serapan dari barat yang kemudian di sandingan dengan kata Islam. Tentu perkawinan kata tersebut sudah pasti  mempunyai misi dan visi yang terselubung dimana jika tidak dilihat dan diteliti secara cermat akan menimbulkan berbagai problem yang mendera kaum muslimin.
Salah satu contoh kongkrit dalam masalah ini adalah, munculnya golongan yang menamakan diri mereka sebagai “Jaringan Islam Liberal”. Di tinjau dari segi terminologi, maka perkawinan kata yang menjadikan satu istilah khusus seperti Islam Liberal ini nampak sekali terlihat konsep dari masing-masing kata yang saling membentur sehingga menghasilkan sesuatu yang confuse (membingungkan). Bagaimana mungkin Islam sebagai agama yang sudah mempunyai aturan yang terikat dan jelas harus diliberalkan atau di buat sedemikian bebas sehingga Islam tidak lagi bersifat sebagai agama yang mengikat namun agama yang bebas yang sesuai dengan kondisi zaman.
Begitu juga dengan istilah yang tak kalah marak dikalangan cendekiawan muslim, yaitu “Islam Moderat”. Sebuah istilah yang sering disematkan kepada orang-orang yang tidak kaku dalam memahami Islam, mau menghadiri perayaan hari raya agama lain, memimpin do’a lintas agama, modern dan yang lain sebagainya. Maka dalam kesempatan ini artikel ini bertujuan untuk menaggapi artikel berjudul  Islam “Moderat”  ditulis oleh aktivis liberal Ulil Abshar Abdalla yang di muat dalam situs www.islamlib.com.
Surat Al-Baqarah ayat 143, menjadi sebuah ayat yang favorit bagi kalangan liberalis tentang legitimasi terhadap istilah “Islam Moderat”, dan istilah ini di pertentangkan juga dengan istilah lain yaitu “Islam Radikal”. Sehingga pada saat ini, Islam seakan-akan terbagi menjadi dua, antara yang moderat dengan yang radikal.
Ulil Abshar Abdalla, salah seorang aktivis liberal, memberikan pengertian Islam Moderat dengan menukil ucapan dari Tawfik Hamid, “Islam yang menolak secara tegas hukum-hukum agama yang membenarkan kekerasan dan diskriminasi. (Baca artikelnya yang berjudul “Don’t Gloss Over The Violent Texts” di Wall Street Journal, 1/9/2010).” Dalam pandangan ulil pun, Islam Moderat dalam bahasa arab di istilahkan dengan “Al-Islam Al-Wasat.” Atau moderasi Islam yang kemudian ia ungkapkan dengan frasa “Wasatiyyat Al-Islam.
Sehingga, secara eksplisit bisa disimpulkan juga, bahwa pengertian dari “Islam Radikal” yang menjadi lawan dari Islam Moderat adalah “Islam yang mendukung secara tegas hukum-hukum agama yang membenarkan kekerasan dan diskriminasi.“Istilah ini, sebenarnya secara tidak langsung telah mendiskreditkan kaum muslimin yang memperjuangkan hukum-hukum syari’at agar bisa di tegakkan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi maupun secara umum dalam bingkai yang lebih luas.
Tentu hukum-hukum Islam yang menjadi sorotan kaum Liberal dimana mereka anggap keras dan sarat dengan diskriminasidapat di lihat dari sisi yang pertama, yaitu dari aspekpidana islam. Seperti hukum potong tangan bagi pencuri yang sudah mencapai nishab, hukum qishash bagi pembunuh, hukum mati terhadap orang Islam yang murtad dan lain sebagainya.
Adapun sisi yang kedua, yaitu dalam aspek hukum perdata Islam. Seperti wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki kafir, dalam pembagian harta waris wanita hanya mendapatkan setengah dari laki-laki, wajibnya berjilbab bagi wanita yang sudah baligh, atau bolehnya poligami bagi laki-laki dan yang lainnya. Dan yang terakhir, dari sisi yang ketiga adalah masalah hukum jihad fi sabilillah dan hal-hal yang berkaitan dengannya yang sering mereka sebut dengan istilah “perang suci”.
Jika memang yang di maksud dengan hukum yang keras dan diskriminatif adalah seperti yang dicontohkan di atas. Secara tidak langsung, tentu hal tersebut sudah masuk kepada ranah oto-kritik terhadap syari’at Islam. Sehingga banyak syari’at yang harus di moderatkan, di rubah secara totalitas karena sudah tidak relevan lagi pada zaman modern.
