Saturday, August 19, 2017

Jama'ah Tabligh Termasuk Ahlul Bid'ah Dari Firqah Shufiyyah. Keanehan-Keanehan Kitab Tablighi Nishab (Fadhailul ‘Amal). Kebencian Dan Kedengkian Mereka Yang Sangat Dalam Kepada Imam-Imam Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Muhammad Bin Abdul Wahhab Dan Lain-Lain.


Bahkan salah seorang amir dari firqah tabligh ini pernah berkata dengan sangat marah sekali, "Kalau seandainya aku memiliki kekuatan sedikit saja, pasti akan aku bakar kitab-kitab Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim dan Ibnu Abdul Wahab. Dan aku tidak akan tinggalkan sedikitpun juga dari kitab-kitab mereka yang ada di permukaan bumi ini. "(Dari kitab al-Qaulul Baligh fit Tahdzir min Jama'atit Tabligh hal. 44-45 oleh Syaikh Hamud bin Abdulah bin Hamud at-Tuwaijiriy).

Sudahkah Anda Mengenal Jama'ah Tabligh?

Jama'ah Tabligh termasuk ahlul bid'ah dari firqah shufiyyah. Firqah tabligh ini terbit dari India yang dilahirkan oleh seorang shufi tulen bernama Muhammad Ilyas. Kemudian firqah ini mulai mengembangkan ajarannya dan masuk ke negeri-negeri Islam seperti Indonesia, Malaysia dan lain-lain.
Ketidaktahuan mereka terhadap Islam, mereka hanya melihat Islam dari satu bagian dan tidak secara keseluruhan sebagaimana yang Allah perintahkan, "Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam (ajaran) Islam secara kaffah (keseluruhan)." (Al-Baqarah: 208 )

Kerusakan aqidah mereka yang dipenuhi dengan kesyirikan yang berdiri di atas manhaj shufiyyah. Ibadah mereka yang dipenuhi dengan bid'ah yang sangat jauh dari Sunnah. Akhlak dan adab mereka yang dibuat-buat sangat jauh dari akhlak Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya.
Mereka sangat fakir dan miskin dari ilmu karena mereka sangat menjauhi ilmu. Kebencian dan kedengkian mereka yang sangat dalam kepada imam-imam Ahlus Sunnah wal Jama'ah seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab dan lain-lain.

Bahkan salah seorang amir dari firqah tabligh ini pernah berkata dengan sangat marah sekali, "Kalau seandainya aku memiliki kekuatan sedikit saja, pasti akan aku bakar kitab-kitab Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim dan Ibnu Abdul Wahab. Dan aku tidak akan tinggalkan sedikitpun juga dari kitab-kitab mereka yang ada di permukaan bumi ini. "(Dari kitab al-Qaulul Baligh fit Tahdzir min Jama'atit Tabligh hal. 44-45 oleh Syaikh Hamud bin Abdulah bin Hamud at-Tuwaijiriy) .

Alangkah besarnya kebencian dan permusuhan mereka terhadap pembela-pembela Sunnah.
BID'AH-BID'AH JAMA'AH TABLIGH
Di antara bid'ah-bi'ah Jama'ah Tabligh ialah "ushul sittah" (kebijakan yang enam) yaitu:

Pertama: Kalimat Thayyibah.
Yaitu dua kalimat syahadat: Asyhadu alla ilaaha illallah wa asy hadu ana Muhammadar-Rasulullah. Yang mereka maksudkan hanya terbatas pada tauhid rububiyyah, yaitu mengesakan Allah di dalam penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, pengaturan-Nya dan lain-lain.
Tauhid inilah yang mereka amalkan dan menjadi dasar di dalam dakwah mereka. Adapun tauhid uluhiyyah atau tauhid ubudiyyah (yaitu mengesakan Allah di dalam beribadah kepada-Nya) dan tauhid asma 'wassifat (mengesakan Allah di dalam nama dan sifat-Nya tanpa ta'wil) tidak ada pada mereka baik secara ilmu maupun amal dan dakwah. Oleh karena itu, mereka membatasi berhala, istimewa pada zaman ini, hanya lima macam berhala:

1. Berhala pertama yaitu: Berusaha mencari rezeki dengan menjalani sebab-sebabnya seperti berdagang atau membuka toko dan lain-lain dari jalan yang halal.
Inilah yang dikatakan berhala oleh Jama'ah Tabligh! Karena dia akan melalaikan manusia dari kewajiban agama kecuali kalau mereka khuruj (di jalan Allah menurut istilah firqah Jama'ah Tabligh) bersama Jama'ah Tabligh !?

2. Berhala yang kedua yaitu: Keluarga dan teman.
Karena mereka ini pun melalaikan manusia dari menegakkan kewajiban kecuali kalau mereka khuruj bersama Jama'ah Tabligh !?

3. Berhala yang ketiga yaitu: Nafsu Ammaarah Bissuu '(nafsu yang memerintahkan berbuat kejahatan).
Karena menurut mereka nafsu ammaarah ini menghalangi menusia dari berbuat kebaikan dan dari jalan Allah seperti khuruj bersama Jama'ah Tabligh.

4. Berhala yang keempat: Hawa Nafsu.
Karena menurut Jama'ah Tabligh hawa nafsu ini akan menghalangi manusia dari kebaikan seperti khuruj bersama mereka.

5. Berhala yang kelima yaitu: Syaithon
Yang terakhir ini menurut firqoh tabligh sangat besar menghalangi manusia dari kebaikan seperti khuruj bersama Jama'ah Tabligh.
Pada hakikatnya Jama'ah Tablighlah yang dihalangi oleh syaithan dari kebenaran yang sangat besar yaitu mengikuti Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan diperintah untuk mengerjakan kejahatan yang besar yaitu bid'ah. Karena bid'ah lebih dicintai iblis dari maksiat dan sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan Jama'ah Tabligh termasuk ahlul bid'ah yang mengikuti sunnahnya shufiyyah.

Kedua: Shalat Lima Waktu (shalat Jum'at, shalat jama'ah di masjid, shalat yang khusyu ', shalat pada shaf yang pertama, memperbanyak shalat-shalat sunnah dan lain-lain)
Akan tetapi Jama'ah Tabligh telah melalaikan beberapa kewajiban untuk menegakkan amal-amal di atas di antaranya:

ilmu Mereka beramal dengan kebodohan tanpa ilmu kecuali ilmu fadhaa-il (keutamaan-keutamaan amal) sebagaimana akan datang keterangannya pada dasar yang ketiga.
mengikuti Sunnah
Mereka meninggalkan mengikuti Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan berpegang kepada bid'ah, taqlid dan ta'ashshub madzhabiyyah.
Melalaikan mempelajari rukun-rukun, kewajiban-kewajiban dan hukum-hukum dari amal-amal di atas.
Oleh karena itu, kita lihat mereka tidak mengerti cara shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Adapun masjid, maka mereka mangajak ke masjid-masjid tempat mereka berkumpul.

Ketiga: Ilmu Yang mereka maksudkan dengan ilmu ialah:

1. Ilmu fadhaa-il yaitu tentang mempelajari keutamaan-keutamaan amal menurut mereka. Adapun ilmu tauhid dan Ahkaam (hukum-hukum) dan masalah-masalah fiqhiyyah (fikih) dan ilmu berdasarkan dalil-dalil al-Kitab dan Sunnah, mereka sangat jauh sekali dan melarangnya bahkan memeranginya.

2. Ilmu tentang rukun iman dan Islam. Akan tetapi mereka memelajarinya atas dasar tarekat-tarekat shufiyyah, khurafat-khurafat, hikayat-hikayat yang batil dan ta'ashshub madzhabiyyah.

Keempat: Memuliakan atau menghormati kaum Muslimin.
Menurut firqoh tabligh, setiap orang yang mengucapkan dua kalimat "Laa ilaaha illallah Muhammadar-Rasulullah", maka wajib bagi kita memuliakan dan menghormatinya meskipun orang tersebut telah mengerjakan sebesar-besar dosa besar seperti syirik. Menurut mereka: "Kami tidak membenci pelaku maksiat akan tetapi yang kami benci adalah maksiatnya !!"
Di dalam dasar yang keempat ini, mereka sangat berlebihan menghormati atau memuliakan kaum muslimin dengan meninggalkan nahi munkar dan nasihat dan dengan cara yang dibuat-buat.

Kelima: Mengikhlaskan niat agar jauh dari riya 'dan sum'ah
Akan tetapi, mereka meninggalkan Sunnah dan mengikuti cara-cara ikhlas di dalam tashawwuf.

Keenam: Khuruj.
Menurut Jama'ah Tabligh makna khuruj keluar di jalan Allah berdakwah yang merupakan jihad yang paling besar. Mereka membatasi dakwah hanya dengan khuruj berjama'ah bersama mereka selama tiga hari dan seterusnya.
Aqidah dan praktek khuruj mereka berasal dari mimpinya pendiri Jama'ah Tabligh yaitu Muhammad Ilyas. Dia bermimpi menafsirkan ayat Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 110 yang artinya:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah."
Berkata Muhammad Ilyas di dalam mimpinya itu ada yang mengatakan kepadanya tentang ayat di atas: "Sesungguhnya engkau (diperintah) untuk keluar kepada manusia seperti para Nabi."
Tidak ragu lagi bagi ahli ilmu bahwa tafsir Muhammad Ilyas atas jalan mimpi mengikuti cara-cara shufiyyah adalah tafsir yang sangat bathil dan rusak. Tafsir syaithaniyyah yang mewahyukan kepada Muhammad Ilyas yang akibatnya timbul bid'ah khuruj yang menyelisihi manhaj para Shahabat. Tafsir Muhammad Ilyas ini menujukkan bahwa dia mendapat wahyu dan diperintah oleh Allah seperti perintah Allah kepada Nabi dan Rasul. Yang pada hakikatnya, syaithanlah yang mewahyukan kepada dia dan kaum shufi yang lainnya demi membuat bid'ah besar.
**
Bid'ahnya Jama'ah Tabligh, amir dan sebagian dari guru-guru mereka dibai'at atas empat macam tarekat shufiyyah yaitu:

1.Naqsyabandiyyah
2.Qaadiriyyah
3.Jisytiyyah
4.Sahruwiyyah
Demikianlah amir tertinggi mereka membai'at pengikutnya atas dasar empat tarekat di atas.
Mereka sangat berpegang dan memuliakan kitab mereka 'Tablighi Nishaab' (Kitab Tablighi Nishaab dinamakan juga kitab Fadlaa-il a'maal) oleh Muahmmad Zakaria Kandahlawiy secara manhaj maupun dakwah. Kitab Tablighi Nishaab ini dipenuhi dengan berbagai macam bid'ah, syirik, tashawwuf, khurafat, hadits-hadits dha'if dan maudlu '.

Di antara bid'ah besar jama'ah tabligh adalah berkumpulnya ratusan ribu jama'ah di Bangladesh pada setiap tahunnya. Di antara ijtima 'bid'iyyah ini keluarlah berbagai macam bid'ah i'tiqad dan amaliyyah yang begitu banyak dikerjakan oleh jama'ah tabligh. Sehingga sebagian dari mereka mengatakan berkumpulnya mereka di Dakka ibukota Bangladesh pada setiap tahunnya lebih utama dari berkumpulnya jamaah haji di Makkah. Mereka meyakini bahwa berdo'a pada akhir ijtima 'di atas mustajab. Mereka meyakini bahwa akad nikah pada hari itu diberkati. Oleh karena itu sebagian dari mereka mengundurkan akad nikahnya sampai hari ijtima 'tahunan di Bangladesh untuk memperolah barakahnya.

Juga di antara bid'ah besar jama'ah tabligh adalah bahwa mereka mewajibkan taqlid dan bermanhaj dengan manhaj tashawwuf sebagaimana telah ditegaskan oleh salah seorang imam mereka yaitu Muhammad Zakaria pengarang kitab Tablighi Nishaab atau kitab Fadlaa-illul a'maal, "... kami menganggap pada zaman ini taqlid itu wajib sebagaimana kami menganggap tashawwuf syar'i itu sedekat-sedekat jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Maka orang yang menyalahi kami dalam dua hal di atas (taqlid dan tashawwuf) maka dia telah berlepas diri dari jama'ah kami ... "(Jamaa'atut Tablligh, Aqaa-iduha, Ta'ri-fuha hal. 69 dan 70 oleh ustad Abi Usamah Sayyid Thaaliburrahman).

Ini menunjukkan bahwa jama'ah tabligh dibangun atas dasar taqlid dan tashawwuf.
Salah seorang imam mereka yang bernama Muhammad Zakaria pengarang kitab Fadlaa-ilul a'maal dengan tegas mengatakan: Bahwa Allah telah menguatkan madzhab hanafi dan Jama'ah Tabligh !!! (Jamaa'atut Tabligh, Aqaa-iduha, ta'rifuha hal. 91 oleh ustadz Abi Usamah Sayyid Thaaliburrahman).

Subhanallah! Sungguh ini sebuah kebohongan besar yang telah dibuat oleh Muhammad Zakaria atas nama Allah. Apakah Allah telah mewahyukan kepadanya setelah terputusnya wahyu bahwa Allah yang telah menguatkan madzhab Hanafi dan Jama'ah Tabligh !? Tidak ragu lagi bagi orang yang beriman bahwa Muhammad Zakaria telah mendapat wahyu dari syaithan.
Berkata Muhammad Zakaria, "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah membagi waktu menjadi tiga bagian: Sepertiga di dalam rumahnya bersama keluarganya, sepertiga mengirim jama'ah untuk tabligh dan sepertiga beliau menyendiri." (Jamaa'atut Tabligh, Aqaa-iduha, Ta' rifuha hal. 92 dan 93 oleh Ustadz Abi Usamah Sayyid Thaaliburrahman).

Subhanallah! Orang ini tidak punya rasa malu berdusta atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menguatkan Jama'ah tablighnya yang sesat dan menyesatkan.
Di antara bid'ah besar Jama'ah Tabligh ialah bahwa ketentuan dan ketetapan berdirinya Jama'ah Tabligh berdasarkan wahyu dari Allah yang Allah masukkan ke dalam hati pendiri jama'ah tabligh yaitu Muhammad Ilyas. (Jamaa'atut Tabligh, Aqaa-iduha, ta'rifuha hal 98 dan 99 oleh Ustadz Abi Usamah sayyid Thaaliburrahman). Oleh karena itu tidak bisa ada perubahan sedikitpun juga meskipun Ulama Ahlus Sunnah telah memperingatkan mereka akan kesesatan mereka.
-Selesai-
---------------------------
((Disalin dari buku Sudahkah Anda Mengenal Jama'ah Tabligh? Karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hal. 28-55, cetakan Darul Qalam-Jakarta))

Studi Kritis Pemahaman Jama’ah Tabligh Dan Kitab Tablighi Nishab

Abu Salma al-Atsari
Sejarah singkat
Jama’ah Tabligh didirikan oleh Syaikh Maulana Ilyas bin Syaikh Muhammad Ismail Al-Kandahlawi Al-Hanafi –Rahimahullah- di benua hindia, tepatnya di kota Sahar Nufur. Beliau dilahirkan tahun 1303 H. di lingkungan keluarga yang mengikuti thariqat Al-Jitsytiyyah ash-Shufiyyah. Beliau orang yang hafidz (hafal Qur’an) dan menimba ilmu di Madrasah Diyuband setelah diba’iat oleh guru besar Thariqat, Syaikh Rasyid Ahmad Al-Katskuhi.

Pusat perkembangan jama’ah tabligh ada di India, tepatnya perkampungan Nidzammudin, Delhi. Mereka memiliki masjid sebagai pusat tabligh yang dikeliliingi oleh 4 kuburan wali. Mereka terkesan sangat mengagungkan masjid tersebut dan menganggap suci masjid yang ada kuburannya tersebut. Da’wah jama’ah tabligh menyebar hingga ke Pakistan, Bangladesh dan negara-negara asia timur dan menyebar hingga ke seluruh dunia. Tujuan dakwah mereka adalah membina ummat islam dengan konsep khuruj/jaulah[1] yang lebih menekankan kepada aspek pembinaan suluk/akhlak, ibadah-ibadah tertentu seperti dzikir, zuhud, dan sabar[2].

