Thursday, August 11, 2016

Islam Bukan Budaya Arab

Hasil gambar untuk islam

Oleh: Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Segala puji bagi Allah , selawat dan salam buat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam…
Para pembaca yang mula, semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk mengikuti kebenaran dan melindungi kita dari segala kebatilan…

Pada akhir-akhir ini kita sering diperdengarkan sebuah istilah dalam penyebutan sebuah konsep keberagamaan baru dengan istilah; Islam Nusantara. Istilah ini mulai mengemuka setelah penggunaan langgam Jawa dalam tilawah Al Qura pada tanggal 17 Mei di Istana Negara. Kejadian tersebut menuai kritik dari berbagai kalangan, kejadian tersebut bukan sebuah kejadian yang tanpa disengaja akan tetapi itu merupakan sebuah konsep yang akan digulirkan oleh menteri Agama RI! Kemudian istilah ini lebih mengelinding lagi bagaikan bola salju ketika muktamar NU ke 33 di Jombang mengambil tema: “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”. Alhasil isu Islam Nusantara menjadi topik yang ramai diperbincangkan oleh banyak pihak, mulai dari tokoh agama, tokoh politik dan kalangan akademisi. Akan tetapi berbagai tanggapan dan ocehan seputar Islam Nusantara belum juga bisa didudukan dengan jelas, karena memang salah satu target dari pencetusan ide ini adalah untuk menimbulkan kebingungan yang berkepanjangan di tengah masyarakat. Kenapa masalahnya sulit untuk dicarikan titik temu penyelesaian? Karena Istilah Islam Nusantara, disatu sisi bisa benar dan pada sisi lain salah, alias samar-samar (Mutasyaabih). Kalau kita umpamakan istilah Islam Nusantara bagaikan ular berkepala belut, mau dikatakan halal ada unsur haramnya, sebaliknya jika dikatakan haram ada pula unsur halalnya. Perlu kita ketahui bahwa menggunakan bahasa yang samar (Mutasyaabih) adalah salah satu metode pemasaran pemikiran sesat yang dilakukan oleh orang-orang sesat dari dahulu kala. Sepeti Allah menceritakan kebiasan orang Bani Israil:

{وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ} [البقرة/42]

“Janganlah kamu mencampur adukan yang hak dengan yang batil, dan jangan kamu menyembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahui”.

Oleh sebab itu Allah melarang mengikuti istilah yang memiliki penafsiran ganda. Seperti Allah melarang orang Islam untuk meniru-niru istilah orang Yahudi yang biasa mereka gunakan untuk mengejek Nabi Muhammad r.

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا} [البقرة/104]

“Wahai orang-orang yang beriman! Jangan kalian mengucapkan: Raa’ina, akan tetapi ucapkanlah: uzhurna!”

Kata-kata Raa’ina memiliki makna ganda, bisa berarti “dengarkanlah kami! Dan juga bermakna celaan. Akan tetapi orang-orang Yahudi mengucapkannya untuk mencela Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi agar tidak terjadi kesamaran dalam sebuah istlah atau ungkapan, Allah melarang orang-orang mukmin menggunakan dan mengucapakan kalimat resebut. Oleh sebab sangat latah jika kita ikut-ikutan menggunakan istilah-istilah yang menimbulkan polemik dalam pemahaman.

Tujuan penggunaan istilah yang abu-abu adalah untuk mengelabui orang awam, atau jika mereka berhadapan dengan lawan yang kuat mereka munculkan sisi benarnya, dan mereka akan terang-terangan bila berbicara dihadapan sesama rekan mereka, dimana hakikat ide Islam Nusantara adalah untuk menghambat perkembangan dakwah yang hak, dakwah yang mengajak untuk menjalan Islam yang belum terkontaminasi oleh berbagai budaya, yang dalam istilah mereka disebut Islam Arab.

