Wednesday, March 22, 2017

Keluar Dari Aswaja (Oleh Zon Jonggol, Mutiara Zuhud). Silahkan Review Dengan Artikel Dilamurkha. Apakah Merujuk Pada Dalil Yang Shahih Dan Sharih ?


Hasil gambar untuk aswaja


Mereka yang keluar dari Ahlussunnah wal Jama’ah
( Bantahan terhadap lamurkha )

7 Oktober 2016 oleh mutiarazuhud (Yulizon Amansyah)
Contoh penjelasan hasil muktamar internasional ahlussunnah wal jama’ah di Chechnya yang cukup lengkap disampaikan oleh Habib Rizieq dalam video yang diupload pada http://www.youtube.com/watch?v=M5DvVk9atvM dan http://www.youtube.com/watch?v=pXBThgFaohg

Ada seseorang yang menyampaikan keberatannya atas penjelasan Habib Rizieq tersebut dengan menyampaikan sebuah link tulisan mereka kepada kami yakni http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/09/sanggahan-ilmiyyah-dengan-dalil-shahih.html

Tulisan mereka diawali dengan kalimat,
“Bantahan Ilmiyyah (Dengan Dalil Shahih Dan Sharih) Komprehensif Untuk Habib Rizeq Terkait Tuduhan Tajsim Dan Mujasimah Serta Trilogi Tauhid Kepada Salafi. Silahkan Kaji Dengan Jujur (Tanpa Vested Interested) Dan Bawa Keranah MUI. Demi Allah, Al-Haq Sangat Terang Benderang”

Mereka mengatakan bahwa “bantahan ilmiyyah” dengan dalil shahih namun permasalahannya pemahaman mereka belum tentu shahih atau benar karena mereka selalu berpegang pada dalil secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir.

“Bantahan ilmiyyah” tersebut hanya memuat daftar link tulisan mereka sebelumnya contohnya,

Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Mengikuti Manhaj (Pemahaman, Cara Beribadah) Para Sahabat, Tabi’in, Tabiut Tabi’in ( Tiga Generasi Terbaik). Merekalah Yang Mendengar, Mencatat, Menghafal, Membukukan Semua Wahyu ( Al-Quran Dan Hadits) Dari Nabi. Juga Merujuk Kepada Empat Imam Mazhab, Imam Bukhari-Muslim. Pedoman Ini Sudah Sangat Cukup Untuk Mereview, Apakah Ibadah Kita Benar-Benar Ittiba’ Kepada Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wa Sallam.

Abul-Hasan Al-Asy’ariy Bertaubat ke ‘Aqidah Asy’ariyyah atau Salafiyyah ? http://lamurkha.blogspot.com/2015/03/abul-hasan-al-asyariy-bertaubat-ke.html

Allah Berfirman dengan Suara dan Huruf

Mengimani Sifat-sifat Allah : Bingung Tentang ( Keberadaan ) Rabbnya ?

Kita sebagai umat Islam sebaiknya menyebarluaskan atau mensosialisasikan hasil muktamar internasional ahlussunnah wal jama’ah di Chechnya, salah satunya adalah untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya pencatutan istilah “Ahlussunnah wal Jama’ah” dari kaum Khawarij yakni orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/09/19/pencatut-istilah-aswaja/

Muktamar Chechnya pada hakikatnya bukan mengeluarkan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim dari ahlussunnah wal jama’ah atau dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) namun merekalah yang menyalahkan umat Islam yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka sehingga mereka menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) dan disebut dengan khawarij

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Terkait konferensi "Dhirar" Chechnya" silahkan baca beberapa artikel dibawah ini :

Daftar Referensi Studi Komparatif Antara Tuduhan Dan Fakta : Salafi (Ahlus Sunnah, “Wahhabi"?), Aswaja, Ibnu Taimiyah, Sifat/Keberadaan/ Melihat Allah Diakhirat, Tanduk Setan, Najd, Muawiyah Bin Abi Sofyan, Takfiri Syi’ah, Nawashib,Saudi, Malaysia Dan Lain-Lain.
Silsilah Ulama Ahlus Sunnah
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.

Oleh karena orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah, penduduk Najed dari bani Tamim salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah sehingga mereka bersikap takfiri yakni mengkafirkan umat Islam yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka dan berujung menghalalkan darah atau membunuhnya.

Dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca al-Qur’an, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’an dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’an, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allah, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”.

Rasulullah bersabda: “Siapa pun orang yang berkata kepada saudaranya, ‘Wahai kafir’ maka sungguh salah seorang dari keduanya telah kembali dengan kekufuran tersebut, apabila sebagaimana yang dia ucapkan. Namun apabila tidak maka ucapan tersebut akan kembali kepada orang yang mengucapkannya.” (HR Muslim).

Dzul Khuwaishirah tokoh penduduk Najed dari bani Tamim walaupun termasuk salaf atau sahabat karena bertemu dengan Rasulullah namun tidak mendengarkan dan mengikuti Rasulullah melainkan mengikuti pemahaman atau akal pikirannya sendiri sehingga menjadikannya sombong dan durhaka kepada Rasulullah yakni merasa lebih pandai dari Rasulullah sehingga berani menyalahkan dan menghardik Rasulullah.
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Terkait Fitnah Pengkafiran, silahkan baca artikel dibawah ini :

Dakwah Wahabiyah, Mudah Mengkafirkan? Menganggap Paling Benar Sendiri? Betulkah?
Dahsyatnya Dosa Takfir, Memahami Konsep Takfir, Antara Takfir dan Thaghut
Kitab-Kitab Kontemporer yang Membahas tentang Iman dan Kufur (Membantah Tuduhan Salafiy = Murji’).
Kaum Munafik Dan Perang Pemikiran
Kritik atas Artikel "Sejarah Keganasan Wahabi"
Membongkar Koleksi Dusta Idahram (9) : Wahhabi Suka Mengkafirkan Kaum Muslimin ???!!!
Mazhab Salafy adalah Mazhab yang Paling Benar dan Baik dalam Islam
Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Terhadap Masalah Kufur Dan Takfir (Pengkafiran)
Pikirkan Sebelum Mengkafirkan!!!
Terkait Takfiri dan Wahhabi, silahkan baca beberapa artikel paling dibawah.
 ●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil. (HR Bukhari 3341)

Begitupula orang-orang pada masa khalaf (kemudian) yang menisbatkan sebagai SALAFI pada kenyataannya mereka berguru atau mengambil pendapat dari orang-orang yang “kembali kepada Al Qur’an dan Hadits” bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi) menurut akal pikiran mereka sendiri dengan selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,“Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad).

Dalam sabda Rasulullah di atas telah ditegaskan bahwa mereka yang mendalami ilmu agama secara otodidak (shahafi) hanyalah mereka yang “merasa benar” sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/05/20/firqah-merasa-benar/

Salah satu pernyataan atau pengakuan yang menyesatkan dari mereka adalah bahwa mereka mengikuti pemahaman para Sahabat (Salafush Sholeh) atau mengikuti aqidah para Sahabat (Salafush Sholeh) sehingga dapat menjerumuskan orang awam untuk mengikuti mereka.

Hal yang perlu kita ingat bahwa orang-orang yang membeli atau memiliki kitab-kitab hadits kemudian mereka membacanya maka tidak dapat dikatakan bahwa mereka telah mengikuti pemahaman para Sahabat (Salafush Sholeh) hanya dikarenakan dalam hadits tercantum nama para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in karena ketika orang membaca hadits maka itu adalah pemahaman orang itu sendiri terhadap hadits yang dibacanya menurut akal pikirannya sendiri.

Tujuan menyebarluaskan atau mensosialisasikan hasil muktamar internasional ahlussunnah wal jama’ah di Chechnya salah satunya adalah untuk mencegah orang awam, saudara-saudara ataupun anak – cucu keturunan kita terjerumus bertuhan tidak kepada Allah Ta’ala.

Contohnya mereka membaca dan menyampaikan dalil menurut akal pikirannya sendiri sehingga mereka bertuhan kepada sesuatu yang bertangan dua dan kedua-duanya kanan sebagaimana tulisan salah satu ulama panutan mereka yang dipublikasikan pada http://moslemsunnah.wordpress.com/2010/03/29/benarkah-kedua-tangan-allah-azza-wa-jalla-adalah-kanan

Jelas sekali bahwa apa yang mereka sampaikan bukan aqidah atau pemahaman para Sahabat (Salafush Sholeh) melainkan aqidah atau pemahaman mereka sendiri menurut akal pikiran mereka sendiri terhadap dalil yang mereka baca.

Dengan mereka mengatakan bahwa pemahaman atau aqidah yang mereka sampaikan adalah pemahaman atau aqidah para Sahabat (Salafush Sholeh) maka termasuk fitnah terhadap Salafush Sholeh.

Di sisi yang lain ada yang mengatakan bahwa kedua tangan Allah adalah kanan dan kiri.

Berikut kutipan beberapa kesimpulan mereka akibat selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir .

***** awal kutipan *****
– Allah Ta’ala terikat arah kiri dan kanan!
– Allah Ta’ala mempunyai lima jari!
– Allah Ta’ala mempunyai mata dan telinga!
– Allah Ta’ala memiliki kaki!
– Allah Ta’ala memiliki betis!
– Allah Ta’ala memiliki pantat!
– Allah Ta’ala mempunyai pinggang!
– Allah Ta’ala mempunyai wajah!
– Seseorang yang berada di dataran tinggi, maka dia akan lebih dekat dengan Allah Ta’ala ketimbang mereka yang berada di dataran rendah!
***** akhir kutipan ******

Dalil dari kesimpulan mereka di atas dapat dibaca dalam tulisan mereka yang kami arsip (salin) pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/02/bentuk-tuhan-mereka.pdf.

Jadi pada kenyataannya mereka beribadah bukan kepada Allah Azza wa Jalla melainkan beribadah kepada sesuatu yang diyakininya (dii’tiqodkan) bersandarkan selalu berpegang pada nash secara dzahir atau berdasarkan pemamaham mereka selalu dengan makna dzahir.

Oleh karenanya kita umat Islam prihatin dengan “serangan” terhadap dunia Islam pada umumnya dan khususnya keadaan negara kita yang boleh dikatakan bahwa “Indonesia darurat Wahabi”

Bukti lainnya sebuah video ceramah ustadz panutan bagi mereka lainnya yang dipublikasikan pada http://www.youtube.com/watch?v=XWR57GnZu3w

Pada menit 14:07 Beliau berpendapat bahwa, “Allah itu Maha Besar. Jadi kenapa Allah itu tidak kelihatan karena Allah terlalu besar untuk dilihat”

Pada menit 14:49 Beliau berpendapat bahwa, “Ayat kursi berarti informasi tentang pijakan kakinya Allah di singgasana”.

Paham Wahabisme adalah pemahaman atau ajaran ulama Najed dari bani Tamim yakni Muhammad bin Abdul Wahhab penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah yang dibiayai dan disebarluaskan oleh kerajaan dinasti Saudi sebagaimana contoh informasi resmi dari https://saudiembassy.net/islam

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Terkait Tanduk setan,Najd, Muhammad bin Abdul Wahhab, Siapakah Yang Menjadi Agen Inggris Hempher dan lain-lain, silahkan baca artikel dibawah ini :

Benarkah Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi?? Di Manakah Najd? Fitnah Masyriq – Kemunculan Tanduk Setan.[Bagian Pertama]
Benarkah Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi?? Di Manakah Najd? Fitnah Masyriq – Kemunculan Tanduk Setan.[Bagian Kedua]
Benarkah Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi?? Di Manakah Najd? Fitnah Masyriq – Kemunculan Tanduk Setan.[Bagian Ketiga]
Benarkah Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi?? Di Manakah Najd? Fitnah Masyriq – Kemunculan Tanduk Setan.[Bagian Keempat]
Benarkah Khawarij Muncul Dari Najd Arab Saudi?? Di Manakah Najd? Fitnah Masyriq – Kemunculan Tanduk Setan.[Bagian Kelima]
(Bantahan) Mengungkap Tipu Muslihat Abu Salafy CS (bag 1) : Ternyata Tuhan Tidak Di Langit !
(Bantahan) Sekali lagi : Tipu muslihat Abu Salafy CS (bag 2)
Biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Dakwah Tauhid Pondasi Kemuliaan Politik Negara Islam, Kontribusi Wahabi Terhadap Kekuatan Arab Saudi
Dakwah Salafiyyah Dan Daulah Su’udiyyah
Fakta Mengejutkan ! Pengkhiatan Syiah di balik runtuhnya kekhilafahan Islam ( Utsmaniyah )
KERANCUAN SEJARAH WAHHABI : Sebuah kritik atas pertentangan memoar Hempher dalam Buku Catatan Harian Seorang Mata-Mata: Kisah Penyusupan Mata-Mata Inggris untuk Menghancurkan Islam
Mengenal Hempher Dan Fitnahnya Terhadap Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab
‘Muhammad Bin Abdul Wahab Mencoba Mengembalikan Karakter Muslim’
Membongkar Kebohongan & Penyesatan Buku ”Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi”
Membongkar Koleksi Dusta Idahram (8) : Siapa Sebenarnya Yang Takfiri, Wahhabi atau Idahram ???!!!
Mengapa Mereka Menyerang Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Meluruskan Pemahaman Keliru Tentang Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab(Penulis: Asy Syaikh Shalih bin Abdul Aziz As Sindi)
Muhammad bin Abdul Wahhab: Fitnah Nejed?
Mata Satu Adalah Simbol Dajjal? Betulkah? Otak Atik Gathuk !
Nabi SAW Menyebut Munculnya “Tanduk Setan Dari Timur”, Apa Maksudnya?
Negeri NEJED, Sumber FITNAH, Dimanakah Letak Negeri Dua Tanduk
Perjanjian Faisal Bin Husein (Putra Syarif Mekkah Husein Bin Ali, Penganut Sufisme, Keluarga Hasyimiyah) -Weizmann, Pintu Masuk Yahudi Eropa Miliki Tanah Di Palestina. 'Arab Revolt', Pemberontakan Keluarga Sufi Melawan Turki Utsmani
Siapakah Yang Menjadi Agen Inggris? Siapakah Yang Meruntuhkan Daulah Utsmaniyah?
Studi Kritis Atas Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” [2]
http://lamurkha.blogspot.co.id/2014/08/studi-kritis-atas-buku-sejarah-berdarah.html
Syubhat Syaikh Sulaiman Bin Abdul Wahhab Menjawab Syubhat Seputar Al Mujaddid Asy Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab *
Silahkan buka bebarapa video terkait “wahhabi” di halaman muka video ( you tube ) dibawah ini :
Sejarah Dan Penyebab Runtuhnya Khilafah Turki Utsmani, banyak yang tidak mengetahui sejarah sebenarnya
Tentang Ahmad Zaini Dahlan Dan Sikap Ulama Ahlu Sunnah Terhadapnya
http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/07/tentang-ahmad-zaini-dahlan-dan-sikap.html
Tuduhan Palsu Seputar Wahabi. Wahhabi.. Wahhabi.. Faktanya ?
Ustadz Firanda:ISIS Memang Berbahaya, Tapi Syiah Jauh Lebih Berbahaya
Wahabi ( Muhammad Bin Abdul Wahab ) Memberi Nama Anaknya Dengan Nama-Nama Keluarga Nabi, Yaitu Ali, Fathimah, Hasan Dan Husein.
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
“In the 18th century, a religious scholar of the central Najd, Muhammad bin Abdul Wahhab, joined forces with Muhammad bin Saud, the ruler of the town of Diriyah, to bring the Najd and the rest of Arabia back to the original and undefiled form of Islam”.

Berikut kutipan catatan kaki (footnote) ketika menafsirkan QS Al Baqarah [2]:255 dalam mushaf Al Madinah An Nabawiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dicetak di Komplek Percetakkan Al Qur’an Al Karim kepunyaan Raja Fahd yang biasa menjadi oleh-oleh bagi Jama’ah haji atau umroh Indonesia.

***** awal kutipan ****
161) “Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin mengartikan Ilmu Allah, ada juga yang mengartikan kekuasaan-Nya. Pendapat yang shahih terhadap makna “Kursi” ialah tempat letak telapak Kaki-Nya.”
***** akhir kutipan ****

Kutipan di atas dapat pula dilihat secara online pada http://www.quranonline.net/ebooks-quran/ebook-quran-indonesian-translation.html

Salah satu contoh dalil yang mereka pergunakan untuk meyakini Tuhan mereka memiliki dua buah kaki seperti

Ibnu Abbas radhiallahu anhu berkata, “Al-Kursy adalah tempat kedua kaki, sedangkan Arsy tidak ada seorang pun yang dapat memperkirakan ukurannya.”

Berikut kutipan penjelasan Ibn al Jawzi, ulama Hanbali,

***** awal kutipan ****
Riwayat ini ditetapkan oleh Ahl al-Itsbat, mereka mengatakan bahwa ini hadits mawqûf dari sahabat Ibnu Abbas, di antara mereka ada satu orang bernama Syuja bin Mukhallad mengatakan bahwa riwayat ini marfû’ berasal dari Rasulullah. Pernyataan Syuja bin Mukhallad yang mengatakan bahwa hadits ini marfû’ menyalahi riwayat para perawi terkemuka lainnya yang telah menetapkan bahwa hadits ini hanya mawqûf saja, dengan demikian pernyataan Ibnu Mukhallad ini adalah salah

Adapun pemahaman hadits tersebut adalah bahwa besarnya al-Kursiy dibanding dengan arsy adalah bentuk yang sangat kecil sekali. Perumpamaan besarnya kursi hanyalah seukuran dua telapak kaki seorang yang duduk di atas ranjang

Ad-Dlahhak berkata: “Kursi adalah tempat yang dijadikan pijakan dua kaki oleh para raja yang berada di bawah tempat duduk (singgasana) mereka”.
***** akhir kutipan *****

Jadi hadits tersebut jika tetap hendak diterima adalah sekedar untuk memperbandingkan besarnya kursi Allah dengan Arsy Nya. Tidak lebih dari itu.

Contoh lain mereka yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai Telapak Kaki (Qadamur Rahman) akibat memahami selalu dengan makna dzahir terhadap riwayat seperti berikut,

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Setiap kali Jahannam dilempari (dengan penghuninya) ia (Jahannam) senantiasa mengatakan, “Masih adakah tambahan?” Sehingga Rabbul ‘Izzah (Allah) meletakkan telapak kaki-Nya didalamnya -dalam riwayat lain, meletakkan telapak kaki-Nya di atasnya-. Maka sebagiannya mengisutkan kepada sebagian lainnya, lalu ia (Jahannam) berkata, “Cukup… cukup…!” (Riwayat Bukhari, no: 4848 dan Muslim, no: 2848)

Ibnul Jawzi berkata: “Wajib bagi kita berkeyakinan bahwa Dzat Allah bukan benda yang dapat terbagi-bagi, tidak diliputi oleh tempat, tidak disifati dengan berubah, dan tidak disifati dengan berpindah-pindah. Telah diriwayatkan dari Abu Ubaid al-Harawi dan Imam al-Hasan al-Bashri, bahwa ia (al-Hasan al-Bahsri) berkata: Yang dimaksud “ قدم ” (makna dzahirnya kaki) dalam hadits di atas adalah orang-orang yang didatangkan (dimasukkan) oleh Allah dari para makhluk-Nya yang jahat di dalam neraka Jahanam”.