Aqidah mereka

Jama’ah tabligh bermanhaj shufi dalam masalah aqidah. Tasawwuf sangatlah mendominasi anggota-anggota jama’ah dimana mereka sangat bersemangat dalam ibadah, dan dzikir, melatih diri dengan sedikit makan dan minum, tidur dan berbicara. Mereka juga mencurahkan perhatian besar terhadap mimpi dan takwilnya. Aqidah mereka menurut pandangan ahlus sunnah wal jama’ah adalah rusak dan khatir, sesat dan menyesatkan. Aqidah jama’ah tabligh tercampur baur dengan syirik, khurafat, bid’ah, wihdatul wujud dan hulul [3].Mereka berkeyakinan akan adanya mukasyafah [4], wali-wali aqhtab [5], dan mereka membenarkan ucapan-ucapan syatahat [6]. Mereka juga menghidupkan dan mengajarkan bid’ah-bid’ah syirkiyyat seperti tabaruk [7], tawassul terhadap makhluk, terhadap kuburan-kuburan nabi dan wali, dan kesyirikan-kesyirikan yang nyata lainnya. Mereka juga menghidupkan bid’ah-bid’ah mawalid dengan membaca qashidah burdah yang penuh dengan kesyirikan dan kebid’ahan.[8]

Khuruj metode dakwah bid’ah

Mereka begitu mencintai metode dakwah mereka yang mereka nama khuruj ini, bahkan seolah-olah khuruj ini termasuk dalam bagian tak terpisahkan dari syariat islam yang murni dan suci ini. Mereka telah mengotori manhaj dakwah nabi dengan memasukkan apa-apa yang bukan dari-nya. Mereka begitu mengagung-agungkan metode ini, sampai-sampai jika ada diantara jama’ah yang disuruh memilih antara khuruj dan haji, maka mereka lebih memilih dan menyatakan keutamaan khuruj, sembari menyatakan, jika kita berhaji maka pahalanya dan kebaikannya adalah untuk kita sendiri, namun jika kita melaksanakan khuruj maka pahala dan kebaikannya selain untuk kita, juga untuk manusia lainnya. Bahkan mereka lebih memuliakan khuruj dibandingkan jihad fi sabilillah, sebab menurut mereka khuruj itulah jihad fi sabilillah. Mereka berdalil tentang disyariatkannya khuruj ini dengan mimpi pendiri jama’ah tabligh ini, yakni Maulana Ilyas Al-Kandahlawi, yang bermimpi tentang tafsir Al-Qur’an Surat Ali Imran 110 yang berbunyi : “Kuntum khoiru ummatin UKHRIJAT linnasi …” mereka menafsirkan kata ukhrijat dengan makna keluar untuk mengadakan perjalanan (siyahah). Sungguh penafsiran yang bathil yang menyelisihi hampir seluruh kitab tafsir ulama’ salaf dan khalaf.Mereka pun ketika khuruj dan berdakwah kepada ummat tanpa disertai ilmu dan bashirah (hujjah yang nyata dan jelas). Mereka mengajak kaum muslimin untuk menegakkan sholat namun mereka tidak mau membahas permasalahan sholat secara mendalam beserta hujjah dan dalilnya sehingga mereka tidak tahu bagiamana sifat sholat rasulullah yang benar itu. Mereka mengajak untuk mencontoh kepada rasulullah sedangkan mereka tidak mengetahui sunnah-sunnah dan hadits rasulullah, mereka tidak peduli entah yang mereka gunakan itu hadits dhaif atau maudhu’, yang penting hadits…!!!Mereka telah menetapkan sesuatu syariat yang seharusnya menjadi hak Allah dan rasul-Nya, mereka mengkhususkan bilangan jumlah hari dalam dakwah (baca : khuruj) secara tertentu tanpa ada keterangannya dari rasulullah, mereka menentukan bilangan hari dalam khuruj dengan bilangan yang tidak ada dasarnya sama sekali dari sunnah. Mereka menentukan bilangan hari khuruj selama 6 bulan, 3 bulan, 40 hari, 20 hari, 7 hari lalu seminggu. Suatu pengkhususan yang tidak berdasar dalam manhaj da’wah rasulullah.

Mereka begitu terdorong dan bersemangat mengikuti hadits rasulullah yang menyatakan : “Balligu ‘anni walau aayah…” (Sampaikan dariku walau satu ayat…) namun mereka melupakan kata ‘annii (dari-ku, yakni dari rasulullah), yang seharusnya mereka menyampaikan ayat yang telah benar-benar nyata dari rasulullah. Mereka juga lupa akan ayat Allah yang berbunyi : “Katakanlah (wahai Muhammad): Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajakmu kepada Allah atas bashiroh (hujjah yang nyata)” (QS. Yusuf 108). Yang seharusnya mereka menyeru kepada islam di atas hujjah yang nyata…!!!

Khuruj yang dilakukan jama’ah Tabligh yang mereka tentukan jumlah harinya pada hakikatnya tidak pernah menjadi amalan generasi para salaf dan khalaf. Yang mengherankan adalah mereka keluar untuk tabligh (menyampaikan islam) namun mereka mengakui bahwa mereka tidak layak untuk tabligh dan bukan ahlinya. Tabligh seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kapabilitas keilmuan yang mumpuni seperti yang dilakukan oleh rasulullah ketika mengutus delegasinya yang terdiri dari sahabat alim yang mengajarkan islam kepada ummatnya, seperti beliau mengutus Ali bin Abi Thalib, Mu’adz bin Jabal, dan selainnya seorang diri, tidak pernah beliau mengutus serombongan sahabat lain untuk menyertai individu-individu utusan rasul tersebut.

Karena itu kami menasehati jama’ah tabligh untuk lebih memperdalam ilmu dien ini. Mengenai ucapan mereka -Jama’ah Tabligh- yang menyatakan : “lihatlah para sahabat… mereka berasal dari mekkah, berasal dari medinnah… namun kuburan-kuburan mereka tersebar, ada yang dikuburkan di negeri Bukhara, di negeri samarkhand, di negeri Andalusia…” maka sungguh mereka salah meletakkan ucapan mereka yang mengqiyaskan apa yang dilakukan oleh para sahabat itu sebagai khuruj ala tablighi. Namun adalah mereka, para sahabat –Ridhwanullah ‘alaihim ajma’in- mereka keluar adalah dalam rangka jihad fi sabilillah.

Keanehan-keanehan kitab tablighi nishab/ fadhailul ‘amal

Sungguh, mereka benar-benar telah menjadikan 2 kitab tulisan tokoh mereka yakni Tablighi Nishab[9] yang ditulis oleh Maulana Zakaria al-Kandahlawy dan Hayatus-Shahabah yang ditulis oleh Maulana Yusuf al-Kandahlawy, sebagaimana 2 kitab syaikhani[10], padahal 2 kitab yang mereka jadikan rujukan utama, yang senantiasa mereka baca di setiap waktu, yang mereka cintai, yang selalu mereka bawa kemana-mana, adalah kitab yang sesat lagi menyesatkan, di dalamnya tercampur antara hadits shahih dengan hadits dhaif, maudhu’, dan laa ashla lahu, di dalamnya terkumpul bid’ah, syirik, khurafat, dongeng, mitos, dan kesesatan lainnya[11]. Namun, begitu taqlidnya mereka, begitu husnudh-dhonnya mereka, sehingga mereka biarkan kesesatan itu tetap ada di dalam kitab mereka, mereka tidak ridha dan rela kitab mereka dibersihkan dari kesesatan ini, mereka tetap menginginkan kitab itu seperti apa adanya sebagaimana ditulis oleh penulisnya, dan mereka tidak sadar bahwa penulis kedua kitab itu tidak ma’shum, namun mereka tetap tidak mengindahkannya, dan mereka menganggap seolah-olah penulis dua kitab itu bagaikan wali yang ma’shum. –Semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka-Sungguh, telah banyak para ulama’ pencinta kebenaran yang mengkoreksi kitab-kitab semacam ini, yang berusaha membuang dan membersihkan agama ini dari kotoran-kotoran, yang berusaha memelihara kemurnian agama ini, yang berusaha memerangi para ahli bid’ah dan kebid’ahannya. Namun, usaha mereka itu tidaklah mendapatkan tempat bagi orang-orang yang cinta akan kesesatan dan kebid’ahan. Diantara kesesatan kitab itu adalah :

Tablighi Nishab Mencampur Hadits-Hadits Maudhu’ Dan Dhaif

1. Dalam Fadha’iludz Dzikir, hal. 96 Diriwayatkan dari Umar, Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Manakala nabi Adam ‘alahi salam melakukan perbuatan dosa, ia mengetengadahkan kepala ke langit seraya berkata : ‘Ya Rabb, aku memohon kepada-Mu dengan keagungan Muhammad, ampunilah dosaku.’ Maka Allah menurunkan wahyu dari ‘arsy. Lalu Adam berkata : ‘Maha suci nama-Mu, tatkala Kau menciptaku, aku mengetengadahkan kepalaku ke arah arsy, ternyata tertulis padanya, Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah. Maka aku mengetahui bahwa tak seorangpun yang lebih mulia martabatnya di sisi-Mu daripada orang yang telah engkau jadikan beriringan dengan nama-Mu.’ Lalu Allah berfirman kepada Adam, ‘wahai Adam, sesunggunya Muhammad itu nabi terakhir dan termasuk anak cucumu, seandainya Muhammad tidak diciptakan maka Aku tidak menciptamu.” (Tablighi Nishab, bab Fadhailudz Dzikir, hal 96.)Keterangan : Hadits di atas adalah hadits Maudhu’ dalam Al-Maudhu’at Al-Kabir. Perawi-perawi dalam hadits di atas majhul (tidak dikenal).

2. Dalam Fadha’iludz Dzikir, hal. 109-110

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, bersabda Rasulullah : ‘Barangsiapa menziarahi kuburanku, maka wajib atasnya syafatku.’ (Tablighi Nishab, Bab Fadha’iludz Dzikir, hal. 109-110)

Keterangan : Hadits di atas hadits Maudhu’, lihat Dhaiful Jami’ no 5618.

3. Dalam Fadha’ilul Haj, hal. 101

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang menziarahiku setelah wafat maka ia laksana menziarahiku sewaktu aku hidup.” Berkata penulis : Diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Daruquthni dan Baihaqi. Baihaqi menyatakan Hadits ini Dhaif dalam Al Ittihaf. Berdasarkan riwayat Imam Baihaqi dalam Al-Misyqat disebutkan, “Siapa yang melakukan haji dan menziarahi kuburanku, maka ia seperti menziarahiku sewaktu aku hidup.” Berkata penulis : Al-Muwaffiq dalam Al-Mughni menjadikan hadits ini sebagai dalil terhadap keutamaan ziarah ke makam nabi. (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 101)

Keterangan : Hadits di atas Maudhu’ dalam Dha’iful Jami’ no 5563

Inilah sekelumit di antara kandungan hadits-hadits Maudhu’ dalam Tablighi Nishab, yang masih sangat banyak lagi di dalamnya yang harus dibersihkan dan dibuang jauh-jauh, karena Rasulullah bersabda dalam haditsnya yang Mutawattir : “Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja maka persiapkan duduknya di atas neraka”, termasuk berdusta atas nama nabi yakni menyampaikan kepada ummat apa-apa yang bukan dari beliau namun disandarkan terhadap beliau, masuk di dalamnya menyampaikan atau menggunakan hadits maudhu’, dan telah sepakat ummat ini bahwa hadits maudhu’ tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil.

Tablighi nishab berisi khurafat, hikayat dan dongeng.

Muhammad Zakaria al-Kandahlawy –semoga Allah mengampuninya- di dalam bukunya Tablighi Nishab merangkum khurafat, bid’ah, mitos dan hikayat-hikayat yang memekakkan telinga dan jauh dari kodrat dan tidak bisa dibenarkan akal sehat. Rujukan yang dipegangnya tak dapat dipercaya dan ia menukil dari pengarang yang tak mendapatkan legitimasi para ulama’. Diantara kisah-kisah tersebut adalah :

1. Dalam Fadhailul Haj, hal 137-138, akhir bab IX, hikayat ke-13 Dinukil dari As-Suyuthi dalam kitab Al-Hawi bahwa Sa’id Ahmad Ar-Rifa’I berziarah ke makam Nabi setelah haji pada tahun 555 H. Ia melagukan dua bait syair sebagai berikut :

Dalam hal yang jauh, ruhku kulepaskan….

Bumi menerima dariku, karena ia wakilku…

Inilah kerajaan khayalan yang aku hadiri…

Maka ulurkan tangan kananmu agar terengkuh oleh bibirku…

Lalu tangan nabi yang diberkahi keluar dari makamnya yang mulia dan Ar-Rifa’i pun mencium tangannya.

Penulis menambahkan dalam kitab Al-Bunyan Al-Masyid, “ada 90 ribu orang yang menyaksikan hal itu. Mereka adalah peziarah makam Nabi. Diantara peziara itu adalah Syaikh Abdul Qodir Jailani.”

(Tablighi Anishab, bab Fadhailul Haj, hal 137-138, akhir bab IX, hikayat 13)

2. Dalam Fadha’ilul Haj, hal 133

Syaikh Abu Khair Al-Aqtha’ berkata, “Aku merasa lapar karena selama 5 hari aku belum makan. Lalu aku berziarah dan ketiduran setelah aku membaca shalawat kepada Nabi di sisi makamnya. Aku bermimpi Nabi datang bersama Syaikhani dan Ali Radhiallahu ‘anhu. Kemudian beliau memberi aku sepotong roti. Aku makan roti itu setengahnya, ketika aku terbangun, aku melihat setengah roti sisanya masih ada di tanganku.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 133)

3. Dalam Fadahilul hajj, hal 141

Syaikh Syamsuddin, ketua Khadamul haram An-Nabawi berkata : “Satu jama’ah dari Aleppo menyuap gubernur Madinnah agar mereka dizinkan membongkar makam Syaikhani dan mengambil jasad keduanya. Maka ketika itu datanglah 40 orang laki-laki membawa cangkul pada malam harinya. Keempat puluh orang itu iba-tiba saja hilang di telan bumi. Setelah itu gubernur Madinah berkata, ‘Janganlah kau sebarkan hal ini, atau aku akan memenggal kepalamu.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 141)

4. Dalam Fadha’ilul Haj, hal 87)

Syaikh Zakaria berkata, “Dinukil dari beberapa Syaikh, bahwa seorang Syaikh yang tinggal di negeri Khurasan lebih dekat ke Ka’bah karena ia selalu bersentuhan dengan ka’bah dibandingkan orang-orang yang selalu berthawaf di ka’bah. Bahkan terkadang ka’bah datang mengunjunginya.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 87)

5. Dalam Fadhailush Shadaqah, hal. 588. dikisahkan : Syaikh Zakaria mengerjakan sholat sebanyak 1000 raka’at dengan berdiri. Apabila ia merasa lelah, maka ia sholat dengan duduk sebanyak 1000 raka’at. (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilush Shadaqah, hal 588)

6. Dalam Fadha’ilul Qur’an, hal. 15. Diceritakan : bahwa Ibnu Katib mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari sebanyak 8 kali.

7. Dalam Fadhailul Haj, hal. 218. Diceritakan : bahwa Nabi Khidr mengerjakan sholat shubuh di mekkah dan duduk di rukun syami sampai terbit matahari, kemudian sholat Dhuhur di Madinah, sholat ashar di Baitul Maqdis dan Sholat Maghrib dan Isya’ di Al-Iskandari.

8. Dalam Fadha’ilush Shadaqah hal. 588. Diceritakan : bahwa Abu Muhammad Al Jurairi melaksanaknan I’tikaf di Makkah selama setahun penuh, tidak tidur tidak pula bersandar di dinding atau tiang.