Kalau kita cermati banyak hal yang perlu dipertnyatakan tentang ide dan konsep Islam Nusantara tersebut. Diantara pertanyaan tersebut; Apa dasar pemikiran Islam Nusantara? Apa Tujuannya? Kalau jawabannya: Dasar pemikiran Islam Nusantara Al Quran dan Sunnah. Berarti tidak ada bedanya dengan Islam yang sudah diamalkan sejak kedatangan Nabi Muhammad r. Tapi bila jawabannya: Islam yang berdasarkan budaya maka berarti berbeda dengan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Lalu tujuannya apa? Kalau jawabanya untuk terciptanya kedamaian dan toleransi dalam kehidupan bernegara. Bukankah Islam datang untuk menegakkan misi ini? Bukankah hal ini sudah dibuktikan dalam sejarah Islam sewaktu Islam berkuasa Di Madinah, Syam dan Andalusia? Tapi bila jawabannya untuk menjadikan Indonesia sebagai model percontohan kedamaian dan toleran. Kenapa Islam Nusantara tidak toleran terhadap orang-orang tidak mau dengan konsep Islam Nuantara? Apa toleran itu berlaku untuk sesama pemeluk Islam Nusantara saja?
Kenapa istilah Islam Nusantara harus disandingkan dengan istilah Islam Arab? Yang pada akhirnya akan melahirkan sebuah polemik anti Arab. Kenapa yang ditolak itu budaya Arab saja dan tidak disebutkan menolak budaya Barat juga?

Suatu pertanyaan lagi adalah kenapa yang ending itu Istilah Islam Nusantara yang diusung oleh NU? Bukan istilah Islam Yang Berkemajuan yang diusung oleh Muhammadiyah?

Kenapa yang dianggap sebagai Islam Nusantara hanya tradisi keberagamaan yang dilakukan oleh masa NU, kenapa pengamalan ormas-ormas Islam lain tidak dianggap sebagai bagaian dari islam Nusantara? Bahkan ada yang lebih fatal lagi untuk menilai seseorang itu pro NKRI atau tidak dilihat dari sisi tahlilan atau tidak!? Bukankah di sana amat banyak sekali ormas yang tidak melakukan tahlilan? seperti Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad dll. Bahkan diantara ormas Islam tersebut ada yang lebih dahulu lahir dari ormas NU. Berati Islam Nusantara adalah paham yang kaku, tidak toleran dan radikal.

Rasanya kita tidak perlu membuang waktu dan energi untuk membuktikan kelabilan konsep Islam Nusantara dari berbagai sisi. Cukup kita melihat siapa yang melakoni atau pencetus Islam Nusantara itu sendiri. Apakah mereka para pencetus Islam Nusantara orang yang patut dicontoh pemahaman dan pengamalan terhadap ajaran Islam? Apakah mereka orang-orang yang benar-benar berakhlak mulia? terutama terhadap orang yang menegakkan dan menjalan ajaran Islam dengan baik? Atau malah sebaliknya; suka memperolok-olok dan melecehkan para penegak sunnah? Apakah mereka selama ini adalah para pembela Islam atau sebaliknya? Apakah pemahaman mereka lebih baik dari pemahaman para sahabat? Sehingga teori yang mereka cetuskan lebih baik dari keislaman para sahabat? Apakah mereka orang yang taat beribadah dan suka membaca Al Quran? Apakah alasan dan hal yang melatar belakangi lahirnya konsep Islam Nusantara belum tercover dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan disebarkan oleh para sahabat?

Berikut ini kita akan mengupas topik Islam Bukan Budaya Arab, tidak seperti yang disinyalir oleh kaum SIPILIS termasuk Jemaat Islam Nusantara bahwa ajaran Islam sarat dengan budaya Arab.

• Difinisi Budaya dan Hakikatnya

Secara etimologi budaya dalam bahasa Arab disebut ‘Aadah atau ‘Uruf. (lihat: “al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah”: 30/53).

Secara terminologi Budaya berarti kebiasaan dalam masyarakat baik berbentuk ucapan maupun perbuatan yang sesuai dengan akal sehat dan tabi’at baik. (lihat: Ya’qub bin Abd Wahab, “Qaa’idah al ‘Aadah Muhakkamah”, hal: 27).