Aqidah pengikut paham Wahabisme mengikuti pola pemahaman Ibnu Taimiyyah sebelum bertaubat sehingga tanpa disadari mereka meneladani Ibnu Taimiyyah dan sekaligus meneruskan kebid’ahan Ibnu Taimiyyah yakni mereka selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/08/19/salah-ulama-panutan/

Sebelum wafat, Ibnu Taimiyyah masih sempat bertaubat di depan Qodhi empat mazhab yakni para fuqaha, para ulama yang paling faqih di suatu negara dalam menggali hukum dari Al Qur’an dan As Sunnah berdasarkan mazhab yang empat.

Semoga Allah Ta”ala menerima taubat beliau.

Begitupula dengan Adz Dzahabi masih sempat bertaubat dan menuliskan beberapa risalah sebagai nasehat kepada gurunya sendiri yakni Ibn Taimiyah yang ketika itu belum bertaubat. Hal ini sekaligus sebagai “pengakuan” dari seorang murid terhadap kesesatan gurunya sendiri. Risalah pertama berjudul Bayân Zghl al-‘Ilm Wa ath-Thalab, dan risalah kedua berjudul an-Nashîhah adz-Dzhabiyyah Li Ibn Taimiyah.

Dalam nasehatnya Adz Dzahabi mengambarkan sikap Ibnu Taimiyyah sebelum bertaubat yang suka menyalahkan dan mencela ulama-ulama sholeh terdahulu yang tidak sepaham (sependapat) dengannya sebagaimana informasi yang kami arsip (salin) pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2016/05/nasehat-adz-dzahabi-atas-kesombongan-ibnu-taimiyyah.pdf

Adz Dzahabi (w 748 H) maupun Ibnu Qoyyim al Jauziyah (w 751 H) adalah murid dari Ibnu Taimiyyah (W 728H) atau pengikut Ibnu Taimiyyah yang bertemu muka langsung.

Sedangkan pengikut Ibnu Taimiyyah yang tidak bertemu muka langsung alias berdasarkan mutholaah (menelaah kitab) dengan akal pikiran mereka sendiri, contohnya adalah Muhammad bin Abdul Wahhab (W 1206 H) dan Al Albani (w 1420H)

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Terkait Ibnu Taimiyah Rahimakumullah, silahkan baça artikel dibawah ini :

Fitnah Ibnu Bathutah
HARUSKAH MEMBENCI IBNU TAIMIYYAH?? (Padahal Ibnu Hajar Al-Asqolaani dan para ulama syafi’iyah terkmuka lainnya telah memuji Ibnu Taimiyyah dengan pujian setinggi langit)
Haruskah Membenci Ibnu Taimiyyah?? (Padahal Ibnu Hajar Al-Asqolaani dan para ulama syafi'iyah terkmuka lainnya telah memuji Ibnu Taimiyyah dengan pujian setinggi langit [ Edited Version ]
Ibnu Taimiyah Dikafirkan, Ibnu Hajar meradang
Ibnu Taimiyah : Fitnah Tasjim
Ibnu Bathuthah Bercerita tentang Syi’ah (Bagian 1,2,3)
Kedustaan Ibnu Bathuthoh Terhadap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Kenapa Syiah Membenci Ibnu Taimiyah ?
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/07/kenapa-syiah-membenci-ibnu-taimiyah.html
Menjawab 17 Fitnah Terhadap Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah
Menangkis Fitnah K.H Sirajuddin Abbas al-Jahmiyyah Ke Atas Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah Rahimahullah
Menjawab Fitnah Keempat: Allah Memiliki Arah [ Menjawab 17 Fitnah Terhadap Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah ]
Menjawab Fitnah Kelima: Allah Berjisim1 [ Menjawab 17 Fitnah Terhadap Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah ]
Menjawab Fitnah Kesepuluh: Nabi Duduk Di Atas Arasy
[Menjawab 17 Fitnah Terhadap Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah ]
Membongkar Kebohongan Terhadap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah [Studi Kritis Buku ‘…Itiqad Ahlu Sunnah Wal-Jamaah” Oleh KH Sirajuddin Abbas]
Penyelewengan Buku ‘Salafiyah Wahabiyah’, ‘Fitnah Terhadap Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah’
Pembelaan Al-Hafizh Ibnu Hajar terhadap Ibnu Taimiyyah dari Tuduhan Keji Abu Salafy
Pujian Para Ulama Terhadap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Penyelewengan Buku ‘Salafiyah Wahabiyah’, ‘Fitnah Terhadap Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah’
Taubatkah Ibnu Taimiyah kedalam Aqidah Asy’ariyah?
Tuduhan dan Kedustaan Terhadap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Tanya Jawab Bersama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: Dimana Allah ?
71 Responses to “Fitnah Tajsim” ( Ibnu Taimiyah) 19-July-2015 at 16:00
62 Tanya Jawab Tentang Syiah Dari Kitab Al-Mihaj Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
http://abuyusakh.blogspot.co.id/2012/10/syaikhul-islam-ibnu-taimiyah.html
Membongkar Kebohongan Terhadap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (1 dan 2)
(Bukan Tuduhan Baru, Mereka Hanya Mengekor Saja)
almanhaj.or.id
Komen-komen silahkan lihat disini :
Imam Ibnu Taimiyah: Ulama Ahlussunnah Dan Murabbi Agung
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Berikut contoh-contoh ulama panutan bagi para pengikut paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah yang menyalahkan, menganggap sesat dan bahkan ada yang mengkafirkan para ulama ahlus sunnah wal jama’ah terdahulu yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka

Salah satunya pentahdziran mereka terhadap ulama terdahulu https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2011/09/ulama_dan_tahdzir.pdf

“Wahai Syaikh, engkau membawakan biografi 3 ulama terdahulu yaitu Al-Baihaqy, An-Nawawy dan Ibnu Hajar. Mereka terjatuh pada penakwilan terhadap sebagian sifat-sifat Allah. Mereka memiliki karya-karya tulis yang besar dan berfaedah. Oleh karena itulah Ahlus Sunnah memandang bahwa manusia sangat membutuhkan untuk mengambil faedah dari kitab-kitab mereka selain kebid’ahan yang mereka terjatuh padanya.“

Mereka berpendapat bahwa pentakwilan terhadap sebagian sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh Imam Baihaqi, Imam Nawawi dan Ibnu Hajar telah terjatuh dalam kebid’ahan.


“Ibnu Hajar dan An Nawawi rahimahumallah memang dalam beberapa masalah aqidah terdapat ketergelinciran terutama dalam pembahasan Asma’ wa Shifat, di mana mereka berdua di antara orang yang mentakwil makna nama dan sifat Allah tanpa dalil. Namun demikianlah kesalahan ini tertutupi dengan kemanfaatan ilmu dan keutamaan mereka. Moga Allah merahmati mereka.“

Begitupula fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-’Ilmiyyah wal Ifta` (Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa) kerajaan dinasti Saudi ditanya tentang aqidah Imam Nawawi dan menjawab: “Lahu aghlaath fish shifat” (Beliau memiliki beberapa kesalahan dalam bab sifat-sifat Allah). Sumber: http://muslim.or.id/biografi/biografi-ringkas-imam-nawawi.htm

Ulama panutan mereka dari Lajnah Daimah, Abdul Aziz bin Baaz, Abdur Razzaq al ‘Afifi, Abdullah bin Qu’ud menegaskan bahwa Abu Bakar al Baqillani (W 403H), al Baihaqi (W 458 H) , Abu al Farj Ibnul Jawzi (W 597 H), Abu Zakariya an Nawawi (W 676 H), Ibnu Hajar al Asqalani (W 852 H) , Ibnu Hajar Haitami (W 974 H) dan yang serupa dengan mereka bersalah karena mentakwil nash yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah sebagaimana informasi dari http://islamqa.info/id/107645

Berikut kutipan-kutipan lain dari link tersebut

**** awal kutipan *****
Akan tetapi di sana ada beberapa ulama yang terkenal baik dan tidak termasuk dalam kelompok ahlul bid’ah, namun dalam pendapat mereka ada beberapa yang mengandung bid’ah, seperti Ibnu Hajar al Asqalani dan An Nawawi –rahimahumallah. Sebagian orang-orang yang tidak mengerti menuduh mereka berdua sembarangan, bahkan dikatakan kepada saya. “Sungguh sebagian orang berkata: Diwajibkan untuk membakar kitab “Fathul Baari” ; karena Ibnu Hajar adalah termasuk ‘Asy’ariyyah, hal ini tidak benar; karena kedua ulama tersebut saya tidak pernah mengetahui pada masa sekarang ada seseorang yang mampu mempersembahkan sebuah karya terbaiknya kepada Islam dalam masalah hadits seperti karya mereka berdua. Hal itu menunjukkan kepada anda bahwa Allah–subhanahu wa ta’ala- dengan daya dan kekuatan-Nya -saya tidak mendahului kehendak Allah bahwa Dia telah menerimanya
****** akhir kutipan *****

****** awal kutipan *****
4. Syekh Muhammad Nashiruddin al Al Baani –rahimahullah-:
Seperti Imam Nawawi, Ibnu Hajar dan lainnya yang serupa dengan beliau berdua, adalah sebuah kedzaliman jika mereka di sebut sebagai ahli bid’ah. Saya mengetahui bahwa kedua ulama tersebut dari ‘Asy’ariyyah. Namun keduanya tidak bermaksud untuk menyelisihi al Qur’an dan Sunnah, akan tetapi mereka ragu-ragu dan mengira bahwa aqidah ‘Asy’ariyyah itulah yang diwariskan.
****** akhir kutipan ******

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Terkait Syaikh Al-Albani, silahkan baca :

Ahmad Sarwat, Al-Buuthiy, dan Al-Albaaniy
Benarkah Syaikh Nashirudin Al-Albaniy Itu Muhadits Tanpa Guru Dan Sanad ? Apalah Artinya Sanadnya Bersambung Pada Nabi, Tapi Amalannya Menyelisihi Ajaran Nabi.. Pujian Ulama Dunia Terhadap Syaikh Al-Albaniy Dan Tuduhan Dusta Kepadanya
Dialog antara al bani dan al buthi dibawah ini dusta belaka !
Mengenal Lebih Dekat Syaikh Al-Ghumari
Mereka Yang Bukan Wahabi Bicara Wahabi
Pujian Ulama Dunia terhadap Syaikh Al-Albaniy
Penistaan Terhadap Syaikh Al-Albani Rahimahullah Oleh KH. Luthfi Bashori, Dengan Bersandar Pada Kitab Hasan Ali Assegaf. (Pembelaan terhadap al-imam al-muhaddits al-albany dari kedustaan hasan ali as-saqqof dan pendukungnya)
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany dan 9 Tuduhan Dusta Yang Dialamatkan Padanya (Bag. I)
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany dan 9 Tuduhan Dusta Yang Dialamatkan Padanya (Bag. II)
Mau Tahu Sanad Ulama Salafy (Wahabi) ?
Perlukah Sanad Di Zaman Ini?
Ilmu Sanad, Tradisi Istimewa Sejarah Islam
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Dari link tersebut , ditengarai ada upaya sistematik untuk menyesatkan umat Islam dengan hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) supaya meninggalkan aqidah Asy’ariyah dan Maturidiyah dan mengarahkan untuk mengikuti aqidah Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/04/22/dijauhkan-dari-asyariyah/

Para ulama terdahulu menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan Ahlussunnah wal Jama’ah adalah para pengikut Abu Hasan al-Asy’ari (Asy’ariyah) dan Abu Manshur al-Maturidi (Maturidiyah) radhiyallaahu ‘anhumaa

“Dan yang dimaksud dengan ulama adalah Ahlussunnah wal-Jama’ah, dan mereka adalah para pengikut Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi radhiyallaahu ‘anhumaa (semoga Allah ridha kepada keduanya)” (Hasyiyah At-Thahthawi ‘ala Maraqi al-Falah, Ahmad At-Thahthawi al-Hanafi, Maktabah al-Babi al-Halabi, Mesir, 1318, juz 1, hal. 4).

Salah satu hal yang membuat orang-orang terjerumus mengikuti aqidah Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah adalah syubhat, propaganda atau fitnah yang mengatakan bahwa Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari telah bertaubat dua kali alias melalui tiga fase pemikiran
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Terkait Salafi (Ahlus Sunnah “wahabi”), Silahkan baca artikel dibawah
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Apakah benar tuduhan mereka bahwa Imam Abu Hasan al-Asy’ari melalui tiga fase pemikiran dan fase terakhir adalah Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari meninggalkan metodologi Ibn Kullab dan berpindah ke metodologi Salaf serupa yang dipahami oleh ulama Najed dari bani Tamim, Muhammad bin Abdul Wahhab penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah ?


Sejarawan terkemuka, Ibn Khaldun berkata: “Hingga akhirnya tampil Syaikh Abu al-Hassan al-Asy`ari dan berdebat dengan sebagian tokoh Muktazilah tentang masalah-masalah shalah dan aslah, lalu dia membantah metodologi mereka (Muktazilah) dan mengikut pendapat Abdullah bin Said bin Kullab, Abu al-Abbas al-Qalanisi dan al-Harits al-Muhasibi dari kalangan pengikut Salaf dan Ahl al-Sunnah”. (Ibn Khaldum(2001), al-Muqaddimah, Dar al-Fikr, Beirut, ed. Khalil Syahadah, hal. 853)

Fakta yang dikemukakan oleh Ibn Khaldun tersebut menyimpulkan bahwa setelah al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari keluar daripada faham Muktazilah, beliau mengikuti mazhab Abdullah bin Sa`id bin Kullab, al-Qalanisi dan al-Muhasibi yang merupakan pengikut ulama’ Salaf alias Ahlussunnah wal Jama`ah.

Salah satu contoh pemalsuan kitab Al Ibanah adalah menghilangkan kalimat

بلا كيف ولا استقرار


Contoh-contoh perbedaan kitab Al Ibanah lainnya dapat diketahui pada http://jundumuhammad.wordpress.com/2011/03/04/pemalsuan-kitab-al-ibanah-imam-abu-hasan-al-asyariy/

Jika konsep “bila kaif” telah tertanam dalam keyakinan kita, maka segala karakter turunnya makhluk yaitu pergerakan dari atas ke bawah dan berpindah dari suatu tempat (keadaan) ke tempat (keadaan) yang lain pasti ternafi dari Allah Subhânahû wa Ta‘âlâ.

Para pengikut paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa Salafush Sholeh bermanhaj isbat yakni mengisbatkan (menetapkan) semua sifat-sifat Allah dengan mengetahui maknanya dan Salafush Sholeh hanya menafikan pengetahuan tentang keadaan sifat tersebut (nafi ilmul kaif)

Pada kenyataannya, Salafush Sholeh bukanlah nafi ilmul kaif melainkan nafi aslul kaif yakni menafikan akan adanya keadaan kaif itu sendiri yang di nisbat kan pada Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala

Menafikan aslul kaif berarti mencegah orang dari menggambarkan lafaz-lafaz ayat sifat tersebut dengan maknanya dari sudut bahasa atau makna dzahir karena ketika seseorang mendengar lafaz-lafaz ayat sifat akan terus menggambarkan sifat-sifat tersebut dengan makna dzahir maka dia akan terjerumus kepada paham tajsim atau menjisimkan Allah Subhanahu wa Ta’ala

Terhadap lafaz-lafaz ayat sifat kita sebaiknya tidak mengi’tiqodkan selalu berdasarkan maknanya secara dzahir karena akan terjerumus kepada jurang tasybih (penyerupaan), sebab lafaz-lafaz ayat sifat sangat beraroma tajsim dan secara badihi (otomatis) pasti akan menjurus ke sana.

Terhadap lafaz-lafaz ayat sifat , Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “Jawaban yang kita pilih tentang hal ini dan ayat-ayat yang semacam dengannya bagi orang yang tidak memiliki kompetensi di dalamnya adalah agar mengimaninya dan tidak –secara mendetail– membahasnya dan membicarakannya. Sebab bagi orang yang tidak kompeten dalam ilmu ini ia tidak akan aman untuk jatuh dalam kesesatan tasybîh”

Salafush Sholeh bukanlah menetapkan berdasarkan makna dzahir (isbat makna dzahir) sebagaimana pengikut paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah melainkan menetapkan berdasarkan lafaznya (isbat lafaz) dan tafwidh yakni menafikan makna secara bahasa dan menyerahkan maknanya kepada Allah.

Salasush Sholeh mengatakan, “Dan Walid bin Muslim berkata: Aku bertanya kepada Auza’iy, Malik bin Anas, Sufyan Tsauri, Laits bin Sa’ad tentang hadits-hadits yang di dalamnya ada sifat-sifat Allah? Maka semuanya berkata kepadaku: “Biarkanlah ia sebagaimana ia datang tanpa tafsir“

Imam Sufian bin Uyainah radhiyallahu anhu berkata: “Apa yang disifati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang diriNya dalam kitabNya, maka bacaan perkataan tersebut adalah tafsirannya. Tidak boleh seseorang menafsirkannya dengan (makna) bahasa Arab ataupun menafsirkannya dengan (makna) bahasa Farsi (makna bahasa selain Arab / bahasa asing) (Al-Asma’ wa As-Sifat: 314).

Begitu juga dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Az-Zahabi dari perkataan Ibn Suraij: “Tidak boleh menterjemahkan sifat-sifatNya (yang mutasyabihat tersebut) ke dalam bahasa selain daripada bahasa Arab”.

Imam Sufyan bin Uyainah radhiyallahu anhu mengatakan: “Setiap sesuatu yang Allah menyifati diri-Nya dengan sesuatu itu, maka tafsirannya adalah bacaannya (tilawahnya) dan diam daripada sesuatu itu”.

Sufyan bin Uyainah radhiyallahu anhu ingin memalingkan kita dari mencari makna dzahir dari ayat-ayat sifat dengan cukup melihat bacaannya saja, tafsiruhu tilawatuhu: tafsirannya adalah bacaannya. Bacaannya adalah melihat, mengikuti huruf-perhurufnya, bukan maknanya, bukan tafsiruhu ta’rifuhu.

Jadi ada dua cara dalam menghadapi sifat Allah yang ditetapkanNya yakni

1. Cara yang dipergunakan oleh Salafush Sholeh yakni

Beriman pada lafaz-lafaz yadd, ain, janbun dan lain lain namun tidak meng-kaif atau tidak membagaimanakan yadd, ain, janbun dan lain lain maksudnya tidak memaknakan yadd, ain, janbun dan lain lain dengan makna dzahir atau makna yang asal menurut bahasa namun membiarkan sebagaimana lafaznya dan menyerahkan maknanya kepada Allah yang disebut dengan TAKWIL IJMALI (ringkas dan menyeluruh)

2. Cara yang digunakan oleh ulama khalaf (kemudian) untuk menjawab pertanyaan orang-orang yang suka menggunakan akal pikirannya sendiri yakni

Beriman pada lafaz-lafaz yadd, ain, janbun dan lain lain dan memahaminya menggunakan ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) dan ilmu-ilmu lainnya karena Hadits dan “bacaan Al Qur’an dalam bahasa Arab” (QS Fush shilat [41]:3) yang disebut dengan TAKWIL TAFSILI (memalingkan dari makna dzahir)

Dalam memahami sifat Allah yang ditetapkanNya boleh menggunakan takwil ijmali atau takwil tafsili karena takwil ijmali dengan takwil tafsili adalah sejalan atau tidak bertentangan.