9. Dalam Fadhailul Hajj, hal 135

Seseorang bertanya kepada Nabi Khidir, “apakah kamu melihat seseorang yang lebih mulia daripada dirimu?” menjawab Nabi Khidir, “Pada suatu ketika aku berada di dalam masjid Muhammad (di madinah). Pada waktu itu Imam Abdurrazaq sedang mengajari jama’ah tentang hadits nabi, maka aku melihat seorang pemuda duduk sendiri di pojok masjid sambil meletakkan kepalanya di atas kedua lututnya. Aku bertanya padanya, ‘mengapa kau tidak mengikuti majlis Abdurrazaq dan mendengarkan hadits-hadits nabawi’, ia menjawab, ‘Di sana jama’ah mendengarkan pengajian dari Abdurrarzaq, namun di sini ada seorang sendirian mendengarkan pelajaran Abdurrazaq tanpa ada orang lain.’ Kemudian Nabi Khidr berkata, ‘Jika benar demikian maka katakanlah siapakah aku ini?’ Ia menjawab ‘Kamu adalah nabi Khidr’. Nabi Khidr berkata. ‘dengan demikian aku mengetahui bahwa ada sebagian wali Allah yang tidak aku ketahui dikarenakan ketinggian derajatnya.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Hajj, hal 135)

Banyak lagi hikayat-hikayat lainnya di samping dongeng-dongeng di atas, yang mana di dalam buku ini banyak sekali berserakan di dalamnya mitos, kebatilan, khurafat dan bid’ah. Apakah gerangan yang diinginkan pengarang buku ini dengan memuat segala malapetaka ini? Bagiamana bisa Jama’ah Tabligh menerima sesuatu yang rasanya pahit ini? Bagiamanakah sikap ulama’ mereka terhadap bahaya sufistik ini? Apakah ada yang bisa menjawab? Hanya Allah lah tempat mengadu…!!!

Pernyataan ulama’-ulama’ sunnah tentang jama’ah tabligh·

Syaikh Al-Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashrudin Al-Albani –Rahimahullah- dalam fatawa Al-Imarotiyah hal. 30 ketika ditanya tentang jama’ah tabligh, beliau memberikan jawaban : “Da’wah Jama’ah Tabligh adalah sufi masa kini (shufiyyah ashriyyah) yang tidak berpijak kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya…”

Fatwa terakhir Samahatusy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim ‘alu Syaikh –Rahimahullah- : “Saya jelaskan bahwa jam’iyyah ini (jama’ah tabligh, peny.) adalah jam’iyah yang tidak kebaikan padanya. Sebab itu jam’iyah ini adalah bid’ah lagi sesat menyesatkan.” (fatawa Syaikh Ibrahim, hal. 405 tanggal 29/1/82 H)

Fatwa terakhir Al-Allamah Samahatusy-Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baaz –Rahimahullah-, ketika beliau ditanya mengenai jama’ah tabligh, beliau menjawab : “…Jama’ah Tabligh dari India yang sudah dikenal ini terdapat khurafat, bid’ah dan syirik pada mereka…” (Fatwa terakhir Syaikh bin Bazz dikutip dari kaset Ta’qib Samahatusy-Syaikh Abdul Aziz bin Bazz ‘ala Nadwah.)

Syaikh Hammud bin Abdullah At-Tuwaijiri –Rahimahullah- ketika ditanya tentang jama’ah tabligh, beliau menjawab secara terperinci dalam Al-Qoul Al-Baligh fi ar-Roddi ‘ala jama’atit tabligh yang intinya adalah : “Saya katakan bahwa jama’ah tabligh itu kelompok yang sesat lagi bid’ah. Mereka tidaklah mengikuti jalan yang telah ditempuh Rasulullah dan sahabatnya, juga para tabi’in. Akan tetapi mereka mengikuti metode shufiyyah yang bid’ah…”

Syaikh Ali Hasan ketika ditanya mengenai kebaikan jama’ah tabligh karena banyaknya pemuda yang masuk islam melalui da’wah mereka, menjawab : “Perkataan itu benar namun kurang! Benar jama’ah tabligh menda’wahi banyak manusia dimana menghasilkan orang yang dahulunya berandalan sekarang bertaubat, tetapi sebagaimana pendapat ulama’, bahwasanya hidayah itu ada dua, yakni hidayah ‘ila thariq (ke jalan) dan hidayah fi thariq (di jalan). Ya.. memang jama’ah tabligh ini mendakwahi manusia ‘ila thariq, tapi mereka tidak berdakwah fi thariq. Bagaimana tidak !!! aqidah mereka saja hancur!!! Mereka mengatakan dalam kitab mereka yang masyhur tablighi nishab yang penuh dengan khurafat serta penyimpangan-penyimpangan…” (kaset muhadharah Syaikh Ali berjudul Manhaj as-Salaf).

Fatawa Lajnah Al-fatawa fi idaratil Buhuts al-ilmiyyah wal ifta’ wad da’wah wal irsyad, menyatakan : “Jama’ah Tabligh sangat berlebihan dalam hal-hal negatif dan generalisasi terhadap suatu masalah. Jama’ah tabligh tidak jelas mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah dalam berdakwah sampai dengan perincian prinsip-prinsip syariat islam dan cabang-cabang hukumnya…” (dinukil oleh Ust. Falih Nafi’ dalam kitabnya Ad-Diinun-Nashiihah hal 17-18)

Nasihat bagi jama’ah tabligh

Kami nasihatkan bagi jama’ah tabligh dan orang-orang yang simpati pada da’wah mereka, termasuk orang-orang yang mengepankan ukhuwwah dan tidak menegakkan pilar saling menasihati dan membiarkan kebathilan dan kesalahan seperti ini dipendam dengan maksud menjaga ukhuwwah dan supaya ummat tidak terpecah belah, agar : 1. Bertakwa kepada Allah, takut akan siksa-Nya dan adzab-Nya. Menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya dan meninggalkan segala hal yang mengakibatkan murka-Nya.2. Bertaubat kepada Allah akan kesalahan-kesalahan kita, berjanji tidak akan mengulanginya, dan meninggalkan segala pemahaman-pemahaman sesat dan salah yang selama ini kita pegang.

3. Menuntut ilmu dien yang syar’i yang selaras dengan pemahaman salaf ash-sholih, mengamalkannya, mendakwahkannya dan sabar dalam memeliharanya.

4. Senantiasa menegakkan pilar nasehat-menasehati dan tolong menolong dalam kebenaran dan ketakwaan.

Catatan kaki :

[1] keluar wilayah untuk berdakwah dengan jumlah waktu yang telah ditentukan seperti 4 bulan, 40 hari, seminggu, dls.
[2] baca ‘Jama’ah Tabligh’ karya M. Aslam Al-Bakistani –beliau mantan tokoh Jama’ah tabligh yang ruju’ /taubat dari manhaj tablighi-
[3] akan datang keterangannya mengenai kesesatan aqidah jama’ah tabligh ini.
[4] tersingkapnya tabir ghaib sehingga manusia dapat mengetahui yang ghaib dan ini merupakan aqidah shufi yang rusak
[5] keyakinan adanya wali-wali kutub yang memiliki kemampuan mempengaruhi kahidupan makhluk –ini termasuk kesyirikan yang nyata
[6] (ucapan-ucapan yang keluar dari orang-orang shufiyah ketika akal mereka hilang dan mereka menganggap mereka (orang-orang shufiyah ini, peny.) dalam maqam yang paling tinggi dan ucapannya hampir seperti wahyu –Wallahul musta’an)
[7] mencari berkah baik di kuburan ataupun di tempat-tempat yang dikeramatkan dan ini termasuk kesyirikan yang nyata
[8] Baca kitab mereka yang berjudul Bahjatul qulub karya Muhammad Iqbal, salah seorang tokoh jama’ah tabligh, buku ini penuh dengan keanehan-keanehan, kesyirikan dan kebid’ahan yang sesat lagi menyesatkan.
[9] Atau dikenal dengan Fadhailul ‘amal. Nama fadhailul ‘amal ini diambil sebagai upaya pentalbisan dengan mengangkat kebolehan penggunaan hujjah hadits dhaif dalam fadhilah ‘amal (amalan fadhilah), namun mereka melupakan syarat-syarat bolehnya hadits dhoif digunakan sebagai fadhilah amal, lebih jauh lagi, kitab ini bukan hanya mengangkat hadits dhoif saja, namun juga maudhu’, hikayat-hikayat, dan dongeng-dongeng palsu.
[10] Yaitu Bukhari Muslim, wallahu a’lam
[11] Akan menyusul contoh-contohnya dalam risalah ini

Fatwa Para Ulama tentang Firqah “Jama’ah Tabligh”

Kita akan membawa beberapa fatwa (keputusan) para ulama tentang Firqah Tabligh, agar ummat mengerti bahwa kita menuduh mereka sesat bukan dari kita sendiri, tapi kita mengambilnya dari ucapan ulama kita yang mulia, semoga Allah mengampuni mereka yang telah wafat dan menjaga yang masih hidup. Perhatikan ucapan para ulama ini agar terbuka kekaburan yang selama ini menutupi mereka. Dan hendaklah bagi mereka yang masuk ke dalam kelompok ini segera keluar dan yang kagum segera sadar dan membenci, karena kematian itu datangnya tiba-tiba.

1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah

“Dari Muhammad bin Ibrahim kepada yang terhormat raja Khalid bin Su’ud.
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu. Wa ba’du:

Saya telah menerima surat Anda dengan no. 37/4/5/D di 21/1/82H. Yang berkaitan tentang permohonan untuk bekerja sama dengan kelompok yang menamakan dirinya dengan “Kulliyatud Da’wah wat Tabligh Al Islamiyyah.”

Maka saya katakan: Bahwa jama’ah ini tidak ada kebaikan padanya dan jama’ah ini adalah jama’ah yang sesat. Dan setelah membaca buku-buku yang dikirimkan, kami dapati di dalamnya berisi kesesatan dan bid’ah serta ajakan untuk beribadah kepada kubur dan kesyirikan. Perkara ini tidak boleh didiamkan. Oleh karena itu kami akan membantah kesesatan yang ada di dalamnya. Semoga Allah menolong agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya. Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. 29/1/82H.” (Al Qaulul Baligh hal. 29 dengan diringkas)

2. Syaikh Hummud At Tuwaijiri rahimahullah

“Adapun ucapan penanya: Apakah aku menasehatinya untuk ikut khuruj dengan orang-orang tabligh di dalam negeri ini (Saudi) atau di luar?
Maka saya jawab: Saya menasehati penanya dan yang lainnya yang ingin agamanya selamat dari noda-noda kesyirikan, ghuluw, bid’ah dan khurafat agar jangan bergabung dengan orang-orang Tabligh dan ikut khuruj bersama mereka. Apakah itu di Saudi atau di luar Saudi. Karena hukum yang paling ringan terhadap orang tabligh adalah: Mereka ahlul bid’ah, sesat dan bodoh dalam agama mereka serta pengamalannya. Maka orang-orang yang seperti ini keadaannya, tidak diragukan lagi bahwa menjauhi mereka adalah sikap yang selamat.

Sungguh sangat indah apa yang dikatakan seorang penyair:

Janganlah engkau berteman dengan teman yang bodoh.
Hati-hatilah engkau darinya.
Betapa banyak orang bodoh yang merusak seorang yang baik ketika berteman dengannya.”
 (Al Qaulul Baligh, syaikh Hummud At Tuwaijiri hal. 30)

3. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah

Pertanyaan:

Di sini ada pertanyaan: Apa pendapat Anda tentang Jama’ah (firqah) Tabligh dan apakah ukuran khuruj ada terdapat dalam sunnah?

Jawab:

Pertanyaan ini adalah pertanyaan penting. Dan aku memiliki jawaban yang ringkas, serta kalimat yang benar wajib untuk dikatakan. Yang saya yakini bahwa da’wah tabligh adalah: sufi gaya baru. Da’wah ini tidak berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khuruj yang mereka lakukan dan yang mereka batasi dengan tiga hari dan empat puluh hari, serta mereka berusaha menguatkannya dengan berbagai nash, sebenarnya tidak memiliki hubungan dengan nash secara mutlak. Sebenarnya cukup bagi kita untuk bersandar kepada salafus shalih. Penyandaran ini adalah penyandaran yang benar. Tidak boleh bagi seorang muslim untuk tidak bersandar kepadanya. Bersandar kepada para salafus sholih, -wajib diketahui hakikat ini,- bukanlah seperti bersandar kepada seseorang yang dikatakan pemilik mazhab ini atau kepada seorang syaikh yang dikatakan bahwa dia pemilik tarikat ini atau kepada seseorang yang dikatakan bahwa dia pemilik jama’ah tertentu. Berintima’ (bergabung) kepada salaf adalah berintima’ kepada sesuatu yang ‘ishmah (terpelihara dari dosa). Dan berintima’ kepada selain mereka adalah berintima’ kepada yang tidak ‘ishmah. Firqah mereka itu –cukup bagi kita dengan berintima’ kepada salaf- bahwa mereka datang membawa sebuah tata tertib khuruj untuk tabligh (menyampaikan agama), menurut mereka. Itu tidak termasuk perbuatan salaf, bahkan bukan termasuk perbuatan khalaf, karena ini baru datang di masa kita dan tidak diketahui di masa yang panjang tadi. (Sejak zaman para salaf hingga para khalaf). Kemudian yang mengherankan, mereka mengatakan bahwa mereka khuruj (keluar) untuk bertabligh, padahal mereka mengakui sendiri bahwa mereka bukan orang yang pantas untuk memikul tugas tabligh (penyampaian agama) itu. Yang melakukan tabligh (penyampaian agama) adalah para ulama, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dengan mengutus utusan dari kalangan para sahabatnya yang terbaik yang tergolong ulama mereka dan fuqaha` mereka untuk mengajarkan Islam kepada manusia. Beliau mengirim Ali sendirian, Abu Musa sendirian, dan Mu’adz sendirian. Tidak pernah beliau mengirim para sahabatnya dalam jumlah yang besar, padahal mereka sahabat. Karena mereka tidak memiliki ilmu seperti beberapa sahabat tadi. Maka apa yang kita katakan terhadap orang yang ilmunya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan sahabat yang tidak dikirim Nabi, apa lagi dibanding dengan para sahabat yang alim seperti yang kita katakan tadi?! Sedangkan mereka (Firqah Tabligh) keluar berdakwah dengan jumlah puluhan, kadang-kadang ratusan. Dan ada di antara mereka yang tidak berilmu, bahkan bukan penuntut ilmu. Mereka hanya memiliki beberapa ilmu yang dicomot dari sana sini. Adapun yang lainnya, hanya orang awam saja. Di antara hikmah orang dulu ada yang berbunyi: Sesuatu yang kosong tidak akan bisa memberi. Apa yang mereka sampaikan kepada manusia, padahal mereka mengaku (jama’ah) Tabligh?

Kita menasehati mereka di Suriah dan Amman agar duduk dan tinggal di negeri mereka dan duduk mempelajari agama, khususnya mempelajari aqidah tauhid, -yang iman seorang mukmin tidak sah walau bagaimanapun shalihnya dia, banyak shalat dan puasanya-, kecuali setelah memperbaiki aqidahnya.

Kita menasehati mereka agar tinggal di negeri mereka dan membuat halaqah ilmu di sana serta mempelajari ilmu yang bermanfaat dari para ulama sebagai ganti khurujnya mereka ke sana kemari, yang kadang-kadang mereka pergi ke negeri kufur dan sesat yang di sana banyak keharaman, yang tidak samar bagi kita semua yang itu akan memberi bekas kepada orang yang berkunjung ke sana, khususnya bagi orang yang baru sekali berangkat ke sana. Di sana mereka melihat banyak fitnah, sedangkan mereka tidak memiliki senjata untuk melidungi diri dalam bentuk ilmu untuk menegakkan hujjah kepada orang, mereka akan menghadapi, khususnya penduduk negeri itu yang mereka ahli menggunakan bahasanya, sedangkan mereka (para tabligh) tidak mengerti tentang bahasa mereka.

