Thursday, October 13, 2016

Renungan Untuk Syiah Di Hari Asyura, Mengapa Tidak Menangisi Ali Radhiyallahu’anhu?

Hasil gambar untuk asyura syiah
bahlul, kenapa tidak penggal kepalanya

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

فكل مسلم يبنغي له أن يحزنه قَتْله أي الحسين رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَإِنَّهُ مِنْ سَادَاتِ الْمُسْلِمِينَ، وَعُلَمَاءِ الصَّحَابَةِ وَابْنُ بِنْت رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّتِي هِيَ أَفْضَلُ بناته، وقد كان عابداً وشجاعاً وسخياً،

Setiap muslim, sepantasnya bersedih dengan terbunuhnya Al Husain radhiyallahu’anhu. Beliau termasuk penguasa kaum muslimin,ulamanya para sahabat, anak laki-laki dari putri Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam yang paling utama. Beliau seorang ahli ibadah, pemberani serta dermawan.

ولكنه لَا يُحْسِنُ مَا يَفْعَلُهُ الشِّيعَةُ مِنْ إِظْهَارِ الْجَزَعِ وَالْحُزْنِ الَّذِي لَعَلَّ أَكْثَرَهُ تَصَنُّعٌ وَرِيَاءٌ، وقد كان أبوه أفضل منه فقتل، وَهُمْ لَا يَتَّخِذُونَ مَقْتَلَهُ مَأْتَمًا كَيَوْمِ مَقْتَلِ الْحُسَيْنِ، فَإِنَّ أَبَاهُ قُتِلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَهُوَ خَارِجٌ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ فِي السَّابِعَ عَشَرَ مِنْ رَمَضَانَ سَنَةَ أَرْبَعِينَ،

Akan tetapi beliau tidak mengetahui dengan baik, kelakuan-kelakuan syiah seperti menampakkan keresahan, kesedihan yang sebagian besar kesedihan tersebut hanyalah dibuat-buat serta hanya ingin dilihat orang. Dan sungguh bapak beliau (Ali radhiyallahu’anhu) lebih utama darinya, beliau juga terbunuh. Namun orang-orang syiah tidak menjadikan hari terbunuhnya Ali sebagai hari berkabung, layaknya hari terbunuhnya Al Husain. Ali terbunuh di hari Jum’at tatkala beliau keluar menunaikan shalat Shubuh, tepatnya tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H.

وَكَذَلِكَ عُثْمَانُ كَانَ أَفْضَلَ مِنْ عَلِيٍّ عِنْدَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، وَقَدْ قُتِلَ وَهُوَ مَحْصُورٌ فِي دَارِهِ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ مِنْ شَهْرِ ذِي الْحِجَّةِ سَنَةَ سِتٍّ وَثَلَاثِينَ، وَقَدْ ذُبِحَ مِنَ الْوَرِيدِ إِلَى الوريد، وَلَمْ يَتَّخِذِ النَّاسَ يَوْمَ قَتْلِهِ مَأْتَمًا،

Demikianpula ‘Utsman radhiyallahu’anhu, manusia yang lebih utama dari Ali radhiyallahu’anhu bagi ahlussunnah wal jama’ah. Beliau dibunuh saat terkurung di dalam rumahnya, tepatnya di hari Tasyriq bulan Dzulhijjah tahun 36H. Sungguh beliau disembelih dari satu pembuluh darah ke pembuluh darah yang lain. Meski demikian tidak satupun orang yang menjadikan hari terbunuhnya ‘Utsman radhiyallahu’anhu sebagai hari berkabung.

وَكَذَلِكَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَهُوَ أَفْضَلُ مِنْ عُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، قُتِلَ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ صَلَاةَ الْفَجْرِ ويقرأ القرآن، وَلَمْ يَتَّخِذِ النَّاسُ يَوْمَ مَقْتَلِهِ مَأْتَمًا،

Demikian pula Umar Ibnu Khaththab radhiyallahu’anhu, manusia yang lebih utama dari ‘Ustman dan Ali radhiyallahu’anhuma. Beliau terbunuh disaat berdiri menunaikan shalat shubuh di mihrab dan sedang membaca Al Qur’an. Meski demikian tidak satupun orang yang menjadikan hari terbunuhnya Umar sebagai hari berkabung.