Berikut contoh cara memahaminya,

Si A berkata bahwa gadis itu cantik bagaikan bulan. Sore itu bulan masuk ke warung makan.

Takwil Ijmali “Saya percaya dengan kata-kata Si A bahwa si A mengatakan “Bulan masuk ke warung makan” tetapi saya serahkan makna sebenarnya perkataan bulan tersebut kepada si A, karena dialah yang mengetahuinya

Takwil Tafsili “Saya percaya dengan kata-kata Si A bahwa si A mengatakan “Bulan masuk ke warung makan” tapi makna kata bulan tersebut bukanlah makna dzahir yakni bulan yang mengambang di waktu malam, tentulah ada makna lain yang sesuai dengan kaidah atau tata bahasa.

Jadi klaim para pengikut Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah bahwa Salafush Sholeh menetapkan seluruh sifat-sifat Allah dengan “TANPA TAKWIL” adalah sebuah fitnah karena pada kenyataannya Salafush Sholeh terhadap ayat-ayat sifat menggunakan manhaj takwil (memalingkan makna sesuatu lafaz daripada makna dzahir atau makna yang asal menurut bahasa) yakni takwil secara ijmali (ringkas dan menyeluruh) yakni menetapkan berdasarkan lafaznya (isbat lafaz) dan tafwidh yakni menafikan makna secara bahasa walaupun tidak memberikan makna lain kepada lafaz tersebut dan menyerahkan maknanya kepada Allah sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/02/12/takwil-ijmali-dan-tafsili/

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Terkait Sifat Allah, silahkan baca beberapa artikel dibawah ini :

'Aqidah Ahlus-Sunnah : Kaum Mukminin Kelak Akan Melihat Allah di Hari Kiamat/Akhirat (Ru'yatullah)
Allah Berfirman dengan Suara yang Dapat Didengar
Apakah Seorang Muslim Harus Mengikuti Madzhab Tertentu ?
As-Sunnah dan Akal
Abul-Hasan Al-Asy’ariy Bertaubat ke ‘Aqidah Asy’ariyyah atau Salafiyyah ?
Al-Imam Abul-Hasan Al-Asy’ariy, Asyaa’irah (Asy’ariyyah), dan Bahasan Pemalsuan Kitab Al-Ibaanah ‘an Ushuulid-Diyaanah
Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Mengikuti Manhaj (Pemahaman, Cara Beribadah) Para Sahabat, Tabi’in, Tabiut Tabi’in ( Tiga Generasi Terbaik). Merekalah Yang Mendengar, Mencatat, Menghafal, Membukukan Semua Wahyu ( Al-Quran Dan Hadits) Dari Nabi. Juga Merujuk Kepada Empat Imam Mazhab, Imam Bukhari-Muslim. Pedoman Ini Sudah Sangat Cukup Untuk Mereview, Apakah Ibadah Kita Benar-Benar Ittiba’ Kepada Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wa Sallam.
Aqidah Dua Mujaddid dalam Islam : Imam Syafi'i dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
'Aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah dalam Sifat Allah ta'ala
Ajaran Madzhab Syafi’i Yang Ditinggalkan Sebagian Pengikutnya : Mengingkari Aqidah Syi’ah
Apakah Imam Madzhab Itu Lebih Tahu Seluruh Hadits Daripada Ulama Setelahnya? Akidah Imam Yang Empat Itu Adalah Satu… Yaitu Akidah Yang Benar..!
Antara Zuhud Sunni dan Zuhud Sufi
Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Ahlussunnah Wal Jama’ah [Bukti Otentik Dari Surat Beliau Kepada Penduduk Al-Qashim]
"Berbicara Tentang Allah Tanpa Ilmu" Lebih Besar Dosanya Dari Dosa Syirik...
(Bagian 1) Mengimani Sifat-sifat Allah : Bingung Tentang ( Keberadaan ) Rabbnya ?
(Bagian 2) Mengimani Sifat-sifat Allah : Isu tentang tajsim dan mujasimah
(Bagian 3) Mengimani Sifat-sifat Allah : Isu Tentang Tasybih dan Musyabihah
(Bagian 4) Mengimani Sifat-sifat Allah : 'Aqidah Ulama Besar Ahlus Sunnah, 'Aqidah Jahmiyah dan 'Aqidah "oknum" Aswaja
(Bagian 5) Mengimani Sifat-sifat Allah : " Keberadaan Allah" Menurut Ustadz KH Muhammad Idrus Ramli ( Intelektual Aswaja )
(Bagian 6) Mengimani Sifat-sifat Allah : " Mengimani bahwa kalamullah itu berhuruf dan bersuara " "
Benarkah Muktamar ( Shufi) Chechnya itu Ahlussunnah Wal Jama’ah ? Dimana kaum Asy'ariyyah, kaum Maturidiyyah di masa-masa yang penuh dengan keutamaan (masa shahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in). Di waktu itu belum ada kaum Asy'ariyyah dan kaum Maturidiyyah.
Bermadzhab Syafi’i, Berakidah Asy’ari
Bagai Pinang Dibelah Dua Al-Imam Muhammad Bin Idris Asy-Syafi’i Rahimahullahu Dan Al-Imam Muhammad Bin Abdul Wahab At-Tamimi An-Najdi Rahimahullahu.
Benang Tipis: Antara Kemudahan Islam Dan Bermudah-Mudahan Dalam Mengamalkan Syariat Islam
Benarkah Kelompok Shufiyyah Termasuk Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Ciri-ciri Aqidah dan Karakteristik Pengikut Ahlussunnah Wal Jama’ah
Definisi Ahlus Sunnah Wal Jamaah Yang Lain, Sebagai Pembanding/Kajian ( Bagian I )
Definisi Ahlus Sunnah Wal Jamaah Yang Lain, Sebagai Pembanding/Kajian ( Bagian 2 )
Definisi Aswaja Di Nusantara Yang Disepakati 3 Tokoh NU Garis Lurus
Definisi Aswaja Menurut Rumusan Muktamar NU
Diantara Adab dalam Menerima Kebenaran dan Membantah Kebatilan
Dimanakah Allah ? – Ini Jawaban Al-Imaam Maalik bin Anas rahimahullah
Fatwa MPU Aceh No. 9 Tahun 2014 Terkait Manhaj Salaf Tampak Janggal Dan Terkesan Tidak Ilmiyyah, Bertentangan Dengan Dalil Alquran Dan Sunnah. Berseberangan Dengan Fatwa Yang Pernah Dikeluarkan Oleh MUI Jakarta Utara Tentang Salafi. Tidak Jujur Menyalin/Memahami Manhaj Salaf Dari Tokoh-Tokoh Salafi Aceh, Dilakukan Tanpa Proses Peradilan Di Mahkamah Syar’iyah Dan Terkesan Ada Vested Interested.
Generasi Salaf Ajarkan Sirah Nabawiyah ( Berdasarkan Riwayat-riwayat Shahih ) Seperti Mengajarkan Surat Al Qur’an
Hanya Satu Jalan Menuju Allah Azza Wa Jalla
Hakikat Yang Terlupakan Dari Imam Asy-Syafi'i Dan Kesamaan Aqidah Imam Empat
Hindari Berdebat dengan Orang Jahil
Hikmah ittiba kepada rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
Imam Syafi’i : Sang Pembela Sunnah dan Hadits Nabi dan Biografi Singkat Imam Ahmad bin Hanbal
[IT] Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (12) – Beriman kepada Taqdir
[IT] Jagalah Allah !
Imam An-Nawawi, Sang Penulis Kitab Hadits Arbain
Ibnu Abbas, Ahlus Sunnah dan Syiah
Jalan Keluar dari Perselisihan yang Terjadi Diantara Ahlus-Sunnah (Nasehat Asy-Syaikh Muqbil)
[Jawaban Jahil Murokkab] Kenapa Imam Mazhab Tidak Pakai Hadits Bukhari dan Muslim?
Kebenaran Tidak Diukur Dengan Banyaknya Orang Yang Mengikutinya.Berpegang Pada Suara Mayoritas Adalah Kaidah Kaum Jahiliyah
Kejinya Syi’ah ( Majusi), Menuduh Asya’irah ('Asyariyah) Kafir, Musyrik, Majusinya Umat Ini, Lebih Hina Dan Rendah Dalam Memaknai Sifat Dan Asma Allah SWT.
Kesepakatan Umat (Ulama) Kitab Shahih Al-Bukhari Dan Muslim, Kitab Yang Paling Shahih Setelah Al-Qur’an,Kecuali Golongan Syi’ah/Taqiyaher/Kamuflaser Yang Tidak Mengakui Keberadaan Keduanya.
KH. Hasyim Asyari dan Fenomena ‘NU Garis Lurus’ [1]
KH. Hasyim Asyari dan Fenomena ‘NU Garis Lurus’ [2]
Kumpulan Artikel Seputar Keberadaan Allah Di Atas Langit
Kedudukan Shahih Bukhari Muslim [ bagian I ]
Larangan Berdebat dalam Masalah Agama
Larangan Menafsirkan Al-Qur’an Dengan Pendapat Sendiri. Kaedah Penting Dalam Memahami Al Qur’an Dan Hadits.
Melihat Allah di Akhirat Anugerah Teristimewa (Bagian 2)
Melihat Allah di Akhirat Anugerah Teristimewa (Bagian 3)
Mereka Membenci Kitab “Al-Ibanah” Karya Abul Hasan al-Asy’ari?! (Bagian 1 dari 2 Tulisan)
Mereka Membenci Kitab “al-Ibanah” Karya Abul Hasan al-Asy’ari?! (Bagian 2 dari 2 Tulisan)
Mengapa Harus Manhaj Salaf
Mendahulukan Akidah Sebelum Ukhuwah
Makna Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Meninggalkan Perdebatan dalam Masalah Agama ( Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal )
Mau Tahu Sanad Ulama Salafy (Wahabi) ?
Mengikuti Manhaj Salaf Dalam Segala Hal
Nasihat untuk Ahlus Sunnah Aceh dan Seluruh Negeri (Disertai Jawaban Ilmiah Atas Fatwa Sesat dari MPU Aceh)
[OOT] Mengapa Kamu Mengatakan Apa yang Tidak Kamu Lakukan ?
[OOT] Kaidah dan Landasan Para Juru Dakwah
Mengenal Manhaj Salaf
Menjawab Syubhat Kyai Idrus Ramli Dalam Melegalkan Bid’ah Hasanah
Para Shahabat Saja Bertanya!
Pembagian Tauhid Menurut Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah
Pro dan Kontra: Hadith Jariah ( 1 ) - Istiwa'nya Allah atas Arsy....
Pro dan Kontra: Hadith Jariah ( 2 ) - Bantahan Bagi Yang Mendha’ifkan Hadits Jaariyyah ( Muawiyyah bin Hakam Tentang Dimana Allah) !
Prof. Dr. Kamaluddin Nurdin Marjuni : Siapakah Ahlu Sunnah Wal Jama'ah?
Perbedaan Pokok Ajaran Islam Dan Tasawuf
Perbedaan Antara Ahlussunnah Dan Ahlul Bathil
Rujuk Kepada Petunjuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Korelasi Antara Bermadzhab Dengan Ta’ashub.
Standarisasi Kebenaran Dalam Islam
Siapakah Ahl As-Sunnah
Siapakah Ahlussunnah Wal Jama’ah?
Sejarah Istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah: Meluruskan Pemahaman Habib Rizieq Shihab
Sebagian Pokok-Pokok 'Aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah - Komparasi Antara Klaim dan Realitas
Sebagian ‘Aqidah Para Imam Ahli Hadits
Salaf dan Perdebatan
Syiah Menuduh Wahabi Sebagai Kelompok Mujassim ! Lucu !
Sanad Hadits, Pentingkah?
Syara' Menggalakkan Zuhud Bukan Tasawuf
Siapakah Yang Mengikuti Aqidah Imam Abu Hasan Al Asy'ari?
Turunya Allah ke Langit Dunia ( Bagian 1 )
Turunya Allah ke Langit Dunia ( Bagian 2/ Comments )
Turunya Allah ke Langit Dunia ( Bagian 3/ Comments )
Tauhid Dibagi menjadi 3 (tiga) Bagian, Mana dalilnya? Bid'ahkah ? Sesatkah ? ( Bagian 1 )
Tauhid Dibagi menjadi 3 (tiga) Bagian, Mana dalilnya? Bid'ahkah ? Sesatkah ? ( Bagian 2 )
Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? [Dalil-dalil & Alasan Pembagian Tauhid, Asal-Usul Pembagian Tauhid, Akibat Tidak Mau Membagi Tauhid Menjadi 3]
Tong Sampah
Ulama al-Syafi‘iyyah Menegaskan Allah di Atas ‘Arsy
Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (1) dan (2)
Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (9) – Hubungan antara As-Sunnah dan Al-Qur’an
Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (10) – Para Pengingkar As-Sunnah
‘Umar Dan Imam Syafi’i Berbicara Tentang Bid’ah Hasanah
Ulama Rabbani Dalam Perspektif Al-Quran Dan As-Sunnah
Ulama Syafi’iyah Antara Salafi Dan Asy’ari
Ustadz Sunnah, Kajian Sunnah
54 Hal Yang Bukan Termasuk Manhaj Salaf
15 Alasan Kokohnya Aqidah Salaf Shalih
Membongkar kesesatan sufi (bahagian I, sejarah dan fitnah tasawwuf)
Membongkar kesesatan sufi (bahagian II, sorotan terhadap sufi)
Membongkar kesesatan sufi (bahagian III, Perbedaan pokok islam dan tasawwuf)
Membongkar kesesatan sufi (bahagian IV, Definisi tarekat sufi)
Membongkar kesesatan sufi (bahagian V, Kasyaf, khurafat dan shufi)
Mengoreksi ajaran tasawwuf
Rahasia tipu muslihat dedengkot shufi & syi’ah dibalik tudingan “wahabi” dalang paham takfir dan aksi terorisme 
Sifat WAJIB BAGI ALLAH ITU 20?? Asmaul Husna saja minimal ada 99 nama, Dan Semuanya Adalah Sifat Allah (Abu Nu’aim Al Atsari, lihat 15 Comments)

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Habib Rizieq Shihab menjelaskan tentang mereka yang menganggap Asy’ariah dan Maturidiyah termasuk firqah sesat dan menyesatkan sebagaimana yang dipublikasikan dalam video pada http://www.youtube.com/watch?v=hlCdzVo8Ueo dan http://www.youtube.com/watch?v=DZdjU2H6hpA

**** awal kutipan transkrip video yang pertama ****
Karena itu saya sangat prihatin terbit sebuah buku dengan judul “Mulia dengan manhaj salaf”. Judulnya bagus betul. Diterbitkan oleh pustaka At Taqwa, Yang menulis Yazid bin Abdul Qodir.

Kenapa saya prihatin dengan kehadiran buku ini. Kalau kita buka pada bab yang ketigabelas yaitu bab yang terakhir. Disini penulis menyebutkan firqoh-firqoh sesat dan menyesatkan. Yang nomor delapan disebutkan Asy’ariah. Yang nomor sembilan disebut Maturidiyah.

Buku-buku semacam ini memecah belah umat. Kalau pengarang ini merasa bahwa Wahhabi adalah ajaran yang paling benar, silahkan. Dia menamakan dirinya pengikut Salafi atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama istilah Wahhabi. Kalau dia merasa Salafi Wahhabi paling benar, hak dia. Kalau dia merasa paling suci, hak dia. Kalau dia merasa paling lurus, hak dia. Tapi dia tidak punya hak untuk sesat menyesatkan, kafir mengkafirkan sesama umat Islam.
***** akhir kutipan transkrip video ******

Mereka menganggap “telah kafir” bagi umat Islam yang tidak mau mengikuti mereka yang “tanpa (perlu) takwil” yakni memahami apa yang telah Allah Ta’ala sifatkan untuk diriNya selalu dengan makna dzahir karena dianggap telah mengingkari sifat-sifat Allah sebagaimana yang mereka publikasikan pada http://almanhaj.or.id/content/794/slash/0/mengingkari-tauhid-asma-wa-sifat/

***** awal kutipan ****
Mengingkarinya setelah mengetahui bahwa itu memang benar adanya. Mereka mengingkarinya secara sengaja, dan mengajak yang lain untuk mengingkarinya. Maka mereka yang berlaku seperti ini telah kafir karena mengingkari apa yang telah Allah tetapkan untuk diriNya. Padahal mereka mengetahui hal tersebut tanpa perlu takwil-nya.
***** akhir kutipan *****

Kaum muslim yang mengikuti Rasulullah dengan mengikuti Imam Mazhab yang empat tentu bukanlah mengingkari sifat-sifat Allah atau bukanlah mengingkari apa yang telah Allah tetapkan untuk diriNya namun menghindari memahami apa yang telah Allah Ta’ala sifatkan untuk diriNya selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahamannya selalu dengan makna dzahir karena akan terjerumus kekufuran dalam i’tiqod.

Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, “Sunu ‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”, “Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadits mutasyabihat, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran”.

Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthidalam dalam kitab “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi” mengatakan “Ia (ayat-ayat mutasyabihat) memiliki makna-makna khusus yang berbeda dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiapa memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa sebagaimana makna yang selama ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata,bertempat), ia kafir (kufur dalam i’tiqod) secara pasti.”

Akibat mereka memahami apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala sifatkan untuk diriNya selalu dengan makna dzahir sehingga mereka belum dapat mengenal Allah dengan sebenar keagungan-Nya terjerumus bertasyabbuh dengan kaum Yahudi.

Contohnya pertanyaan kaum Yahudi dalam riwayat berikut

Telah menceritakan kepada kami Musa telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari Al A’masy dari Ibrahim dari Alqamah dari Abdullah berkata, “Datang seorang pendeta (Yahudi) kepada Rasulullah, berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah meletakkan langit diatas satu jari, seluruh bumi diatas satu jari, semua gunung diatas satu jari, pohon dan sungai di atas satu jari, dan semua makhluk di atas satu jari, kemudian Allah berfirman seraya menunjukan jarinya, ‘Akulah Sang raja’.” Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tertawa lalu membaca kutipan firmanNya yang artinya “Dan tidaklah mereka dapat mengenal Allah dengan sebenar keagungan-Nya”.(QS Az Zumar [39]:67) (Hadits riwayat Bukhari 6865, 6897)

Ibn al Jawzi menjelaskan bahwa “Tertawanya Rasulullah dalam hadits diatas sebagai bukti pengingkaran beliau terhadap pendeta (Yahudi) tersebut, dan sesungguhnya kaum Yahudi adalah kaum yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya(Musyabbihah). Lalu turunnya firman Allah: “وما قدروا الله حق قدره ” (“Dan tidaklah mereka dapat mengenal Allah dengan sebenar keagungan-Nya” (QS Az Zumar[39]:67) adalah bukti nyata lainnya bahwa Rasulullah mengingkari mereka (kaum Yahudi)”

Contoh lain akidah Yahudi :

Disebutkan dalam kitab Yahudi yang mereka namakan “Safar Khuruj“ ishah 19 nomer : 3-6 :

“Maka Tuhan memanggil kami dari bukit….sekarang jika kalian mendengar suaraku dan menjaga janjiku“.