Dan termasuk syarat tabligh adalah hendaknya si penyampai agama mengetahui bahasa kaum itu, sebagaimana diisyaratkan oleh Rabb kita ‘Azza wa Jalla dalam Al Qur`an:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ

“Tidaklah kami mengutus seorang rasul kecuali dengan lisan kaumnya agar dia menerangkan kepada mereka.” (Ibrahim: 4)

Maka bagaimana mereka bisa menyampaikan ilmu, sedangkan mereka mengakui bahwa mereka tidak memiliki ilmu?! Dan bagaimana mereka akan menyampaikan ilmu, sedangkan mereka tidak mengerti bahasa kaum itu?! Ini sebagai jawaban untuk pertanyaan ini. (Dari kaset Al Qaulul Baligh fir Radd ‘ala Firqatit Tabligh)

4. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah

Pertanyaan:

Semoga Allah merahmati Anda, ya syaikh. Kami mendengar tentang (firqah) tabligh dan dakwah yang mereka lakukan, apakah anda membolehkan saya untuk ikut serta dengan mereka? Saya mengharap bimbingan dan nasehat dari anda. Semoga Allah memberi pahala kepada anda.

Jawab:

Siapa yang mengajak kepada Allah adalah muballigh, (sebagaimana Nabi bersabda –pent) “Sampaikan dariku walau satu ayat.” Adapun jama’ah (firqah) tabligh yang terkenal dari India itu, di dalamnya terdapat khurafat-khurafat, bid’ah-bid’ah dan kesyirikan-kesyirikan. Maka tidak boleh khuruj (keluar) bersama mereka. Kecuali kalau ada ulama yang ikut bersama mereka untuk mengajari mereka dan menyadarkan mereka, maka ini tidak mengapa. Tapi kalau untuk mendukung mereka, maka tidak boleh, karena mereka memiliki khurafat dan bid’ah. Dan orang alim yang keluar bersama mereka hendaknya menyadarkan dan mengembalikan mereka kepada jalan yang benar. (Dari kaset Al Qaulul Baligh)

Tanya:

Para penuntut ilmu menanya kepada anda dan para ulama kibar (senior) lainnya tentang: Apakah anda menyetujui kalau mereka bergabung dengan kelompok yang ada seperti Ikhwan, Tabligh, kelompok Jihad dan yang lainnya atau anda menyuruh mereka untuk belajar bersama para da’i salaf yang mengajak kepada dakwah salafiyyah?

Jawab:

Kita nasehati mereka semuanya untuk belajar bersama para thalabul ilmi lainnya dan berjalan di atas jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Kita nasehati mereka semuanya agar tujuannya untuk mengikuti Al Kitab dan sunnah dan berjalan di atas jalan Ahlus sunnah wal Jama’ah. Dan hendaknya mereka menjadi ahlus sunnah atau para pengikut salafus shalih. Adapun berhizb dengan Ikhwanul Muslimin, Tablighi atau yang lainnya, maka tidak boleh. Ini keliru. Kita nasehati mereka agar menjadi satu jama’ah dan bernisbah kepada Ahlus sunnah wal jama’ah. Inilah jalan yang lurus untuk menyatukan langkah. Kalau ada berbagai nama sedangkan semuanya di atas satu jalan, dakwah salafiyyah, maka tidak mengapa, seperti yang ada di Shan’a dan yang lainnya, tapi yang penting tujuan dan jalan mereka satu. (Dari kaset Al Qaulul Baligh)
5. Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Ghudayyan hafidhahullah (anggota Hai’ah Kibarul Ulama`)

Pertanyaan:

Kami berada di suatu kampung dan berdatangan kepada kami apa yang dinamakan dengan (firqah) Tabligh, apakah kami boleh ikut berjalan bersama mereka? Kami mohon penjelasannya.

Jawab:

Jangan kalian ikut berjalan bersama mereka!! Tapi berjalanlah dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!! (Dari kaset Al Qaulul Baligh)

6. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafidhahullah

Pertanyaan:

Syaikh, di sana ada kelompok-kelompok bid’ah, seperti Ikhwan dan Tabligh serta yang lainnya. Apakah kelompok ini termasuk Ahlus Sunnah? Dan apa nasehat anda tentang masalah ini?

Jawab:

“Kelompok-kelompok ini… Telah diketahui bahwa yang selamat adalah yang seperti yang telah saya terangkan tadi, yaitu kalau sesuai dengan Rasulullah dan para sahabatnya, yang mana beliau berkata ketika ditanya tentang Al Firqatun Najiyah: Yang aku dan para sahabatku ada di atasnya. Firqah-firqah baru dan beraneka ragam ini, pertama kali: bid’ah. Karena lahirnya di abad 14. Sebelum abad 14 itu mereka tidak ada, masih di alam kematian. Dan dilahirkan di abad 14. Adapun manhaj yang lurus dan sirathal mustaqim, lahirnya atau asalnya adalah sejak diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka siapa yang mengikuti ini dialah yang selamat dan berhasil. Adapun yang meninggalkan berarti dia menyimpang. Firqah-firqah itu telah diketahui bahwa padanya ada kebenaran dan ada kesalahan, akan tetapi kesalahan-kesalahannya besar sekali, maka sangat dikhawatirkan.

Hendaknya mereka diberi semangat untuk mengikuti jama’ah yakni Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan yang berada di atas jalan salaf ummat ini serta yang menta’wil menurut apa yang datang dari Rasulullah bukan dengan yang datang dari si fulan dan fulan, menurut tarikat-tarikat yang ada di abad 14 H. Maka kedua kelompok yang tadi disinggung adanya hanya di abad 14 H. Mereka berpegang dan berjalan di atas jalan-jalan dan manhaj-manhaj itu. Mereka tidak berpegang dengan dalil-dalil dari Al Kitab dan Sunnah, tapi dengan pendapat-pendapat, pemikiran-pemikiran dan manhaj-manhaj yang baru dan bid’ah yang mereka membangun jalan dan manhaj mereka di atasnya.

Dan yang paling jelas di kalangan mereka adalah: Wala` dan Bara`. Al Wala` wal Bara` di kalangan mereka adalah bagi yang masuk ke dalam kelompok mereka, misalnya Ikhwanul Muslimin, siapa yang masuk ke dalam kelompok mereka, maka dia menjadi teman mereka dan akan mereka cintai walaupun dia dari rafidlah, dan akhirnya dia menjadi saudara dan teman mereka.

Oleh karena ini mereka mengumpulkan siapa saja, termasuk orang rafidlah yang membenci sahabat dan tidak mengambil kebenaran dari sahabat. Kalau dia masuk ke dalam kelompok mereka, jadilah dia sebagai teman dan anggota mereka. Mereka membela apa yang dia bela dan membenci apa yang dia benci.

Adapun Tabligh, pada mereka terdapat perkara-perkara mungkar. Pertama: dia adalah manhaj yang bid’ah dan berasal dari Delhi (India –red) bukan dari Mekkah atau Madinah. Tapi dari Delhi di India. Yakni seperti telah diketahui bahwa di sana penuh dengan khurafat, bid’ah dan syirik walau di sana juga banyak Ahlus Sunnah wal Jama’ah, seperti jama’ah ahlul hadits, yang mereka adalah sebaik-baik manusia di sana. Tetapi Tabligh ini keluar dari sana melalui buatan para pemimpin mereka yang ahli bid’ah dan tarekat sufi yang menyimpang dalam aqidah. Maka kelompok ini adalah kelompok bid’ah dan muhdats. Di antara mereka ada Sufi dan Asy’ari yang jelas-jelas bukan berada di atas jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dalam aqidah dan manhaj. Dan yang selamat adalah orang yang mengikuti manhaj salaf dan yang berjalan di atas jalan mereka.” (Dari kaset Al Qaulul Baligh)

7. Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafidhahullah

“Saya tidak pernah khuruj dengan mereka (Firqah tabligh), tapi saya pergi untuk suatu keperluan, yakni ke Kashmir. Setelah selesai dari pekerjaan ini aku melewati Delhi. Maka ada yang mengatakan kepadaku: Mari kita singgah ke suatu tempat untuk dikunjungi, yaitu ke markas Tabligh yaitu di Nizamuddin. Nizamuddin ini adalah masjid yang dekat dengan markas jama’ah tabligh. Di dalamnya ada lima kubur yang diberi kubah. Yakni kuburan yang disembah, bukan menyembah kepada Allah. Ini ibadah yang jelas syirik. Maka kami melewati ‘monumen’ ini. Kemudian kami singgah ke markas tabligh. Orang-orang berselisih apakah di dalamnya ada kuburan atau tidak.

Maku Abdurrab bertanya, ini orang yang saya ceritakan tadi, apakah di dalam masjid Tabligh ini ada kuburan? Yang cerdas di kalangan mereka berkata: Tidak, di sini tidak ada kuburan! Kuburan Ilyas di Mekkah atau di tempat ini atau itu yang jauh. Maka dia terus bertanya hingga ada seseorang yang menunjukkan atau mengabarkan bahwa di sana ada kuburan Ilyas dan di sebelahnya kuburan istrinya.

Kemudian al Akh Abdurrab pergi ke kedua kuburan itu dan mencari-carinya setelah ketemu, dia datang kepada kami sambil berkata: Mari, saya tunjukkan kepada kalian dua kuburannya. Maka kami melihat, ini kuburan Ilyas dan ini kuburan istrinya yang keduanya ada di dalam masjid.

Kemudian setelah itu kami pastikan bahwa di dalamnya ada empat kuburan, bukan dua kuburan saja. Kami memastikannya melalui orang-orang yang dipercaya yang telah berjalan bersama Tabligh bertahun-tahun.

Tidak akan berkumpul masjid dan kuburan (di satu tempat) dalam agama Islam. Akan tetapi, mereka ini karena kesufiannya, kebodohannya terhadap manhaj dakwah para nabi, jauh darinya dan meremehkannya, mereka menguburkan para gurunya di masjid, padahal para ulama telah mengatakan: bahwa shalat di dalam masjid yang ada kuburan atau beberapa kuburan, shalatnya tidak sah. Saya bertanya tentang hal ini kepada Syaikh Bin Bazz. Sebenarnya saya tahu tentang ini dan juga para Thalabul Ilmi bahwa shalat di dalam masjid yang ada satu kuburan atau beberapa kuburan, shalatnya tidak sah. Maka saya tanyakan kepada Syaikh Bin Bazz, agar hadirin mendengar jawabannya. Saya katakan: Apa pendapat anda, syaikh, tentang masjid yang ada kuburan di dalamnya, apakah sah shalat di dalamnya? Beliau menjawab: Tidak! Saya katakan: Di dalamnya ada banyak kuburan? Beliau mengatakan: Terlebih lagi demikian! Saya katakan: Kuburannya bukan di kiblat masjid, tapi di sebelah kiri dan kanannya? Beliau menjawab: Demikian juga, tetap tidak sah. Saya katakan kepada beliau bahwa masjid induk atau markas induk tabligh di dalamnya ada beberapa kuburan? Maka beliau menjawab: Tetap shalatnya tidak sah!

Sangat disayangkan sekali, kelompok ini bergerak di dunia, tetapi beginilah keadaannya; tidak mengajak kepada tauhid, tidak membasmi syirik dan tidak membasmi jalan-jalan menuju kesyirikan. Mereka terus berjalan dengan melewati beberapa kurun dan generasi tetap dengan dakwah seperti ini. Tidak mau berbicara tentang tauhid, memerangi kesyirikan dan tidak membolehkan bagi para pengikutnya untuk melaksanakan kewajiban ini. Ini adalah suatu hal yang telah diketahui di kalangan mereka.

Maka kita meminta kepada mereka agar kembali kepada Allah dan mempelajari manhaj dakwah para nabi, mereka juga jama’ah yang lainnya.

Mengapa demikian wahai saudara-saudara? Karena kalau ada yang berdakwah mengajak kepada shalat, orang akan berkata: Silahkan! Tidak ada yang melarang, mereka tidak akan khawatir. Akan tetapi coba kalau mengatakan: Berdo’a kepada selain Allah adalah perbuatan syirik! Membangun kuburan haram hukumnya! Menyembelih untuk selain Allah adalah syirik! Maka mereka akan marah.

Ada seorang pemuda yang berkhuthbah di suatu masjid tentang persatuan, akhlak, perekonomian, dekadensi moral, dan yang lainnya. Orang-orang semuanya, masya Allah, berkumpul dan mendengarkannya. Kita katakan kepadanya: Ya akhi… jazakallahu khairan, khuthbah anda sangat baik, tetapi orang-orang yang ada di hadapanmu ini tidak mengenal tentang tauhid, mereka terjatuh dalam kesyirikan dan bid’ah, maka terangkan kepada mereka tentang manhaj dakwah para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam! Maka ketika dia mulai berbicara, merekapun mulai bersungguh-sungguh. Ketika dia terus berbicara, merekapun semakin jengkel. Maka ketika yang ketiga kalinya ada sekelompok orang yang ada di masjid bangkit dan memukulinya! Maka dia datang kepadaku sambil menangis. Dia berkata: Aku habis bertengkar dengan mereka, mereka memukuliku! Maka aku katakan kepadanya: Sekarang engkau telah berjalan di atas manhaj dakwah para Nabi. Kalau engkau tetapi seperti dulu bertahun-tahun, engkau tidak akan berselisih dengan seorangpun. Dari sinilah kelompok yang ada ini bergerak, mereka memerangi bagian ini. Nabi bersabda:

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاء ثُمَّ اْلأّمْثَل فَاْلأَمْثَل

“Seberat-berat manusia diberi cobaan adalah para Nabi, kemudian yang selanjutnya dan kemudian yang selanjutnya.”

Karena mereka menghadapi berbagai gangguan yang hanya Allah yang tahu tentang kerasnya gangguan itu ketika mereka berdakwah kepada tauhid dan membasmi kesyirikan. Dari sinilah para da’i yang mengajak kepada tauhid dan membasmi syirik malah disakiti. Kalau dakwah Ikhwan dan Tabligh disenangi manusia karena meremehkan sisi ini. Tapi kalau aku berkhuthbah di masjid seperti ini, sedikit sekali yang mau mendengarku dan menerima dakwahku, kecuali orang-orang yang dikehendaki Allah. Kalau aku berdakwah mengajak shalat, mereka akan berkata: silahkan. Tapi kalau aku berdakwah untuk bertauhid dan memerangi kesyirikan, semuanya akan lari dan merasa asing. Inilah dakwah para Nabi.

Inilah dasarnya mengapa mereka menjadi manusia yang paling banyak ganngguannya. Sekarang para salafiyyun, para da’i kepada tauhid keadaan mereka dikaburkan oleh manusia. Karena banyaknya fitnah, kebohongan-kebohongan dan tuduhan dusta yang ditujukan kepada mereka. Mengapa? Karena mereka mengajak untuk mentauhidkan Allah!

Kelompok ini tidak bisa masuk ke dalam lapangan ini, karena mereka takut kepada sisi ini. Tetapi mereka akan ditanya di hadapan Allah. Demi Allah, telah datang kepada kami seseorang atau segolongan Tabligh di Benares, di sebuah rumah yang saya tempati dengan syaikh Shalih Al Iraqi. Mereka berkata: Kami dengar kalian datang, kami sangat senang, maka kami datang mengunjungi kalian agar kalian ikut bersama kami berdakwah kepada Allah. Dan tempat kami adalah masjid ini. Maka kami juga gembira dan mendatangi masjid itu, ternyata masjid itu tempat tarikat Berelwian. Mereka adalah para penyembah berhala dan sangat keterlaluan dalam penyembahan itu.

