Friday, September 16, 2016

Benarkah Kelompok Shufiyyah Termasuk Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Hasil gambar untuk shufi

Salah satu hasil penting ●Muktamar Shufi di Chechnya adalah menegaskan bahwa Shufiyyah termasuk kelompok Ahlus Sunnah...
Benarkah Kelompok Shufiyyah termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah 

Asy-Syaikh al-‘Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah mengatakan,

“Sesungguhnya golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah hanya satu kelompok saja, tidak banyak kelompok.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah, disebut : Ahlus Sunnah wal Jama’ah, disebut pula AHLUL HADITS, disebut pula : SALAFIYYUN atau pengikut madzhab salaf.

SHUFIYYAH TIDAK TERMASUK DI DALAMNYA, baik dulu maupun sekarang.

Para imam Islam telah menjelaskan hadits tentang “ath-Thaifah al-Manshurah” dan hadits “al-Firqah an-Najiyyah” bahwa yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah : Ahlul Hadits dan para ‘ulama hadits, BUKAN KELOMPOK SHUFIYYAH ataupun kelompok lainnya. Terlebih lagi setelah terpecah-pecahnya Shufiyyah menjadi banyak sekte yang semuanya tegak di atas aqidah-aqidah sesat, metode-metode penuh khurafat, bertolak belakang dengan al-Qur’an dan as-Sunnah serta jalan yang Ahlus Sunnah wal Jama’ah berada di atasnya.

Di antara aqidah sesat shufi :

hulul (Allah bertempat pada makhluk)
wihdatul wujud (Allah bersatu dengan makhluk/alam)
mengkultuskan para wali
meyakini bahwa para wali mengetahui perkara ghaib dan berkuasa terhadap alam
meyakini ada wali quthub dan autad
berdo’a dan beristighotsah kepada para wali tersebut dalam kondisi terdesak, tidak kepada Allah.
orang paling utama adalah orang yang mengakui perbuatan-perbuatan bahaya tersebut dan tidak mengingkarinya.

Pertentangan antara kelompok shufi dengan Ahlus Sunnah telah lama ada dan terus berlangsung hingga hari ini.
Maka bagaimana dikatakan bahwa Shufiyyah termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah??!”
Kasyf Zaif at-Tashawwuf, hal. 13-14
Majmu’ah Manhajul Anbiya
•••••••••••••••••••••
Aliran Shufiyyah adalah Pewaris Rafidhah
Asy-Syaikh al-‘Allamah Rabi’ bin Hadiy al-Madkhaly hafizhahullah berkata:

Kuburan itu dibangun di atas tangan-tangan Rafidhah, adapun Ahlus Sunnah mereka tidak biasa meninggikan bangunan di atas kuburan. Sesungguhnya yang memulai melakukan bid’ah ini tiada lain adalah Rafidhah.

Kemudian kebid’ahan ini diwarisi dari mereka oleh kelompok Shufiyah-Bathiniyah, yang lahiriyah kelompok adalah tasawuf dan berusaha menampakkan Sunnah, namun di dalam batin mereka adalah sifat zindiq, atheis dan Rafidhah. Sangat disayangkan.

Maka mereka ini menelusuri kuburan, mendirikan bangunan di atasnya, membangunnya dan sangat menekankan untuk mengadakan rihlah (perjalanan) ke kuburan, dan mereka juga mengadakan berbagai perayaan dan hari raya, dan seterusnya.