Contoh akidah mereka :

Di dalam kitab “Fatawa al-Aqidah“ karya Muhammad bin Shalih al-Utsaimin yang dicetak Maktabah as-Sunnah cetakan pertama tahun 1992 di Mesir, pada halaman 72 Ibnu Utsaimin berkata :

“Dalam hal ini dijelaskan adanya penetapan akan ucapan Allah Swt. Dan sesungguhnya ucapan Allah itu berupa huruf dan suara. Karena asli ucapan itu harus adanya suara. Maka jika dikatakan ucapan, maka sudah pasti ada suara“.

Hal ini akibat mereka mengikuti ajaran atau pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengangkat kembali pemahaman Ibnu Taimiyyah sebelum bertobat.

Ibnu Taimiyyah meyakini bahwa Allah berbicara dengan huruf dan suara dan bahwa Allah kadang berbicara dan kadang diam. (Risalah fi Shifat al Kalam 51, 54, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/221, Muwafaqah Sharih al Ma’qul Li Shahih al Manqul 2/143,151, 4/107, Majmu’ al Fatawa 6/160, 234, 5/556-557, Majmu’ah Tafsir 311)

Al-Faqîh Syamsuddin Muhammad ibn Adlan asy-Syafi’i (w 749 H), salah seorang ulama terkemuka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah juga menyampaikan bahwa Ibnu Taimiyah meyakini sifat Kalam Allah berupa huruf dan suara.

Mereka mengatasnamakan ahlussunnah wal Jama’ah menuliskan bahwa Kalam Allah adalah sifat yang haqiqi yang ditetapkan selayaknya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan terdiri dari huruf dan suara, dengan cara yang dikehendaki-Nya, kapan Dia berkehendak, dan dapat didengarkan oleh siapa yang dikehendaki-Nya sebagaimana contoh tulisam yang dipublikasikan pada http://muslimah.or.id/aqidah/al-quran-adalah-kalam-allah-bukan-makhluk-bagian-1.html

Mereka tampaknya belum dapat membedakan antara Sifat kalam Allah yang kekal (Kalam Allah ad-Dzati) dengan bacaan Al Qur’an (al-Lafzh al-Munazzal)

Hal yang dimaksud Al Qur’an bukan makhluk adalah mengacu pada sifat kalam Allah yang kekal (Kalam Allah ad-Dzati) yang bukan huruf, bukan suara dan bukan bahasa karena huruf, suara maupun bahasa adalah makhluk (diciptakan)

Sedangkan Bacaan Al-Qur’an adalah lafazh-lafazh yang diturunkan (al-Lafzh al-Munazzal), yang ditulis dengan tinta di antara lebaran-lembaran kertas (al-Maktub Bain al-Masha-hif), yang dibaca dengan lisan (al-Maqru’ Bi al-Lisan), dan dihafalkan di dalam hati (al-Mahfuzh Fi ash-Shudur) adalah berupa bahasa Arab, tersusun dari huruf-huruf, serta berupa suara saat dibaca.

Tentulah huruf, suara maupun bahasa adalah makhluk (diciptakan) sehingga bacaan Al-Qur’an dalam pengertian al-Lafzh al-Munazzal maka ia adalah makhluk (diciptakan).

Bacaan Al Qur’an (al-Lafzh al-Munazzal) adalah ungkapan (ibarah) dari pada sifat kalam Allah yang kekal (Kalam Allah al-Dzati) yang bukan suara, bukan huruf-huruf, dan bukan bahasa.

Sifat kalam Allah yang kekal (Kalam Allah ad-Dzati) adalah qadim, tanpa permulaan dan tanpa penghabisan serta tidak menyerupai sifat kalam yang ada pada makhluk.

Sifat kalam pada makhluk berupa huruf-huruf, suara dan bahasa.

Oleh sebab itu kita tidak percaya bahwa kalam Allah ada permulaannya, atau kalamNya itu adalah suatu tindakan seperti pembicaraan kita, karena dengan hal itu berarti Allah butuh kepada selainNya untuk menciptakan kalamNya supaya menjadi sempurna.

Suatu ketidaksempurnaan jika kalamNya untuk mengungkapkan apa yang diketahuiNya itu berupa serial (kata-kata berurutan, perkataan satu demi satu, atau perkataan dengan huruf atau suara), karena kalam yang terdiri dari ekspresi serial itu pasti memiliki awal dan akan ada penundaan (dimensi waktu) dalam menginformasikan semua yang diketahuiNya.

Contoh dalam “Bismillah”, misalnya “i” ada setelah datang “b”, sehingga ketika anda mengatakan Bismillah, suara “i” hanya menjadi ada setelah ketidak adaan “b”

Pada hakikatnya kita tidak boleh mengimani sifat Allah yang dipengaruhi atau dibatasi oleh ciptaanNya seperti dimensi ruang dan waktu.

Allah Azza wa Jalla dengan sifat kalamNya tidak membutuhkan atau tidak dipengaruhi atau dibatasi kepada ciptaanNya seperti dimensi ruang dan waktu.

Kalam yang terdiri dari suara dan huruf adalah kalam ciptaan, karena alasan ini seseorang tidak boleh mengatakan bahwa sifat kalam Allah yang kekal adalah huruf dan suara, karena Allah berfirman yang artinya: “tidak ada sesuatu yang menyerupai Dia” (QS Asy Syuura [53]:11)

Imam Abu Hanifah (150 H) mengatakan “Kami berbicara dengan alat dan huruf sedangkan Allah Ta’ala berbicara tanpa alat dan huruf, sedangkan huruf itu makhluk dan kalamullah bukanlah makhluk “. (Disebutkan dalam kitab al-Fiqh al-Akbar,al-Washiyyah, al-Alim w al-Muta’allim dan lainnya)

Al-Imam al-Isfiraini (w 418 H) mengatakan : “Dan hendaknya kamu mengetahui bahwa sesungguhnya kalam Allah itu tidaklah dengan huruf dan suara karena huruf dan suara mengandung bolehnya pendahuluan dan pengakhiran, yang demikian itu mustahil bagi Allah yang Maha Qadim “. (at-Tafsir fiddin : 102)

Imam Al-Qurthubi mengatakan : “ Fasal. Hadits “ Maka diserukan dengan suara “, dijadikan hujjah oleh orang yang berkata Allah berbicara dengan huruf dan suara, sungguh Maha Suci Allah sesuci-sucinya dari apa yang diucapkan kaum mujassimah dan pengingkar, sesungguhnya nida (seruan) yang dinisbatkan kepada Allah diartikan seruan sebagian malaikat muqarrabin Allah dengan izin dan perintah-Nya “. (at-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah : 338)

Begitupula pada hari kiamat kelak, Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dari bangsa manusia dan jin.

Allah akan memperdengarkan Kalam-Nya kepada setiap orang dari mereka.

Mereka akan memahami dari kalam Allah tersebut pertanyaan-pertanyaan tentang segala apa yang telah mereka kerjakan, segala apa yang mereka katakan, dan segala apa yang mereka yakini ketika mereka hidup di dunia.

Mereka akan memahami dari kalam Allah yang bukan huruf dan suara sehingga tidak diperlukan penterjemah

Rasulullah bersabda: “Setiap orang akan Allah perdengarkan Kalam-Nya kepadanya (menghisabnya) pada hari kiamat, tidak ada penterjemah antara dia dengan Allah”. (HR. al-Bukhari)

Mereka akan memahami dari kalam Allah yang bukan huruf dan suara, tanpa penterjemah, dan yang tidak dipengaruhi dimensi ruang dan waktu.

Allah Azza wa Jalla akan menghisab seluruh hamba-Nya dalam waktu yang sangat singkat sebagaimana firmanNya yang artinya “dan Dia Allah yang menghisab paling cepat (QS Al An’am [6]:62]

Seandainya Allah menghisab mereka dengan suara, susunan huruf, dan dengan bahasa, maka Allah akan membutuhkan waktu beratus-ratus ribu tahun untuk menyelesaikan hisab tersebut, karena makhluk Allah sangat banyak.

Jelaslah seandainya Kalam Allah berupa suara, huruf, dan bahasa maka dalam menghisab semua makhluk tersebut Allah akan membutuhkan kepada waktu yang sangat panjang. Karena dalam penggunaan huruf-huruf dan bahasa jelas membutuhkan kepada waktu.

Huruf berganti huruf, kemudian kata menyusul kata, dan demikian seterusnya. Dan bila demikian maka maka berarti Allah bukan sebagai Asra’ al-Hasibin (Penghisab yang paling cepat), tapi sebaliknya; Abtha’ al-Hasibin (Penghisab yang paling lambat). Tentunya hal ini mustahil bagi Allah.

Al-Imam al-Mutakallim Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi dalam kitab Najm al-Muhtadi Wa Rajm al-Mu’tadi menuliskan sebagai berikut:

“Asy-Syaikh al-Imam Abu Ali al-Hasan ibn Atha’ pada tahun 481 H ketika ditanya sebuah permasalahan berkata: Sesungguhnya huruf-huruf itu dalam penggunaannya saling mendahuli satu atas lainnya. Pergantian saling mandahului antara huruf seperti ini tidak dapat diterima oleh akal jika terjadi pada Allah yang maha Qadim. Sebab pengertian bahwa Allah maha Qadim adalah bahwa Dia ada tanpa permulaan, sementara pergantian huruf-huruf dan suara adalah sesuatu yang baharu (huduts) yang memiliki permulaan; tidak Qadim.

Kemudian seluruh sifat-sifat Allah itu Qadim; tanpa permulaan, termasuk sifat Kalam-Nya. Seandainya Kalam Allah tersebut berupa huruf-huruf dan suara maka berarti pada kalam-Nya tersebut terjadi pergantian antara satu huruf dengan lainnya, antara satu suara dengan suara lainnya, dan bila demikian maka Dia akan disibukan oleh perkara tersebut. Padahal Allah tidak disibukan oleh satu perkara atas perkara yang lain.

Dengan demikian harus dibedakan antara bacaan Al Qur’an (al-Lafzh al-Munazzal) dan Sifat kalam Allah yang kekal (al-Kalam adz-Dzati). Sebab apa bila tidak dibedakan antara dua perkara ini, maka setiap orang yang mendengar bacaan al-Qur’an akan mendapatkan gelar “Kalimullah” sebagaimana Nabi Musa alaihi salam yang telah mendapat gelar “Kalimullah”.

Tentu hal ini menjadi rancu dan tidak dapat diterima. Padahal, Nabi Musa mendapat gelar “Kalimullah” adalah karena beliau pernah mendengar dan memahami al-Kalam adz-Dzati yang bukan berupa huruf, bukan suara dan bukan bahasa.

Seandainya setiap orang yang mendengar bacaan al-Qur’an mendapat gelar “Kalimullah” seperti gelar Nabi Musa alaihi salam maka berarti tidak ada keistimewaan sama sekali bagi Nabi Musa alaihi salam yang telah mendapatkan gelar “Kalimullah” tersebut.

Dalam al-Qur’an Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan apa bila seseorang dari orang-orang musyrik meminta perlidungan darimu (wahai Muhammad) maka lindungilah ia hingga ia mendengar Kalam Allah”. (QS. at-Taubah: 6).

Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam untuk memberikan perlidungan kepada seorang kafir musyrik yang diburu oleh kaumnya, jika memang orang musyrik ini meminta perlindungan darinya. Artinya, Orang musyrik ini diberi keamanan untuk hidup di kalangan orang-orang Islam hingga ia mendengar Kalam Allah. Setelah orang musyrik tersebut diberi keamanan dan mendengar Kalam Allah, namun ternyata ia tidak mau masuk Islam, maka ia dikembalikan ke wilayah tempat tinggalnya.

Dalam ayat ini, yang dimaksud bahwa orang musyrik tersebut “mendengar Kalam Allah” adalah mendengar bacaan kitab al-Qur’an yang berupa lafazh-lafazh dalam bentuk bahasa Arab (al-Lafzh al-Munazzal), bukan dalam pengertian mendengar al-Kalam adz-Dzati. Sebab jika yang dimaksud mendengar al-Kalam adz-Dzati maka berarti sama saja antara orang musyrik tersebut dengan Nabi Musa yang telah mendapatkan gelar “Kalimullah”. Dan bila demikian maka berarti orang musyrik tersebut juga mendapatkan gelar “Kalimullah”, persis seperti Nabi Musa. Tentunya hal ini tidak bisa dibenarkan.

Ada pula mereka yang mengatakan bahwa penduduk surga kelak akan melihat bentuk Allah dengan kesempurnaanNya dengan mata kepala berdalilkan

Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi berkata, telah menceritakan kepada kami Marwan bin Mu’awiyah berkata, telah menceritakan kepada kami Isma’il dari Qais dari Jarir bin ‘Abdullah berkata, Pada suatu malam kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau lalu melihat ke arah bulan purnama. Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini. Dan kalian tidak akan saling berdesakan dalam melihat-Nya (HR Bukhari 521)

Dari Jarir bin Abdullah dia berkata; Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di malam hari ke empat belas, beliau melihat bulan, kemudian bersabda: Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak akan kesulitan ketika melihatnya. (HR Bukhari 4473).

Imam Nawawi mengatakan, artinya kalian akan melihat Allah secara nyata, tidak ada keraguan dalam melihatNya, dan tidak pula ada kesulitan padanya. Seperti halnya kalian melihat bulan (purnama) ini secara nyata, tidak ada kesulitan dalam melihatnya. Yang diserupakan disini adalah cara melihatnya (tidak ada kesulitan), bukan Allah diserupakan dengan bulan (mempunyai bentuk dan ukuran) (Syarh Shahih Muslim, Nawawi, hlm. 136-137)

Al-Imâm al-Mujtahid Abu Hanifah an-Nu’man ibn Tsabit (w 150 H), salah seorang ulama Salaf terkemuka perintis madzhab Hanafi, berkata:
“Allah di akhirat kelak akan dilihat. Orang-orang mukmin akan melihat-Nya ketika mereka di surga dengan mata kepala mereka masing-masing dengan tanpa adanya keserupaan bagi-Nya, bukan sebagai bentuk yang berukuran, dan tidak ada jarak antara mereka dengan Allah (artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga, tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan ataupun samping kiri)” (al-Fiqh al-Akbar karya al-Imâm Abu Hanifah dengan penjelasannya karya Mulla Ali al-Qari, h. 136-137 )

Al-Imâm asy-Syaikh Abu ath-Thayyib Sahl ibn Muhammad asy-Syafi’i (w 404 H), seorang mufti wilayah Nisafur pada masanya berkata:
“Saya telah mendengar asy-Syaikh Abu at-Thayyib as-Sha’luki berkata dalam menerangkan hadits tentang Ru’yatullâh (melihat Allah bagi orang-orang mukmin). Dalam hadits tersebut terdapat kata “Lâ Tudlammûn”, al-Imâm as-Sha’luki mengartikannya bahwa kelak orang-orang mukmin di surga akan melihat Allah tanpa tempat dan tanpa arah, mereka ketika itu tidak saling berdesakan satu sama lainnya. Orang-orang mukmin tersebut berada di dalam surga, namun Allah tidak dikatakan di dalam atau di luar surga. Karena Allah bukan benda, Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah”. (Pernyataan al-Imâm as-Sha’luki ini dikutip pula oleh al-Hâfizh Ibn Hajar al-Asqalani dan kitab Fath al-Bâri dan disepakatinya)

Berdasarkan penjelasan para ulama di atas dapat kita pahami bahwa Allah Ta’ala tidak dikatakan di dalam atau di luar Surga atau di Sidratul Muntaha seperti pada peristiwa Mi’raj Rasulullah atau di dekat bukit Thursina pada persitiwa Nabi Musa as ataupun di atas ‘Arsy karena Allah Ta’ala bukan benda, Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah.

Ada kita temukan kitab-kitab terjemahan Al Qur’an yang mengartikan kata Istawa dengan kata bersemayam, namun kata bersemayam janganlah dimaknai dengan makna dzahir/harfiah/tertulis/tersurat  yang  menurut kamus bahasa Indonesia adalah

1. duduk; Contohnya, “Pangeran bersemayam di kursi kerajaan”

2. tinggal; berkediaman, bertempat; Contohnya, “Presiden bersemayam di Istana Negara”

Makna yang mendekati kata Istawa adalah  makna kata bersemayam dalam makna majaz (makna kiasan) atau makna yang tersirat yakni

Terkait dengan hati, terpendam dalam hati, tersimpan (kata kiasan); Contohnya “sudah lama dendam itu bersemayam di hatinya” atau “cinta bersemayam di hatinya”. “Bersemayam di hati” dapat diartikan pula dengan “menguasai hati”

Al-Qushayri dalam Lata’if al-Isharat, telah menyebutkan : Adapun mengenai singgasana Qalbu, “Kami angkut mereka di daratan dan di lautan” . telah disimpulkan pula bahwasanya : “Dia (Allah) Yang Maha Rahman menetapkan Dirinya sendiri atasnya (`alayhi istawa); sedang mengenai arsy di hati: Yang Maha Rahman menguasainya (`alayhi istawla). Arsy di langit adalah kiblat bagi doa seluruh makhluk, sedang arsy di hati adalah tempat melihat Al-Haq, Yang Maha Tinggi. Sehingga, ada ada perbedaan besar antara kedua arsy itu” (Lata’if al-Isharat jilid 4 hal:118)”

Para ulama yang mengikuti Rasulullah dengan mengikuti Imam Mazhab yang empat membolehkan memaknai istiwa dengan bersemayam dalam makna majaz artinya menguasai dan terlarang dimaknai bersemayam dalam makna dzahir yakni menetap atau bertempat karena menetap atau bertempat mensifatkan Allah dengan sifat makhluk.

Imam al-Hâfizh al-Lughawiy Muhammad Murtadla az-Zabidi al Hanafi (w 1205 H) dalam kitabnya, Ithâf as-Sâdah al-Muttaqîn menyebutkan bahwa seorang yang menafsirkan Istawâ dengan Istawlâ tidak berbuat kesalahan apapun dan tidak mensifati Allah dengan sesuatu yang tidak boleh. Menurut Imam az-Zabidi penafsiran semacam ini dapat dibenarkan karena sesuai dengan keagungan Allah. Hal ini jauh berbeda dengan yang memaknai Istawâ dengan Istaqarra (menetap atau bertempat), penafsiran semacam ini sama sekali tidak dapat dibenarkan, karena sama dengan mensifati Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya.

Sebagai pembenaran aqidah, ada pula mereka mengutip perkataan ulama salaf ataupun Imam Mazhab yang empat namun permasalahannya mereka tidak membedakan apakah perkataan tersebut berfungsi menyampaikan untuk menjelaskan atau sekedar ‘ala sabilil hikayah, menetapkan lafazhnya (itsbatul lafzhi) saja; yaitu hanya mengucapkan kembali apa yang diucapkan oleh al Qur’an, “Ar-Rahmanu alal arsy istawa” atau “A’amintum man fis sama’“. Tidak lebih lebih dari itu; yaitu tidak memaknakan (tafsir) atau tidak menetapkan maknanya (itsbatul ma’na) secara dzahir bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berada dalam arti bertempat di langit atau bertempat di atas ‘arsy.

Mereka yang kekeuh (bersikukuh) atau ngeyel berpendapat bahwa Allah Ta’ala berada atau bertempat atau menetap tinggi di atas ‘Arsy pada hakikatnya telah mengingkari firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir” (QS Al Hadiid [57]:3)

Allah Ta’ala tidak berubah, sebagaimana awalnya dan sebagaimana akhirnya.