Mereka meyakini bahwa para wali bisa mengetahui perkara yang ghaib dan mengatur alam. Mereka membolehkan untuk bernadzar, menyembelih, sujud dan ruku’ kepada kuburan. Singkat kata: mereka adalah golongan penyembah berhala. Maka Syaikh Shalih pergi dan bersama kami ada seorang penerjemah, namanya Abdul Alim, sekarang dia ada di Rabithah Al Alam Islami. Kami bawa orang ini untuk menerjemahkan ucapan syaikh. Maka syaikhpun berbicara. Setiap selesai berbicara beliau melihat kepada penerjemah agar diterjemahkan. Maka penerjemahpun akan bergerak, maka ternyata pemimpin tabligh melihat dan berkata: Tungguh, saya yang akan menerjemahkan. Maka syaikh terus berbicara, tapi tidak ada seorangpun yang menerjemahkan. Hingga ceramahnya selesai. Ketika selesai acara itu dia mengucap salam dan malah pergi. Maka kami tetapi di situ menunggu terjemah. Dia berkata: Saya ada keperluan, biar orang ini yang menerjemahkan. Maka kami shalat Isya’ sambil menunggu terjemahan ceramah itu, tapi tidak kunjung diterjemahkan. Maka saya temui lagi orang itu dan mengatakan: Ya akhi, kami datang ke tempat kalian ini bukan untuk main-main. Tapi kalian tadi meminta kepada kami untuk ikut serta bersama kalian berdakwah, maka kamipun datang menyambut ajakan kalian. Dan syaikh tadi telah berbicara. Ketika penerjemah akan menerjemah engkau malah melarangnya. Dan engkau menjanjikan akan menerjemahkannya, tapi engkau tidak lakukan sedikitpun. Maka dia berkata: Ya akhi, engkau tahu?! Masjid ini milik Khurafiyyin!! Kalau kita berbicara tentang tauhid, mereka akan mengusir kita dari masjid. Maka saya katakan: Ya akhi, apakah seperti ini dakwah para Nabi? Ya akhi, dakwah kalian sekarang menyebar di penjuru dunia. Kalian pergi ke Amerika, Iran dan Asia, kalian tidak dapati sedikitpun perlawanan selama-lamanya. Apakah seperti ini dakwah para Nabi? Semua manusia menerimanya dan menghormatinya? Dakwah para Nabi padanya ada pertempuran, darah, kesusahan-kesusahan dan lain-lain. Kalau engkau diusir dari suatu masjid, berdakwahlah di masjid lain atau di jalan-jalan atau di hotel-hotel. Katakan kalimat yang haq dan tinggalkan. Rasul saja diusir dari Mekkah karena sebab dakwah ini. Kemudian saya tanya sudah berapa lama dakwah ini berjalan? Dia berkata: Belum tiga puluh tahun. Saya katakan: Kalian telah menyebar di India, utara dan selatan. Dan engkau melihat fenomena kesyirikan di hadapanmu dan telah mati berjuta-juta orang. Sudah berapa juta orang yang mati selama itu dalam keadaan berada di atas kesesatan, kesyirikan dan bid’ah yang kalian sebarkan ini?! Dan engkau belum menerangkan hal itu kepada mereka! Apakah engkau tidak merasa kalau engkau akan ditanya di hadapan Allah karena engkau menyembunyikan kebenaran ini dan tidak menyampaikannya kepada para hamba Allah?! Diapun diam. Maka aku permisi dan keluar.

Mereka menyembunyikan kebenaran yang dinyatakan Al Qur`an. Dan mereka tidak menegakkan panji-panji tauhid dan tidak mau menyatakan peperangan kepada kesyirikan dan bid’ah. Mereka ini terkena ayat Allah:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُونَ

“Sesungguhnya orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkan kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati.” (Al Baqarah: 159).

Apa yang mereka dapati kalau mereka telah menyembunyikan kebenaran yang paling nyata?! Dan hal yang paling besar yang bukti-bukti itu berdiri di atasnya?! Bukti-bukti yang paling besar adalah ayat-ayat tauhid. Dakwah yang paling besar yang dilakukan para nabi dan Al Qur`an adalah tauhid. Dan yang paling jelek dan bahaya adalah syirik dan bid’ah. Al Qur`an dan Sunnah telah memeranginya. Kemudian mereka malah setuju dan bersama kesyirikan, bid’ah, dan para pendukungnya sampai mati. Berapa banyak orang yang mati di bawah panji ini dalam keadaan tidak tahu kebenaran tauhid selama itu?! Dan dalam keadaan tidak bisa membedakan antara tauhid dengan syirik?!

Kalau mereka tidak dihisab karena menyembunyikan ayat tauhid, maka siapa lagi yang dihisab?

Kita berharap kepada Allah agar menjadi orang yang menolong agama ini dan menasehati kaum muslimin. Dan agar Allah menjauhkan kita dari sifat menipu dalam agama, karena membiarkan bid’ah dan syirik adalah penipuan yang paling besar. Tidak ada penipuan yang bisa menyaingi penipuan ini. Kalau menipu manusia dalam perdagangan saja Rasulullah berlepas tangan, maka bagaimana lagi kalau menipu dalam agama? Bagaimana engkau bisa diam terhadap kesyirikan dan bid’ah?! Engkau merusak aqidah kaum muslimin dan masyarakat mereka. Kemudian engkau mengatakan: Kita semua kaum muslimin, bersaudara dan engkau tidak menerangkan mana yang haq dan mana yang batil?! Kita memohon kepada Allah agar Dia menjaga kita dari penyakit ini.” (Dari kaset Al Qaulul Baligh)

8. Syaikh Shalih bin Abdullah Al Abud hafidhahullah

Adapun tabligh… ketika Khilafah Utsmaniyyah runtuh bangkitlah firqah ini dengan pemikiran jama’ah ini, firqah tabligh. Dan mereka membuat dasar-dasar untuk para pengikutnya dengan nama “Ushulus Sittah” yang mereka dakwahkan manusia kepadanya. Dan di akhirnya mereka membai’at menurut empat macam tarekat sufi; Jistiyyah, Syahrawardiyyah, Naqsyabandiyah dan Matur… saya lupa yang keempat, yang jelas empat tarekat. Mereka dalam bidang aqidah adalah Maturidiyah atau Asy’ariyyah. Dan dalam pemahaman syahadat mereka, yaitu syahadat Laa Ilaaha Illallah dan Muhammad Rasulullah. Mereka tidak memahami maknanya kecuali bahwa: Tidak ada yang Kuasa untuk Mencipta dan Mengadakan serta Membuat kecuali Allah. Dan dalam memahami makna Muhammad Rasulullah, (mereka tidak memahaminya seperti yang kita fahami, yaitu membenarkan apa yang beliau sampaikan, mentaati apa yang beliau perintahkan, menjauhi apa yang beliau larang dan peringatkan dan Allah tidak diibadahi kecuali dengan apa yang beliau syariatkan). Pemahaman ini tidak ada di kalangan jama’ah tabligh, bahkan kadang-kadang mereka mengkultuskan individu-individu tertentu dan menyatakan mereka memiliki ‘Ishmah (tidak akan salah). Dan sampai-sampai bila para syaikhnya mati, mereka bangun di atas kuburannya bangunan-bangunan dalam masjid. Tabligh adalah firqah, tanpa perlu diragukan lagi. Karena menyelisihi firqatun Najiyah. Mereka memiliki manhaj khusus. Yang tidak ikut ke dalamnya tidak dianggap sebagai orang yang mendapat hidayah. Tabligh membagi manusia menjadi: Muhtadi (orang yang mendapat hidayah) dan manusia yang masih diharapkan mendapat hidayah (tim penggembira saja –pent). Golongan Muhtadi adalah yang telah masuk keseluruhan dalam tandhim (keorganisasian) dan firqah mereka. Dan yang non Muhtadi, tidak termasuk golongan mereka walaupun dia imam kaum muslimin. Ini dalam pemahaman mereka.

Ikhwanul Muslimin juga demikian, yang termasuk tandhim mereka adalah Ikhwanul Muslimin dan yang tidak masuk, maka bukan Ikhwanul Muslimin walaupun orang itu adalah alim dalam Islam. Cukup sikap ta’ashshub ini menjadi dalil bahwa mereka telah mengeluarkan diri-diri mereka sendiri dari jama’ah kaum muslimin. Karena jama’ah kaum muslimin tidak menganggap bahwa hidayah hanya sampai kepada mereka saja. Dan manhaj mereka adalah manhaj yang paling luas, karena mereka tidak mencap setiap orang yang tidak sefaham dengan mereka sebagai orang kafir. Tapi mereka masih mengakui bahwa mereka adalah kaum muslimin dan mengharapkan agar dia mendapat hidayah. Meskipun orang itu mengkafirkan mereka, mereka tetap tidak membalasnya dengan mengkafirkannya pula. Maka manhaj Firqatun Najiyah adalah manhaj yang paling luas dalam hal ini. Wallahu A’lam.
(Semua fatwa ini diambil dari kaset Al Qaulul Baligh ‘ala Dzammi Jama’atit Tabligh)

9. Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rahimahullah

Setelah membawakan pendirian beliau terhadap Ikhwanul Muslimin beliau berkata: “Adapun Jama’ah tabligh, silakan engkau membaca apa yang dituturkan syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Al Washshabi, ia berkata:

1. Mereka mengamalkan hadits-hadits dla’if (lemah) bahkan maudlu’ (palsu) serta Laa Ashla Lahu (tidak ada asalnya).

2. Tauhid mereka penuh dengan bid’ah, bahkan dakwah mereka berdasarkan bid’ah. Karena dakwah mereka berdasarkan Al Faqra (kefakiran) yaitu khuruj (keluar). Dan ini diharuskan di setiap bulan 3 hari, setiap tahun 40 hari dan seumur hidup 4 bulan, dan setiap pekan 2 jaulah… jaulah pertama di Masjid yang didirikan shalat padanya dan yang kedua berpindah-pindah. Di setiap hari ada 2 halaqah, halaqah pertama di masjid yang didirikan shalat padanya, yang kedua di rumah. Mereka tidak senang kepada seseorang kecuali bila dia mengikuti mereka. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah bid’ah dalam agama yang tidak diperbolehkan Allah Ta’ala.

3. Mereka berpendapat bahwa dakwah kepada tauhid akan memecah belah ummat saja.

4. Mereka berpendapat bahwa dakwah kepada sunnah juga memecah belah ummat.

5. Pemimpin mereka berkata dengan tegas bahwa: Bid’ah yang bisa mengumpulkan manusia lebih baik daripada sunnah yang memecah belah manusia.

6. Mereka menyuruh manusia untuk tidak menuntut ilmu yang bermanfaat secara isyarat atau terang-terangan.

7. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak bisa selamat kecuali dengan cara mereka. Dan mereka membuat permisalan dengan perahu Nabi Nuh ‘alaihis salam, siapa yang naik akan selamat dan siapa yang enggan akan hancur. Mereka berkata: “Sesungguhnya dakwah kita seperti perahu Nabi Nuh.” Ini saya dengar dengan telinga saya sendiri di Urdun (Yordania –ed) dan Yaman.

8. Mereka tidak menaruh perhatian terhadap tauhid Uluhiyyah dan Asma` was Sifat.

9. Mereka tidak mau menuntut ilmu dan berpendapat bahwa waktu yang digunakan untuk itu hanya sia-sia belaka.” (Dinukil dari kutaib Hadzihi Da’watuna wa ‘Aqidatuna, Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi’i hafidhahullah hal. 15-17)
Sumber: Buletin Islamy Al Manhaj edisi VI/1419 H/1998 M
(Dikutip dari http://salafy.iwebland.com/baca.php?id=6, judul asli Fatwa-fatwa Para Ulama tentang Firqah Tabligh, Buletin Islamy Al Manhaj edisi VI/1419 H/1998 M).
Sumber:

Fatwa-fatwa Ulama Terakhir tentang sesatnya Jama’ah

Syaikh Dr. Rabi Bin Hadi Al Madkhali :

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti petunjuknya. Amma Ba’du.

Sungguh telah sampai kepadaku beberapa selebaran yang memuat perkataan dua ulama besar salafy yaitu Syaikh Bin Baz dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah.
Sebagian pengikut Jama’ah Tabligh berusaha menyebarkannya dan mengedarkannya di kalangan orang-orang bodoh (tidak berilmu) dan orang yang tidak mengerti hakikat manhaj mereka (yakni manhaj Jama’ah Tabligh) yang bathil dan aqidah mereka yang rusak.

Memang di dalam perkataan dua Syaikh tersebut terdapat pernyataan yang memuji Jama’ah Tabligh.
Fatwa Syaikh Bin Baz berdasarkan penuturan seorang Tablighy (pengikut Jama’ah Tabligh) atau pendukungnya, dia menceritakan kepada Syaikh Bin Baz berita yang bertentangan dengan keadaan Jama’ah Tabligh yang sebenarnya. Dia juga memberikan gambaran yang berlawanan dsri kenyataannya.

Yang menguatkan ucapan kami adalah perkataan Syaikh Bin Baz Rahimahullah berikut:
“Tidak diragukan lagi bahwa umat manusia sangat membutuhkan pertemuan-pertemuan yang bagus semacam ini, yaitu perkumpulan dalam rangka mengingat Allah (dzikrullah), menyeru untuk berpegang teguh dengan islam, menerapkan ajaran-ajaran- Nya dan membersihkan tauhid dari bid’ah dan khurofat. (lihat fatwa Beliau, no 1007, tanggal 17/8/1407 H dan yang disebarkan oleh Jama’ah Tabligh sekarang).

Dari sini teranglah bahwa tablighy di atas menyebutkan dalam selebarannya bahwa Jama’ah Tabligh menyeru untuk berpegang teguh dengan islam dan menerapkan ajaran-ajaran-Nya dengan membersihkan tauhid dari bid’ah dan khurofat. Oleh karena itulah, maka Syaikh Bin Baz memuji mereka.

Seandainya penulis selebaran tersebut mengungkapkan fakta sebenarnya dan menggambarkan hakikat keadaan mereka serta menjelaskan hakikat manhaj mereka yang rusak, niscaya Syaikh Bin Baz As-Salafy Al-Muwahhid pasti mencela mereka dan memperingatkan umat dari bahayanya mereka sebagaimana yang beliau lakukan pada fatwa beliau yang terakhir tentang mereka yang akan dilampirkan di sini pula.

Adapun di dalam perkataan Al-Allamah Syaikh Ibnu ‘Utsaimin juga terdapat pernyataan yang menunjukkan bahwa beliau membiarkan ajaran mereka. Perhatikan pernyataan beliau berikut ini:
“Perhatikan” Jika perselisihan terdapat pada masalah aqidah maka wajib diluruskan. Apabila perkara tersebut menyelisihi madzab salaf, maka wajib diingkari dan wajib memperingatkan umat dari bahaya orang yang menelusuri jalan yang menyelisihi madzab salaf dalam bab ini. Lihat fatwa Ibnu ‘Utsaimin 92/936-944) sebagaimana disebutkan dalam selebaran yang diedarkan oleh Jama’ah Tabligh sekarang.

Tidak diragukan lagi bahwa perselisihan antara salafiyyun Ahlus Sunnah dan Ahlut Tauhid dengan Jama’ah Tabligh adalah suatu perselisihan yang sangat keras dan tajam dalam masalah aqidah dan manhaj.

Jama’ah Tabligh berpahaman Maturidiyah yang meniadakan sifat-sifat Allah. Mereka juga menganut paham Sufiyah dalam ibadah dan suluk (tata pergaulan-pent). Mereka berbai’at diatas empat Thariqat Sufiyah yan tenggelam dalam kesesatan. Thariqat-thariqat tersebut dibangun diatas pemahaman Hulul (Allah menyatu pada diri seseorang- pent), Wihdatul Wujud (semua yang ada adalah jelmaan Allah), Syirik dengan menyembah kubur dan kesesatan yang lainnya.