Namun sebagian diantara ulama ada yang membedakan antara ‘Aadah dengan ‘Uruf secara terminologi, ada yang mengatakan ‘Aadah lebih umum, sedangkan ‘Uruf lebih umum. Dan ada pula yang berpendapat sebaliknya, wallahu a’lam. (lihat: Ya’qub bin Abd Wahab, “Qaa’idah al ‘Aadah Muhakkamah”, hal: 49).

Pengertian budaya dalam bahasa Arab tidak berbeda dengan pengertiannya dalam bahasa lain. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. (lihat: https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya).

Di jelaskan dalam wikipedia: Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. (lihat: https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya#Definisi_Budaya).

Pengertian budaya menurut ilmuwan Barat juga tidak jauh berbeda dengan pengertia yang dijelaskan oleh para ulama islam. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual, dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Menurut Selo Soemardjan, dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. (lihat: https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya#Definisi_Budaya)

Dapat disimpulkan dari berbagai penjelasan diatas bahwa hakikat budaya adalah hasil dari buah pikiran manusia yang dianggap baik oleh masyarakat tertentu. Baik buruknya budaya berbeda-beda berdasarkan persepsi masing-masing masyarakat, lalu menjadi tabi’at mereka sehari-hari. Maka suatau budaya bisa dianggap baik oleh sekelompok masyarakat namun juga dianggap tidak baik oleh sekelompok masyarakat lain. Dalam artian bahwa kebenarannya relativ dan tidak absolut. Contoh dalam budaya barat lesbi, homoseksual dan minum khamar adalah budaya yang maju dalam sisi kebebasan. Namun buda tersebut sangat tidak cocok di tengah-tengah budaya masyarakat timur.

Atau bisa saja suatau budaya pada suatu masa dianggap baik, namun pada masa yang lain bisa dianggap tidak baik oleh masyarakat yang sama. Berarti penilai terhadap sebuah budaya itu bisa berubah-ubah atau kondisional. Contoh dulu masyarakat eropa lebih suka budaya sosialisme akan tetapi sekarang budaya yang mereka sukai adalah budaya kapitalisme.
Perbedaan antara Islam dan Budaya
Pertama: Sumber budaya dari manusia yang memiliki lalim lagi bodoh sebagaimana Allah gambarkan tetang sifat manusia secara umum dalam firman-Nya:

{إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا} [الأحزاب/72]

“Sesungguhnya Kami (Allah) menawarkan amanah itu kepada langit, bumi dan gunung-gunung dan mereka menolaknya, lalu manusia memikulnya, sesungguhnya manusia itu lalim lagi bodoh”.

Islam sumbernya dari Allah Yang Maha Tahu, Maha Bijaksana dan Maha Adil. Allah Maha Tahu apa yang terbaik bagi seluruh makhluk. Allah Maha Bijaksana dalam segala ketentuan dan keputusan-Nya, tidak ada yang sia-sia dalam segala ciptaan-Nya. Allah Maha Adil dalam segala ketetapan dan hukum-Nya, tidak sedikitpun ada kelaliman dalam segala ketetapan Allah. Sebagaimana Allah nyatakan dalam kitab suci Al Quran:

{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاءَهُمْ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ (41) لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ} (42) [فصلت/41-42]

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dengan Al Quran itu tatkla datang kepada mereka, sesungguhnya Al Quran itu kitab yang mulia. Tidak dicampuri oleh kebatilan baik dari arah depan dan tidak pula dari arah belakang, yang diturunkan dari Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha terpuji”.

Dan Allah tidak sedikitpun berbuat lalim terhadap hamba-hamba-Nya, Allah berfirman:

{مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ} [فصلت/41-4642 ]

‘Barangsiapa yang melakukan amal sholeh maka hal itu itu dirinya sendiri, dan barangsiap yang berbuat keburukan maka akibatnya atas dirinya sendiri. Dan Robmu tidak berbuat lalim terhadap hamba-Nya sedikitpun”.
Kedua: Sebuah budaya belum tentu cocok untuk semua manusia, budaya Asia belum tentu cocok untuk orang Afrika, budaya Arab belum tentu cocok untuk orang Eropa. Akan tetapi ajaran Islam cocok untuk seluruh umat manusia apapun bangsa dan suku mereka, bahkan untuk Jin sekalipun.
Sebagaimana Allah berfirman:

{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ} [سبأ/28]

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk semua manusia”.
Ketiga: Sebuah budaya belum tentu cocok pada setiap saat, bahkan hanya cocok untuk waktu dan zaman tertentu. Sedangkan Islam diturunkan Allah untuk sepanjang waktu dan masa sampai akhir zaman, Islam tidak hanya berlaku pada fase kenabian dan kekhalifahan saja, akan tetapi berlaku untuk seluruh generasi umat manusia sampai hari kiamat. Karena Islam adalah agama yang terakhir yang dijaga keasliannya oleh Allah sampai hari kiamat. Sebagaimana sebutkan dalam firman-Nya:

{إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ} [الحجر/9]

“Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al Quran itu dan Kami sungguh akan menjaganya”.

Dan akan tetap ada satu golongan dari manusia yang beramal dan berada diatas islam yang murni sampai hari kiamat. Sebagaimana Rasulullah r tegaskan dalam sabdanya:

« لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أمتي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يأتي أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ ». رواه مسلم.

“Akan senantiasa ada satu golongan dari umatku berada diatas kebenaran, mereka tidak merasa terganggu dengan orang-orang yang menghina mereka, sampai datang keputusan Allah (hari kiamat) mereka tetap seperti itu”.

Keempat: Sebuah budaya belum tentu cocok pada semua tempat, bahkan sering terbatasi oleh tempat dan ruang. sedangkan Islam diturunkan Allah berlaku untuk di semua tempat, baik di Barat maupun di Timur, baik di Eropa, Afrika maupun di Asia, Islam tidak hanya berlaku di Arab saja. Sebagaimana Allah tegaskan dalam Al Quran:

{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ} [الأنبياء/107]

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat untuk seluruh alam”.

Kelima: Sebuah budaya boleh untuk kita pilah-pilih, kita tolak dan kita tinggalkan bahkan kita lupakan, akan tetapi Islam wajib untuk kita terima dan amalkan, tidak boleh kita tolak, kita tinggalkan apalagi dilupakan.

Allah berfirman:

{ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ} [محمد/28]

“Yang demikian itu adalah karena mereka mengikuti apa yang dibenci Allah, dan mereka membenci keredhaan-Nya, maka Allah menghapus seleuruh amalan mereka”.

Islam tidak boleh kita pilah-pilih bahkan harus kita terima dan kita jalankan secara total dan maksimal, sebagaimana Allah perintahkan dalam firmannya:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ} [البقرة/208]

“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam Islam itu secara keseluruhan, jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan,sesungguhnya setan itu musuh yang nyata”.

• Pandangan Islam terhadap Budaya

Salah satu cara orang Arab Jahiliyah untuk menolak kebenaran Islam adalah membanggakan budaya nenek moyang sebagaimana Allah sebutkan argumentasi orang-orang musrik ketika diseru kedalam Islam:

{وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ} [البقرة/170]

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ikutilah apa yang telah diturunkan Allah! Mereka menjawab: kami hanya mengikuti apa yang kami dapati nenek moyang kami diatasnya. Meskipun nenek moyang mereka tidak tahu apa-apa dan tidak pula mendapat petunjuk”.

Demikian pula disebutkan dalam firman Allah yang lain:

{وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ الشَّيْطَانُ يَدْعُوهُمْ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ} [لقمان/21]

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ikutilah apa yang telah diturunkan Allah! Mereka menjawab: kami hanya mengikuti apa yang kami dapati nenek moyang kami diatasnya. Sekalipun setan mengajak mereka ke dalam neraka Sa’ir”.
Begitu banyak budaya Arab jahiliyah yang dikoreksi oleh Islam, ini menunjukkan bahwa Islam bukanlah budaya Arab. Berikuti ini kita sebutkan beberapa contoh budaya Arab yang dihapus oleh Islam:

1. Bertawsul dengan orang mati.

Salah satu kebiasaan masyarakat Arab Jahiliyah mengkultuskan orang sholeh namanya Latta. Pada mulanya patung Latta adalah simbol orang yang sangat dermawan kepada para jamaah haji. Dengan berlalunya waktu akhirnya patung itu dijadikan oleh masyarakat Arab Jahiliyah sebagai media bertawasul kepada Allah. Jika mereka ingin mendapatkan sesuatu mereka mendatangi patung Latta tersebut untuk bertawsul.

{وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى} [الزمر/3]

“Dan orang-orang yang menggambil selain Allah sebagai pembantu, kami tidak menyembah mereka kecuali untuk mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya”.

Menurut asumsi mereka hal itu tidak merupakan perbuatan syirik akan tetapi bagain dari minta syafaat dalam budaya mereka.

{وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ} [يونس/18]

“Dan mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak memberi mudarat dan tidak pula mamfaat kepada mereka, dan mereka berkata: mereka sebagai pemberi syafaat kami di sisi Allah”.

Karena hal itu sudah menjadi adat kebiasaan dan budaya nenek moyang mereka sejak dulu kala, mereka menolak untuk meninggalkannya.

{قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آَبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ} [الأعراف/70]

“Mereka berkata: apakah kamu datang kepada kami untuk mengajak kami menyembah Allah saja? Dan kami meninggalkan apa yang disembah oleh nenek moyang kami? Maka datangkalah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika engkau termasuk orang-orang yang jujur”.

2. Tawaf di Ka’bah tanpa busana.

Allah sebutkan dalam hal ini dalam firman-Nya mulia:

{يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ} [الأعراف/31]

“Wahai anak keturunan Adam pakailah pakaian yang bagus ketika setiap ke masjid, makan dan minumlah dan jangan kalain berlebih-lebihan. Karena Allah tidak suka pada orang yang berlebih-lebihan”.

Berkata Ibnu Katsir: “ayat ini adalah bantahan atas kebiasaan orang-orang musyrik bertawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang. Sebagaimna yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nasaai dan Ibnu Jarir…”dari Ibnu Abbas ia berkata: mereka orang-orang musyrik bertawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang, baik laki maupun wanita; laki siang hari dan wanita di malam hari”. (lihat, Tafsir Ibnu Katsir: 3/405).

3. Beribadah di ka’bah dengan bersorak sambil bertepuk tangan.
Hal ini Allah sebutkan dalam surat Al Anfal:

{ وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ} [الأنفال/35]

“Tidaklah sholat mereka di sisi Ka’bah kecuali bersiul dan betepuk-tepuk,maka rasakan oleh kalian azab itu sebagai balasan terhadap kekufuran mereka”.

4. Suka bernyanyi atau menyewa para biduwan untuk bernyanyi.

Hal ini Allah sebutkan dalam surat Lukman:

{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ} [لقمان/6]

“Dan diantara manusia ada orang yang membeli perkataan yang sia-sia untuk memalingkan manusia dari jalan Allah tanpa Ilmu, mereka menjadikannya sebagai olokan, untuk mereka adalah azab yang hina”.

Menurut para mufassirin dari kalangan sahabat dan tabi’in bahwa yang dimaksud membeli lahwal hadits (perkataan sia-sia) dalam ayat di atas adalah nyannyian, alat-alat musik dan menyewa para biduwan/ti. (lihat, Tafsir Ibnu katsir: 6/331).

5. Meramal nasib dengan binatang atau benda.

Sebuah kebiasan yang suka dilakukan oleh masyarakat Arab Jahiliyah menggundi nasib, atau meramal nasib dengan suara atau gerakan burung. Umpamanya ada seseorang sakit lalu mereka mendengar burung gagak atau burung hantu berbunyi di malam hari, maka mereka meramal bahwa seorang yang sakit tersebut akan meninggal dunia. Rasulullah r menyuruh mereka untuk meninggalkan budaya tersebut dalam sabdanya:

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السلمي قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُمُورًا كُنَّا نَصْنَعُهَا في الْجَاهِلِيَّةِ كُنَّا نأتي الْكُهَّانَ. قَالَ «فَلاَ تَأْتُوا الْكُهَّانَ». قَالَ قُلْتُ كُنَّا نَتَطَيَّرُ. قَالَ «ذَاكَ شيء يَجِدُهُ أَحَدُكُمْ في نَفْسِهِ فَلاَ يَصُدَّنَّكُمْ». رواه مسلم

Dari Muawaiyah bin Hakam assulamy: aku berkata kepada Rasulullah r: Ya Rasulullah berbagai hal yang pernah kami lakukan di masa jahiliyah; kami mndatangi dukun? Jawab beliau: Jangan kalian mendatangi dukun. Lalu aku berkata lagi: Kami dulu suka mengundi nasib dengan burung? Jawab beliau: itu sesuatu yang terbetik dalam hati kalian janganlah menghalangi kalian”.