Allah Ta’ala sebagaimana sebelum diciptakan ciptaanNya, sebagaimana setelah diciptakan ciptaanNya.

Allah Ta’ala sebagaimana sebelum diciptakan ‘Arsy , sebagaimana setelah diciptakan ‘’Arsy

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata :“Sesungguhnya Allah Ta’ala ada dan tidak ada tempat, maka Dia menciptakan tempat, sementara Dia tetap atas sifat azali-Nya (sifat qadim), sebagaimana Dia ada sebelum Dia menciptakan tempat, tidak boleh atas-Nya berubah pada dzat-Nya dan pada sifat-Nya”. [Kitab Ithaf As-Sadati Al-Muttaqin –Jilid 2-halaman 36].

Al-Imâm al-Qurthubi menuliskan: “Allah yang Maha Agung tidak boleh disifati dengan perubahan atau berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Dan mustahil Dia disifati dengan sifat berubah atau berpindah. Karena Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah, dan tidak berlaku atas-Nya waktu dan zaman. Karena sesuatu yang terikat oleh waktu itu adalah sesuatu yang lemah dan makhluk” (al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, j. 20, h. 55, dalam QS. al-Fajr: 22)

Begitupula Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda bahwa Allah ada tanpa sesuatu apapun yang menyertaiNya, termasuk pula tempat.

Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya:

“Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku berada bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang sekelompok dari penduduk Yaman dan berkata: “Kami datang untuk belajar agama dan menanyakan tentang permulaan yang ada ini, bagaimana sesungguhnya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah ada dan tidak ada sesuatu apapun selain Allah.” (HR. al-Bukhari 3191)

Al-Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad yang hasan dalam al-Sunan berikut ini:

“Abi Razin radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku berkata, wahai Rasulullah, di manakah Tuhan kita sebelum menciptakan makhluk-Nya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah ada tanpa sesuatu apapun yang menyertainya. Di atasnya tidak ada sesuatu dan di bawahnya tidak ada sesuatu. Lalu Allah menciptakan Arasy di atas air.” Ahmad bin Mani’ berkata, bahwa Yazid bin Harun berkata, maksud hadits tersebut, Allah ada tanpa sesuatu apapun yang menyertai (termasuk tempat). Al-Tirmidzi berkata: “hadits ini bernilai hasan”. (Sunan al-Tirmidzi, 3109)

Begitupula Al-Imam al Baihaqi (w 458 H) dalam kitabnya al-Asma Wa ash-Shifat, hlm. 506, berkata : “Sebagian sahabat kami dalam menafikan tempat bagi Allah mengambil dalil dari sabda Rasulullah shalllallahu ‘alayhi wa sallam “Ya Allah, Engkaulah, Azh-Zhahir, tidak ada sesuatu apapun di atas-Mu, dan Engkau al-Bathin, tidak ada sesuatu apapun di bawah-Mu (HR. Muslim dan lainnya)

Sedangkan para pengikut paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah merujuk dari kitab Bayan Talbisul Jahmiyyah jilid 4, Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa makna : “فلَيس دونك شيء adalah “tidak ada sesuatu yang lebih dekat dari-Mu.” Mereka mengikuti pendapat Ibnu Taimiyyah bahwa kata ‘duuna’ di sini diambil dari kata ‘ad dunuww‘ yang artinya dekat, bukan dari kata ‘ad-duun‘ yang artinya ‘rendah’ atau ‘di bawah’

Padahal “tidak ada sesuatu yang lebih dekat dari-Mu” atau “tidak ada sesuatu di dekat -Mu” sama saja dengan “tidak ada sesuatu di bawah-Mu” karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Allah ada, dan tiada sesuatu di selainNya.

Sayyidina Ali ~radiyallahu ‘anhu~ berkata: “Allah ada tanpa tempat. Dia saat ini pada apa adanya Dia ada.”

Syaikh Ibnu Athoilah berkata “Allah ada, dan tiada sesuatu besertaNya. Dia kini adalah tetap sebagaimana adanya”

Begitupula ada dari pengikut aqidah paham Wahabisme penerus kebid’ahan menuduh umat Islam berkeyakinan bahwa Tuhan bertempat di mana mana berdasarkan ungkapan-ungkapan yang dipahami oleh mereka selalu dengan makna dzahir.

Bahkan tuduhan tersebut dipergunakan sebagai bahan celaan atau olok-olokan terhadap umat Islam yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/21/bahan-olok-olokan/

Padahal ungkapan-ungkapan seperti,

“Allah wujud (ada) di mana mana”

atau

“apa yang terlihat di mana mana adalah wujud (keberadaan) Allah”

bukan berarti Allah Ta’ala bertempat di mana mana namun maknanya adalah bahwa dengan kita memperhatikan alam dan isinya atau semua yang terlihat oleh mata yang merupakan tanda-tanda kekuasaanNya atau disebut juga ayat-ayat kauniyah maka kita bisa mengetahui dan meyakini keberadaan dan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala

Manusia mengenal Allah (makrifatullah) melalui tanda-tanda kekuasaanNya yang merupakan ayat-ayat kauniyah yaitu ayat-ayat dalam bentuk segala ciptaan Allah berupa alam semesta dan semua yang ada didalamnya. Ayat-ayat ini meliputi segala macam ciptaan Allah,baik itu yang kecil (mikrokosmos) ataupun yang besar (makrokosmos).

Firman Allah Ta’ala yang artinya

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?“ (QS. Fush Shilat [41]:53)

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali ‘Imran [3]:191).

“Katakanlah: “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman“. (QS Yunus [10] : 101).

Lalu mereka bertanya di mana Tuhanmu ?

Rasulullah telah melarang untuk menanyakan atau memikirkan DzatNya dan menyarankan untuk meyakini keberadaan Allah dengan memikirkan nikmat-nikmat yang telah diberikanNya atau dengan memikirkan tanda-tanda (kekuasaan) Allah Azza wa Jalla sebagai wujud perbuatanNya.

Rasulullah bersabda, ” Berpikirlah tentang nikmat-nikmat Allah, dan jangan sekali-kali engkau berpikir tentang Dzat Allah“.

Imam Sayyidina Ali ra mengatakan yang maknanya “Sesungguhnya yang menciptakan ayna (tempat) tidak boleh dikatakan bagi-Nya di mana (pertanyaan tentang tempat), dan yang menciptakan kayfa (sifat-sifat makhluk) tidak boleh dikatakan bagi-Nya bagaimana“

Ibnu Hajar al Asqallâni dalam Fathu al Bâri-nya,1/221:“Karena sesungguhnya jangkauan akal terhadap rahasia-rahasia ketuhanan itu terlampau pendek untuk menggapainya, maka tidak boleh dialamatkan kepada ketetapan-Nya: Mengapa dan bagaimana begini? Sebagaimana tidak boleh juga mengalamatkan kepada keberadaan Dzat-Nya: Di mana?.”

Al Imam Fakhruddin ibn ‘Asakir (W. 620 H) dalam risalah aqidahnya mengatakan : “Allah ada sebelum ciptaan, tidak ada bagi-Nya sebelum dan sesudah, atas dan bawah, kanan dan kiri, depan dan belakang, keseluruhan dan bagian-bagian, tidak boleh dikatakan “Kapan ada-Nya ?”, “Di mana Dia ?” atau “Bagaimana Dia ?”, Dia ada tanpa tempat”.

Imam al Qusyairi menyampaikan, ” Dia Tinggi Yang Maha Tinggi, Luhur Yang Maha Luhur dari ucapan “bagaimana Dia?” atau “dimana Dia?”. Tidak ada upaya, jerihpayah, dan kreasi-kreasi yang mampu menggambari-Nya,atau menolak dengan perbuatan-Nya atau kekurangan dan aib. Karena, tak ada sesuatu yang menyerupai-Nya. Dia Maha Mendengar dan Melihat. Kehidupan apa pun tidak ada yang mengalahkan-Nya. Dia Dzat Yang Maha Tahu dan Kuasa“.

Salah satu satu pokok permasalahan para pengikut paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah dalam perkara aqidah , salah satunya mereka berpegang pada hadits ahad (satu jalur perawi) yang diriwayatkan Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami yang baru masuk Islam yang dapat diketahui dengan pernyataannya “Wahai Rasul shallallahu alaihi wasallam sesungguhnya aku adalah seorang yang baru saja berada di dalam kejahiliyahan kemudian datang Islam”

Hal pokok yang shahih dan tidak diperselisihkan dari hadits tersebut adalah pada bagian sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang artinya, “Sesungguhnya shalat ini, tidak pantas di dalamnya ada percakapan manusia, karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur’an.”

Sedangkan hadits yang diriwayatkan Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami pada bagian kisah budak Jariyah diperselisihkan.

Dalam istilah para ulama hadits, riwayat yang diperselisihkan matan (redaksinya) oleh para perawi disebut mudhtharib, hadits kacau (guncang) matan (redaksinya).

Kekacauan (keguncangan) matan (redaksi) dalam hadits tersebut disebabkan sebagian perawi meriwayatkan hadits tidak dengan matan (redaksi) asli sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, ia meriwayatkannya dengan ma’nan (hanya kandungan maknanya saja). Karenanya ia terjatuh dalam kesalahan. Sementara matan (redaksi) hadits yang benar ialah tidak ada pertanyaan: “Di mana Allah?”

Jadi pada bagian kisah budak Jariyah adalah matan (redaksi) dari dia secara pribadi berdasarkan penyaksiannya terhadap percakapan secara isyarat yang dapat pula dipengaruhi oleh keadaan Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami yang baru masuk Islam ketika meriwayatkan kisah budak Jariyah.

Selain itu matan (redaksinya) diperselisihkan karena melanggar larangan dari Rasulullah untuk memikirkan (menanyakan) dzatNya.

Jumhur ulama telah sepakat bahwa pada bagian kisah budak Jariyah yang diriwayatkan Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami diragukan ke-shohih-annya dan seandainya shohih hadits tersebut maka pertanyan “di mana Allah” sekedar untuk mengetahui apakah budak Jariyah masih menunjuk berhala atau tidak.

Imam Syafi’i ~rahimahullah tentang hadits Jariyah berkata : “Dan telah terjadi khilaf pada sanad dan matan nya (hadits jariyah), dan seandainya shohih Hadits tersebut, maka adalah Nabi – shallallahu ‘alaihi wasallam- bertanya kepada hamba tersebut menurut kadar pemahaman nya, karena bahwa dia (hamba) dan kawan- kawannya sebelum Islam, mereka meyakini bahwa berhala adalah Tuhan yang ada di bumi, maka Nabi ingin mengetahui keimanannya,maka Nabi bertanya : “Dimana Allah ?” sehingga apabila ia menunjuk kepada berhala, Nabi mengetahui bahwa ia bukan Islam, maka manakala ia menjawab : “Di atas langit” Nabi mengetahui bahwa ia terlepas dari berhala dan bahwa ia adalah orang yang percaya kepada Allah yaitu Tuhan di langit dan Tuhan di bumi, atau Nabi mengisyarah dan ia mengisyarah kepada dhohir yang datang dalam Al-Quran”.

Begitupula Imam Nawawi (w. 676 H/1277 M) dalam Syarah Shahih Muslim (Juz. 5 Hal. 24-25) maka ia mentakwilnya agar tidak menyalahi Hadis Mutawatir dan sesuai dengan ushulus syariah. Yakni pertanyaan ‘Aina Allah? diartikan sebagai pertanyaan tentang kedudukan Allah bukan tempat Allah, karena aina dalam bahasa Arab bisa digunakan untuk menanyakan tempat dan juga bisa digunakan untuk menanyakan kedudukan atau derajat. Jadi maknanya; “Seberapa besar pengagunganmu kepada Allah?”. Sedangkan jawaban Fis Sama’ diartikan dengan uluwul kodri jiddan (derajat Allah sangat tinggi).

Ibn Al Jawzi berkata “Aku (Ibnul Jawzi) berkata: “Para ulama (Ahlussunnah Wal Jama’ah) telah menetapkan bahwa Allah tidak diliputi oleh langit dan bumi serta tidak diselimuti oleh segala arah. Adapun bahwa budak perempuan tersebut berisyarat dengan mengatakan di arah langit adalah untuk tujuan mengagungkan.

Berkata Imam Ahlus Sunnah Abu Mansur Al-Maturidi: “Adapun mengangkat tangan ke langit adalah ibadah, hak Allah menyuruh hamba-Nya dengan apa yang Ia kehendaki, dan mengarahkan mereka kemana yang Ia kehendaki, dan sesungguhnya sangkaan seseorang bahwa mengangkat pandangan ke langit karena Allah di arah itu, sungguh sangkaan itu sama dengan sangkaan seseorang bahwa Allah di dasar bumi karena ia meletakkan muka nya di bumi ketika Shalat dan lain nya, dan juga sama seperti sangkaan seseorang bahwa Allah di timur/barat karena ia menghadap ke arah tersebut ketika Shalat, atau Allah di Mekkah karena ia menunaikan haji ke Mekkah” [Kitab At-Tauhid – 75]

Berkata Imam Nawawi: “Dan Dialah Allah yang apabila orang menyeru-Nya, orang itu menghadap ke langit (dengan tangan), sebagaimana orang Shalat menghadap Ka’bah, dan tidaklah demikian itu karena Allah di langit, sebagaimana bahwa sungguh Allah tidak berada di arah Ka’bah, karena sesungguhnya langit itu qiblat orang berdoa sebagaimana bahwa sungguh Ka’bah itu Qiblat orang Shalat” [Syarah Shahih Muslim jilid :5 hal :22]

Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Ibnu Batthal berkata: sesungguhnya langit itu qiblat doa, sebagaimana Ka’bah itu qiblat Shalat” [Fathul Bari, jilid 2, hal 296]

Imam Al-Hafidh Murtadha Az-Zabidi berkata: “Maka adapun angkat tangan ke arah langit ketika berdoa, karena sesungguhnya langit itu qiblat doa” [Ittihaf, jilid 2, hal 170]. kemudian Imam Al-Hafidh Murtadha Az-Zabidi juga berkata: “Jika dipertanyakan, ketika adalah kebenaran itu maha suci Allah yang tidak ada arah (jihat), maka apa maksud mengangkat tangan dalam doa ke arah langit ? maka jawaban nya dua macam yang telah disebutkan oleh At-Thurthusyi :

Pertama: sesungguhnya angkat tangan ketika doa itu permasalahan ibadah seperti menghadap Ka’bah dalam Shalat, dan meletakkan dahi di bumi dalam sujud, serta mensucikan Allah dari tempat Ka’bah dan tempat sujud, maka langit itu adalah qiblat doa.

Kedua: manakala langit itu adalah tempat turun nya rezeki dan wahyu, dan tempat rahmat dan berkat, karena bahwa hujan turun dari langit ke bumi hingga tumbuhlah tumbuhan, dan juga langit adalah tempat Malaikat, maka apabila Allah menunaikan perkara, maka Allah memberikan perkara itu kepada Malaikat, dan Malaikat-lah yang memberikan kepada penduduk bumi, dan begitu juga tentang diangkat nya segala amalan (kepada Malaikat juga), dan dilangit juga ada para Nabi, dan langit ada syurga yang menjadi cita-cita tertinggi, manakala adalah langit itu tempat bagi perkara-perkara mulia tersebut, dan tempat tersimpan Qadha dan Qadar, niscaya tertujulah semua kepentingan ke langit, dan orang-orang berdoa pun menunaikan ke atas langit”[Ittihaf, jilid 5, hal 244]

Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830


●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Terkait Salafi (Ahlus Sunnah “wahabi”), Silahkan baca artikel dibawah ini :

