Tuesday, November 1, 2016

Hukum Makan Daging Sembelihan Orang Syiah

Soal:
Penanya dan jamaah yang bersamanya tinggal di perbatasan Utara, berdekatan dengan markas-markas kelompok orang-orang Iraq. Di sana, ada jamaah yang bermadzhab ja’fariyah. Sebagian dari mereka menolak makan  daging hewan sembelihan orang-orang tersebut, sedangkan sebagian lagi mau memakannya. Pertanyaan kami boleh (halal) memakan daging tersebut, perlu diketahui bahwa mereka suka berdoa kepada Ali, Hasan, Husain, dan seluruh pemimpin mereka, dalam keadaan susah dan senang?
Jawab:
Bila persoalannya benar seperti yang diungkapkan oleh penanya, bahwa komunitas yang di sekitarnya adalah orang-orang yang beraliran ja’fariyah yang suka berdoa kepada Ali, Hasan, Husain dan pemuka-pemuka mereka, maka orang-orang tersebut telah musyrik dan murtad dari Islam – kita berlindung kepada Allah.

Memakan daging hewan yang disembelih mereka tidak halal karena itu adalah bangkai, walaupun mereka menyebut nama Allah dalam penyembelihannya. Semoga Allah memberikan taufik serta melimpahkan shalawan dan keselamatan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Komisi Tetap untuk Riset dan Ilmiah dan Fatwa:
Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Wakil Ketua: Abdurrazaq Afifi
Anggota:
(1) Abdullah bin Qu’ud
(2) Abdullah bin Ghadyan
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts wal ifta’, II : 372)

Soal:
Saya berasal dari suku kecil yang tinggal di perbatasan utara. Suku kami hidup bercampur dengan suku-suku dari Iraq. Madzhab mereka adalah Syiah watsaniyah (penyembah berhala). Mereka beribadah kepada kubah-kubah yang mereka namakan Hasan, Husain, dan Ali. Bila salah seorang dari mereka beribadah, ia berkata, “Wahai Ali, wahai Husain”.

Sebagian orang dari suku kami telah hidup berbaur dengan mereka melalui pernikahan dan dalam segala hal. Saya telah menasehati mereka, namun mereka tidak mengindahkannya. Mereka berada dalam kehidupan yang mapan dan memiliki kedudukan, sedangkan saya tidak memiliki ilmu yang cukup untuk menesehati mereka. Akan tetapi, saya membenci hal itu dan memilih tidak berbaur dengan mereka.

Saya mendengar bahwa daging heewan sembelihan mereka tidak boleh dimakan, namun orang-orang dari suku saya tersebut malah memakannya. Mereka tidak menjaga diri. Saya memohon kepada dewan terhormat untuk memberikan penjelasan yang pasti tentang apa yang telah saya sebutkan ini.

Jawab:
Jika realitasnya yang anda sebutkan, mereka berdoa kepada Ali, Husain,  Hasan dan yang lainnya, maka mereka telah melakukan kesyirikan besar, yang mengeluarkan pelakunya dari agam Islam. Kita tidak boleh menikahkan mereka dengan anak-anak perempuan kita dan kita pun tidak halal menikahi perempuan-perempuan mereka. Kita tidak boleh memakan daging hewan sembelihan mereka. Allah Ta’ala berfirman :

 وَلَا تَنكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ [٢:٢٢١]

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan  ampunan dengan izin-nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Al-Baqarah (2) : 221).

Semoga Allah memberikan taufik serta melimpahkan shalawat dan keselamatan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.

Komisi Tetap untuk Riset dan Ilmiah dan Fatwa:
Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Wakil Ketua: Abdurrazaq Afifi
Anggota:
(1) Abdullah bin Qu’ud
(2) Abdullah bin Ghadyan
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts wal ifta’, II : 373) (Gensyiah.com/Syiahindonesia.com)