Saturday, May 7, 2016

Syiah Sang Pendusta


Memang layak jika kaum Syiah Rafidhah-disamping berbagai penyimpangan dan kesesatan mereka yang lain- disebut dan diberi gelar SANG PENDUSTA.

Yang menyematkan gelar inipun bukan orang sembarang, namun para imam ahlus sunnah yang sudah banyak “makan garam” dan mengetahui seluk beluk sekte yang satu ini.

Sehingga apa yang mereka nyatakan memang benar adanya tanpa ada keraguan sedikitpun.

Coba simak ucapan al-Imam asy-Syafi’i rahimahullahu:

لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الْأَهْوَاءِ أَكْذَبَ فِي الدَّعْوَى , وَلَا أَشْهَدَ بِالزُّورِ مِنَ الرَّافِضَة

“Aku belum pernah melihat para pembela hawa nafsu yang lebih berdusta dalam gugatan dan yang paling berani bersaksi palsu daripada kaum Syiah Rafidhah.” (al-Ibanah al-Kubra karya Ibnu Baththah)

Al-Imam Malik bin Anas rahimahullahu, imamnya kota Madinah juga pernah berucap:

لَا تُكَلِّمْهُمْ وَلَا تَرْوِ عَنْهُمْ فَإِنَّهُمْ يَكْذِبُونَ.

“Jangan kalian berbicara kepada mereka (kaum Syiah Rafidhah) dan jangan meriwayatkan hadits dari mereka karena sesungguhnya mereka kaum pendusta.” (al-Muntaqa’ karya adz-Dzahabi)

Berkata al-imam al-A’masy rahimahullahu:

أدْركْت النَّاس وَمَا يسمونهم إِلَّا الْكَذَّابين يَعْنِي أَصْحَاب الْمُغيرَة بن سعيد

“Aku mendapati manusia yang tidaklah mereka disebut kecuali sebagai para pendusta. (mereka itu) yakni teman-temannya al-Mughirah bin Said (al-Bajali, seorang penganut Syiah Rafidhah tulen).” (Minhajus Sunnah karya Ahmad bin Abdul Halim)

Al-Imam Yazid bin Harun rahimahullahu berkata:

يكتب عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ إِذَا لَمْ يَكُنْ دَاعِيَةً إِلَّا الرَّافِضَةَ، فَإِنَّهُمْ يَكْذِبُونَ

“Riwayat hadits dari setiap ahlul bid’ah dicatat selama bukan sebagai da’i (penyeru kepada) kebida’ahan tersebut kecuali (riwayat hadits tidak diterima sama sekali) dari kaum Syiah Rafidhah karena mereka pendusta.” (Minhajus Sunnah karya Ahmad bin Abdul Halim)

Seorang penganut Syiah yang bernama Syarik bin ‘Abdillah al-Qadhi pernah menyatakan persaksiannya:

أَحْمِلُ الْعِلْمَ عَنْ كُلِّ مَنْ لَقِيتُ إِلَّا الرَّافِضَةَ، فَإِنَّهُمْ يَضَعُونَ الْحَدِيثَ، وَيَتَّخِذُونَهُ دِينًا

“Aku mengambil ilmu dari siapa saja yang aku temui kecuali dari kaum Syiah Rafidhah Karena mereka sering mendustakan hadits kemudian menjadikannya sebagai agama.” (al-Muntaqa’ karya adz-Dzahabi)

Demikianlah kaum Syiah Rafidhah, lisan-lisan mereka terbiasa untuk berdusta. Tidak hanya dusta dalam bersaksi, mereka pun berani untuk berdusta atas nama Rasulullah.

Yah, inilah salah satu kejahatan dan kesesatan kaum Syiah Rafidhah dari berbagai macam dan jenis kesesatan yang ada pada mereka.

Berdusta, sebuah kejahatan yang lebih dikenal dengan istilah taqiyyah.

Lalu bagaimana kedudukan taqiyyah ini dalam pandangan mereka?
Pada pembahasan sebelumnya telah kita baca bersama ucapan para imam ahlus sunnah terkait gelar “SANG PENDUSTA” yang mereka sematkan kepada kaum Syiah Rafidhah.

Maka demikianlah Syiah Rafidhah, lisan-lisan mereka terbiasa untuk berdusta. Tidak hanya dusta dalam bersaksi, mereka pun berani untuk berdusta atas nama Rasulullah.

Inilah salah satu bentuk kejahatan dan kesesatan kaum Syiah dari berbagai macam dan jenis kesesatan yang ada pada mereka.

Berdusta, sebuah kejahatan yang lebih dikenal dengan istilah taqiyyah.

Lalu bagaimana kedudukan taqiyyah ini dalam pandangan mereka?

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menjelaskan makna taqiyyah:

وَمَعْنَى التَّقِيَّةِ الْحَذَرُ مِنْ إِظْهَارِ مَا فِي النَّفْسِ مِنْ مُعْتَقَدٍ وَغَيْرِهِ لِلْغَيْرِ

“Dan makna taqiyyah adalah menjaga diri dari menampakkan apa yang ada di dalam hati berupa keyakinan dan yang lainnya di depan orang lain.”
Inilah definisi taqiyyah.