Pujian Syaikh ‘Utsaimin di atas pasti karena beliau belum mengetahui keadaan mereka yang sebenarnya. Seandainya beliau mengetahui (niscaya) beliau akan merendahkan dengan kesesatan mereka dan memperingatkan umat dengan peringatan yang paling keras. Dan beliau pasti akan menempuh jalan yang telah ditempuh oleh dua Syaikh beliau, yaitu syaikh Muhammad bin Ibrahim dan Imam Syaikh Bin Baz. Sebagaimana yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany, Syaikh Abdurrazaq ‘Afify, Syaikh Shaleh Bin Fauzan Al-fauzan, Syaikh Hamud At- Tuwaijiry, Syaikh Taqiyudin Al-Hilaly, Syaikh Sa’d Al-Husain, Syaikh Syaifurrahman dan Syaikh Muhammad Aslam.

Para masyayikh di atas memiliki beberapa karangan yang agung yang menjelaskan tentang kesesatan Jama’ah Tabligh dan bahayanya ajaran mereka baik dari sisi aqidah atau manhaj. Silakan penuntut kebenaran merujuk kepada kitab-kitab tersebut.

Sungguh telah rujuk (kembali kepada kebenaran) Abdurrahman Al-Mushry dari buku-bukunya yang mengandung pujian atas Jama’ah Tabligh, dan dia mengakui kesalahannya di sisiku.

Adapun Yusuf Al-Mulahy yang telah bergabung beersama Jama’ah Tabligh selama bertahun-tahun lamanya, kemudian menulis buku yang menjelaskan kesesatan dan rusaknya aqidah mereka. Namun sangat disesalkan, dia berbalik dari kebenaran. (Akhirnya) diapun menulis kitab terakhir yang menceritakan tentang kebaikan mereka, sedang bukunya yang pertama dia biarkan saja.

Namun tulisan para ‘ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah tentang manhaj Jama’ah Tabligh telah melumatkan kebatilannya. Terlebih lagi sebuah kaidah yang agung mengatakan bahwa,

“Celaan lebih didahulukan dari pujian”

Kaidah ini membatalkan setiap pujian dari siapapun yan memuji Jama’ah Tabligh, seandainya Tablighiyun (pengikut Jama’ah Tabligh) komitmen dalam memegang kaidah-kaidah islamiyah yang benar, (maka mereka) akan menempuh jalannya ahlul ilmi dan jalannya orang-orang yang memberi nasihat kepada Islam dan muslimin.

Ditulis oleh: Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali
Pada 29 /Muharam / 1421 H
(Fatwa Syaikh Dr. Rabi Bin Hadi Al Madkhali, Edisi Indonesia Fatwa Ulama Seputar Jama’ah Tabligh, Penerjemah Abu Bakar, Penerbit Al Haura)

Fatwa Terakhir Syeikh Abdul Aziz Bin Baz : Tahdzir (Peringatan) atas Jama’ah Tabligh

Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz telah ditanya tentang Jamaah Tabligh, si penanya berkata : “Wahai samahatu Syeikh, kami mendengar tentang Jamaah Tabligh dan dakwah yang mereka lakukan. Apakah Syeikh menasehatiku untuk bergabung dengan jamaah ini? Saya mohon diberi bimbingan dan nasehat, semoga Allah melipatgandakan pahala syeikh”.

Maka Syeikh menjawab dengan mengatakan : Setiap orang yang berdakwah kepada Allah maka ia adalah mubaligh, (balighu ‘anni walau ayah) artiya “sampaikanlah dariku walau satu ayat”. Akan tetapi Jamaah Tabligh yang terkenal, yang berasal dari india ini, mereka memiliki khurafat-khurafat, mereka memiliki sebagian bid’ah-bid’ah dan perbuatan syirik, maka tidak boleh keluar (berpergian) bersama mereka, kecuali seorang yang memiliki ilmu, ia keluar untuk mengingkari perbuatan mereka, dan mengajar mereka. Adapun jikalau ia keluar untuk mengikuti mereka, maka jangan (jangan keluar bersama mereka-pent). Karena mereka memiliki khurafat-khurafat, mereka memiliki kesalahan dan kekurangan dalam ilmu, akan tetapi jika ada jamaah dakwah selain mereka dari kalangan ahli ilmu dan ahli pemahaman, maka (tidak mengapa-pent) ia keluar bersama mereka untuk berdakwah kepada Allah. Atau seseorang yang memiliki ilmu, dan pemahaman, maka ia keluar bersama mereka untuk memahamkan mereka, mengingkari (kesalahan) mereka, dan membimbing mereka kepada jalan yang baik, serta mengajar mereka, sehingga mereka meninggalkan mazhab (ajaran) yang batil, dan memegang mazhab ahli sunnah wal jamaah.”

Maka hendaklah jamaah tabligh dan siapa yang simpati kepada mereka mengambil faidah dari fatwa ini yang menjelaskan kondisi mereka sebenarnya, akidah mereka, manhaj mereka dan karangan-karangan pemimpin mereka yang mereka ikuti. (Fatwa samahatus Syeikh Abdul Aziz Bin Baz ala Jamaatu Tabligh, fatwa ini dikeluarkan di Taif kira-kira dua tahun sebelum beliau wafat, dan didalamnya terdapat bantahan terhadap kekeliruan Jamaah Tabligh terhadap perkataan yang lama yang bersumber dari Syeikh, sebelum jelas baginya akan hakikat kondisi dan manhaj mereka).

Jamaah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin tergolong dari 72 golongan (firqah sesat).

Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz telah ditanya : “Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, tentang berpecahnya umat-umat (yakni) sabda beliau : “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan kecuali satu”. Apakah Jamaah Tabligh dengan kondisi mereka yang memiliki beberapa kesyirikan dan bid’ah, dan Jamaah Ikhwan Muslimin dengan kondisi mereka yang memiliki sifat hizbiyah (berkelompok), dan menentang penguasa, serta tidak mau tanduk dan patuh, apakah dua golongan ini masuk ? (ke dalam hadits tadi,red).

Maka Syeikh menjawab : “Dia masuk dalam 72 dolongan ini (golongan sesat, red), barangsiapa yang menyelisihi akidah ahli sunnah maka ia telah masuk kepada 72 golongan. Maksud dari sabda beliau (umatku) adalah umat ijabah artinya mereka yang menerima dan menampakkan keikutan mereka kepada beliau, tujuh puluh tiga golongan, yang lolos dan selamat adalah yang mengikuti beliau dan konsekwan dalam agamanya. Dan tujuh puluh dua golongan, di antara mereka ada bermacam-macam, ada yang kafir, ada yang bermaksiat dan ada yang berbuat bid’ah.”

Lalu si penanya berkata : “Maksudnya kedua golongan ini (Jamaah Tabligh dan Ikhwan) termasuk dari tujuh puluh dua ? Syeikh menjawab : “Ya. Termasuk dari tujuh puluh dua, begitu juga Murjiah dan lainnya, Murjiah dan Khawarij. Oleh sebagain ahli ilmu memandang Khawarij tergolong dari orang kafir yang keluar dari Islam, akan tetapi ia termasuk dari keumuman tujuhpuluh dua itu. (Direkam dalam pelajaran syaikh Bin Baz, Syarh al Muntaqa di kota Thaif, sebelum beliau wafat kira-kira dua tahun atau kurang).

Hukum Khuruj (Keluar) Bersama Jamaah Tabligh.

Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz telah ditanya :
“Saya telah keluar bersama Jamaah Tabligh ke India dan Pakistan, kami berkumpul dan shalat di mesjid-mesjid yang di dalamnya terdapat kuburan, dan saya mendengar bahwa shalat di mesjid yang di dalamnya terdapat kuburan, maka shalatnya batal (tidak sah), apakah pendapat Syeikh tentang shalat saya, apakah saya mengulanginya, dan apa hukum khuruj (keluar) bersama mereka kepada tempat-tempat seperti ini?

Jawab :
“Bismillah walhamdulillah, amma ba’du : Sesungguhnya Jamaah Tabligh, mereka tidak mempunyai ilmu dan pemahaman dalam masalah-masalah akidah, maka tidak boleh keluar (khuruj) bersama mereka, kecuali bagi orang yang memiliki ilmu dan pemahaman tentang akidah yang benar yang dipegang teguh oleh ahli sunnah wal jamaah, sehingga ia membimbing, dan menasehati mereka, serta bekerja sama dengan mereka dalam kebaikan, karena mereka gesit dalam beramal, akan tetapi mereka butuh penamahan ilmu dan butuh kepada orang yang akan memahamkan mereka dari kalangan ulama-ulama tauhid dan sunnah. Semoga Allah menganugerahkan kepada semua akan pemahaman dalam agama dan konsekwen di atasnya. Adapun shalat di dalam mesjid-mesjid yang di dalamnya ada kuburan, maka shalatnya tidak sah, dan kamu wajib mengulangi shalat yang kamu kerjakan di mesjid-mesjid itu, karena Nabi bersabda :

“Allah telah melaknat Yahudi dan Narani yang mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai mesjid”. (Muttafaqun ‘alaihi).

Dan sabda Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam :

“Ingatlah sesungguhnya orang sebelum kalian, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi dan orang-orang shaleh mereka sebagai mesjid, ingatlah, maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai mesjid, sesungguhnya saya melarang kalian akan itu”. (H.R. Muslim). Dan hadits-hadits pada hal ini sangatlah banyak, wa billahi taufiq, semoga Allah menanugerakan salawat dan salam atas nabi kita Muhammad dan atas keluarganya serta sahabatnya. (Fatwa dikeluarkan tanggal 2/11/1414 H)

Perkataan Syaikh Abdul Aziz Bin Baz : “Maka tidak boleh khuruj (keluar) bersama mereka, kecuali orang yang mempunyai ilmu dan pemahaman tentang akidah yang shahih yang dipegang teguh oleh Ahli Sunnah wal Jamaah, sehingga ia bisa membimbing dan menasehati mereka serta bekerja sama dengan mereka untuk melakukan kebajikan.”

Penyusun mengatakan : “Semoga Allah merahmati Syeikh, kalaulah mereka itu mau menerima nasehat, dan bimbingan dari ahli ilmu, tentulah tidak ada halangan untuk keluar (khuruj) bersama mereka, akan tetapi realita yang membuktikan bahwasanya mereka tidak mau menerima nasehat dan tidak mau meninggalkan kebatilan mereka. Disebabkan ta’asub (fanatik) dan sikap menuruti hawan nafsu mereka yang bersangatan. Kalaulah mereka menerima nasehat-nasehat para ulama, niscaya mereka telah meninggalkan manhaj mereka yang batil dan pastilah mereka telah menempuh jalan ahli tauhid dan sunnah. Jika seandainya permasalahannya seperti itu, maka tidaklah boleh khuruj (keluar) bersama mereka, sebagaimana sikap itu merupakan sikap manhaj salafusholeh yang berpengang kepada kitab dan sunnah dalam mentahdzir (memperingatkan) dari ahli bid’ah dan dari bergaul serta bermajlis dengan mereka, karena hal itu adalah menambah banyaknya keanggotaan mereka, dan membantu dan memperkuat bersebarnya kesesatan mereka, dan hal itu adalah pengkhianatan terhadap agama Islam dan kaum muslimin, terpedaya oleh mereka dan kerja sama dalam melakukan dosa dan melampaui batas. Apalagi mereka itu melakukan bai’at berdasarkan atas 4 macam tarikat (ajaran) sufi yang di dalamnya terdapat keyakinan hululiyah (Allah menepati makhluk) dan wahdatul wujud (Allah dan makhluk satu) serta syirik dan bid’ah.”

Fatwa Lajnah Daimah (Lembaga Tetap) tentang Jamaah Tabligh. No fatwa : 17776, tertanggal : 18/3/1416 H.

Seorang penanya (Muhammad Kahlid Al Habsi) bertanya setelah ia mengemukakan pertanyaan pertama, sebagai berikut : Pertanyaan Kedua :
“Saya pernah membaca beberapa fatwa Syeikh (Ibnu Baz). Dan Syeikh mendorong / mengajak pelajar (penuntut ilmu) untuk keluar (khuruj) bersama Jamaah Tabligh, dan alhamdulillah kami telah khuruj bersama mereka, dan kami memetik faidah yang banyak, akan tetapi, wahai Syeikh yang mulia, saya melihat sebagian amalan (yang dikerjakan-pent) tidak ada tercantum di dalam Kitabullah dan sunnah rasul-Nya seperti :
1. Membuat lingkaran di dalam mesjid pada setiap dua orang atau lebih, lalu mereka saling mengingat sepuluh surat terakhir dari Al Quran, dan konsisten dalam menjalankan amalan ini dengan cara seperti ini pada setiap kali kami khuruj (keluar).
2. Ber’itikaf pada seriap hari Kamis dalam bentuk terus menerus.
3. Membatasi hari untuk khuruj, yaitu tiga hari dalam satu bulan, empat puluh hari setiap tahun dan empat bulan seumur hidup.
4. Selalu doa berjamaah setiap setelah bayan (pelajaran).
Bagaimanakah wahai syeikh yang mulia, jika seandainya saya keluar bersama jamaah ini, dan saya melakukan amalan-amalan dan perbuatan ini yang tidak pernah terdapat di dalam kitabullah dan sunnah rasul, ketahuilah wahai syeikh yang mulia, sesungguhnya merupakan hal yang sangat sukar sekali untuk merobah metode (manhaj) ini. Beginilah cara dan metode mereka seperti yang diterangkan di atas.

Jawab :

“Apa yang telah anda sebutkan dari perbuatan jamaah ini (Jamaah Tabligh) seluruhnya adalah bid’ah, maka tidak boleh ikut serta sama mereka, sampai mereka berpegang teguh dengan manhaj kitab dan sunnah serta meninggalkan bid’ah-bid’ah.”

Tertanda : Ketua Lajnah : Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.
Anggota : Abdul Aziz bin Abdullah Ali Syeikh.
Anggota : Sholeh bin Fauzan Al Fauzan.
Anggota : Bakr bin Abdullah Abu Zaid.

Fatwa Syeikh ‘Alaamah Muhammad bin Ibrahim Ali Syeikh : Tahdzir (peringatan) dari jamaah Tabligh.

“Dari Muhammad bin Ibrahim ke hadapan pangeran Khalid bin Su’ud, pimpinan kantor kerajaan yang terhormat, Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh dan selanjutnya : Sungguh saya telah menerima surat Pangeran (No 36/4/5-d, tertanggal 21/1/1382 H) beserta lampirannya, hal itu adalah harapan yang diangkat kepada hadapan dipetuan agung Raja yang terhotmat, dari Muhammad Abdul Majid Al Qadiri, Syah Ahmad Nurani, Abdus Salam Al Qadiri dan Su’ud Ahmad Ad Dahlawi, sekitar permohonan mereka minta bantuan untuk proyek organisasi mereka yang mereka namakan (Kuliah Da’wah Tabligh Al Islamiyah) dan begitu juga buku-buku kecil yang dilampirkan bersama surat mereka. Saya mengemukakan kepada hadapan Pangeran, bahwasanya organisasi ini tidak ada kebaikan di dalamnya, karena sesungguhnya ia adalah organisasi bid’ah dan sesat. Dan dengan membaca buku-buku kecil yang dilampirkan dengan surat mereka, maka kami telah menemukan buku-buku itu mengandung kesesatan, bid’ah dan dakwah (ajakan) kepada mengibadati kubur dan syirik. Hal itu adalah perkara yang tidak mungkin didiamkan. Oleh karena itu kami insya Allah akan membalas surat mereka dengan apa yang mungkin menyingkap kesesatan mereka dan membantah kebatilan mereka. Dan kita mohon kepada Allah semoga Dia menolong agama-Nya, dan mengangkat kalimat-Nya, wassalamu’alikum warahmatullah”. [S-M-405 pada tanggal 29/1/1382H]. (Rujukan kitab Al Qaulul Baligh fit Tahdzir Min Jamaatit Tabligh, oleh syeikh Hamud At Tuwaijiri halaman : 289).

Fatwa syeikh Alaamah Muhammad Nasuruddin Al Albani tentang Jamaah Tabligh. Beliau pernah ditanya :
“Apakah pendapat Syekh tentang Jamaah Tabligh, apakah boleh bagi pelajar (penuntut ilmu) atau lainnya untuk khuruj (keluar) bersama mereka dengan dalih berdakwah kepada Allah ?