Dalam riwaya lain belaiu bersabda:

«الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ». رواه أبو داود وصححه الألباني

“Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik”.
Yang dimaksud dengan Thiyarah yaitu meramal suatu kejadian buruk dengan burung atau lainnya seperti yang telah jelaskan di atas.
Bisakah Islamisasi Budaya?
Sebagaimana yang telah kita jelaskan di atas tentang perbedaan antara Islam dengan budaya, maka Islam itu sudah sempurna tidak perlu ditambah dengan budaya lokal. Budaya tetap budaya tidak bisa dijadikan ajaran Islam. Akan tetapi Islam memberikan ruang untuk sebuah kebiasaan atau budaya masyarakat untuk dilakukan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan tidak dianggap sebagai ajaran agama yang wajib dijalankan. Bagi siapa yang mau melakukan silakan menjalankannya asal tidak menjadi alat untuk memecah belah persatuan kaum muslimin. Apalagi  menjadi tolak ukur ketaqwaan dan menghukum orang yang tidak menjalankannya sebagai kelompok sesat. Seperti kejadian beberapa kasus di berbagai tempat, seorang muslim yang meninggal dilarang di kuburkan di pemakaman umum karena tidak ikut yasinan dan tahlilan! Beberpa pondok pesantren dibakar dan diusir santrinya karena tidak melaksanakan maulidan dan salawatan! Ini menunjukkan sebuah penyimpangan dalam pemahaman beragama terutama masyarakat yang diasuh oleh agen-agen Islam Nusantara. Sebaliknya kita tidak melihat ada pengusiran bagi orang yang tidak sholat, yang tidak berhijab dan bahkan terang-terangan berbuat maksiat didepan umum. Seakan-akan kedudukan budaya lebih tinggi dari hal-hal yang diwajibkan Allah. Jangankan apa yang disebut sebagai bid’ah hasanan, orang yang tidak melaksanakan sunnah muakkadah saja tidah berhak diusir, bahkan orang yang meninggalkan hal yang wajib sekalipun juga tidak berhak diusir! Silakan anda renungkan kenapa sikap radikal seperti ini terjadi terhadap orang yang tidak suka budaya, tapi tidak diberlakukan terhadap orang yang tidak suka pada agama? Sungguh aneh alias ajiib.

Kenapa jazirah Arab terpilih menjadi tempat diturunkannya Islam, mengapa tidak di Indonesia?

Sesungguhnya Allah menajdikan makhlunya dalam aturan yang sempurna diatas segala kesempurnaan. Allah memilih dan menentukan sebuah kepurtusan yang sia-sia, akan tetapi berdasarkan ilmu-Nya yang Maha Sempurna dan dibalik ketentuan tersebut tersimpan berjuta-juta hikmah.

Allah melebihkan satu makhluk atas makhluk yang lain, bumi dijadikan belembah dan berbukit. Sebagian nabi juga Allah beri kelebihan atas nabi yang lain.

{تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ } [البقرة/253]

“Demikian sebagian rasul kami lebihkan atas sebagian mereka, diantara mereka ada yang diajak bicara oleh Allah, dan sebagian mereka diangkat kedudukannya beberapa derajat”.

Sebagaimana surat dan ayat Al Quran juga berbeda dari sisi kelebihan dan keutamaan. Demikian pula suatu tempat dan bangsa juga Allah beri kelebihan atas tempat dan bangsa yang lain. Maka Allah memuliakan bumi Makkah diatas belahan bumi lain, memilih bangsa Arab untuk nabi yang terakhir walau sebelumnya kebanyakan nabi berasal dari bangsa Bani israil.