Aswaja Terus Diadu Domba
Ahlus Sunnah Untuk Keutuhan NKRI
Apakah Hakekat “Wahabi” Yang Terus Dimusuhi & Diolok-Olok Oleh “Islam Nusantara” Dan “Garis Lurus” Itu?
Aswaja dan Aswajah(Ali Mustafa Yaqub)
Aswaja (NU) Tolak Syiah. Syiah Lebih Berbahaya Dari Teroris, Usir dan Hanguskan dari Indonesia !
Apa Itu Wahabi? Ada Apa Dengan “Wahhabi”?
Ada yang Mengadu Domba NU dan “Wahabi” Agar Umat Tak Bersatu
Apakah Para Ulama Atjeh Yang Mengumandangkan Perang Sabil Melawan Penjajah Belanda Adalah PARA ULAMA WAHABI??
Apakah Ahlus-Sunnah ( Salafi " Wahhabi" ) Membenci Ahlul-Bait Nabi
Ahlul Bait Ahlus Sunnah Beda dengan Ahlul Bait Syiah
Ahlul-Bait Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam
Bukan Ciri Wahabi Tapi Ciri Aswaja (Nu) Pengikut Imam Syafi’i Dan Kh Hasyim Asy’ari!!
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/07/bukan-ciri-wahabi-tapi-ciri-aswaja-nu.html
Buya Hamka: Vonis Sesat terhadap Wahabi Direkayasa untuk Gurita Kolonialisme
Bantahan terhadap buku Idahram yang berjudul "Ulama sejagat menggugat Wahhabi
[bikin terperangah !] Islam Kita Bukan "Islam Saudi Arabia"; Tanah Air Mesti Didahulukan daripada Islam; Amalkan Pancasila Wujud Tegakkan Syariat ??!
Cukupkah Sebutan MUSLIM Saja, Atau AHLUSUNNAH Saja, Tanpa Embel-embel lain nya? Untuk Saat Ini, TIDAK CUKUP,. Kenapa? " Islam Nusantara,Naudzubillahi mindzalik?!"
Dakwah Wahabiyah, Mudah Mengkafirkan? Menganggap Paling Benar Sendiri? Betulkah?
Dialog Ukhuwah Ustadz Salafi Wahabi Dengan Idrus Ramli (Tokoh NU) , Silahkan Tonton,.
Dialog Ringan Bersama Kyai Idrus Ramli (Mana Dalilnya Komposisi Bacaan Tahlilan). Dialog Sesama Muslim.
Daftar Referensi Studi Komparatif Antara Tuduhan Dan Fakta : Salafi (Ahlus Sunnah, “Wahhabi"?), Aswaja, Ibnu Taimiyah, Sifat/Keberadaan/ Melihat Allah Diakhirat, Tanduk Setan, Najd, Muawiyah Bin Abi Sofyan, Takfiri Syi’ah, Nawashib,Saudi, Malaysia Dan Lain-Lain.
Fakta Mengejutkan ! Pengkhiatan Syiah di balik runtuhnya kekhilafahan Islam ( Utsmaniyah )
Gunakan Cara-Cara Provokatif, Dibanjarmasin (Kalsel) Kembali Ustadz Ahlus Sunnah DR Khalid Basalamah MA Dihadang. Kenapa Tidak Gunakan Ranah Hukum Atau MUI ? Makin Antusiasnya Animo Umat Islam Merujuk Dakwah Al-Haq (Ahlus Sunnah).GAJAH Dipelupuk Mata TIDAK Tampak
Gelar WAHABI, Itu Propaganda Orang Yang Memusuhi Dakwah Tauhid,. Agar Kaum Muslimin Tidak Mendengar Ajakannya…
Habib Rizieq Shihab Mau Paksakan Aswajasisasi Di Indonesia, Yang Lain Bagaimana ? Mana Yang Lebih Ittiba : Salafi (Ahlus Sunnah) Atau ASWAJA ? Mari Kita Kaji Secara Ilmiyyah Dengan Dalil Yang Shahih Dan Sharih Tanpa Kebencian Dan Vested Interested. Saudi Arabia Negeri Ahlus Sunnah, Berkoalisi Dengan Malaysia Memerangi Syiah !
Hubungan Aswaja Indon Dan Syiah Dalam Menghadapi Wahabi Di Indonesia
Habib Ahmad Zein Al Kaff : Kalau wahabi kitab rujukannya sama, rukun Iman, rukun Islamnya juga sama, sedangkan Syiah berbeda, kita hanya berbeda dalam masalah furu’iyah (cabang) dengan Wahabi/salafi
Habib Ahmad Bin Zain Al Kaff : Harus Berani Menasehati Orang-Orang Wahabi Di Depan Mereka, Secara Ilmiyyah Dan Berdalil, Bukan Dengan Mengancam/Kekerasan.
Habib Zein Alkaf : Syi’ah Bukan Saudara, Tapi Musuhnya Ahlu Sunnah. Terkuak, Syaikh Al-Azhar Ke Indonesia Bersama Mufti Syi’ah Lebanon. MUI Sesalkan Pernyataan Muhammad Ath Thayyib Dan Tetap Akan Mengeluarkan Fatwa Tentang Kesesatan Syi'ah
Hindari Berdebat dengan Orang Jahil
Hadist: Jika Engkau Tak Malu, Perbuatlah Sesukamu
Hadist: Jika Engkau Tak Malu, Perbuatlah Sesukamu
Islam Bukan Budaya Arab
Islam Di Timur Tengah Ittiba Kepada Nabi, Makan-Minum Siang Hari Terbuka Ditempat Umum Selama Ramadhan Akan Kena Hukuman, Di Negara Islam Nusantara Umat Islam Jadi Bulan-Bulanan ( Di Obok-Obok ) Media Kufar Dan Orang Munafik. Jadi Kemana Kita Merujuk ?
Inilah Wahabi Sesungguhnya…
Ini dia setannya manusia, penyusup yang selama ini menipu ummat. Idahram atau marhadi penulis buku tuduhan sekte berdarah salafi wahabi,
Idrus Ramli Ingin Bentengi NU dari Syiah dan Liberal ! (Insya Allah)
Ini jawaban dari Tulisan yang disebarkan oleh NuGarislurus.Com
Jelas Sudah, Ini Sikap Resmi Muhammadiyah Tentang Syiah, Bagaimana Dengan NU ?
Jangan Mudah Menuduh Orang Sebagai Wahabi
Jawaban Syubhat Syiah : Shalawat hanya untuk Nabi dan keluarganya saja, tidak berlaku untuk para sahabat Nabi. Allah memerintahkan untuk bershalawat kepada Nabi dan keluarganya, bukan shalawat yang terputus model Wahhabi.
Jika Engkau Berkata Syiah Tidak Sesat, Maka…
Keberhasilan Syiah Memfitnah Salafi & Memecah belah Umat Islam
Kenapa Syi’ah Rafidhah Paling Benci pada Salafy?
Kaum Nahdliyin Jangan Ikuti Makar Kebencian Liberal (Juga Syiah) Terhadap Arab
"Kamu Anti Arab atau Anti Islam?" [ Sebagian Besar Media Lokal, Menyembunyikan Anti Islam, Tapi Menampilkan Anti Arab !! ]
Khotbah Imam Masjidil Haram Sudais Ini Membuat Syi'ah dan Barat Gentar
Kenapa menghadapi Syiah lebih sulit, inilah masalahnya
Kewajiban Mencintai Nabi. Mana Buktimu Cinta Kepada Nabi? Tasawuf Dan Cinta Nabi ? Hakikat Tasawuf Dan Sufi
KH Cholil Nafis: PBNU Kerjasama dengan Universitas al-Musthafa al-Alamiyah Iran
Kenapa KH Hasyim Asy’ari pendiri NU yang anti syi’ah tidak dituduh kesusupan Wahabi?
KH. Hasyim Asyari dan Fenomena ‘NU Garis Lurus’ [1]
KH. Hasyim Asyari dan Fenomena ‘NU Garis Lurus’ [2]
Komunisme Dan Syi’ah Sama-Sama Ancaman Bagi Agama Dan Bangsa. Wasiat Khumaini: Terus Perangi Islam Sampai Mereka Menjadi Negara Syiah. Kh Prof Ali Musthafa Ya’qub: Syiah Lebih Bahaya Daripada Komunis
Kepada Ustadz KH Muh Idrus Ramli ( Dan Haters Lainnya ) Dari Pada Syahwat Kebenciannya Terhadap Wahhabi Menggangu Ketaqwaan Anda, Lebih Baik Kumpulkan Semua Tulisan Anda Silahkan Bandingkan Dan Simpulkan Dengan Ratusan Artikel Dilamurkha Terkait Masalah Pokok ( Ushul ) Yang Sering Dinisbatkan Negatif Terhadap Wahhabi.(buka ratusan artikel terkait didalamnya)
Kejahatan Takfirinya Terhadap Al-Qur'an, Istri Dan Sahabat Nabi Serta Ahlus Sunnah !
Kepada Prof ( Tasawuf ) DR KH Said Aqil Siraj Dan Ustadz KH Muhammad Idrus Ramli, Dari Pada Dagangan “Wahabinya” Ngga Laku Dan Ngos-Ngosan, Lebih Baik Penuhi Tantangan Dialog Berakhlakul karimah Dengan Ustadz–Ustadz Salafi Dibawah Ini. Dengan Syarat Kalau Keok, Langsung Menyatakan Taubat.
Kenapa Benci Wahhabi ?? Antara Tuduhan dan Fakta
Kontribusi “Wahabi” di Jagat Nusantara
kaum wahhabi adalah syi’ah sejati
Kadis Syariat Islam Aceh: Siapa Salafi Wahabi? Tunjukkan!
Kambing Hitam Yang Digemari Syiah ( Peternak )
Keberhasilan Syiah Memfitnah Salafi & Memecah belah Umat Islam
Kasus Bangil, Syiah Mengadu Domba Dengan Menuduh Anti Syiah Adalah Wahabi ! ( Lagu Lama )
K.H. Hasyim Asy’ari Tentang Syiah
"Keteladanan Antara Wali Songo Vs Wali Dollar" [untuk ulama "su/penghujat wali jenggot !" ]
KH Hasyim Muzadi Baru Sadar ( Selama Ini Hobinya Menghujat Wahabi ) Syi’ah Merupakan Ancaman Terhadap NKRI, Gemar Menghujat Sahabat Dan Istri Nabi 
Kritik Ilmiyyah Atas Pemikiran Dr. Quraish Shihab (Bagian Pertama)
Kritik Ilmiyyah Terhadap Pemikiran Dr. Muh. Quraish Shihab (Bagian 2)
Katanya Debat Ilmiah..? Persatuan Sunni Syiah? Mengapa Kita Mesti Meributkan Soal Syiah? Nasehat Untuk Tidak Berdebat Dengan Ahli Bid’ah.
Kebenaran Tidak Diukur Dengan Banyaknya Orang Yang Mengikutinya.Berpegang Pada Suara Mayoritas Adalah Kaidah Kaum Jahiliyah
Kaum Munafik Dan Perang Pemikiran
KH Afifuddin Muhajir: Pemikiran Said Aqil Merusak NU, Imam Al-Ghazali Dicap Batil
K.H Said Aqil Siradj : Rajin Shalat Jamaah Dimasjid, Tahajjud, Dluha, Puasa Senin Kamis Dan Semisalnya, Menghormati Orang Tua, Menghormati Tamu/ Tetangga, Berprasangka baik, Menolong Orang, Dermawan Menginfaqkan Harta Sebesar 100 Juta, Belum Tentu Dirinya Seorang Sufi (Bukan Itu Ukuran Tasawuf ). Jadi Tasawwuf Itu Apa ? Secara Etimologi, Dicari Akar Katanya Sangat Sulit. Menghujat, Fitnah Orang ( Kelompok ), Menghalalkan Segala Cara ?
Lucu...” Ulama Su'per Aswaja Pendengki Wahabi” Saling Tuding Kerjasama Dengan Majusyi’ah Iran. Said Aqil Siraj Salahkan Hasyim Muzadi, Hasyim Muzadi Salahkan Gus Dur..?! Beda Dengan Kejujuran Ulama ASWJ Malaysia/Brunei.
Larangan Berdebat dalam Masalah Agama
[ OOT ] Mengapa Kamu Mengatakan Apa yang Tidak Kamu Lakukan ?
Mengapa Syiah Menggunakan Istilah Takfiri-Wahabi?
Mengapa Syiah Menggunakan Istilah Takfiri-Wahabi? Kelompok Takfiri sebenarnya Syiah, Kelompok Radikal Jika Merujuk Definisi BNPT
Masih Ada Yang Bilang Syiah Tidak Sesat, Ngaji Dimana? Hindari Penyebutan Islam Sunni Dan Islam Syiah. Jangan Duduk-Duduk Dengan Syiah,Syiah Indonesia Menganggap Abu Bakar, Umar, Dan Utsman Bukan Pemimpin Yang Sah !
Membersihkan Pakaian Salaf Dari Noda Tuduhan Wahabisme
Mengapa Kita Harus Membantu Muslim Suriah ? Meragukan Kekafiran Dan Bela Bashar Al-Assad Merusak Iman ( Bisa Batalkan Aqidah Islam )
Mau Tahu Sanad Ulama Salafy (Wahabi) ?
Mengapa Syiah Begitu Akrab Dengan Non Muslim ( Alwi Shihab Mendukung Pemimpin dari Non Muslim ) ?
Mengapa Syiah Sangat Membenci Arab Dan Ibnu Wahhab ( Wahabi ) ? Ini Rahasianya..
Membongkar Fakta Wahabi yang Jarang Diungkap(https://www.youtube.com/watch?v=xO807yK9d_Q)
Mengapa Ulama Syiah Sangat Perhatian dengan Taqiyah?
Mulia dengan manhaj salaf: meluruskan pemahaman habib rizieq shihab
Mau Tahu Pendiri WAHABI?? Waspadailah Bahaya Pemikirannya, Dan Jangan Kita Tertipu Ajakannya ( baca artikel terkaitnya)
Mungkinkah Membela Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Tapi Tidak Mentaati Beliau ??
“Musibah” Syiah di Negeri Sunni
NU, Wahabi , Muhammadiyah, Irsyad, Persis, SI, Washliyyah Adalah Bersaudara
“NU dan Wahabi“ Bersatu Jaga Persatuan Ahlus Sunnah
NU, Wahabi , Muhammadiyah, Irsyad, Persis, SI, Washliyyah Adalah Bersaudara
NU - Syi'ah
Perkataan Ajaib Rasulullah Tentang Syi’ah Yang Terbukti Hari Ini
Perspektif Lain dari Wahabi
Pujian Dalam Hujatan Bagi Wahhabi !!
Politik pecah belah Syiah ala Neomajusi (Surat terbuka mahasiswa LIPIA untuk Muslim Indonesia)
Pandangan Prof. Dr. Yunahar Ilyas Tentang Ahlus Sunnah Di Nusantara
Pengaruh Ideologi Syiah Transnasional Terhadap Umat Islam Indonesia.
Para Habaib,Ulama-Ulama Aswaja Di Samarinda... Kalau Tidak Suka Ustadz Firanda (Pengajar Di Masjid Nabawi, Madinah) Silahkan Berargumen Dengan Dalil Yang Shahih Dan Sharih,Jangan Gemar Demo-Demo Mengancam Sweeping Atau Pencegahan Di Bandara, Apakah Ini Ajaran Islam Dan Bisa Ditiru Pihak Lain. Mau Masuk Jannah Bukan Seperti Ini.
Perhatikan ! Para Penghina Allah Azza wa Jallah ( Al Wahhab/Wahabi) dan Penghujat Saudi, Dihinakan dan Diberantakan !
Pembelaan terhadap syaikh Muhammad bin abdul wahab (Fitnah dan Tuduhan Dusta Kelompok Sesat Hizbut Tahrir  Terhadap Dakwah Syaikh Imam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu) Oleh : Abu Salma Muhammad al-Atsari
Perbedaan Aswaja vs Manhaj ( metode ) Salaf
Pendapat ulama rujukan NU sama dg wahabi
Prof. Dr. Ali Musthofa Ya’kub: Jangan Mau Jadi Jangkrik!
[Untuk Orang NU yang Mau Diadu Domba Dengan Wahhabi]
Prof Dr KH Ali Mustofa Ya’qub : Target Syiah di Tahun 2030, NU Bakal Hancur
Pertanyaan Untuk Said Agil Siradj : Bagaimana Pemimpin “ Wahabi/Salafi” Yang Ittiba’, Jujur, Tidak Makan Riba/Risywah, Tidak Pernah Ghibah, Gemar Shalat Jama’ah Di Masjid Dibandingkan ......Non Muslim ...Atau...
Prof DR Nasaruddin Umar ( Penganut Sufi Super Ilmiyyah ) : Berguru Dengan Alam Ghaib Itu Dimungkinkan. Katanya, Imam Ghazali Tidak Perlu Mencantumkan Sebuah Hadits Dalam Kitabnya (Shahih Atau Tidak) Sebab Langsung Meminta Konfirmasi Ke Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Begitupun Ibnu Arabi Dengan Kitab Fushus Al Hikam.
Penjelasan Ulama Sunni Al Asy’ariy Asy Syafi’i Tentang Konflik Suriah
Pertama Kali Terjadi dan satu-satunya (Intelektual) “ASWAJA” Indonesia, KH Idrus Ramli Ucapkan Selamat Atas Kemenangan Mujahidin (Ahlus Sunnah) Suriah Di Aleppo. Masya Allah
Prof DR KH. Said Aqil Sirajd : Membandingkan (Penyebab) Dinasti Bani Umayyah hanya berkuasa selama 70 tahun ( Ikuti Syi'ah, Menghujat Muawiyah RA ) Dan Kerajaan Islam Di Spanyol Pernah Berkuasa Selama 800 Tahun ( Yang Melahirkan Ulama-Ulama Besar ) Dengan Indonesia (Menaklukan Imperium Majapahit) Dimana Islamnya Masih Bertahan Meskipun Belum Pernah Melahirkan Seorangpun Ulama Besar ?
Pandangan Prof. Dr. Yunahar Ilyas Tentang Ahlus Sunnah Di Nusantara
Prof.Dr.Kh Said Agil Siraj : Islam Saja Belum Tentu Bisa Menyatukan Umat, Di Timur Tengah Tidak Ada Ulama Yang Nasionalis ( Tapi Al-’Ulama Waratsatil Anbiya ) ! Ulama Di Indonesia Top Markotop !
Penjelasan Ulama Sunni Al Asy’ariy Asy Syafi’i Tentang Konflik Suriah
Perselisihan Adalah Rahmat? Yang Benar Saja!
Resensi Buku Terbaru Prof.DR.Ali Mustafa Ya’qub اتفاق في الأصول الوهابية ونهضة العلماء
Rabithah Ulama Syam ( Syaikh Usamah Ar-Rifa’I, berpaham Asy’ari ) dan Ikatan Ulama Suriah : Adu Domba Umat Islam, di Suriah Syiah Hembuskan Isu Wahabi, Proyek Syiah Persia Kuasai Bumi Syam Pasti Gagal. Ulama Su’ Indonesia apa lebih Berilmu dari mereka ?
Rangkuman artikel : Apa,siapakah dan rujukan Ahlus-Sunnah wal-jama’ah ?
Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Mengikuti Manhaj (Pemahaman, Cara Beribadah) Para Sahabat, Tabi’in, Tabiut Tabi’in ( Tiga Generasi Terbaik). Merekalah Yang Mendengar, Mencatat, Menghafal, Membukukan Semua Wahyu ( Al-Quran Dan Hadits) Dari Nabi. Juga Merujuk Kepada Empat Imam Mazhab, Imam Bukhari-Muslim. Pedoman Ini Sudah Sangat Cukup Untuk Mereview, Apakah Ibadah Kita Benar-Benar Ittiba’ Kepada Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wa Sallam.
Sebuah Catatan untuk Prof. A. Syafii Maarif. Sunni Biang Perpecahan dan Diberhalakan?
Siapa yang menyatakan beda antara Ahlus Sunnah dan Syiah termasuk masalah furu' dan Tidak Semua Syi’ah Sesat, maka Dia… Syi’ah !
Seruuu..Raja Syirik Dibela Raja Liberal. Daftar Kesesatan Said Aqil Siradj ( karakteristik aswaja)
Syaikh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa Al Fadani, Ulama ASWAJA Yang Di hormati Dan Di Kagumi Wahabi
Syiah Tidak Pernah Membantah Pendapat Ulama/Kitab Rujukannya Yang Nyeleneh/Konyol Secara Tertulis/Ilmiyyah, Hanya Lisan Saja. Inilah Taqiyah !
Syeikh Yasin Al-Fadani
Sejak tahun 2005, kira -kira sudah berapa santri nu yang di “syiah” kan ??!
Syaikh Muhammad Yasin Al-Fadani, Ulama “ ASWAJA“ Berhati Mulia, Tidak Memusuhi Wahabi
Singkirkan Benalu-Benalu di NU, Kembalikan Ke Ajaran Awal Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari
syeikh idahram (marhadi muhayyar) agen syiah pemecah-belah aswaja
Siapakah Ulama As-Su’ Di Indonesia, Yang Gemar Memfitnah Dan Mencela Umat Islam Diluar Golongannya, Sering Bikin Resah Umat Islam, Berasyik Masyuk Dengan Non Muslim Dan Merasa Super Mayoritas ? Seperti Ini Moderat ?
Siapa Pencetus Pertama Istilah Wahhabi?
“Syiah Gunakan Isu Anti-Wahhabi untuk Memecah Belah Umat Islam ”
Stempel Wahabi adalah cara Syiah memadamkan cahaya Al Quran dan Sunnah
Syi’ah Ada Dibalik Isu Anti-Wahabi Untuk Pecah Belah Umat Islam
Su'per Cendekiawan Muslim Sunni Abu-Abu Didikan Orientalis Terpedaya Syiah, Pendengki Salafi “ Wahabi ”
Sebutan Salafi-Wahabi, Propaganda Syiah Benturkan Kaum Muslimin
Syiah dan Nahdlatul Ulama (NU)
Syiah Mengkafirkan Kaum Muslimin
Syiah adalah bagian dari madzhab dalam islam? Yang bener saja, ini lho fatwa-fatwa agama syiah, bagi yang belum pernah membacanya..
Sikap Lemah Lembut ( Hikmah) Dalam Berdakwah, Tanpa Melukai, Tidak Memaksakan Kehendak (Menghujat) Terhadap Sesama Muslim Yang Berseberangan Dengan Kita Dan Memperkeruh Ukhuwah Islamiyah.
Shalat Taraweh Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam (Sunnah Muaqad), Bukan Bid’ahnya Umar RA. Mengapa Syiah Anti-Shalat Tarawih Berjama’ah (Karena Kedengkiannya Kepada Aisyah RA Dan Umar RA) ?
Siapakah Sufi ? Paham Sufi Dalam Timbangan Al-Qur’an Dan Assunnah
Toleransi Antar Umat Islam [ termasuk Dialog dengan Syi’ah dan Wahabi ??? ]
Takfiri Syiah ( ABI ) Jadi Bunglon Di Kantor Deputi VI Kemenko Polhukam, Dengan Memutar Balikan Dan Menyembunyikan Kejahatan Takfirinya Terhadap Al-Qur'an, Istri Dan Sahabat Nabi Serta Ahlus Sunnah !
Tantangan Aktual Ahlusunnah Wal Jama’ah
Ternyata Syi’ah Ada Dibalik Isu Anti Wahabi Untuk Pecah Belah Ahlus Sunnah
“Titik Temu NU - Wahhabi “ , Bahasan “ Isu-isu Pokok” Secara Ilmiyyah Tanpa Hujatan, Untuk Mendamaikan Sesama Ahlus Sunnah [ Bagian I ]
Titik Temu Wahabi-NU
Tokoh Sufi Habib Luthfi Bin Yahya: Anti Maulid Lebih Berbahaya Daripada Anti Sahabat. Sedangkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Para Sahabat, Para Thabi’in, Thabi’ut Thabi’in, Imam Yang Empat, Para Ulama Seperti Imam Bukhari, Muslim, Tidak Ada Yang Pernah Satu Kalipun Mengadakan Maulid Nabi....
Tinggalkan Hukum Waris Islami, Ikuti Perkembangan Zaman?
Ulama "Su" ini Gemar Menghina Allah`azza wa jalla [ Dagangannya " Wahhabi"/Al-Wahhab ] Sekarang Menghina Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam [ Menghujat "Jenggot/Lihyah" ] ..! KH. Hasyim Muzadi: Inilah Bedanya Wali Songo, Waliyullah dan Wali Jenggot
Untuk Quraish Shihab, Umar Shihab, Alwi Shihab, Umar Shihab (Ketua Majelis Syuro IJABI), .....para Syi’aher militan……kamuflaser syi'aher.......para peternak “kambing hitam jahiliyah” wahabi dan pengadu domba NU-Wahhabi ??!! [ gemar menuding wahhabi/penghina ( sifat ) Allah, al-Wahhab ]….…..dan taqiyaher sejenis!!!!
( lihat Related articles)
Untuk Said Aqil Siraj ( Pemurka Wahabi ), Apa Yang Harus Dilakukan : Kristenisasi Terpesat Di Dunia Ada Di Indonesia. 2 Juta Muslim Murtad Setiap Tahun.
Ukhuwah Salafi “Wahabi” – “Aswaja NU” Membuat Syi’ah Laknatullah Meradang ! Enak Dibaca Dan Perlu
Untuk Para Provokator/Hasader/Herder Syi’ah dan Ulama2 “SU’/Namimah” yang ingin membenturkan NU dengan Salafi “Wahhabi”, perhatikan tulisan dibawah ini !!
Untukmu “ASWAJA” Inilah Surat Cintaku Untukmu…. Dulu Aku Memusuhimu…
Untuk "Ulama ?" Penghina " Wali Jenggot" Baca Artikel ini : Perbedaan antara wali-wali Allah dan wali-wali syaithon
Ustadz Farid Okbah: Semua Syiah di Indonesia Rafidhah dan Menyesatkan
Untuk Begundalnya Di Indonesia, Mufti Rezim Assad, Ahmad Badruddin Hassoun Akui Dirinya Bagian Dari Syiah, Simak Pernyataan Nyeleneh Lainnya !
Wahhabi : Antara Stigmatisasi Dan Adu Domba Umat Islam
Wahabi Dan Deradikalisasi. Siapa Yang Gemar Meneror Dengan Kata-Kata “Banjir Darah, Bakar, Bubarkan, Turunkan, Tutup” Dan Bahasa Anarkis Lain, Seakan RI Miliknya. Tiru Saudi Arabia, Tidak Ada Organisasi Masa Jenis Apapun (Berbau Preman), Rakyatnya Aman Dan Damai.
Wikipedia Saja Jujur dalam Menyampaikan Sejarah Wahhabi
"Wahabi", Black Propaganda dan Aroma “Syiah Rafidhah”
Wahabi Dan Keluarga Nabi
Waspada, Politik Adu Domba Sesama Ahlussunnah Meningkat, Sedangkan Syiah Bersiap-Siap!
Walisongo Bukan Syiah Tapi Ahlussunnah
Yunahar Ilyas: Jangan Menganggap Enteng Masalah Syiah, Kalau Tidak Mau Menyesal
Yang Bilang Rafidhah Adalah Muslimin, Saudara Kita, Tidak Mengharuskan Pengkafiran Terhadap Mereka Adalah Orang Jaahil Murakkab!! Rafidhah Dan Syi’ah Lebih Berbahaya Dari Yahudi Dan Nashara
6 Bentuk Cinta dan Ittiba Kepada Nabi Muhammad SAW
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Terkait Syiah (sebagian besar Syiah saat ini/Pemimpin Iran Rafidhah) silahkan baca artikel dibawah ini :