Berbagai kebatilan dan kesesatan yang kebanyakan kaum muslimin menghidupkannya pada hari ini, semuanya itu meresap pada mereka dari thariqah (cara ibadah)-nya para penganut Rafidhah al-‘Ubaidiy yang para ulama Islam mengatakan tentang mereka: “Lahiriyah mereka Rafidhah dan batiniyah mereka kekafiran yang murni”. Mereka inilah yang (pertama) membiasakan sunnah yang jelek ini.
Wujubul Ittiba’ wat Tahdziru min Muzhahiris Syirki wal Ibtida’, hal 51-52.
Wallaahu A’lam.
الصوفية ورثة الرافضة
قال الشيخ العلامة / ربيع بن هادي المدخلي – حفظه الله تعالى
شيدت القبور على أيدي الروافض ، أما أهل السنة ما كانوا يعرفون البناء على القبور ، إنما إبتدع هذه البدعة الروافض ، ثم ورثها منهم باطنية الصوفية الذين ظاهرهم التصوف والتسنن وفي باطنهم زندقة وإلحاد ورفض – مع الأسف الشديد – فهؤلاء تتبعوا القبور وبنوا عليها ، وشيدوها وشدوا الرحال إليها ، وأقاموا الإحتفالات والأعياد … إلى آخر الأباطيل والضلالات التي يعيشها أكثر المسلمين اليوم ، كل ذلك تسرب إليهم عن طريق الروافض العبيديين الذين قال فيهم علماء الإسلام : ظاهرهم الرفض وباطنهم الكفر المحض : هؤلاء هم الذين سنوا هذه السنة الخبيثة ” .
وجوب الإتباع والتحذير من مظاهر الشرك والإبتداع (ص 52_51 )