وَكَذَلِكَ الصِّدِّيقُ كَانَ أَفْضَلَ مِنْهُ وَلَمْ يَتَّخِذِ النَّاسُ يَوْمَ وَفَاتِهِ مَأْتَمًا، وَرَسُولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيِّدَ وَلَدِ آدَمَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَقَدْ قَبَضَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ كَمَا مَاتَ الأنبياء قبله، ولم يتخذ أحد يوم موتهم مَأْتَمًا يَفْعَلُونَ فِيهِ مَا يَفْعَلُهُ هَؤُلَاءِ الْجَهَلَةُ مِنَ الرَّافِضَةِ يَوْمَ مَصْرَعِ الْحُسَيْنِ،

Demikian pula Abu Bakar ash Shiddiq yang lebih utama dari Umar. Tidak ada satupun orang yang menjadikan hari wafatnya sebagai hari berkabung. Demikian pula Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, penghulu anak keturunan Adam di dunia dan akherat. Allah mewafatkan beliau sebagaimana para Nabi terdahulu wafat. Dan tidak ada satupun sahabat yang menjadikan hari kematian beliau sebagai hari berkabung sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang bodoh Rafidhah yang merayakan hari kematian Al- Husein.(Al Bidayah Wan Nihayah (8/221), Abul Fidal Ismail Ibnu Katsir, Dar Ihyau At Turats 1408 H)
Diterjemahkan oleh Tim penerjemah Wanitasalihah.com


Sama-sama Wafat Terbunuh, Kenapa Husein Diratapi Namun Ali Tidak?

Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah SAW ini meninggal tepat hari Jumat tanggal 10 Muharram 61 H. Ia bersama 72 orang lainnya terbunuh saat berperang dengan pasukan suruhan Abdullah bin Ziyad yang dipimpin Umar bin Sa’ad. Korban dari Ibnu Sa’ad sendiri berjumlah 88 orang.

Selain Husein, saudara-saudaranya yang menjadi korban di antaranya Ja’far, Abbas, Abu Bakar, Muhammad, dan Utsman. Jika dihitung keseluruhan, korban meninggal dari keluarga Rasulullah SAW berjumlah 18 orang. Termasuk putera-putera Hasan dan Husein sendiri.

Dari peristiwa inilah kelompok Syiah memperingati Hari Asyura setiap tahunnya. Mereka menjadikan hari tersebut sebagai ajang untuk melakukan ratapan dan kesedihan atas meninggalnya Husein. Ritual ini bukan semata berbalut kesedihan, tetapi dibarengi dengan aksi penyiksaan diri. Tak jarang senjata-senjata tajam dan keras digunakan sebagai bentuk keprihatinan atas tragedi tersebut.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ritual ini dimulai tahun 352 H. Pencetusnya adalah Dinasti Buwaih beraliran Syiah yang mewajibkan penduduk Irak untuk melakukan ratapan terhadap Husein. Yaitu dengan menutup pasar, melarang memasak makanan, dan para wanita mereka keluar kemudian menampar-nampar wajah serta membuat fitnah di hadapan manusia.

Hal ini kemudian diikuti oleh Dinasti Fatimiyah yang merayakannya dengan tindakan serupa. Pada hari itu, khalifah duduk dengan muka masam sambil memperlihatkan kesedihan, begitu juga para hakim, dai, dan pejabat pemerintah. Para penyair membuat syair dan menyebutkan riwayat dan kisah-kisah karangan tentang pembunuhan Husein.

Hingga saat ini, perayaan yang dianggap agung oleh kelompok Syiah ini masih terus dilakukan. Wilayah-wilayah yang menjadi basis atau berkerumunnya kelompok Syiah selalu ramai ketika momen ini tiba. Para lelaki, wanita, hingga balita ikut turun menyemarakkan acara yang dibalut ratapan dan darah ini. Semua itu diklaim sebagai bentuk keprihatinan atas tragedi yang menimpa putra Ali.

Itikad untuk menghormati kematian Husein tersebut tidak dibarengi dengan penghormatan terhadap para sahabat lainnya. Bahkan, terhadap putra Ali yang ikut terbunuh dalam peristiwa itupun, kaum Syiah enggan untuk menyebutnya. Dalam kitab dan pujian-pujian yang terkait dengan pembunuhan Husein, tidak akan didapati nama-nama Abu Bakar dan Utsman bin Ali di dalamnya.

Selain bentuk diskriminasi terhadap para sahabat, ritual semacam ini juga tidak pernah ada contoh dari Nabi SAW. Maka, benarlah apa yang dikatakan Syaikh Abdul Aziz Ath-Thuraifi ketika menyangkal ritual bidah yang telah bertahun-tahun menjadi tradisi kaum Syiah tersebut. Alasan-alasan yang beliau kemukakan adalah sebagai berikut:

Pertama: Ketika terbunuhnya Hamzah bin Abdul Muthalib, tidak ada peringatan dan hari berduka cita yang diperuntukkan Nabi SAW untuknya. Padahal, Hamzah menjadi korban paling agung di zaman Nabi SAW. Ia dibunuh dan jasadnya dicincang-cincang. Saat melihat jenazahnya pun, Nabi SAW menangis dan berkata, “Saya tidak akan ditimpa musibah seperti ini selamanya.”