An-Nawashib (Para Pembangkang) Menurut Syiah Adalah Sunni Ahlussunnah Waljamaah
Apa Kata Ulama Tentang SYIAH? Meraka Mengatakan, SYIAH BUKAN ISLAM..
Aqidah Syiah: Ahlus Sunnah Lebih Najis dan Hina daripada Anjing
Apakah Liputan Islam (media syi'ah) Mau Bilang Ulama Sunni Hoax & Takfiri?
Apakah Syi’ah Itu Kafir
Apakah Ajaran Imamah Ala Syi’ah Terdapat Dalam Al-Qur’an?
Apakah Syiah Dikategorikan Sebagai Orang Kafir
Bagi Syiah; Abu Hanifah Adalah Nashibi, Kafir Dan Halal Darahnya.Kriteria Nashibi (Nawashib) Dan Sikap Syiah Terhadapnya
Bukti-bukti Syiah Mengkafirkan dan Menghalalkan Darah Umat Islam
Beberapa Strategi Syiah Sebelum Mengkudeta Sebuah Negara
Bahaya Besar Wilayatul Faqih
Beda Malaysia dan Indonesia dalam Menyikapi Syiah
Bahaya Ajaran Imamah Dalam Syiah. SYIAH & Ambisi Merebut Negeri Ahlussunnah
Bertambah Lagi Negara Islam (Ahlus Sunnah) Di Acak-Acak Teroris Takfiri Syiah : Somalia ! Indonesia ?
Cuplikan Aqidah Busuk Syiah : Pantas Syiah Menghina Para Sahabat, Allah Saja Dihina
Cara Syiah Menipu Kaum Muslimin
Fatwa Ulama Dan Habaib Hadhramaut : Syiah kekafiran diatas kekafiran !
Jika Engkau Berkata Syiah Tidak Sesat, Maka…
Jenderal Mulut Besar Majusyiah Iran: Memerangi Saudi Dan Bahrain Hanya Tinggal Tunggu Waktu. Mendukung Gagasan Untuk “Mengekspor” Revolusi Iran Di Luar Negeri Dan Menekankan Pentingnya “Rekayasa” Revolusi Dan Memperluas Domainnya Di Wilayah Internasional.
Hasan As-Saqqaf, Sunniy atau Rafidhiy? Siapa Yang Suka Menggelari Ahlus Sunnah Dengan Nawashib Kalau Bukan Rafidhah?
Hassan Shehata Syiah ( Laknatullah ) Syahid ( ??! ) Caci Aisyah
Habib Ahmad Zein Al Kaff : Kalau wahabi kitab rujukannya sama, rukun Iman, rukun Islamnya juga sama, sedangkan Syiah berbeda, kita hanya berbeda dalam masalah furu’iyah (cabang) dengan Wahabi/salafi
Habib Zein Alkaf : Syi’ah Bukan Saudara, Tapi Musuhnya Ahlu Sunnah. Terkuak, Syaikh Al-Azhar Ke Indonesia Bersama Mufti Syi’ah Lebanon. MUI Sesalkan Pernyataan Muhammad Ath Thayyib Dan Tetap Akan Mengeluarkan Fatwa Tentang Kesesatan Syi'ah
Habib Salim Al-Muhdor: Mazhab Ahlul Bait Itu Bohong! Sekte Syiah, Mengaku Cinta Rasul Tapi Membenci Ahlul Bait
Inilah Paham Takfir Syiah
Indonesia Perlu Terapkan Hukuman Berat Bagi Penghina/Penghujat Sahabat dan Istri Nabi, Baik Lisan Maupun tulisan [Jangan Sampai di ""hasan syahatah"kan]
Kambing Hitam Yang Digemari Syiah (Peternak)
Konsep Imamah: Sumber Petaka Takfiri Syiah
kafir syiah lebih berbahaya dari yahudi dan nasrani
Kritik Ilmiyyah Atas Pemikiran Dr. Quraish Shihab (Bagian Pertama)
Kritik Ilmiyyah Terhadap Pemikiran Dr. Muh. Quraish Shihab (Bagian 2)
Mantan Presiden Iran, Hashemi Rafsanjani, Mengakui Syi’ah Takfiri Tulen, Penyebab Lahirnya Al-Qaida/ISIS. Respons Ulama Sunni Terhadap Pengkafiran Sahabat Rasulullah SAW
Mengapa Syiah Menggunakan Istilah Takfiri-Wahabi? Kelompok Takfiri sebenarnya Syiah, Kelompok Radikal Jika Merujuk Definisi BNPT
Mengapa Syiah Menggunakan Istilah Takfiri-Wahabi?
Mengapa Ulama Syiah Sangat Perhatian dengan Taqiyah?
Manuskrip perdebatan imam ja’far ash shadiq dengan orang syiah
“Musibah” Syiah di Negeri Sunni
Masukan Untuk Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin Terkait Risalah Amman
Masukan Untuk Menteri Agama ( 2 ), Hukum Mencaci Istri Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Mewaspadai Syiah Di Indonesia. Strategi Syiah Berusaha Benturkan Pemerintah dengan Umat Islam
Masih Ada Yang Bilang Syiah Tidak Sesat, Ngaji Dimana? Hindari Penyebutan Islam Sunni Dan Islam Syiah. Jangan Duduk-Duduk Dengan Syiah,Syiah Indonesia Menganggap Abu Bakar, Umar, Dan Utsman Bukan Pemimpin Yang Sah !
Mana yang Lebih Berbahaya, Syi’ah atau Khawarij?
Nashibi Adalah Ahlus Sunnah Di Mata Syi'ah !
Neraka lebih Marah Kepada Ahlus Sunnah Daripada Kaum Nashrani [Kata Syi'ah]
Persamaan Syiah (Rafidhah) Dengan Khawarij
Perayaan Tahunan Haul “Kesyahidan” Sayyidah Fathimah Az-Zahra Dimana Syiah Mendoktrin Radikalisme Bara Api Kebencian Bahwa Shahabat Nabi, Umar Bin Khathab Dibantu Para Shahabat Lain Adalah Pembunuh Fathimah Az-Zahra Binti Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam !!
Pengkhianatan Syiah: Murtad Menjadi Kristen Lebih Menyenangkan daripada Terus Menjadi Sunni
Pengamat: Caci Maki Sahabat seperti Syiah Harus Dikenakan SE “Hate Speech”
Perkataan Ajaib Rasulullah Tentang Syi’ah Yang Terbukti Hari Ini
Pimpinan NU Dan Muhammadiyah Dukung keputusan Walikota Bogor Larang Acara Syiah, Saatnya Melarang Syiah Di NKRI !
Perbedaan Kita Dengan Syiah Hanya Furuiyah, Benarkah?
Pemerintah Malaysia Ajak Rakyat Bantu Halau Paham Syiah (Semoga Pemerintah Kita Menirunya)
[Peristiwa Lama Melawan Lupa] Prof. Dr. Quraish shihab, Umar Shihab, Azyumardi Azra, Amien Rais, dan Din Syamsuddin menyatakan mazhab syi’ah tidak sesat
Potret Kejahatan Syi’ah dalam Sejarah
Quraish Shihab, Syi’ah, dan Jilbab
Syiah – Grup Takfiri Terbesar Dunia. Kejahatan Syi'ah Khomeini Dan Iran
Sebelum Ada “ Tuduhan Wahabi ( Salafi ) “ , Sejak Abad 14 H Kejahatan Takfiri Syiah Mendominasi Sejarah Islam ! Hegemoni Syi’ah Sejak Hasan Al ‘Askari ( Imam Ke-11).
syi'ah termasuk dalam klasifikasi /golongan Kafir Harbi
Syiah Sang Pendusta
Syi'ah di Indonesia Sering Lakukan Kebohongan Publik
[Siapa akan menyusul "hasan syahatah"] mengapa pencaci sahabat dan istri rasul itu dibunuh !!!
Syaikhul Azhar Sayyid Dr. Muhammad Thanthawi (Dan Lainnya) : Penghina Istri Dan Sahabat Nabi Keluar dari Islam
Sikap Imam-imam Ahlul Bait terhadap Penghina Sahabat Rasulullah
Soal Mengkafirkan Syiah
Syiah Dari Konsep Imamahnya
Sekilas sejarah hitam syiah sepanjang zaman
Sejarah hitam syiah laknatullah sepanjang zaman
Siapa Penggagas Agama Syiah?
Siapakah Nashibi Di Mata Syi'ah ? Siapa Yang Suka Menggelari Ahlus Sunnah Dengan Nawashib Kalau Bukan Rafidhah?
Siapakah Nashibi Di Mata Syi'ah ? "Tuduhan Nawasib" Mainan Syiaher berbulu Sunni !
SYIAH jauh Lebih Berbahaya Dari ISIS [Untuk Pendusta Yang Kebiasaan bersumpah " Demi Allah " ]
Syi’ah Itu Sesat Juragan (Sebuah Masukan untuk Bapak Profesor Umar Syihab dan Bapak Profesor Din Syamsuddin)
Takfiri Syiah (ABI) Jadi Bunglon Di Kantor Deputi VI Kemenko Polhukam, Dengan Memutar Balikan Dan Menyembunyikan Kejahatan Takfirinya Terhadap Al-Qur'an, Istri Dan Sahabat Nabi Serta Ahlus Sunnah !
Tanggapan Majlis Islam Suriah Atas Kebusukan Mulut Ali Khamenei Laknatullah 'Alaihi. Menunjukan Iran Dan Gerombolan Qum Kelompok Takfiri Tulen.
Tidak Peduli Desakan Internasional, Malaysia/Brunei Berani Melarang Syiah, Singapura Perlakukan Syi'ah Dan Ahmadiyah Bukan Bagian Dari Islam. Indonesia Kapan/Takut ??!
Untuk Mereka Yang Memberi Gelar Ahlussunnah Dengan Nawashib
Ustadz Farid Achmad Okbah: Syiah lebih jahat dari Israel
Untuk Quraish Shihab, Umar Shihab, Alwi Shihab, Umar Shihab (Ketua Majelis Syuro IJABI), .....para Syi’aher militan……kamuflaser syi'aher.......para peternak “kambing hitam jahiliyah” wahabi dan pengadu domba NU-Wahhabi ??!! [ gemar menuding wahhabi/penghina ( sifat ) Allah, al-Wahhab ]….…..dan taqiyaher sejenis!!!!
Ucapan Dungu (Ahmaq) dan Bodoh (Jaahil) tokoh umat Islam dan tokoh masyarakat yang empati dan simpati dengan syiah.
Video Fatwa Ulama Takfiri Syiah : Naikilah Truk, Masuklah Ke Markas Musuh Dan Ledakkan Dirimu, Kamu Masuk Surga !
Video .. Mengapa Syiah Minta Agar Presiden Mohamed Morsi Segera Dibunuh?
Video Yang Menggoncangkan Keyakinan 100 Juta Syiah Dan Menyenangkan 1,5 Milyar Muslim Sunni !!
Waspada! Jangan Tertipu Oleh Propaganda Persaudaraan Ahlussunnah Dengan Syiah Rafidhah Iran: Rekam Jejak Berdarah Dari Sebuah Negeri Sumber Fitnah
Waspada, Politik Adu Domba Sesama Ahlussunnah Meningkat, Sedangkan Syiah Bersiap-Siap!
Wahabi Dan Keluarga Nabi
Wahabi (Muhammad Bin Abdul Wahab) Memberi Nama Anaknya Dengan Nama-Nama Keluarga Nabi, Yaitu Ali, Fathimah, Hasan Dan Husein.
Zakir Naik : Syiah Kelompok Pendusta! Laknatlah Aku, Jangan Abu Bakar Dan Umar
173 File Video (Data & Fakta Langsung Dari Sumbernya) Membongkar Bahaya Ajaran Syiah
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Tambahan :
Membedah Syubhat-Syubhat “Buku Pintar Berdebat Dengan Wahabi”

Oleh : Ustadz Abu Ahmad Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah
berdebat dengan wahabiDi antara karakteristik ahli bid’ah dari masa ke masa, bahwasanya mereka selalu mencela dan mencoreng citra Ahli Sunnah wal Jama’ah untuk menjauhkan umat dari al-haq. Al-Imam Abu Hatim ar-Razi Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Ciri ahli bid’ah adalah mencela ahlil atsar.” (Ashlu Sunnah hlm. 24)
Al-Imam Abu Utsman ash-Shabuni Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Tanda yang paling jelas dari ahli bid’ah adalah kerasnya permusuhan mereka kepada pembawa Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka melecehkan dan menghina Ahli Sunnah dan menamakan Ahli Sunnah dengan Hasyawiyyah, Jahalah, Dhahiriyyah, dan Musyabbihah.” (Aqidah Salaf Ashabul Hadits hlm. 116)
Di antara deretan buku-buku ‘hitam’ yang mencela ulama Sunnah adalah Buku Pintar Berdebat Dengan Wahabi yang beredar belakangan ini. Buku ini penuh dengan banyak cercaan, kedustaan, tadlis (manipulasi), dan pengkhianatan ilmiah terhadap Dakwah Salafiyyah.
Mengingat kitab ini telah menyebar di kalangan kaum muslimin—bahkan banyak dijadikan rujukan oleh para pemasar bid’ah—maka untuk menunaikan kewajiban kami dalam nasihat kepada kaum muslimin dan membela dakwah yang haq, dengan memohon pertolongan kepada Allah akan kami paparkan telaah kritis terhadap buku ini agar menjadi kewaspadaan dan peringatan bagi kita semua.
Penulis dan Penerbit Buku Ini

Buku ini ditulis oleh Muhammad Idrus Ramli dan diterbitkan oleh Bina Aswaja, Surabaya, cetakan ketujuh, Rajab 1433 H/Juni 2012 M.
PENULIS MENGINGKARI “ALLAH DI LANGIT”
Penulis berkata di dalam hlm. 16: Allah juga Maha Suci dari tempat dan arah. Allah ada tanpa tempat.
Dia juga berkata di dalam hlm. 18:
Tidak jarang, kaum Wahabi menggunakan ayat-ayat Al-Qur‘an untuk membenarkan keyakinan mereka, bahwa Allah bertempat di langit. Akan tetapi dalil-dalil mereka dapat dengan mudah dipatahkan dengan ayat-ayat Al-Qur‘an yang sama.
KAMI KATAKAN:
Tidak syak lagi bahwa bahwa penulis telah terpengaruh dengan pemikiran Mu’tazilah yang menolak sifat-sifat Allah seperti istiwa‘ dan yang lainnya. Ini menyelisihi manhaj Ahlis Sunnah wal Jama’ah yang menetapkan semua sifat yang tsabitah bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Yang shahih adalah bahwa “Allah bersemayam di atas ’Arsy di atas semua makhluk-Nya”. Al-Qur‘an, hadits shahih, dan fitrah yang bersih serta cara berpikir yang sehat adalah dalil-dalil yang qath’i yang mendukung kenyataan bahwa Allah berada di atas ’Arsy:
Allah Ta’ala berfirman:

ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ

Allah Yang Maha Pengasih itu beristiwa‘ di atas ’Arsy. (QS Thaha [20]: 5)
Keterangan bahwa Allah bersemayam di atas ’Arsy terdapat dalam tujuh surat, yaitu: al-A’raf [7]: 54, Yunus [10]: 3, ar-Ra’d [51]: 2, Thaha [20]: 5, al-Furqan [25]: 59, as-Sajdah [22]: 4, dan al-Hadid [59]: 4.
Para tabi’in menafsirkan istiwa‘ dengan “naik dan tinggi”, sebagaimana diterangkan dalam hadits al-Bukhari (lihat Syarh al-’Aqidah al-Wasithiyyah, asy-Syaikh al-Fauzan hlm. 73–75 cet. Maktabah al-Ma’arif).
1.    Dan Allah Ta’ala berfirman:
2.     
ءَأَمِنتُم مَّن فِى ٱلسَّمَآءِ أَن يَخْسِفَ بِكُمُ ٱْلأَرْضَ

Apakah kalian merasa aman terhadap “Yang di langit” bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kalian? (QS al-Mulk [67]: 16)
Menurut Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu, yang dimaksud dengan “Yang di langit” adalah Allah, seperti disebutkan dalam kitab Tafsir Ibnul Jauzi.
2. Dan Allah Ta’ala berfirman:

يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ

Mereka takut kepada Tuhan mereka yang (ada) di atas mereka. (QS an-Nahl [16]: 50)
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mi’raj ke langit ketujuh dan berdialog dengan Allah serta diwajibkan untuk melakukan shalat lima waktu. (Muttafaqun ’alaih)
4. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Kenapa kamu tidak mempercayaiku, padahal aku ini dipercaya oleh Allah yang ada di langit?” (Muttafaqun ’alaih)
5. Di dalam Shahih Muslim (no. 537) bahwa ada seorang jariyah (budak perempuan) penggembala kambing ditanya oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Di manakah Allah?” Jawab budak perempuan, “Di atas langit.” Beliau bertanya (lagi), “Siapakah aku?” Jawab budak itu, “Engkau adalah Rasulullah.” Beliau bersabda, “Merdekakan ia, karena sesungguhnya ia mukminah (seorang perempuan yang beriman).”
6. Al-Imam Malik, ketika ditanya tentang masalah istiwa‘ (tingginya) Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas ’Arsy-Nya berkata, “Istiwa‘ (Allah) sudah sama dipahami, dan bagaimana (hakikat)nya tidak diketahui, sedangkan mengimaninya adalah wajib, dan bertanya tentang bagaimana (hakikat) Allah ber-istiwa‘ adalah bid’ah.” (Lihat Mukhtashar al-’Uluwoleh al-Imam adz-Dzahabi hlm. 141.)
7. Al-Imam Abdullah bin Mubarak Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Kita mengetahui bahwa Tuhan kita berada di atas langit yang tujuh; ber-istiwa‘ di atas ’Arsy-Nya; terpisah dari makhluk-Nya. Kami tidak mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Jahmiyyah.” (Lihat Mukhtashar al-’Uluw oleh al-Imam adz-Dzahabi hlm. 151.)
8. Al-Imam al-Auza’i Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Kami dan para Tabi’in mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah penyebutannya di atas ’Arsy-Nya dan kami mengimani apa saja yang terdapat di dalam Sunnah.’” (Lihat Mukhtashar al-’Uluw oleh al-Imam adz-Dzahabi hlm. 138.)
9. Al-Imam Abu Hanifah Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Barangsiapa yang mengatakan ‘Saya tidak tahu apakah Tuhan saya berada di langit atau bumi’ berarti dia telah kafir.” (Lihat Mukhtashar al-’Uluw oleh al-Imam adz-Dzahabi hlm. 136.)
10. Al-Imam Ibnu Khuzaimah Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Barangsiapa yang tidak menetapkan sesungguhnya Allah Ta’ala di atas ’Arsy-Nya Dia istiwa‘ di atas tujuh langit-Nya, maka ia telah kafir dengan Rabbnya…” (Diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam kitab Ma’rifah Ulumul Hadits hlm. 84 dengan sanad yang shahih)
KEDUSTAAN-KEDUSTAAN PENULIS
Penulis berkata di dalam hlm. 90:
Misalnya Abdul Muhsin Al-‘Abbad dari Madinah menganggap Al-Albani berfaham Murji’ah. Hamud Al-Tuwaijiri dari Riyadh menilai Al-Albani telah mulhid (tersesat)…
KAMI KATAKAN:
Demikianlah penulis telah membuat kedustaan yang besar yang diketahui oleh setiap orang yang memiliki perhatian terhadap perikehidupan para ulama, penulis telah melecehkan para ulama Sunnah dan membuat kebohongan-kebohongan atas mereka.
Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad SANGAT MENGHORMATI Syaikh al-Albani sebagaimana Syaikh al-Albani juga sangat menghormati beliau. Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad tidak pernah menuduh Syaikh al-Albani Murji’ah bahkan beliau mengatakan:
 قد كان رحمه الله من العلماء الأفذاذ الذين أفنوا أعمارهم في خدمة السنة و التأليف فيها و الدعوة إلى الله عز و جل و نصرة العقيدة السلفية و محاربة البدعة، و الذب عن سنة الرسول- صلى الله عليه و سلم-
“Beliau Syaikh al-Albani termasuk para ulama yang menonjol yang menghabiskan umur mereka di dalam pengabdian kepada Sunnah, berdakwah ilallah, membela aqidah salaf, memerangi bid’ah, dan membela sunnah Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Tarjamah Syaikh al-Albani dari www.albani.org dan lihat juga buku kami Barisan Ulama Pembela Sunnah Nabawiyyah hlm. 172 cet. kedua)
Demikian juga Syaikh Hamud at-Tuwaijiri sangat menghormati Syaikh al-Albani dan beliau mengatakan tentang Syaikh al-Albani:
 الألباني – الآن – علم على السنة ، الطعن فيه إعانة على الطعن في السنة
“Syaikh al-Albani sekarang adalah lambang dari Sunnah, mencela beliau akan memudahkan cela pada Sunnah.” (Sirah al-Allamah Hamud bin Abdullah at-Tuwaijiri hlm. 14 dan lihat juga buku kami Barisan Ulama Pembela Sunnah Nabawiyyah hlm. 165 cet. kedua)
BID’AH HASANAH MENURUT PENULIS
Penulis berkata di dalam hlm. 36:
Dalam acara itu saya menjelaskan, bahwa pembagian bid’ah menjadi dua, bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah, merupakan keharusan dan keniscayaan dan pengamalan sekian banyak hadits Rasulullah yang shahih dan terdapat dalam kitab-kitab hadits yang otoritatif (mu’tabar) Karena meskipun Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Muslim: 867)
Ternyata Rasulullah juga bersabda: “Barangsiapa yang MEMULAI mengerjakan perbuatan baik dalam Islam, maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk, maka dia akan mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR Muslim: 1017)
Dalam hadits pertama Rasulullah menegaskan bahwa setiap bid’ah adalah sesat. Tetapi dalam hadits kedua, Rasulullah menegaskan pula, bahwa barangsiapa yang MEMULAi perbuatan baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahalanya dn pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya. Dengan demikian, hadits kedua jelas membatasi jangkauan makna hadits yang pertama “kullu bid’atin dhalalah” (setiap bid’ah adalah sesat) sebagaimana dikatakan oleh Imam An-Nawawi dan lain-lain.
KAMI KATAKAN:
Demikianlah penulis berusaha melegalkan bid’ah hasanah dengan menyebarkan pemahaman yang keliru tentang hadits Man Sanna fil Islam Sunnatan Hasanatan padahal tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan “Man sanna fil Islam” yang artinya “Barangsiapa berbuat dalam Islam”, sedangkan bid’ah tidak termasuk dalam Islam; kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan “sunnatan hasanatan” yang berarti “sunnah yang baik”, sedangkan BID’AH BUKAN YANG BAIK. Tentu berbeda antara berbuat sunnah dan mengerjakan bid’ah.
Jawaban lainnya, bahwa kata-kata “Man sanna” bisa diartikan pula “BARANGSIAPA MENGHIDUPKAN SUATU SUNNAH”, yaitu sunnah yang telah ditinggalkan dan pernah ada sebelumnya. Jadi kata “sanna” tidak berarti membuat sunnah dari dirinya sendiri, melainkan menghidupkan kembali suatu sunnah yang telah ditinggalkan.
Ada juga jawaban lain yang ditunjukkan oleh sabab wurud (sebab timbulnya) hadits di atas, yaitu kisah orang-orang yang datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mereka itu dalam keadaan yang amat sulit. Maka beliau menghimbau kepada para sahabat untuk mendermakan sebagian dari harta mereka. Kemudian datanglah seorang Anshar dengan membawa sebungkus uang perak yang kelihatannya cukup banyak, lalu diletakkannya di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Seketika itu berseri-serilah wajah beliau dan bersabda, “Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti (meniru) perbuatannya itu.”
Dari sini dapat dipahami bahwa arti “sanna” ialah melaksanakan (mengerjakan), BUKAN BERARTI MEMBUAT (MENGADAKAN) SUATU SUNNAH. Jadi, arti dari sabda beliau “Man sanna fil Islami sunnatan hasanatan” yaitu: “Barangsiapa melaksanakan sunnah yang baik dalam Islam”, bukan membuat atau mengadakannya karena yang demikian ini dilarang berdasarkan sabda beliau “Kullu bid’atin dhalalah”. (Lihat al-Ibda’ fi Kamalisy Syar’i wa Khatharil Ibtida’.)

MENOLAK HADITS SHAHIH
Penulis di dalam hlm. 21–22 Menyebutkan hadits Jariyah yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim di dalam Shahih-nya 2/70:
 
 فَقَالَ لَهَا أَيْنَ اللَّهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ

 “Lalu beliau bertanya kepada budak wanita tersebut, ‘Di manakah Allah?’ Budak itu menjawab, ‘Di langit.’ Beliau bertanya, ‘Siapakah aku?’ Dia menjawab, ‘Engkau adalah utusan Allah.’ Beliau bersabda, ‘Bebaskanlah dia, karena dia seorang wanita mukminah.’”

Kemudian penulis berkata: "Ada tiga tinjauan berkaitan dengan hadits yang Anda sebutkan. Pertama dari aspek kritisisme ilmu hadits (naqd al-hadits) Hadits yang Anda sebutkan menurut para ulama tergolong hadits mudhtarib (hadits yang simpang siur periwayatannya), sehingga kedudukannya menjadi lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah. Kesimpangsiuran periwayatan hadits tersebut, dapat dilihat dari perbedaan setiap perawi dalam meriwayatkan hadits tersebut. Ada yang meriwayatkan Nabi tidak bertanya dimana Allah. Akan tetapi Nabi bertanya, apakah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah."

KAMI KATAKAN:
Demikianlah, untuk melegalkan pemikiran sesatnya bahwa Allah tidak di langit, penulis telah berani menolak hadits yang disepakati keshahihannya oleh para ulama. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani Rahimahullahu Ta’alaberkata, “Hadits ini disepakati keabsahannya oleh para ulama muslimin semenjak dahulu hingga sekarang dan dijadikan hujjah oleh imam-imam besar, seperti Malik, asy-Syafi’i, Ahmad, dan lainnya. Dan dishahihkan oleh Muslim, Abu ’Awanah, Ibnul Jarud, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan orang-orang yang mengikuti mereka dari para pakar dan sebagian mereka adalah para penakwil, seperti al-Baihaqi, al-Baghawi, Ibnul Jauzi, adz-Dzahabi, (Ibnu Hajar) al-Asqalani, dan lainnya.
Lantas, bagaimana pendapat seorang muslim yang berakal terhadap orang jahil dan sombong yang menyelisihi para imam dan pakar tersebut, bahkan mencela lafal (yang diucapkan) Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah dishahihkan oleh para ulama tersebut?!” (Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 1/11)
Al-Imam al-Baihaqi Rahimahullahu Ta’ala mengatakan, “Hadits ini shahih. Dikeluarkan oleh Muslim.” (al-Asma‘ wash Shifat hlm. 532–533)
Al-Imam adz-Dzahabi Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Hadits ini shahih. Dikeluarkan oleh Muslim, Abu Dawud, an-Nasa‘i, dan imam-imam lainnya dalam kitab-kitab mereka dengan memperlakukannya sebagaimana datangnya tanpa takwil dan tahrif.” (al-’Uluw lil ’Aliyyil ’Azhim 1/249)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullahu Ta’ala mengatakan, “Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Muslim.” (Fathul Bari13/359)
Sepanjang pengetahuan kami, tidak ada satu pun dari ulama hadits yang menyebutkan bahwa hadits tersebut adalah mudhtarib, maka penulis telah melakukan pelemahan hadits dengan dalih dari kantongnya sendiri.
BERARGUMEN DENGAN HADITS LEMAH

Penulis berkata di dalam hlm. 10: Sebagai penegasan bahwa Nabi yang telah wafat, dapat mendoakan orang yang masih hidup, adalah hadits berikut
عن عبد الله بن مسعود عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: حياتي خير لكم ، تحدثون ويحدث لكم ، ووفاتي خير لكم ، تعرض علي أعمالكم ، فما رأيت من خير حمدت الله عليه ، وما رأيت من شر استغفرت الله لكم من خير حمدت الله عليه ، وما رأيت من شر استغفرت الله لكم


“Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah bersabda: ‘Hidupku lebih baik bagi kalian. Kalian berbuat sesuatu, aku dapat menjelaskan hukumnya. Wafatku juga lebih baik bagi kalian. Apabila aku wafat, maka amal perbuatan kalian ditampakkan kepadaku. Apabila aku melihat amal baik kalian, aku akan memuji kepada Allah. Dan apabila aku melihat sebaliknya, maka aku akan memintakan ampun kalian kepada Allah.’” (HR al-Bazzar, 1925)
KAMI KATAKAN:
Ini adalah hadits yang lemah. Ia diriwayatkan oleh al-Bazzar di dalam Musnad-nya 5/308 dari Yusuf bin Musa dari Abdul Majid bin Abdil Aziz bin Abi Rawwad dari Sufyan dari Abdullah bin Saib dari Zadzan dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ يُبَلِّغُونِي عَنْ أُمَّتِي السَّلَامَ قَالَ: وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حَيَاتِي خَيْرٌ لَكُمْ تُحَدِّثُونَ وَنُحَدِّثُ لَكُمْ ، وَوَفَاتِي خَيْرٌ لَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيَّ أَعْمَالُكُمْ ، فَمَا رَأَيْتُ مِنَ خَيْرٍ حَمِدْتُ اللَّهَ عَلَيْهِ ، وَمَا رَأَيْتُ مِنَ شَرٍّ اسْتَغْفَرْتُ اللَّهَ لَكُمْ

“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat Sayyahin (yang berkeliling) di bumi. Mereka menyampaikan salam dari umatku kepadaku.” Abdullah berkata, “Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Hidupku lebih baik bagi kalian. Kalian berbicara dan kami berbicara kepada kalian. Wafatku juga lebih baik bagi kalian. amal perbuatan kalian ditampakkan kepadaku. Apabila aku melihat amal baik kalian, aku akan memuji kepada Allah. Dan apabila aku melihat sebaliknya, maka aku akan memintakan ampun kalian kepada Allah.’”
Al-Bazzar Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Dan hadits ini, (bagian) akhirnya kami tidak mengetahui diriwayatkan dari Abdullah kecuali dari jalan dengan sanad ini.”
Abdul Aziz bin Abi Rawwad telah sendirian di dalam meriwayatkan hadits ini dari Sufyan ats-Tsauri dengan tambahan “Hidupku lebih baik bagi kalian…”, dia telah diselisihi oleh banyak dari para perawi yang tsiqah dari para sahabat Sufyan ats-Tsauri yang meriwayatkan hadits ini dari Sufyan tanpa tambahan di atas.
Para perawi yang tsiqah tersebut adalah: Yahya al-Qaththan, Abdurrahman bin Mahdi, Waki’ bin Jarrah, Ibnul Mubarak, Abdurrazzaq bin Hammam, Mu’adz al-’Anbari, Muhammad bin Yusuf al-Firyabi, Abdullah bin Numair, Zaid bin Habbab, Ubaidullah bin Musa, Abu Nu’aim, Fudhail bin ’Iyadh, Muhammad bin Katsir, dan Abu Ishaq al-Fazari, yang total jumlah mereka ada 14 orang (riwayat mereka ada di dalam Sunan an-Nasa‘i 3/43, Musnad Ahmad 1/452 dan yang lainnya, lihat Silsilah Ahadits Dha’ifah: 975 dan Fatawa Haditsiyyah 2/14).
Maka riwayat Abdul Majid bin Abi Rawwad adalah mungkar, dia dilemahkan oleh Abu Hatim Ibnu Sa’ad, Abu Zur’ah, Daruquthni, dan yang lainnya.
Hadits ini dilemahkan oleh al-’Ujluni di dalam Kasyful Khafa’ 1/442, al-Hafizh al-’Iraqi di dalam Mughnil Isfar 2/1051, dan Ibnul Qaisarani di dalam Ma’rifat Tadzkirah 3/1250.
Syaikh al-Albani Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Dan kesimpulannya bahwa hadits ini adalah lemah dengan seluruh jalan-jalannya.” (Silsilah Dha’ifah 2/406)
Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Hadits ini termasuk mungkar-mungkar Abdul Majid bin Abi Rawwad.” (Arsip Multaqa Ahlil Hadits 27/327)
Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini menyebutkan bahwa hadits ini mungkar secara matan dengan dalil hadits yang Muttafaq ’Alaih dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ألا وإنه سيجاءُ برجالٍ من أمتي، فيؤخذُ بهم ذات الشمال، فأقولُ: يا ربِّ أصحابي، فقال: إنك لا تدري ما أحدثوا بعدك
“Ingat, sesungguhnya beberapa orang dari umatku akan didatangkan lalu mereka diambil ke golongan kiri, aku berkata, ‘Wahai Rabb, (mereka itu) sahabat-sahabatku.’ Dikatakan, ‘Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka buat-buat sepeninggalmu.’”
Hadits ini merupakan dalil bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengetahui amalan-amalan umat beliau setelah beliau wafat. (Lihat Fatawa Haditsiyyah 2/16.)
Penutup
Inilah yang bisa kami sampaikan kepada para pembaca tentang jawaban-jawaban terhadap syubhat-syubhat buku ini. Sebetulnya masih banyak hal-hal lain dari syubhat-syubhat buku ini yang perlu dijelaskan, tetapi insya Allah yang telah kami paparkan di atas sudah bisa memberikan peringatan kepada kita tentang bahaya buku ini. Semoga Allah selalu menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendengarkan nasihat dan mengikutinya.
Amin.
والله أعلم بالصواب
sumber : 
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Artikel ini, juga ditujukan kepada :
Ustadz KH. Muhammad Idrus Ramli
Ustadz KH. Lutfi Bashori
Ustadz KH. Buya Yahya Zainul Ma'arif
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Sanggahan terhadap artikel lamurkha silahkan kirim ke :
akan diteruskan kepenulis (sumber).
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●