Maka beliau menjawab :
Jamaah Tabligh tidak berdiri (berdasarkan) atas manhaj kitabullah dan sunnah rasul-Nya ‘alaihi salawat wa salam, dan apa yang dipegang oleh salafuu sholeh. Kalau seandainya perkaranya seperti itu, maka tidaklah boleh khuruj bersama mereka, karena hal itu bertentangan dengan manhaj kita dalam menyampaikan manhaj salafus sholeh. Maka dalam medan dakwah kepada Allah, yang keluar itu adalah orang yang berilmu, adapun orang-orang yang keluar bersama mereka, yang wajib mereka lakukan adalah untuk tetap tinggal di negeri mereka dan memperlajari ilmu di mesjid-mesjid mereka, sampai-sampai mesjid-mesjid itu mengeluarkan ulama yang melaksanakan tugas dalam dakwah kepada Allah. Dan selama kenyataanya masih seperti itu, maka wajiblah atas penuntut ilmu (pelajar) untuk mendakwahi mereka-mereka itu (Jamaah Tabligh-pent) di dalam rumah mereka sendiri, agar mempelajari kitab dan sunnah dan mengajak manusia kepadanya. Sedang mereka -yakni Jamaah Tabligh- tidak menjadikan dakwah kepada kitab dan sunnah sebagai dasar umum, akan tetapi mereka mengatagorikan dakwah ini sebagai pemecah. Oleh karena itu, maka mereka itu lebih cocok seperti Jamaah Ikhwan Muslimin.

Mereka mengatakan bahwa dakwah kami berdiri atas kitab dan sunnah, akan tetapi ini hanya semata-mata ucapan, sedangkan mereka tidak ada akidah yang menyatukan mereka, yang ini Maturidi dan yang itu Asy’ari, yang ini sufi dan yang itu tidak punya mazhab. Itu, karena dakwah mereka berdiri atas dasar : bersatu, berkumpul, kemudian pengetahuan. Pada hakikatnya mereka tidak mempunyai pengetahuan sama sekali, sungguh telah berjalan bersama mereka waktu lebih dari setengah abad, tidak pernah seorang alim pun yang lahir di tengah-tengah mereka. Adapun kita, maka kita mengatakan : Berpengetahuan (dulu), kemudian berkumpul, sehingga perkumpulan itu berada di atas pondasi yang tidak ada perbedaan di dalamnya. Dakwah Jamaah Tabligh adalah sufi moderen, yang mengajak kepada akhlak. Adapun memperbaiki akidah masyarakat, maka mereka itu tidak bergeming, karena dakwah ini (memperbaiki akidah) -sesuai dengan prasangka mereka- memecah belah.

Dan sungguh telah terjadi koresponden antara akh Sa’ad Al Hushain dan pemimpin Jamaah Tabligh di India atau Pakistan, maka jelaslah darinya bahwa sesungguhnya mereka itu menyetujui tawasul, dan istighatsah dan banyak hal-hal lain yang sejenis ini. Dan mereka meminta kepada anggota mereka untuk membai’at di atas emapat macam terikat (ajaran), diantaranya adalah : An Naqsyabandiyah, maka setiap orang tabligh seyogyanya untuk membai’at di atas dasar ini.

Dan mungkin seorang akan bertanya : Sesungguhnya Jamaah ini, disebabkan usaha anggota-anggotnya telah kembali (insaf dan sadar) kebanyakan manusia kepada Allah, bahkan mungkin melalui tangan-tangan mereka kebanyakan orang non muslim telah masuk Islam. Apakah ini sudah cukup sebagai dalih bolehnya untuk keluar dan bergabung bersama mereka pada apa yang mereka dakwahkan? Maka kita katakan : “Sesungguhnya ucapan-ucapan ini sering kami ketahui dan kami dengar dan kami dengar (juga) dari orang-orang sufi!!. Ini bagaikan : Ada seorang syeikh akidahnya rusak, dan tidak pernah mengetahui sedikitpun tentang sunnah, bahkan ia memakan harta orang dengan cara batil (tidak sah)…. Disamping itu banyak orang yang fasik (yang berdosa) bertaubat lewat tangannya….! Maka setiap jamaah yang mengajak kepada kebajikan pasti mempunyai pengikut, akan tetapi kita harus melihat kepada intisari permasalahan, kepada apakah yang mereka mengajak / berdakwah? Apakah kepada mengikuti kitabullah dan hadits Rasul, kepada akidah salafus sholeh, tidak ta’ashub (fanatik) mazhab, dan mengikuti sunnah, dimanapun dan sama siapapun? Maka Jamaah Tabligh, mereka tidak memiliki manhaj ilmu, akan tetapi manhaj mereka sesuai dengan tempat dimana mereka berada, mereka berubah warna dengan setiap warna.
(Rujuklah Fatwa Imaratiyah, karangan Al Albani soal no : 73 hal : 38).
Tulisan kelima dari lima tulisan (tulisan terakhir).

Fatwa Syeikh Alaamah Abdur Razzaq ‘Afifi Tentang Jamaah Tabligh.

Syeikh ditanya tentang khuruj Jamaah Tabligh dalam rangka mengingatkan manusia kepada keagungan Allah. Maka Syeikh berkata : “Pada kenyataannya, sesungguhnya mereka adalah mubtadi’ (orang yang membuat bid’ah) yang mutar balikkan serta pelaku terikat (ajaran) Qadariyah dan lainnya. Khuruj mereka bukanlah di jalan Allah, akan tetapi di jalan Ilyas (Muhammad Ilyas, pendiri Jamaah Tabligh-pent), mereka tidak mengajak kepada kitab dan sunnah, akan tetapi mengajak kepada Ilyas Syeikh mereka di Bangladesh. Adapun khuruj dengan tujuan dakwah kepada Allah, itulah khuruj di jalan Allah, dan ini bukan khurujnya Jamaah Tabligh. Saya mengetahui Jamaah Tabligh sejak zaman dahulu, mereka itu adalah pembuat bid’ah di manapun mereka berada, di Mesir, di Israil, di Amerika, di Saudi, semua mereka selalu terikat dengan syeikh mereka yaitu Ilyas”.
(Fatawa dan Rasail oleh samahatu syeikh Abdur Razzaq ‘Afifi juz 1/174).

Fatwa Syeikh Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan Syeikh Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan telah ditanya :
“Apakah pendapat syeikh tentang orang yang keluar (khuruj) ke luar Kerajaan Saudi untuk berdakwah, sedangkan mereka belum pernah menuntut ilmu sama sekali, dan mereka memberikan motivasi untuk itu, dan mereka elu-elukan syi’ar yang aneh, dan mendakwakan sesungguhnya siapa yang keluar di jalan Allah untuk berdakwah, maka Allah akan memberinya ilham. Mendakwakan sesungguhnya ilmu itu bukanlah syarat yang penting. Tentu Syeikh mengetahui bahwa di luar kerajaan Saudi ini akan ditemukan aliran-aliran dan agama-agama serta pertanyaan-pertanyaan yang akan dilontarkan kepada si dai. Tidakkah Anda melihat wahai Syeikh yang mulia, sesungguhnya orang yang keluar di jalan Allah itu harus mempunyai senjata agar bisa menghadapi masyarakat, terkhusus di timur Asia, dimana mereka memerangi / membenci pembaharu dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab? Saya mohon jawaban atas pertanyaan saya ini agar manfaatnya menyebar.”

Jawab :

Khuruj (keluar) di jalan Allah, bukanlah khuruj yang mereka maksudkan sekarang. Khuruj (keluar) di jalan Allah adalah keluar untuk berperang. Adapun apa yang mereka namakan dengan khuruj itu, sesungguhnya ini adalah bid’ah yang tidak pernah datang dari salaf. Seorang keluar untuk berdakwah kepada Allah, tidaklah dibatasi pada hari-hari tertentu, akan tetapi berdakwah kepada Allah sesuai dengan kesempatan dan kemampuannya, tanpa harus terikat dengan jamaah atau terikat dengan empat puluh hari atau kurang atau lebih. Dan begitu juga, di antara yang wajib atas seorang dai, ia haruslah mempunyai ilmu, seseorang tidak boleh berdakwah kepada Allah sedangkan ia bodoh (tidak berilmu), Allah berfirman : Artinya : “Inilah jalanku, yang aku mengajak kepada Allah di atas pengetahuan” Yaitu atas ilmu, karena seorang dai mesti mengetahui apa yang akan didakwahinya, berupa hukum-hukum yang wajib, yang sunat, yang haram dan yang makruh. Dia harus mengetahui apa itu syirik, maksiat, kekufuran, kefasikan, kemaksiatan. Dan harus mengetahui tingkat-tingkat pengingkaran, dan bagaimana cara mengingkari.

Khuruj yang menyebabkan disibukan dari menuntut ilmu adalah perkara yang batil (salah), karena menuntut ilmu itu adalah fardu (kewajiban), dan ilmu itu tidak bisa didapatkan kecuali dengan cara belajar, tidak akan didapatkan dengan cara ilham, ini merupakan khurafat sufi yang sesat, karena amal tanpa ilmu adalah kesesatan. Dan tentu meraih ilmu tanpa belajar adalah angan-angan yang salah.
(Dari kitab Tsalatsu Muhadharat fil Ilmi Wad Da’wah)

(Dikutip dari terjemah Fatwa Syaikh Dr. Rabi Bin Hadi Al Madkhali, Edisi Indonesia Fatwa Ulama Seputar Jama’ah Tabligh, Penerjemah Abu Bakar, Penerbit Al Haura, terjemah Tsalatsu Muhadharat fil Ilmi Wad Da’wah)
http://salafy.or.id/blog/2003/11/09/fatwa-fatwa-ulama-terakhir-tentang-sesatnya-jamaah-tabligh/

Membongkar Kedok Jamaah Tabligh

Kelompok tabligh atau yang lebih dikenal sebagai Jamaah Tabligh mungkin sudah sangat akrab di telinga masyarakat. Lahiriahnya, kelompok ini getol mendakwahkan keutamaan amalan-amalan tertentu dan mengajak kaum muslimin untuk senantiasa memakmurkan masjid. Namun, di balik itu mereka memiliki banyak penyimpangan yang membahayakan akidah.
Jamaah Tabligh tentu bukan nama yang asing lagi bagi masyarakat kita. Lebih-lebih bagi mereka yang menggeluti dunia dakwah. Dengan menghindari ilmu-ilmu fikih dan akidah yang sering dituding sebagai ‘biang pemecah belah umat’, membuat dakwah mereka sangat populer dan mudah diterima masyarakat berbagai lapisan.
Bahkan, saking populernya, apabila ada seseorang yang berpenampilan mirip mereka atau kebetulan mempunyai ciri-ciri yang sama dengan mereka, biasanya akan ditanya, “Mas, Jamaah Tabligh, ya?” atau “Mas, karkun, ya?”
Yang tragis, jika ada yang berpenampilan serupa meski bukan dari kalangan mereka, kemudian langsung dihukumi sebagai Jamaah Tabligh. bagaimanakah hakikat jamaah yang berkiblat ke India ini? Kajian kali ini adalah jawabannya.

Pendiri Jamaah Tabligh
Jamaah Tabligh didirikan oleh seorang Sufi dari tarekat Jisytiyah yang berakidah Maturidiyah[1] dan bermazhab fikih Hanafi. Ia bernama Muhammad Ilyas bin Muhammad Isma’il al-Hanafi ad-Diyubandi al-Jisyti al-Kandahlawi kemudian ad-Dihlawi.
Al-Kandahlawi adalah nisbat kepada Kandahlah, sebuah desa yang terletak di daerah Sahranfur. Adapun ad-Dihlawi adalah nisbat kepada Dihli (New Delhi, -red.), ibukota India. Di tempat dan negara inilah, markas gerakan Jamaah Tabligh berada. Adapun ad-Diyubandi adalah nisbat kepada Diyuband, yaitu madrasah terbesar bagi penganut mazhab Hanafi di Semenanjung India. Sementara itu, al-Jisyti adalah nisbat kepada tarekat al-Jisytiyah, yang didirikan oleh Mu’inuddin al-Jisyti.
Muhammad Ilyas dilahirkan pada tahun 1303 H dengan nama asli Akhtar Ilyas. Ia meninggal pada 11 Rajab 1363 H. (Bis Bri Musliman, hlm. 583, Sawanih Muhammad Yusuf, hlm. 144—146, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hlm. 2)

Latar Belakang Berdirinya Jamaah Tabligh
Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad ad-Dihlawi mengatakan, ”Ketika Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang Meiwat (suku-suku yang tinggal di dekat Delhi, India) jauh dari ajaran Islam, berbaur dengan orang-orang Majusi para penyembah berhala Hindu, bahkan memakai nama-nama mereka, dan tidak ada lagi keislaman yang tersisa selain hanya nama dan keturunan, serta kebodohan yang kian merata, tergeraklah hati Muhammad Ilyas. Pergilah ia kepada syaikhnya dan syaikh tarekatnya, seperti Rasyid Ahmad al-Kanhuhi dan Asyraf Ali at-Tahanawi untuk membicarakan masalah ini. Ia pun akhirnya mendirikan gerakan tabligh di India atas perintah dan arahan dari para syaikhnya tersebut.” (Nazhrah ‘Abirah I’tibariyah Haulal Jama’ah at-Tablighiyah, hlm. 7—8, dinukil dari kitab Jama’atut Tabligh Aqa’iduha wa Ta’rifuha, karya Sayid Thaliburrahman, hlm. 19)
Adalah hal yang ma’ruf di kalangan tablighiyin (para pengikut jamaah tabligh, -red.) bahwa Muhammad Ilyas mendapatkan tugas dakwah tabligh ini setelah kepergiannya ke makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 3)

Markas Jamaah Tabligh
Markas besar mereka berada di Delhi, tepatnya di daerah Nizhamuddin. Markas kedua berada di Raywind, sebuah desa di kota Lahore (Pakistan). Markas ketiga berada di kota Dhaka (Banglades). Yang menarik, pada markas-markas mereka yang berada di daratan India itu, terdapat hizib (rajah) yang berisikan surat al-Falaq dan an-Nas, nama Allah subhanahu wa ta’ala yang agung, dan nomor 2-4-6-8 berulang 16 kali dalam bentuk segi empat, yang dikelilingi beberapa kode yang tidak dimengerti.[2] ( Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 14)
Yang lebih mengenaskan, masjid mereka di kota Delhi yang menjadi markas mereka, di belakangnya terdapat empat buah kuburan. Ini menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mereka menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang saleh mereka sebagai masjid. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid, bahkan mengabarkan bahwa mereka adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. (al-Qaulul Baligh fit Tahdziri min Jama’atit Tabligh, karya asy-Syaikh Hamud at-Tuwaijiri, hlm. 12)

Asas dan Landasan Jamaah Tabligh
Jamaah Tabligh mempunyai suatu asas dan landasan yang sangat teguh mereka pegang, bahkan cenderung berlebihan. Asas dan landasan ini mereka sebut dengan al-ushulus sittah (enam landasan pokok) atau ash-shifatus sittah (sifat yang enam), dengan rincian sebagai berikut.