Buku pegangan sufi, sarat hadits-hadits palsu

Kemunculan firqah-firqah yang menggulirkan banyak perkara baru dalam agama (bid’ah-bid’ah), seperti golongan Sufi, telah mendatangkan fitnah dan ujian tersendiri terhadap keyakinan dan amaliah umat Islam. Fitnah ini salah satunya dalam bentuk ajakan mengagungkan Rasûlullâh hanya melalui ucapan-ucapan lisan saja, dengan mengesampingkan ajakan mengikuti perbuatan-perbuatan beliau. Dengan begitu, mereka telah berseberangan dengan perintah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan jalan para Sahabat yang mulia, para Khulafa Rasyidin dan ulama-ulama setelah mereka.
Saudaraku, ketahuilah, di antara landasan pokok kaum Sufi dan ciri khas mereka, adalah menyebarluaskan hadits-hadits lemah, palsu, dan cerita-cerita khayalan (khurafat) disertai mengamalkan kandungan-kandungannya. Landasan dasar mereka yang lain, mentashhih hadits-hadits palsu itu (menilai hadits shahih) melalui kasyf, manâmât (bisikan dan mimpi) yang menyelisihi kaedah Ulama Hadits dalam menilai satu hadits.
Bila diperhatikan, akan cukup sulit bagi Saudara untuk menjumpai dan mendengarkan hadits shahih dalam ceramah dan khutbah-khutbah golongan Sufi. Jarang sekali mereka menyampaikan hadits shahih. Kalaulah mengetengahkan hadits shahih, itu pun dengan memenggalnya dan dijadikan sebagai dalil dalam masalah yang tidak pada tempatnya. Pasalnya, tumpuan utama mereka pada hadits-hadits yang didustakan atas nama Rasûlullâh (hadits palsu), hadits-hadits gharib, dan cerita-cerita khurafat, yang semua ini ditonjolkan untul melegalkan keyakinan-keyakinan yang sesat, praktek syirik dan bid’ah-bid’ah.
Jumlah hadits-hadits dusta dan palsu yang di kalangan Sufi tidak terhitung, baik muncul karena kedangkalan ilmu mereka terhadap hadits maupun kesengajaan. Hadits-hadits dusta dan palsu ini disebarluaskan di tengah umat sampai mengakibatkan diikutinya hadits-hadits yang tertolak dan terbengkalainya hadits-hadits shahih. Pada dasarnya, mereka mengakui kurang menguasai hadits dan kitabt-kitabnya, perbedaan hadits shahih dengan hadits yang bermasalah. Siapa saja memperhatikan buku-buku rujuan penting mereka, akan menjumpai contoh-contoh tersebut dengan jelas sekali.
Seorang tokoh Sufi kontemporer, ‘Abdullâh al-Ghimâri mengaku,” …buku-buku tentang maulid Nabi sarat dengan hadits-hadits palsu, namun telah menjadi akidah yang mengakar pada benak orang awam”.
Sungguh, hadits-hadits dusta sangat banyak (dalam buku-buku Sufi). Dalam konteks ini, ada sebagian orang yang ditokohkan dalam agama yang telah menyusun sebuah kitab berisi berbagai macam kedustaan atas nama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat yang mudah memperdayai orang-orang jahil. Meskipun si penulis kitab mungkin tidak punya niat untuk sengaja berdusta atas nama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan orang itu mencintai beliau, mengagungkan beliau, namun ia melakukannya (menulis hadits-hadits dusta dalam kitabnya) lantaran tidak memiliki kemampuan menyeleksi hadits yang benar dan hadis palsu.
Kalangan Sufi telah menjadikan aktifias menekuni membaca buku Dalâil Khairât (petunjuk-petunjuk kebaikan-kebaikan) sebagai pengganti membaca al-Qur`ân. Padahal dalam buku ini terdapat kedustaan atas nama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi Salaf, serta dipenuhi dengan hadits-hadits palsu dan dusta.
Begitu pula, buku pegangan lain berjudul Raudhul Rayâhîn, ar-Raudhul Fâiq, Majâlisu al-‘Arâis dan kitab Maulid Ibni Hajr. Kalangan Sufi lebih menggemari membacari buku-buku yang berbahaya tesebut yang memuat keburukan, hadits palsu dan bid’ah yang disertai ajakan untuk menghidupkannya dengan memalsukan hadits-hadits untuk itu. Mereka tidak memperdulikan kitab-kitab hadits standar yang menjadi landasan umat Islam umumnya, semisal Shahîh al-Bukhâri, Shahîh Muslim, kitab Sunan, Muwaththa, Musnad dan kitab-kitab hadits lain yang menjadi perbendaharaan Islam dalam bidang hadits yang sarat dengan ajaran-ajaran Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Saudaraku Muslim, jangan sampai engkau membaca buku-buku beracun lagi penuh dusta tersebut, juga jangan membelinya. Kewajiban kita adalah memegangi Kitâbullâh dan Sunnah Rasul-Nya. Ambillah dari sumber-sumbernya yang terstandar, yaitu kitab-kitab hadits yang telah popular seperti Shahîhain, kitab Sunan, Musnad-musnad, kitab Mushannaf, Muwatha dan kitab-kitab hadits lainnya yang sudah jelas menjadi rujukan umat. Kitab-kitab hadits ini sudah sangat memadai bagi kita, tanpa perlu melihat buku-buku penuh racun yang tersebar di kalangan Sufi.
Selain itu, masih ada kitab-kitab lain yang bermanfaat dalam bahasan ini, seperti Jalâul Afhâm fi ash-Shalâti was Salâmi ‘ala Khairil Anâm karya Imam Ibnul Qayyim, al-Adzkâr dan Riyâdhus Shâlihîn karya Imam Nawawi, al-Kalimu ath-Thayyibi karya Syaikhul Islam.
(Diangkat dari makalah Taqwîmu al-Mafâhîm al-Khâthi`ah ‘Indal Ghulâti wal Jufaati fi ad-Difâ’i ‘anin Nabiyyi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, DR. Ali Musri, MA, hlm. 37-38. Disampaikan dalam ”Muktamar Internasional” dengan tema ”Nabi Rahmat, Muhammad shallallâhu ’alaihi wa sallam” tanggal 2-4 Oktober 2010 di kota Riyadh, Saudi Arabia)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Membongkar kesesatan sufi (bahagian I, sejarah dan fitnah tasawwuf)
Membongkar kesesatan sufi (bahagian II, sorotan terhadap sufi)
Membongkar kesesatan sufi (bahagian III, Perbedaan pokok islam dan tasawwuf)
Membongkar kesesatan sufi (bahagian IV, Definisi tarekat sufi)
Membongkar kesesatan sufi (bahagian V, Kasyaf, khurafat dan shufi)
Mengoreksi ajaran tasawwuf
Rahasia tipu muslihat dedengkot shufi & syi’ah dibalik tudingan “wahabi” dalang paham takfir dan aksi terorisme