Bumi Makkah memiliki keutamaan yang tidak dimiliki oleh belahan bumi lain, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah r:

((والله إنك لخير أرض الله وأحب أرض الله إلى الله ولولا أني أخرجت منك ما خرجت)) رواه الترمذي وصححه الألباني

“Demi Allah sesungguhnya engkau (negeri Makkah) adalah sebaik-baik bumi Allah, dan bumi yang paling dicintai Allah, seandanya aku tidak diusir darimu niscaya aku tidak akan keluar darimu”.

Allah telah memilih sebagai pembawa risalah yang terakhir dari negeri yang paling mulia juga dari keturunan yang paling mulia. Sebagaimana Firman Allah:

{اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ} [الحج/75]

“Allah memilih dari golongan malaikat sebagai rasul dan juga dari golongan manusia, sesungguhnya Allah Maha mendengar dan Maha Melihar”.

Dan sabda Rasulullah r:

«إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِى هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِى هَاشِمٍ». رواه مسلم

“Sesungguhnya Allah telah memilih Kinaanah dari keturunan Ismail, dan memilih Quraisy dari Knaanah, dan dari suku Quraisy memilih Bani hasyim,  dan memilih aku dari suku Bani Hasyim”.

Berkata Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu :

(إِنَّ اللَّهَ عز وجل نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ، فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ r خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ، فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ، فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ r فَوَجَدَ أَصْحَابَهُ خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ، فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ، يُقَاتِلُونَ عَلَى دِينِهِ) رواه أحمد وقال الأرنؤوط : إسناده حسن

“Sesungguhnya Allah melihat kepada hati-hati manusia, maka Allah mendapati hati Muhammad hati sebaik-baik hati manusia. Maka Allah memilihnya secara khusus dan mengutusnya untuk membawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati manusia setelah hati Muhammad r, maka allah mendapati hati para sahabatnya  sebaik-baik hati manusia, maka Allah menjadikan mereka sebagai pembantu nabi-Nya, bebrperang membela agamanya”.

Semua itu kembali kepada kehendak Allah secara mutlak, kita tidak berhak mempertanyatakan perbuatan Allah, akan tetapi kitalah yang akan ditanya tentang perbuatan kita.

{لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُون} [الأنبياء/23]

“Allah tidak ditanya tetang apa yang Ia perbuat sedang mereka (manusia) akan ditanya tentang apa yang mereka perbuat”.

Dan firman Allah:

{إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ} [الحج/14]

“Sesungguhnya Allah memperbuat apa yang Ia kehendaki”.

Dan firman Allah:

{وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ} [الحج/18]

“Barangsiapa yang dihinakan Allah maka tiada seorangpun yang dapat menjadikan ia mulia, sesungguhnya Allah berbuat apa yang Ia kehendaki”.

Orang-orang kafir Makkah pernah mempetanyakan: kenapa Allah tidak mengutus orang lain selain nabi Muhammad r? Allah menjawab keberatan mereka: apakah mereka yang akan menengatur pembagian rahmat Allah?

{وَقَالُوا لَوْلَا نُزِّلَ هَذَا الْقُرْآَنُ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ (31) أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ } [الزخرف/31، 32]

“Dan mereka berkata: kenapa tidak diturunkan Al Quran ini kepada seorang laki-laki yang terhormat dari dua kota? Apakah mereka yang membagi rahmat tuhanmu? Kami yang membagi antar mereka kehidupan mereka di dunia. Dan kami meninggikan kedudukan sebagian mereka diatas  sebagian yang lain dengan beberapa derajat”.

Kesimpulan
Budaya adalah hasil karya akal dan pengalaman manusia yang punya banyak sisi kelemahan, kebenarannya relativ. Budaya yang berjalan ditengah masyarakat bisa diterima dalam Islam selama tidak melanggar prinsip-prinsip ajaran Islam.

Islam bukan budaya Arab, akan tetapi Islam adalah agama Allah yang sempurna, diturunkan untuk semua suku bangsa dan berlaku untuk sepanjang masa serta cocok pada setiap tempat.
Wallahu A’lam