Ternyata kaum Syiah berada di jalur yang berbeda dengan jalur yang benar dalam permasalahan ini.

Bagaimana tidak, yang mereka sembunyikan adalah kejahatan bahkan kekufuran dihadapan semua orang baik yang kafir maupun yang muslim. Walhasil bahwa taqiyyah mereka murni kedustaan yang tercela.

Taqiyyah di sisi Kaum Syiah

Yusuf al-Bahrani mengatakan:

“Yang dimaksud dengan taqiyyah adalah menampakkan kesamaan dengan keyakinan agama orang-orang yang menyelisihi mereka karena adanya rasa takut.”
(Al-Kasykul)

Al-Qummi mengatakan:

“Barangsiapa meninggalkan taqiyyah sebelum munculnya Imam Mahdi maka dia telah keluar dari agama Allah, agama Imamiyyah dan menyelisihi Allah, Rasul serta para imam mereka.”
(Al-I’tiqadaat)

Ath-Thusi meriwayatkan dengan dusta ucapan ash-Shadiq dimana beliau berkata:

“Bukanlah dari golongan kami, seseorang yang tidak menjadikan taqiyyah sebagai syiar dan bajunya walaupun ditengah orang-orang yang dia percayai. Hal itu tetap dia lakukan agar selalu menjadi tabiatnya ketika ditengah orang-orang yang mengancamnya.”
(Al-Amaali)

Abu Abdillah berkata:

“Kebaikan itu adalah taqiyyah, sedangkan kejelekan itu adalah terang-terangan di dalam beragama.”
(Al-Kafi)

Al-Qummi kembali mengatakan:

“Taqiyyah hukumnya wajib. Barangsiapa meninggalkannya maka kedudukannya seperti meninggalkan shalat wajib.”
(Al-I’tiqadaat)

Disebutkan penukilan dusta dari Ali bin Abi Thalib bahwa beliau pernah berkata:

“Taqiyyah merupakan salah satu amalan mukmin yang paling utama. Dia menjaga diri dan saudaranya dengan taqiyyah dari orang-orang jahat (yakni kaum muslimin).”
(Tafsirul Askari)

Abu Abdillah mengatakan :

“Tidaklah Allah diibadahi dengan suatu amalan yang lebih Dia cintai daripada al-Khab’u.” seseorang bertanya: “Apa itu al-Khab’u ? Beliau menjawab: “Taqiyyah”.
(Al-Kafi)

Al-Kulaini menukilan ucapan dengan dusta ucapan Abu Ja’far :

“Taqiyyah merupakan agamaku dan agama para pendahuluku. Tidak ada keimanan bagi seseorang yang tidak bertaqiyyah”.
(Al-Kafi)

Lihatlah bagaimana kaum Syiah benar-benar ‘menjunjung tinggi’ salah satu keyakinan dan kebiasaan sesat mereka ini.

Sebenarnya yang demikian ini bukanlah suatu hal aneh karena memang nenek moyang mereka juga hobi berdusta dan berbuat nifak. Bagaikan pinang dibelah dua atau bagaikan 2 sisi koin yang tidak bisa dipisahkan.

Yah, siapa lagi kalau bukan bangsa Yahudi.

Bukankah Abdullah bin Saba’ si pencetus aliran sesat Syiah ini adalah seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam?

Kemunafikan merupakan sifat dasar bangsa Yahudi. Allah ‘azza wa jalla menyebutkan di dalam al Qur’an beberapa bentuk kemunafikan mereka:

وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ

“Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata, “Kami beriman” dan apabila menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. (Ali Imran: 119)

وَإِذَا جَاءُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَقَدْ دَخَلُوا بِالْكُفْرِ وَهُمْ قَدْ خَرَجُوا بِهِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا يَكْتُمُون

“Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan, “Kami telah beriman,” padahal mereka datang kepada kamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (darimu) dengan kekafirannya (pula) dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (al-Maidah: 61)

وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ

“Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu.” (al-Mujadalah: 8)

Taqiyyah ini akan terus mereka hidupkan dihadapan siapapun dan dimanapun mereka berada. Terlebih jika mereka dalam keadaan lemah dan terdesak, maka ‘senjata’ ini yang paling ampuh bagi mereka untuk menyelamatkan diri.

Namun jika mereka mulai memiliki kekuatan, mereka akan menampakkan keyakinan mereka sebenarnya bahkan dengan terang-terangan menampakkan kebencian dan permusuhan kepada kaum muslimin, terkhusus ahlus sunnah.

Bukti nyatanya adalah apa yang terjadi pada saudara-saudara kita di negeri Yaman sekarang. Ini semua menjadi pelajaran bagi kita muslimin Indonesia.

Akhir- akhir ini kaum Syiah di negeri ini mulai berani ‘unjuk gigi’. Mereka semakin berani ketika ternyata sebagian orang yang dianggap para pembina umat mendukung dan membela mereka.

Maka berhati-hatilah wahai kaum muslimin!