Lalu ujung-ujungnya, maka yang disuarakan kembali adalah meninjau ulang hukum-hukum qath’iy, baik yang terdapat di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, maka semua itu harus di deskonstruksi, dan disesuaikan lagi dengan hukum tersebut bersifat dinamis.
Sebenarnya, kalau memang ingin merujuk secara jujur kepada definisi seperti yang telah diungkapkan oleh Tawfik Hamid di atas, tentu Rasulullah saw pun menjadi sorotan utama sebagi seorang Nabi yang telah mengajarkan kekerasan dan tindak diskriminasi kepada umat Islam. Karena beliau juga telah menerapkan syari’at Islam secara sempurna baik pidana, perdata, jihad atau yang lainnya. Lalu, apakah masuk kepada logika juga, bahwa Tawfiq atau Ulil itu Islam yang moderat, sedangkan Rasulullah dan orang yang mengikutinya adalah Islam yang radikal.
Ataupun, jika mereka mempunyai pendapat bahwa syari’at-syari’at di atas hanya cocok pada zaman Rasulullah saja, bahwa hukum-hukum Islam yang bersifat keras tersebut relevan untuk zaman dahulu dan tidak relevan untuk zaman sekarang, maka akan juga timbul pertanyaan kalau hukum-hukum yang di anggap keras tersebut hanya cocok untuk zaman dahulu saja, mengapa Rasulullah saw menolak untuk membunuh orang-orang munafik yang terlalu sering memfitnah beliau? Bukankah pertimbangan beliau adalah, tidak menginginkan orang-orang kafir mempunyai keyakinan bahwa Muhammad telah membunuh sahabatnya sendiri? Tentu keras atau tidaknya syari’at Islam itu tidak bisa di nilai dari perasaan satu atau sekelompok manusia saja, tetapi lebih kepada efektifitas serta maslahat yang terdapat dalam syari’at Islam yang di pandang keras tersebut.
Kembali kepada pengistilahan “Al-Islam Al-Wasath” (Islam Moderat) yang telah di ungkapkan oleh Ulil Abshar, bahwasanya konsep tersebut dia kaitkan dengan ayat 143 dari surat Al-Baqarah. Yang dia terjemahkan secara lengkap “Dan demikianlah Aku (Tuhan) jadikan kalian umat yang “wasat” (adil, tengah-tengah, terbaik) agar kalian menjadi saksi (syuhada’) bagi semua manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi (syahid) juga atas kalian.” (QS. Al-Baqarah: 143)
Sebenarnya, Ulil pun sudah mengakui bahwasanya yang di maksud dengan moderat dalam Islam adalah seperti yang dia nukilkan dari syaikh Muhammad Abduh, yaitu sikap tengah-tengah antara dua titik ekstrim. Tentu sikap dari pertengahan tersebut masuk juga kepada rasa adil dalam menyingkapi perbedaan yang ada.
Tetapi ketika kita mencermati lagi pernyataan tentang definisi dari moderat yaitu sebagai Islam yang menolak secara tegas hukum-hukum agama yang membenarkan kekerasan dan diskriminasi.Tentu pengertian tersebut sudah mendorong setiap pembacanya untuk diajak berkeyakinan ekstrem dalam menolak syari’at Islam yang sudah baku.
Karena sikap menolak adalah bukan lagi sifat yang menengahi dua kutub berbeda, akan tetapi sudah masuk kepada salah satu kutub yang malah harus di pertengahi lagi. Maka dari itu, hal ini sangat bertentangan dengan konsep ‘adil dalam Islam, karena para ulama’ sudah memahami tentang sikap ‘adil sebagai sebuah sikap yang menempatkan sesuatu sesuai kepada tempatnya. Sehingga bisa juga difahami bahwa Islam Moderat adalah Islam yang tidak bersifat ekstrem baik itu dalam hal rasional ataupun tekstual.
Kemudian akan terjadi juga pertanyaan, sekarang kelompok manakah yang paling moderat? Bukankah setiap orang Islam bahkan yang menyimpang itu pun mengaku sebagai penganut Islam yang moderat?.
Menurut penulis sendiri, jawaban yang sangat pas untuk menjawab pertanyaan diatas adalah bahwa tentu memahami Islam yang adil sesuai dengan surat Al-Baqarah di atas adalah bukan tentang pengakuan atau klaim bahwa saya lah Islamnya yang paling moderat, tetapi lebih kepada isi dari ajaran Islam yang adil di antara ajaran yang terdapat dalam agama lain.