Kedua: Seandainya secara logika apa yang dilakukan Syiah seperti menangis dan menampar-nampar pada hari terbunuhnya Husain itu sah, maka akan diperbolehkan bagi umat untuk melakukannya tiap hari dalam setahun. Karena tidak ada hari dalam setahun yang kosong dari meninggalnya seorang Imam.

Ketiga: Ali bin Abi Thalib dibunuh dengan zalim, dan anak beliau, Husain hidup selama 21 tahun sepeninggalnya. Husain sama sekali tidak membuat peringatan duka cita atas meninggalnya sang ayah. Lantas, kenapa Syiah tidak melakukan peringatan yang sama kepada Ali, sebagaimana mereka memperingati hari kematian Husain? Padahal, Ali lebih afdhal daripada Husain.
Penulis: Rudy M.

Idul Baqr; Hari Besar Syiah Merayakan Kematian Umar bin Khattab!

Kebencian kaum Syiah kepada sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, yang setan pun takut sama beliau telah sangat memuncak, bahkan untuk mengekspresikan kebencian mereka kepadanya dibuatkan satu hari raya khusus untuk mengenang kematiannya, na'udzubillah min dzalik. Bahkan pembunuh Umar bin Khattab, Abu Lu'luah Al-Majusi sangat dimuliakan oleh pemerintah Iran, kuburannya sangat diagungkan bak istana yang sangat megah. Foto-foto kuburan pembunuh Umar tersebut bisa dilihat di sini

Hari raya tersebut mereka namakan Idul Baqr, simak tanya-jawab ulama Syiah di bawah ini,

Pertanyaan:

Dalam buku Mafatihul Jinan milik Syekh Abbas Al-Qummi tentang amalan pada hari kesembilan bulan Rabi'ul Awwal, bahwa pada hari itu adalah hari yang agung, yaitu Idul Baqr, ia menjelaskannya dengan panjang lebar, diriwayatkan bahwa siapa yang berinfak pada hari itu dosa-dosanya akan diampuni, dikatakan pula bahwa dianjurkan pada hari ini untuk memberi makan saudaranya dari kaum Mukminin dan membuat mereka senang, memberi kelapangan kepada keluarga dengan memberinya infak yang banyak, memakai pakaian yang bagus, bersyukur kepada Allah dan beribadah kepada-Nya, pada hari itu segala permasalahan dan kesedihan akan lenyap, dan hari itu sangat mulia, maka apakah itu hari Idul Baqr, dan mengapa dinamakan dengan nama ini bukan dengan yang lainnya?

Jawaban:

Ulama mereka, Ar-Ruhani menjawab sebagai berikut,

Bismihi Jallat Asma'uhu

Al-Baqaru adalah mashdar dari kata بقر - يبقر - بقرا ,dan yang dimaksud dengannya adalah hari dimana diirisnya (ditusuknya) perut salah seorang musuh Az-Zahra alaihis salam, dialah yang menzaliminya, menyerangnya, dan menggugurkan janinnya yang mengakibatnya kesyahidannya, sebagaimana riwayat tentang itu sangat banyak terdapat pada kitab-kitab dua kelompok (sunni dan syiah), perutnya ditusuk pada hari kesembilan bulan kesembilan oleh seorang tabi'in yang mulia, Abu Lu'luah An-Nahawand Al-Madani, maka Syiah mengekspresikan kesenangannya pada hari ini dan mereka menamainya dengan Idul Baqr, karena mereka berkeyakinan bahwa Allah membalasnya untuk Ash-Shiddiqah Az-Zahra alaihas salam karena telah dizalimi dan dirusak kehormatannya, dan itu dengan cara ditusuk dan dirobeknya perut orang tersebut, dan ini juga berangkat dari keyakinan bahwa pada hari itulah Shahibuz zaman, Imam Al-Mahdi Al-Muntazhar diangkat menjadi Imam.
****
Padahal Abu Lu'luah bukanlah seorang muslim apalagi seorang tabi'in yang mulia, bahkan dia adalah orang kafir yang berasal dari negeri persia, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Dan apa yang dilakukan oleh Abu Lu'luah adalah sebuah kemuliaan bagi Umar radhiyallahu anhu, dan hal itu lebih besar dari yang dilakukan oleh Ibnu Muljam terhadap Ali radhiyallahu anhu, dan juga lebih besar dari para pembunuh Imam Husein radhiyallahu anhu, karena Abu Lu'luah adalah orang kafir yang telah membunuh Umar, sebagaimana seorang yang kafir membunuh seorang mukmin, dan kesyahidan ini lebih besar nilainya dari syahadah seorang muslim yang dibunuh oleh orang islam juga"  (Mukhtashar Minhaj As-Sunnah An-Nabawiyah, Syekh Abdullah bin Muhammad Al-Ghunaiman, Maktabah Dar Thaybah, Riyadh, hal 276)
(Muh. Istiqamah/lppimakassar.com)