Sifat Pertama: Merealisasikan Kalimat Thayibah Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah
Kritik: Mereka menafsirkan makna Laa Ilaha Illallah dengan “mengeluarkan keyakinan yang rusak tentang sesuatu dari hati kita dan memasukkan keyakinan yang benar tentang Dzat Allah, bahwa Dialah Sang Pencipta, Maha Pemberi Rezeki, Maha Mendatangkan mudarat dan manfaat, Maha Memuliakan dan Menghinakan, Maha Menghidupkan dan Mematikan”. Kebanyakan pembicaraan mereka tentang tauhid hanya berkisar pada tauhid rububiyah ini. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 4)
Padahal makna Laa Ilaha Illallah sebagaimana diterangkan para ulama adalah “Tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah.” (Fathul Majid, karya asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan alusy Syaikh, hlm. 52—55)
Adapun makna merealisasikannya adalah merealisasikan tiga jenis tauhid; uluhiyah, rububiyah, dan asma wash shifat (al-Quthbiyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, karya Abu Ibrahim Ibnu Sulthan al-‘Adnani, hlm. 10).
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan juga menyatakan, “Merealisasikan tauhid artinya membersihkan dan memurnikan tauhid (dengan tiga jenisnya, –pen.) dari kesyirikan, bid’ah, dan kemaksiatan.” (Fathul Majid, hlm. 75)
Oleh karena itu, asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad ad-Dihlawi mengatakan bahwa di antara ciri khas Jamaah Tabligh dan para pemukanya adalah apa yang sering dikenal dari mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang mengikrarkan tauhid. Namun, tauhid mereka tidak lebih dari tauhid kaum musyrikin Quraisy Makkah, yaitu hanya berkisar pada tauhid rububiyah saja, serta kental dengan warna-warna tasawuf dan filsafat. Adapun tauhid uluhiyah dan ibadah, mereka sangat kosong dari itu. Bahkan, dalam hal ini, mereka termasuk golongan orang-orang musyrik. Untuk tauhid asma wash shifat, mereka berada dalam lingkaran Asya’irah dan Maturidiyah, kepada Maturidiyah mereka lebih dekat. (Nazhrah ‘Abirah I’tibariyah Haulal Jama’ah at-Tablighiyah, hlm. 46)

Sifat Kedua: Shalat dengan Penuh Kekhusyukan dan Rendah Diri
Kritik: Asy-Syaikh Hasan Janahi berkata, “Demikianlah perhatian mereka pada shalat dan kekhusyukannya. Akan tetapi, di sisi lain mereka sangat buta tentang rukun-rukun shalat, kewajibankewajibannya, sunnah-sunnahnya, hukum sujud sahwi, dan perkara fikih lainnya yang berhubungan dengan shalat dan thaharah (bersuci). Tablighi (pengikut Jamaah Tabligh, –red.) tidak mengetahui hal-hal tersebut kecuali hanya segelintir orang dari mereka.” (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an-Tushahhah, hlm. 5—6)

Sifat ketiga: Keilmuan yang Ditopang dengan Zikir[3]
Kritik: Mereka membagi ilmu menjadi dua bagian: ilmu masail dan ilmu fadhail. Ilmu masail, menurut mereka, adalah ilmu yang dipelajari di negeri masing-masing. Adapun ilmu fadhail adalah ilmu yang dipelajari pada ritual khuruj (lihat penjelasan sifat keenam, -red.) dan majelis-majelis tabligh. Jadi, yang mereka maksudkan dengan ilmu adalah sebagian dari fadhail amal (amalan-amalan utama, pen.) dan dasar-dasar pedoman Jamaah (secara umum), seperti sifat yang enam dan sejenisnya. Hampir-hampir tidak ada lagi selain itu.
Orang-orang yang bergaul dengan mereka tidak bisa memungkiri keengganan mereka untuk menimba ilmu agama dari para ulama, dan minimnya mereka dari buku-buku pengetahuan agama Islam. Bahkan, mereka berusaha menghalangi orang-orang yang mencintai ilmu dan menjauhkan mereka dari buku-buku agama serta para ulamanya. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 6 dengan ringkas)

Sifat Keempat: Menghormati Setiap Muslim
Kritik: Sesungguhnya Jamaah Tabligh tidak mempunyai batasan-batasan tertentu dalam merealisasikan sifat keempat ini, khususnya dalam masalah al-wala (kecintaan) dan al-bara (kebencian). Demikian pula perilaku mereka yang bertentangan dengan kandungan sifat keempat ini.
Mereka memusuhi orang-orang yang menasihati mereka atau yang berpisah dari mereka karena beda pemahaman, walaupun orang tersebut ‘alim rabbani (ulama yang lurus di atas kebenaran). Memang, hal ini tidak terjadi pada semua tablighiyin, tetapi inilah yang disorot oleh kebanyakan orang tentang mereka. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 8)

Sifat Kelima: Memperbaiki Niat
Kritik: Tidak diragukan lagi bahwa memperbaiki niat termasuk pokok agama dan keikhlasan adalah porosnya. Akan tetapi, semua itu membutuhkan ilmu. Karena Jamaah Tabligh adalah orang-orang yang minim ilmu agamanya, maka banyak pula kesalahan mereka dalam merealisasikan sifat kelima ini. Oleh karena itu, engkau dapati mereka biasa shalat di masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 9)

Sifat Keenam: Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah subhanahu wa ta’ala
Kritik: Cara merealisasikannya adalah dengan menempuh khuruj (keluar untuk berdakwah, –pen.) bersama Jamaah Tabligh, empat bulan untuk seumur hidup, 40 hari pada tiap tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu. Yang pertama dengan menetap pada suatu daerah dan yang kedua dengan cara berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain. Hadir pada dua majelis ta’lim setiap hari, majelis ta’lim pertama diadakan di masjid sedangkan yang kedua diadakan di rumah. Meluangkan waktu 2,5 jam setiap hari untuk menjenguk orang sakit, mengunjungi para sesepuh dan bersilaturahmi, membaca satu juz al-Qur’an setiap hari, memelihara zikir-zikir pagi dan sore, membantu para jamaah yang khuruj, dan i’tikaf pada setiap malam Jum’at di markas.
Sebelum melakukan khuruj, mereka selalu diberi hadiah berupa konsep berdakwah (ala mereka, –pen.) yang disampaikan oleh salah seorang anggota jamaah yang berpengalaman dalam hal khuruj. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 9)
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan berkata, “Khuruj di jalan Allah subhanahu wa ta’ala adalah khuruj untuk berperang. Adapun apa yang sekarang mereka (Jamaah Tabligh, –pen.) sebut dengan khuruj, maka ini adalah bid’ah. Belum pernah ada (contoh) dari salaf tentang keluarnya seseorang untuk berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala yang harus dibatasi dengan jumlah hari-hari tertentu. Bahkan, hendaknya seseorang berdakwah sesuai dengan kemampuan tanpa dibatasi dengan jamaah tertentu, dibatasi empat puluh hari, kurang atau lebih.” (Aqwal ‘Ulama as-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hlm. 7)
Asy-Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi berkata, “Khuruj mereka ini bukan di jalan Allah subhanahu wa ta’ala, tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidak berdakwah kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi berdakwah kepada (pemahaman) Muhammad Ilyas, syaikh mereka yang ada di Banglades.” (Aqwal ‘Ulama as-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hlm. 6)

Akidah Jamaah Tabligh dan Para Tokohnya
Jamaah Tabligh dan para tokohnya adalah orang-orang yang memiliki banyak kerancuan dalam hal akidah[4].
Demikian pula kitab referensi utama mereka, Tablighi Nishab atau Fadhail A’mal karya Muhammad Zakariya al-Kandahlawi, adalah kitab yang penuh dengan kesyirikan, bid’ah, dan khurafat.
Di antara sekian banyak kesesatan mereka dalam masalah akidah adalah[5]:
Keyakinan tentang wihdatul wujud (bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menyatu dengan alam ini). (kitab Tablighi Nishab, 2/407, bab “Fadhail Shadaqat”, cet. Idarah Nasyriyat Islam Urdu Bazar, Lahore)
Sikap berlebihan terhadap orang-orang saleh dan keyakinan bahwa mereka mengetahui ilmu gaib. (Fadhail A’mal, bab “Fadhail Zikir”, hlm. 468—469, dan hlm. 540—541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore)
Tawasul dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (setelah beliau wafat) dan kepada selain beliau, serta berlebihan dalam hal ini. (Fadhail A’mal, bab “Shalat”, hlm. 345, dan bab “Fadhail Zikir”, hlm. 481—482, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore)
Keyakinan bahwa para syaikh Sufi dapat menganugerahkan berkah dan ilmu laduni. ( Fadhail A’mal, bab “Fadhail Qur’an”, hlm. 202—203, Kutub Khanat Faidhi, Lahore)
Keyakinan bahwa seseorang bisa mempunyai ilmu kasyaf, yakni bisa menyingkap segala sesuatu dari perkara gaib atau batin. (Fadhail A’mal, bab “Zikir”, hlm. 540—541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore)
Hidayah dan keselamatan hanya bisa diraih dengan mengikuti tarekat Rasyid Ahmad al-Kanhuhi (Shaqalatil Qulub, hlm. 190). Oleh karena itu, Muhammad Ilyas, sang pendiri Jamaah Tabligh, berbai’at kepada tarekat Jisytiyah pada 1314 H, bahkan terkadang ia bangun malam semata-mata untuk melihat wajah syaikhnya tersebut. (Kitab Sawanih Muhammad Yusuf, hlm. 143, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 2)
Saling berbai’at terhadap pimpinan mereka di atas empat tarekat sufi: Jisytiyah, Naqsyabandiyah, Qadiriyah, dan Sahruwardiyah. (ad-Da’wah fi Jaziratil ‘Arab, karya asy-Syaikh Sa’d al-Hushain, hlm. 9—10, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, 12)
Keyakinan tentang keluarnya tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kubur beliau untuk berjabat tangan dengan asy-Syaikh Ahmad ar-Rifa’i. (Fadhail A’mal, bab “Fadhail ash-Shalati ‘alan Nabi”, hlm. 19, cet. Idarah Isya’at Diyanat Anarkli, Lahore)
Kebenaran kaidah bahwa segala sesuatu yang menyebabkan permusuhan, perpecahan, atau perselisihan—walaupun hal itu benar—maka harus dibuang sejauh-jauhnya dari manhaj Jamaah. (al-Quthbiyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, hlm. 10)
Keharusan untuk taklid. (Zikir wa I’tikaf Key Ahmiyat, karya Muhammad Zakariya al-Kandahlawi, hlm. 94, dinukil dari Jama’atut Tabligh ‘Aqaiduha wa Ta’rifuha, hlm. 70)
Banyaknya cerita khurafat dan hadits-hadits lemah/palsu dalam kitab Fadhail A’mal Di antaranya adalah yang disebutkan oleh asy-Syaikh Hasan Janahi dalam kitabnya, Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 46—47 dan hlm. 50—52.
Bahkan, cerita-cerita khurafat dan hadits-hadits palsu inilah yang mereka jadikan sebagai bahan utama untuk berdakwah. Wallahul musta’an.

Fatwa Para Ulama tentang Jamaah Tabligh[6]
Asy-Syaikh al-’Allamah Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Siapa saja yang berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala bisa disebut ‘mubaligh’, (artinya: Sampaikan apa yang datang dariku [Rasulullah], walaupun hanya satu ayat).
Akan tetapi, Tabligh India yang dikenal dewasa ini mempunyai sekian banyak khurafat, bid’ah, dan kesyirikan. Oleh karena itu, tidak boleh khuruj bersama mereka selain seorang yang berilmu, yang keluar (khuruj) bersama mereka dalam rangka mengingkari (kebatilan mereka) dan mengajarkan ilmu kepada mereka. Adapun khuruj semata-mata ikut dengan mereka, maka tidak boleh.”
Asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali berkata[7], “Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmati asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz (atas pengecualian beliau tentang bolehnya khuruj bersama Jamaah Tabligh untuk mengingkari kebatilan mereka dan mengajarkan ilmu kepada mereka, –pen.), karena jika mereka mau menerima nasihat dan bimbingan dari ahlul ilmi, tidak akan ada rasa keberatan untuk khuruj bersama mereka.
Namun, kenyataannya mereka tidak mau menerima nasihat dan tidak mau rujuk dari kebatilan karena kuatnya fanatisme dan kuatnya mengikuti hawa nafsu. Jika mereka benar-benar menerima nasihat dari ulama, niscaya mereka telah meninggalkan manhaj yang batil itu dan akan menempuh jalan ahli tauhid dan Ahlus Sunnah. Nah, jika demikian permasalahannya, tidak boleh keluar (khuruj) bersama mereka sebagaimana manhaj as-salafush shalih yang berdiri di atas al-Qur’an dan as-Sunnah dalam hal tahdzir (peringatan) terhadap ahlul bid’ah dan peringatan untuk tidak bergaul serta duduk bersama mereka.
Hal itu (tidak bolehnya khuruj bersama mereka secara mutlak, –pen.) karena (perbuatan tersebut) termasuk memperbanyak jumlah mereka dan membantu menyebarkan kesesatan. Ini adalah penipuan terhadap Islam dan kaum muslimin, serta bentuk partisipasi bersama mereka dalam hal dosa dan kekejian. Lebih-lebih lagi, mereka saling berbai’at di atas empat tarekat Sufi yang padanya terdapat keyakinan hulul, wihdatul wujud, kesyirikan, dan kebid’ahan.”
Asy-Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh[8] rahimahullah berkata, “Organisasi ini (Jamaah Tabligh, –pen.) tidak ada kebaikan padanya. Sungguh, ia adalah organisasi bid’ah dan sesat. Dengan membaca buku-buku mereka, benar-benar kami dapati kesesatan, bid’ah, ajakan kepada peribadatan terhadap kubur-kubur dan kesyirikan, sesuatu yang tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu—insya Allah— kami akan membantah dan membongkar kesesatan serta kebatilannya.”
Asy-Syaikh al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata, “Jamaah Tabligh tidaklah berdiri di atas manhaj al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta pemahaman as-salafus shalih.”
Beliau juga berkata, “Dakwah Jamaah Tabligh adalah dakwah Sufi modern yang semata-mata berorientasi kepada akhlak. Adapun pembenahan terhadap akidah masyarakat, sedikit pun tidak mereka lakukan karena—menurut mereka—bisa menyebabkan perpecahan.”
Beliau juga berkata, “Jamaah Tabligh tidak mempunyai prinsip keilmuan. Mereka adalah orang-orang yang selalu berubah-ubah dengan perubahan yang luar biasa, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.”
Asy-Syaikh al-’Allamah Abdurrazzaq ‘Afifi[9] rahimahullah berkata, “Kenyataannya, mereka adalah ahlul bid’ah yang menyimpang dan orang-orang tarekat Qadiriyah serta lainnya. Khuruj mereka bukanlah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala, tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidak berdakwah kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi kepada Muhammad Ilyas, syaikh mereka di Banglades.”
Demikianlah selayang pandang tentang hakikat Jamaah Tabligh, semoga menjadi nasihat dan peringatan bagi pencari kebenaran.
Wallahul muwaffiq wal hadi ila aqwamith thariq.
Ditulis oleh Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc
[1] Para pengikut Abu Manshur al-Maturidi yang menafikan (menolak) sebagian nama dan sifat Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka membatasi sifat Allah subhanahu wa ta’ala hanya tiga belas. (ed)
[2] Hal semacam ini sangat dilarang dalam agama menurut kesepakatan ulama. Memang, terdapat perbedaan pendapat jika tamimah atau ‘rajah’ tersebut dibuat hanya dari ayat al-Qur’an. Namun, yang kuat, hal ini tetap tidak diperbolehkan menurut banyak sahabat dan ulama yang setelah mereka. (- red.)
[3] Di antara zikir mereka adalah mengucapkan kalimat syahadat secara terpisah. Laa ilaaha dibaca sekian kali secara tersendiri, setelah itu baru membaca illallah dengan jumlah yang sama. Ini jelas bertentangan dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak merealisasikan kandungan tauhid dalam kalimat tersebut. (-red.)
[4] Untuk lebih rincinya, lihat kitab Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 17—24.
[5] Untuk lebih rincinya, lihat kitab Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 31—58.
[6] Dinukil dari Aqwal ‘Ulama as-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, hlm. 2, 5, 6.
[7] Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan As-Sunnah, Fakultas Hadits, Universitas Islam Madinah.
[8] Beliau adalah Mufti Kerajaan Saudi Arabia sebelum asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah.
[9] Beliau pernah menjadi anggota Haiah (Lembaga) Kibarul Ulama Saudi Arabia.
http://asysyariah.com/membongkar-kedok-jamaah-tabligh/