Oleh karenanya syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy (W. 1955 M), menjelaskan tentang ummatan wasathan adalah sebagai umat yang adil dan terpilih. Allah Ta’ala menjadikan umat ini pertengahan (wasath) di dalam setiap perkara agama, seperti dalam masalah kenabian, antara sifat berlebih-lebihan dalam mengagungkan mereka seperti kaum Nashrani, dengan sikap pembangkangan seperti yang dilakukan oleh kaum Yahudi. Ataupun seperti masalah aqidah, ibadah, muamalah ataupun yang lainnya. (Taysir Karimir Rahmaan Fie Tafsiiri Kalaamil Mannaan)
Hal itu pun jika memang kata-kata “Wasath” di anggap mewakili penerjemahan kata “Moderat” ke dalam bahasa arab. Padahal, jika di teliti secara mendalam sebagaimana yang telah di jelaskan tentang makna dari wasath yang berarti adil dan terbaik, maka makna terebut tidaklah dijumpai dalam pengertian moderat yang mempunyai pengertian yang hanya sebatas berada dalam posisi pertengahan saja. Karena sama sekali tidak mencakup pengertian dari makna adil yang terkandung dalam katawasath, maka penerjemahan bahasa arab kata moderat kepada kata wasath jelas tidak cocok, seperti arabisasi kata sekuler menjadi ‘ilmaniyah.
Maka, sikap ‘adil dan wasath dalam Islam pun tidak perlu di gandeng-gandengkan lagi dalam sebuah istilah, apalagi berupaya untuk melakukan pendikotomian umat Islam, karena secara substansi kedua sifat tersebut sudah ada dalam diri ajaran Islam sehingga tak perlu lagi Allah Ta’ala atau Rasul-Nya menerangkan dan menyebutkan bahwa Islam itu ada yang moderat (wasath) atau ada yang keras (radikal).
Jikalau disebutkan bahwa karakter ekstrimitas yang semula melekat pada golongan luar Islam sebagaimana yang telah di ungkapkan oleh para mufassir klasik itu ternyata dijumpai dalam umat islam sendiri, maka pasti yang harus diluruskan kembali adalah umat yang terjerembab kepada sikap ekstrem tersebut, bukan kepada ajaran-ajaran yang ada dalam Islam.
Sebagaimana juga jika didapati sekelompok orang yang bersikap ekstrem dalam memahami surat Al-Baqarah ayat 62 kemudian menyimpulkan bahwa Islam telah mengajarkan faham Pluralisme agama, tentu ini adalah tafsir liberal yang sangat ekstrem yang mengajak manusia untuk mempunyai pemahaman bahwa semua agama adalah benar, maka yang diluruskan bukanlah kepada ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil tersebut, akan tetapi harus kepada orang yang telah menafsirkan ayat itu secara menyimpang. Karena yang salah bukanlah ayatnya, tetapi orang yang menafsirkannya. Allahu a’alamu bish shawab
Oleh: Zakariya Hidayatullah

Related Articles

“Islam Moderat” Dan Misi Barat
Imam Besar Al-Azhar Serukan Eropa Dukung Lembaga Islam Moderat. Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi: Islam Moderat Isinya Ya Liberalisasi , sesat !
Alwi Shihab ar Rafidhi : Iran dan Indonesia Siapkan “Islam yang Benar dan Moderat ” ? !
Azyumardi Azra: Islam Indonesia beda dengan Islam Arab [ Banyak Statemennya menunjukan Kedengkian Luar Biasa Terhadap Bangsa Arab, Agama di Akal-akalin ]
Menag: Kita Adalah Orang Indonesia Yang Islam, Bukan Orang Islam di Indonesia
Sumber Agama Islam itu Alquran dan Hadis, bukan Nusantara. Terima Saja Bahwa Islam Itu ya Arab
Islam Nusantara Didesain untuk Mengobok-Obok Islam
Menanggapi Tulisan Ali Masykur Musa “Etika Sosial Islam Nusantara” yang Dimuat di Harian Republika Kamis 9 Juli 2015
Pilih Islam Yang Mana ? “Nusantara” Ataukah “Timur Tengah” ? Fitnah Ulama SÅ«’ (Jahat) Perusak Umat
Siapa yang Merusak Sejarah Islam?
Kenapa Di Indonesia Marak Aliran Sesat Dan Ormas-Ormas Islam Yang Menakutkan, Di Negeri “Wahhabi” Saudi Tidak Ada ?
Su'per Cendekiawan Muslim Sunni Abu-Abu Didikan Orientalis Terpedaya Syiah, Pendengki Salafi “ Wahabi ”